Share

Blind Date

Author: Kanietha
last update Last Updated: 2020-09-30 11:19:34

When the date to meet you had come, My heart suddenly feeling blind about everything.

-Kanietha

Genta yang sudah memakai celana dan jaket jeans berwarna senada dan juga kaos hitam di dalamnya, masih asik duduk di meja makan dengan santai sambil menikmati kentang goreng, dan belum berniat untuk pergi ke showroomnya.

Mama Ruby yang mengetahui hal itu segera menghampirinya, dan duduk di sampingnya. “Gen!” mengusap pelan punggung tangan putranya itu.

“Yes Mam?” Genta menoleh sekilas lalu kembali berkonsentrasi dengan kentang gorengnya.

Mama Ruby mengotak atik ponselnya sebentar lalu menyerahkannya kepada Genta. “Coba lihat. Cantik kan?” tanya Mama Ruby memperlihatkan foto seorang gadis cantik pada benda pipih itu.

Genta hanya melirik sekilas. “Yang namanya cewek semua ya cantik kali, Mam, kalau cowok baru ganteng, terutama anak Mama yang satu ini, gak ketulungan gantengnya,” ucap Genta dengan percaya diri.

“Percuma ganteng, umur sudah hampir 32 tapi belum laku-laku!” sindir Mama Ruby yang langsung membuat Genta terbatuk. “Anak Zio udah mau dua, Istrinya Hans lagi hamil, Zaid bentar lagi nikah, nah—”

“Mam, aku lupa ada janji sama orang,” sela Genta dengan cepat lalu berdiri. Namun, mama Ruby segera menarik jaket putranya itu dan mendudukkan kembali ke tempatnya.

Mama Ruby kembali menyodorkan ponselnya. “Namanya Kiara, anaknya tante Lusi. Dia lulusan terbaik jurusan Fashion Design di Universitas…” Mama Ruby berpikir sebentar untuk mengingat-ingat, lalu berdecak pelan. “Di London lah pokoknya London Fashion College atau apa ya, masih bagian dari UAL* lah pokoknya, Mama lupa!”

“Intinya aja Mam.” Padahal Genta sudah tahu arah pembicaraan Mamanya itu.

“Sabtu malam, Mama udah bikin janji sama Kiara, Mama juga udah pesenin kalian tempat di Zoom Resto.”

Genta menghela nafas. “Mam begini ya—”

“Coba dulu Gen, anaknya cantik, baik, sopan, pintar masak pula, perfect!” sela mama Ruby yang kini menunjukkan wajah memelasnya kepada Genta.

“Tapi Mam—”

“Ayolah Genta, sampai kapan mau begini terus, kamu itu harus move on!” seru Mama Ruby bersemangat.

Genta mengernyit tidak mengerti. “Move on? Dari siapa?”

“Dari Lastra!” Genta membeliak, tidak jadi memasukkan kentang goreng ke mulutnya. “Udahlah Gen, Lastra itu adek kamu, istri dari sahabat kamu, bundanya Giana. Gak usah ngelak! Mama itu yang melahirkan kamu dan ngerawat kamu sampai segede ini.” Menepuk pelan punggung anaknya. “Jadi sedikit banyak, Mama ngerti perasaan kamu.”

“Apa? Papa gak salah dengar kan? Genta belum move on dari Lastra,” kata ayah Abhi yang tiba-tiba sudah duduk di depan Genta sambil tertawa renyah. “Gimana? gimana ceritanya?” tanyanya kepada sang istri.

Mama Ruby pun ikut tertawa. “Jadi begini Pah … ” Ia menjelaskan dengan panjang lebar tentang kejadian di Singapura dan di supermarket kala itu.

Genta akhirnya berdiri dengan menggelengkan kepalanya. “Kayaknya, aku pergi aja deh.” Ia pun berpamitan pada Papa dan Mamanya untuk segera pergi ke showroomnya.

“Jangan lupa, sabtu malam ya Gen, sekalian malam mingguan,” teriak mama Ruby masih dengan semangatnya yang menggebu, lalu kembali tertawa lepas dengan suaminya.

Akhirnya, Genta dengan terpaksa menuruti permintaan sang mama. Genta tidak tahan, karena setiap harinya selalu perihal pertemuan itu saja yang di celotehkan oleh wanita paruh baya itu. Namun, hari itu  Genta memajukan jam pertemuannya menjadi sore hari, karena beralasan lelah, ini, dan itu kepada sang mama.

Kiara Larasati, biasa dipanggil Ara, usia 25 tahun. Gadis berkulit kuning langsat dengan lesung pipi yang hanya terdapat di satu sisi wajahnya itu, semakin betambah menarik jika ia tersenyum. Ara sekarang sudah duduk dengan elegan di hadapan Genta dengan rambut lurus terurai jatuh sepanjang dada.

Genta tersenyum tipis, sambil menopang dagu dengan kedua tangannya. Ia memandang Ara, yang sedang memotong steaknya dengan perlahan. Sejenak pikirannya menerawang, jika saja Ara saat ini berhadapan dengan sosok Genta yang dulu, maka gadis itu sudah pasti akan berakhir dengan dirinya di kamar sebuah hotel, saling memasuki dan berbagi kehangatan.

“Ra.” Panggil Genta menyela kesibukan Ara. ”Kok mau sih, di atur-atur kayak gini? Lo kan cantik, pintar, pasti banyak cowok di luar sana yang ngejar-ngejar, tapi lo malah berakhir duduk di sini sama gue,” ucapnya sembari terkekeh lalu bersandar pada kursinya.

Ara tersenyum, manis sekali. “Mas Genta gak suka steak? Dari tadi kok belum di sentuh?” Ia bertanya balik tanpa menghiraukan pertanyaan Genta.

“Habisnya, lo cantik banget. Gue sampe gak bisa lihat apapun selain elo di sini.” Detik itu juga Genta langsung merutuki dirinya dalam hati. Ini pasti gara-gara kebiasaan mulutnya yang tidak bisa di atur kalau sudah bertemu dengan wanita cantik. Insting play boy nya itu, memang sudah mandarah daging. Padahal, sejak kejadian panas bersama Lastra di klub malam kala itu, Genta sudah mengurangi kebiasaanya dekat dengan wanita manapun. Bahkan, ia sudah tidak pernah melakukan one night stand lagi bersama wanita cantik yang secara random ia temui di klub malam.

Ara meletakkan garpu serta pisaunya. “Kamu itu ganteng lho Mas, materi juga gak usahlah, ya, diragukan lagi, terus kamu juga dari keluarga  yang sangat sangat berada. Tapi kenapa masih sendiri aja?” Ara melipat tangannya di atas meja. Sedikit mencondongkan tubuhnya lalu memelankan suaranya. “Sorry kalau aku to the point, orientasi seks mu masih normal kan? no offense ya, aku cuma gak mau buang-buang waktu kalau memang kamu gak tertarik sama perempuan.”

Genta terkekeh, akhirnya ia mengambil pisau serta garpu untuk memotong steak yang sedari tadi tidak ia hiraukan. “Jangan khawatir, barang gue masih bisa berdiri tegak kok kalau lihat cewek, apalagi cakep kayak elo.” Jawabnya enteng.

“Great!”

“That’s all?”

Ara mengangguk sembari tersenyum. “Ehem.” Lalu kembali memotong steaknya.

“Gue kira lo mau nyobain, yaah paling gak kan lo butuh bukti kalau yang gue omongin itu bener apa enggak,” pancing Genta. Terbukti kan kalau mulut pria yang satu ini memang tidak bisa di rem.

Ara melihat Genta sebentar, “I will, but not now.” Kembali memasukkan satu potong steak ke dalam mulutnya dan mengunyahnya dengan pelan.

Entahlah! batin Genta. Ia berfikir untuk mencoba menjalaninya dengan Ara, toh kalau tidak cocok mereka nanti bisa saja berpisah. Lantas obrolan mengalir begitu saja, lebih banyak ingin mengetahui apa kegiatan dan minat masing-masing untuk lebih mendekatkan diri.

Masih di restoran yang sama namun di ruangan yang berbeda, tepatnya di ruang manajer Zoom Resto. Ada seorang gadis yang sedang memohon dengan sangat untuk kelanjutan nasib masa depannya.

Gadis itu adalah Hening, ia sedang menemui kakak kandungnya yang merupakan manajer dari Zoom Resto yang bernama Esa Putra Prasetyo.

“Mau apa datang ke sini?” tanya Esa dingin.

Hening pun mengingat kembali kejadian yang di alaminya sebelum akhirnya ia memutuskan meminta bantuan pada Esa, kakaknya itu.

Seorang wanita paruh baya dengan tergesa menghampiri Hening di ujung jalan menyuruhnya turun dari motor, dan menarik lengannya bersembunyi di sebuah gang sempit. “Ning, aduh untung, kan, Umi ketemu lo duluan, sengaja Umi tungguin elo dari tadi, sini! lo ikut gue.”

“Tapi Um, aku mau ketemu bapak, disuruh pulang katanya.” Wanita paruh baya yang sebenarnya bernama Ziah itu adalah tante Hening -adik ayahnya- dan Hening memanggilnya dengan sebutan umi karena Ziah sudah mengasuh Hening sejak bayi. Bisa di bilang umi adalah ibu kedua bagi Hening.

“Ck, jangan balik ke rumah! Lo gak ingat pesan mendiang emak lo, jangan pernah balik lagi ke sini!” kata Umi Ziah dengan napas terengah.

“Tapi, katanya bapak sakit. Um, masa’ tega aku gak jenguk,” jawab Hening.

“Bapak lo sehat Ning, sehat wal afiat dah, kaga ada sakit sama sekali!” Hening bengong entah harus percaya dengan siapa, tapi ia tau kalau Umi tidak pernah berbohong kepadanya. “Lo itu, mau di kawinin sama … itu .. anaknya pak Abraham, pejabat yang kadang datang ke rumah lo. Eh, dikawinin sama bapaknya apa anaknya ya. Pokoknya gitu deh Ning, intinya lo mau di jodohin! Dikawinin! Sama bapak lo.”

“Eh, tambah gesrek aja otaknya tuh orang tua.”

“Hening!!” bentak Umi Ziah memukul pelan bibir Hening. “Gini nih mulut kalau kebanyakan bergaul sama preman, kaga bisa di atur kalau ngomong! Gitu-gitu si Bagus itu bapak elo, yang sopan kalau ngomong!” lanjutnya berceramah.

Hening hanya nyengir. ”Tapi kenapa Um? Kenapa kok aku mau di kawinin? Tiba-tiba pula, terus pake bohong gini juga?”

“Ini ada kaitannya dengan masalah perluasan sama perebutan lahan basah di wilayah barat, nah di situ kan juga ada proyeknya pak Abraham tuh ya, jadi biar saling menguntungkan gitu katanya. Umi juga kaga ngerti detailnya deh Ning, Tapi intinya kalau lo balik ke sini, kehidupan lo kaga bakal lepas dari bapak elo, surem lah Ning! Lo gak mau kan keturunan lo entar muter-muter aja di lingkungan gak bener kayak gini! Kalau gak ingat, Umi ada utang nyawa sama lo Ning ya, Umi gak bakal deh repot-repot gini!” tutur umi Ziah kembali mengingat kejadian saat anak perempuannya kecelakaan, dan kehabisan stok darah di PMI. Kalau tidak ada Hening yang mendonorkan darahnya mungkin putrinya sudah tidak tertolong.

Hening berjongkok. ”Otak Bapak itu isinya cuma dua! Kalau gak cewek ya duit! Tapi gak nyangka, kalau aku sampe di jual juga sama dia!”

“Mending lo datangin Esa deh Ning. Bapak elo itu kan takutnya cuma sama kakak lo itu, atau lo sekalian tinggal sama dia aja, jadi kaga ada lagi yang gangguin elo!

Maka di sinilah Hening, memberanikan diri untuk menemui Esa.

“Itu urusan lo sama bapak elo, gue udah gak mau urusan sama keluarga lo lagi!” ucap Esa kasar

“Kan, bapak elo juga, Kak, emang gue bukan keluarga lo apa? gue ini adek lo, Kak!” seru Hening.

“Gue gak pernah nganggap lo itu keluarga! Lo denger itu! gue benci sama lo, juga ibu lo!”

“Kak Esa! Jangan bawa-bawa emak gue ya! Emak itu nikah sama bapak setelah bunda Kak Esa meninggal, jadi Emak gak ngerebut siapa-siapa!” teriak Hening yang memang sudah tau dari awal alasan kenapa Esa tidak menyukainya.

Esa menganggap kehadiran ibunya Hening saat itu, telah merebut semua perhatian ayahnya, darinya. Apalagi sejak Hening lahir, ayahnya semakin menjauh dari Esa.

“Tetep aja gue benci sama kalian berdua! Keluar lo, jangan lagi temui gue, anggap aja lo gak tau dan gak pernah kenal sama gue!” usir Esa yang sudah membukakan pintu untuk Hening.

Hening bingung, tanpa pikir panjang ia merendahkan egonya berlutut di depan Esa seraya mengatupkan tangannya. Dari dulu, Hening memang selalu mencoba mendekati Esa meskipun sang kakak tidak pernah mempedulikannya sama sekali. Tapi Hening tau, kalau sebenarnya Esa juga menyayanginya meskipun rasa benci kakaknya itu melebihi rasa sayangnya. 

“Kak Esa, tolongin gue sekali ini aja Kak, gue mohon temui bapak dan bilang sama dia jangan ngawinin gue demi duit dan kekuasaan, Kak. Please Kak? Gue udah gak mau balik ke rumah itu lagi, gue juga mau hidup normal kayak lo, jadi orang biasa!” ucap Hening dengan manik yang mulai mengembun, memohon dengan sangat. “Gue janji, habis ini gue bakal pergi jauh dari sini, lo gak bakal lihat gue lagi, gue cuma butuh waktu sedikit lagi Kak, ngumpulin du—"

Esa bergeming. “Keluar gue bilang!” bentaknya.

Hening menggeleng, mati-matian menahan bendungan air matanya agar tidak jatuh, ia tidak boleh menangis

Lo kuat Ning, kata bapak, jadi orang gak boleh cengeng! Gak boleh nangis! Gak boleh lemah! Hening membatin menyemangati dirinya sendiri, itulah kalimat yang sering dilontarkan oleh bapaknya tiap kali ia kena omel ataupun pukul.

“Kak gu—”

“Esa! Apa ini?” Seorang pria tiba-tiba sudah berdiri di tengah pintu memandang heran, bergantian kepada Esa dan Hening yang masih dengan posisi berlutut.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Daanii Irsyad Aufa
nasib loe Ning, ngenes
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Me and My Broken Pieces   Scent Of Jealousy

    You can be the moon and still be jealous of the stars. -Gary Allan And unfortunately, you both need the same sun to shine -Kanietha -- “Esa! Apa ini?” Seorang pria tiba-tiba sudah berdiri di tengah pintu memandang heran. Menatap bergantian pada Esa, dan Hening yang masih dengan posisi berlutut. “Pak Zaid. Bukannya Bapak sudah pulang?” ucap Esa sedikit terkesiap namun tetap tenang, karena pemilik dari tempat ia bekerja tiba-tiba mendatangi ruangannya.. Zaid kembali melihat Hening. Memperhatikan gadis itu sejenak. “Kamu anak Metro kan?” tanyanya pada Hening, dengan menyebutkan tempat di mana gadis itu bekerja. Hening mengangguk menatap tegas ke manik Zaid. “Iya, Pak, saya Hening, kita pernah ketemu waktu grand launching bistronya Pak Zaid.” Hening menjelaskan. “Berdiri sekarang juga!” perintah Zaid, tapi Hening bergeming tidak menghiraukannya. Zaid berdecak. “Esa! Pacar kamu?” Esa menggeleng cepat. “Saya adeknya Kak Esa, Pak,” celetuk Hening. “Esa?” Zaid meminta penjelasan.

    Last Updated : 2020-09-30
  • Me and My Broken Pieces   Sister to a Brother

    Brothers are Superman, Spiderman and Batman of their sisters -Unknown ~~~ Belum sempat Esa melangkahkan memasuki rumah masa kecilnya, Bagus Prasetyo, sang ayah sudah lebih dahulu menghampiri. Pria itu memeluk dan menepuk-nepuk punggung putra kesayangan yang sudah jarang sekali pulang ke rumah. Tertawa renyah sebentar, kemudian menarik diri. “Anak kesayangan gue, akhirnya ingat pulang juga.” Bagus berdecak berkali-kali dengan gelengan. Esa hanya tersenyum miris. Bergegas masuk, lalu duduk di salah satu kursi yang ada ruang tamu. “Aku mau ngomong sama Bapak,” ucapnya dingin. Bagus yang masih tidak bisa menyembunyikan senyumnya, segera duduk berhadapan dengan Esa, dengan sebuah coffee table sebagai penengahnya. “Nanya kabar Bapak lo dulu kek, basa basi.” “Bapak udah pasti sehat, bisa kelihatan, kok.” Esa sedikit mencondongkan tubuh. “Bapak bener nyuruh Hening nikah?” Senyum di wajah Bagus menghilang seketika, berganti dengan ekspresi serius. “Denger dari mana?” tanyanya, lalu berp

    Last Updated : 2020-09-30
  • Me and My Broken Pieces   Encounter

    It begins with curiosity ~ Kanietha “Mampus di tangan gue, lo habis ini!” Hening kembali mengancam Beni dengan suara pelan, tetapi begitu menghunus tajam. “Janganlah Non, gue cuma disuruh buat nganterin lo doang. Entar urusan kelar, gue balikin lagi lo ke kantor tadi,” ucap Beni memelas. Hening menoleh pada pria yang saat ini duduk di sampingnya. Pria itu bersedekap, dan menyilangkan kaki panjangnya. “Terus kalau Bapak sendiri, disuruh siapa?” tanya Hening melempar tatapan tajam. Sama sekali tidak takut, meskipun tubuh pria itu layaknya binaraga dengan lekukan otot yang tersebar di sekujur tubuh. Setahu Hening, bapaknya tidak pernah punya anak buah yang bertubuh seperti pria yang ada di sebelahnya saat ini. “Bapak? Gue?” Pria itu mengarahkan telunjuknya pada wajahnya sendiri. Beni sontak tertawa mengejek mendengarnya. “Udah gue bilang Jon, muka lo itu boros banget! Wajar aja Non Hening manggil lo Bapak!” ujarnya lalu kembali melanjutkan tawanya. Pria yang bernama Joni itu berde

    Last Updated : 2020-09-30
  • Me and My Broken Pieces   Small Talk

    Each of us just needed someone to talk to, and share everything that we had in mind. ~Kanietha Setelah terjadi sedikit keributan di Green Resto, Esa dengan terpaksa menjelaskan pokok permasalahannya pada Zaid secara singkat. Kemudian, ia segera berpamitan dan tidak lupa berterima kasih atas bantuan Zaid dan teman-temannya. Esa membawa motor sportnya dengan kecepatan di atas rata-rata, hingga Hening mau tidak mau harus memeluk sang kakak dengan erat. Hening hanya bisa terdiam pasrah, daripada menyela hingga menyebabkan sesuatu yang buruk terjadi pada mereka berdua. Setelah tiba di kontrakannya, Esa segera menarik lengan Hening ke dalam rumah. Karena masih dirundung kesal, Esa menghempaskan tubuh Hening pada salah satu sofa di ruang tamunya dengan kasar. “Lo itu! CK!” Esa tidak dapat berkata-kata untuk mengungkapkan kekesalannya pada Hening. Ia menunjuk tajam sang adik, yang memasang wajah tanpa dosa sama sekali. “Lo mau buat gue mati muda Kak! Naik motor kayak orang kesetanan,

    Last Updated : 2020-09-30
  • Me and My Broken Pieces   Furious Curiosity

    When you’re curious you find lots of interesting things to do. -Walt Disney -- “Cepetan ke KANTOR!” Hening menghela kecil saat membaca pesan yang dikirim manajernya. Baru saja ia hendak membalas, muncul satu lagi pesan di bawahnya. Mau tidak mau, Hening membacanya sebentar, dan menunda membalas pesan tersebut. “SEKARANG.” “NGGAK PAKE LAMA!” Hening sampai harus mengerjap beberapa kali . Bertanya-tanya, dan mengingat-ingat apa dirinya ada berbuat salah belakangan ini. Namun, ia yakin tidak berbuat sesuatu yang melenceng dari job desknya. Padahal, Hening sudah memiliki janji dengan seseorang yang hendak memasang iklan. Karenanya, dengan terpaksa tugas tersebut ia limpahkan kepada rekan yang lain, dan segera melajukan motornya menuju kantor. Sesampainya di parkiran kantor, Hening bergegas berlari kecil. Ketika baru memasuki lobby kantor, Hening merasa heran melihat Ilham yang mondar mandir mirip setrikaan. “Pak Ilham,” panggil Hening setengah berbisik. Entah kenapa juga ia harus

    Last Updated : 2020-09-30
  • Me and My Broken Pieces   First Kiss

    One kiss could bind two souls in a second. -Unknown -- Hampir lima menit, Dewa hanya diam memandang Hening yang duduk berseberangan dengannya. Keduanya kini berada di VIP room sebuah restoran, yang memang dipesan khusus oleh Dewa, untuk makan siang bersama gadis itu. Insting Dewa memang tidak salah. Seperti yang pernah ia katakan pada Hening, saat pertemuan pertama, gadis itu sebenarnya manis dan hanya butuh sedikit polesan saja. Alhasil, Hening akhirnya bisa tampil luar biasa seperti sekarang. Bertemu dan bergaul dengan para wanita cantik nan seksi, bagi Dewa adalah hal biasa. Namun, hanya Heninglah gadis yang memiliki nyali besar, dan berani menantangnya tanpa ragu. Hal tersebutlah yang membuat Dewa semakin penasaran dan ingin kembali bertemu dengan gadis itu. Hening menelan ludah, dan melebarkan mata, saat melihat satu porsi chicken cordon bleu baru saja disajikan oleh pelayan di depan mata. Meski cacing di perutnya sudah berteriak memberontak, tetapi Hening masih bergeming me

    Last Updated : 2020-09-30
  • Me and My Broken Pieces   Heart Confession

    Sometimes, you just need to be honest with your heart, and have faith in it. -Kanietha ~~~ “Jadi, lo … duda?” tanya Hening saat sedang memasang sabuk pengamannya. “Masalah?” Dewa bertanya balik, lalu menyalakan mesin mobilnya. “Punya anak?” “Nope.” “Kenapa cerei?” Dewa mengangkat bahunya. “Nggak cocok aja.” Satu sudut bibir Hening terangkat miris. “Dea yang mulus dari ujung ke ujung gitu aja, lo cerain. Apa kabar gue yang nggak ada apa-apanya?” Hening kembali teringat, dengan pertanyaan Dea tentang latar belakang keluarganya. Dalam sekejap, rasa percaya diri Hening runtuh dan Ia tidak pernah merasa seperti itu sebelumnya. Sesaat itu juga, terlintas ocehan Esa yang sedang bersitegang di Green Resto dengan Dewa tempo hari. Esa mengatakan, sebaiknya Dewa mencari gadis yang selevel dengannya dan keluarganya. Jadi, inikah yang dimaksud perbedaan kasta dalam kehidupan? Sungguh miris. Kalau boleh memilih, Hening tidak pernah ingin terlahir menjadi anak preman, dan hidup di lin

    Last Updated : 2020-09-30
  • Me and My Broken Pieces   The Queen

    There are times when a well-placed pawn is more powerful than a king -Unknown -- Reno, asisten sekaligus teman semasa kecil Dewa masuk ke dalam ruangan, lalu melempar tumpukan kertas bergambar di atas meja kerja pria itu. “Dewa!” “Hmm.” Dewa hanya meliriknya sekilas lalu tersenyum. Kembali membaca berkas yang sedari tadi ia pegang, tanpa mau memedulikan berkas dari pria yang juga memiliki hubungan keluarga dengannya itu “Cuma hmm, Wa!” Reno berdecak frustasi, lalu duduk bersebrangan dengan Dewa. “Lo nggak tau, berapa duit yang gue keluarin supaya foto-foto itu nggak muncul di media?” “Duit gue kan?” Dewa mengangkat wajah melihat Reno. “Nggak papalah, yang penting masih ada sisa buat gue jajan, sama gaji buat elo,” kelakar Dewa, yang tidak ingin menanggapi foto-fotonya bersama Hening, ketika mereka beradada mobil dengan serius. “Sudah aman berarti?” Reno tidak menjawab. Hanya mengendikkan kedua bahu dengan malas. “Good job, Ren!” Dewa lantas terkekeh dengan keterdiaman Reno. Ti

    Last Updated : 2020-09-30

Latest chapter

  • Me and My Broken Pieces   Sweet Ending

    Hening dan Genta baru saja pulang dari restoran untuk merayakan ulang tahun keempat putra sulung mereka. Hal yang pertama dirindukan oleh Hening adalah ranjang empuknya. Ia hanya ingin merebahkan diri dan meluruskan pinggang untuk mengusir penat. Lalu ke mana Gani saat ini? bocah kecil nan tengil dengan sifat tidak jauh dari papanya itu lebih memilih pulang ke kediaman Andreas. Kenapa ke sana? Karena Gani merupakan fans garis keras Giana, pria kecil itu layaknya stalker yang selalu ada di manapun putri sulung Zio dan Lastra itu berada. “Capek?” Tanya Genta dengan suara pelan, masuk ke kamar menyusul istrinya dengan menggendong pria kecil berusia 2 tahun yang sedang terlelap di pundaknya. Hening mengangguk dengan mengerucutkan bibirnya. Ia menghidupkan AC lalu merebahkan diri kemudian menarik selimut menutupi perut yang sudah membuncit. Genta meletakkan Heiga, putra kedua mereka pada box bayi dengan perlahan , lalu menghampiri istrinya. “Dedeknya gak rewel kan?” ucapnya memberi kecu

  • Me and My Broken Pieces   Another New Life

    When life gives you a hundred reason to cry, show life that you have a thousand reasons to smile-Unknown--Genta keluar dari kamar mandi dengan hanya berbalut handuk yang terselip di pinggang, Ia melewati Hening yang masih meringkuk berbalut bedcover menutupi seluruh tubuhnya. Berhenti sekilas, lalu kembali melanjutkan langkahnya menuju walk ini closet untuk mengenakan pakaianya.Setelah semua beres, ia keluar duduk di tepi ranjang, mengusap kepala Hening dengan lembut. “Ning, bangun dulu, sarapan.”Tidak kunjung mendapat respon, Genta menjepit hidung istrinya hingga gadis itu terengah, kehabisan nafas. Dan mau tak mau Hening terjaga saat itu juga, segera duduk dan melihat Genta sudah tergelak dengan puasnya.Namun, tawany segera berhenti karena tidak ada sedikit pun senyum yang tersemat di wajah istrinya itu.“Mama Ning, udah gak bisa di ajak becanda, entar cepat tua loh.”“Keluar gak!” Us

  • Me and My Broken Pieces   New Life

    You make a new life by making new choices-Sean Stephenson--Sesampainya di rumah sakit, dokter menyarankan agar Hening berjalan-jalan kecil terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan gadis itu masih dalam tahap bukaan 2.“Kalau begini, besok-besok Mas Genta aja yang ngelahirin!” Dengan menahah nyeri Hening masih sempat-sempatnya bergalak ria dengan suaminya.Mereka sedang berjalan bergandengan tangan menyusuri taman yang ada di area rumah sakit. Keduanya berhenti sejenak untuk mengambil nafas saat Hening mengalami kontraksi. Setelahnya kembali berjalan lagi.“Iya, entar anak kedua dan seterusnya aku yang ngelahirin.”Manik Hening semakin terbuka dengan lebar mendengarnya. Giginya sudah mengatup rapat dengan kesal yang memuncak.“MANA BISA!” Hardik Hening kemudian berhenti lagi untuk menarik nafas.Sebenarnya Genta ingin sekali tertawa melihat istrinya yang sudah mengoceh tidak jelas itu, n

  • Me and My Broken Pieces   Waiting for Happiness

    Happiness visits those who are able to wait-unknown--“Caesar aja ya, Mas …” Rengek Hening tiada henti kepada suaminya saat Genta baru saja pulang kerja.“Coba tunggu seminggu lagi ya … baru kita konsultasi lagi ke dokter.” Genta juga tidak henti membujuk.Usia kandungan Hening sudah hampir memasuki usia 41 minggu. Dan, masih belum ada tanda-tanda menuju persalinan.Hening sudah meminta agar dapat melakukakn operasi caesar dengan alasan khawatir bayinya akan kenapa-kenapa. Sedangkan Genta, selalu saja minta istrinya untuk menunggu, siapa tahu, bisa lahir secara normal. Genta beralasan, kalau Hening melahirkan secara caesar, istrinya itu harus menunggu lama jika akan hamil lagi.Di usia Genta yang hampir menginjak ke angka 34 itu, ia ingin memiliki anak banyak secepat mungkin. Karenanya Genta kurang setuju jika istrinya meminta untuk operasi.“Emang siapa yang mau, tiap tahun lahiran

  • Me and My Broken Pieces   Another Question

    If you want the answer, ask the question― Lorii Myers--Sepulang kerja, Esa mendapati pintu rumahnya masih dalam keadaan terbuka. Ia berdecak dengan sebal, melangkahkan kakinya dengan berat untuk masuk ke dalam. Di dalam ia mendapati adiknya tengah asik memenuhi mulutnya dengan satu bucket ayam goreng dari restoran cepat saji.“Lo, makan semua sendirian?” Ucap Esa dengan manik yang terbuka lebar, lalu menggeleng. “Lama-lama jadi bola, tinggal ngegelinding aja kalau jalan.”“KAK ESA!” Bentak Hening dengan bibir mengerucut kesal. “Pantas aja gak ada yang mau sama elo, tu mulut kalau ngomong jelek banget!” sindirnya.Esa mengeluarkan satu tawa sinis. “Siapa coba yang gak mau sama gue, cakep gini! Gue nya aja yang gak mau sama mereka.”Esa sudah melangkah menuju ruang tengah namun ia memundurkan langkahnya saat menyadari rambut adiknya yang masih basah. Lalu ia berenti s

  • Me and My Broken Pieces   Seduce

    Love is the first and most devious deceiver, the most seductive delusion― J. Earp--Meskipun Genta melarang istrinya untuk pergi ke tempat Esa, namun Hening bersikeras dan nekat pergi sendiri dengan menggunakan taxi, saat suaminya itu berangkat kerja.Asisten rumah tangganya, Ibu Mira dibuat kelimpungan sendiri. Wanita berumur 40 tahun itu segera menelepon Genta secepatnya saat Hening baru saja menutup pintu taxi untuk pergi dari rumah.Genta yang baru saja sampai, mendaratkan bokongnya pada kursi di ruang kerjanya. Sontak terkejut dan kembali berlari keluar berniat pergi ke rumah Esa, secepat mungkin. Jarak showroom Genta ke kontrakan Esa lebih dekat dari pada rumahnya sendiri, jadi otomatis Gentalah yang lebih dulu tiba di sana.Esa yang sedang memanasi motornya pun tekejut mendapati Genta yang tau-tau masuk ke perkarangan rumahnya,“Pak Genta ngapain?”“Adek lo belum datang kan?”&ldq

  • Me and My Broken Pieces   Another Past

    Life can only be understood backwards; but it must be lived forwards ― Søren Kierkegaard--Hening menggoyang-goyangkan tubuh suaminya yang masih terlelap itu. awalnya hanya perlahan namun karena tidak ada respon, gadis itu lebih kuat lagi mengguncangnya.“Mas Genta bangun!”“Aku masih ngantuk, Ning! Setengah jam!” Ucap Genta tanpe membuka matanya dan menarik selimut untuk menutup seluruh tubuhnya.Hening mendengkus dengan sebal. “Ya udah, aku bisa kok pergi sendiri, beli es krim di mekdih!”Mulut Hening tidak berhenti menggerutu kesal sembari keluar kamar Usia kehamilannya kini sudah memasuki bulan ke lima. Tidak ada kendala yang berarti, hanya moodnya saja yang harus benar-benar dijaga, agar tidak mengalami stress.Genta yang mendengar hal itu sontak langsung bangkit mengejar istrinya yang sudah membuka pintu luar.“Ning, bukannya semalam masih ada 2 di kulkas?&r

  • Me and My Broken Pieces   New Day

    Each new day has a different shape to it. You just roll with it.-Unknown--Suasana resepsi pernikahan Genta dan Hening diadakan dengan tema modern minimalis. Didominasi dengan warna pastel yang begitu lembut, dengan berbagai bingkai berwarna gold yang terkesan kontras membuat latar pelaminan terlihat elegan. Ditambah barisan bunga yang tersusun secara linear menjadikan visual yang ada semakin terlihat sempurna.Banyak tamu kenegaraan yang di undang, anggota legislatif, juga para pengusaha. Para tamu didominasi dari relasi papa Genta, serta beberapa sahabat dekat keluarga mereka.Tak banyak yang diundang dari pihak Hening, hanya keluarga besar dan beberapa kerabat serta tetangga dekat.Rasa bahagia serta sedih bercampur aduk di dalam hati Hening. Tak ada kedua orang tua yang menyaksikan resepsi mewahnya mebuat ada Sebagian relung hatinya yang kosong. Kali ini, yang mewakilinya adalah Esa serta Uwa Adil. Tidak bisa berharap lebih ba

  • Me and My Broken Pieces   Music of My Heart

    You opened my eyes, You opened the doorTo something I'd never known beforeAnd your love, Is the music of my heart By Nsync--Tiga bulan berlalu sejak kejadian penyekapan Hening. Gadis itu tertekan dan hanya termenung sendiri di kamar Genta dengan tatapan hampa di kediaman Abhiraja.Kehilangan Ayah dan bayinya dalam waktu bersamaan membuat Hening seperti kehilangan dirinya. Ada suster yang menjaga di kala siang, sesekali bergantian dengan Mama Ruby, jika Genta pergi ke showroom.Dan, setiap harinya, pagi juga malam, Genta dengan setia menyuapi istrinya itu. Terus mengajaknya berbicara tentang kegiatannya sehari-hari untuk menstimulus kinerja otaknya agar kembali kepada pikirannya.Seperti pagi ini, ia kembali menyuapi Hening sambil bercerita semua hal yang terjadi padanya, serta keluarganya."Jadi, Lastra semalam udah lahiran, bayinya cowok." Genta kembali menyuapkan sesendok bubur pada bibir istrinya.Man

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status