Friends are those rare people who ask how we are and then wait to hear the answer. -Ed Cunningham -- Hening duduk dengan meluruskan kaki pada sebuah kursi tunggu, yang biasa dipakai pengunjung mall untuk beristirahat. Gadis itu sedang menunggu rekannya, yang sedang mengurus tagihan di salah satu toko di pusat perbelanjaan di sana. “Cabut Ning, udah selesai gue!” Hening menoleh dengan memelas. “Makan dulu Mei, gue laper.” “Food court atas?” tanya Mei lalu melihat ke sekeliling pusat perbelanjaan. “Pujasera di luar aja. Murce! Lagi ngirit gue, tagihan sama Pak Dion lusa baru cair,” Keluh Hening yang sudah berdiri dan memperbaiki letak ransel di punggungnya. “Kapan sih, lo nggak ngiritnya Ning? Punya pacar kaya itu di manfaatin, jangan dijadiin pajangan doang.” Mei bersungut pergi meninggalkan gadis itu. Hening berlari dengan cepat menghadang Mei. Merentangkan kedua tangan, dan memicing penuh tanya. Apa Mei tahu sesuatu? “Bentar-bentar, pacarnya siapa yang kaya?” “Emang siapa l
Love is a misunderstanding between two fools. — Oscar Wilde -- Hening mengetuk pintu kaca sebanyak dua kali secara perlahan. Kemudian, ia mendorong handle pintu, lalu masuk ke sebuah ruangan. Di dalamnya ada dua orang wanita yang keduanya masih muda, tetapi jelas usianya lebih tua daripada Hening. Seorang diantaranya sibuk menghitung dan menyusun bergepok kertas berwarna merah. Sementara seorang lagi, sibuk berkutat dengan perangkat komputernya. Belum sempat Hening melangkah masuk, wanita yang sedang menghitung tumpukan uang itu mengangkat wajah. “Langsung ke atas aja Ning, ketemu Pak Genta!” “Ngapain? Kan Mbak Ade yang nelpon?” tanya Hening. “Saya nelpon karena di suruh beliau, buru gih ke atas!” seru Ade yang kembali mengulang hitungannya. “Urusan saya, kan, biasanya sama Mbak Ade?” “Nurut aja kenapa sih, Ning, pak Genta itu lho baik, nggak gigit!” Sejak pertemuan kedua kalinya dengan Genta saat itu, Hening baru mengetahui bahwa showroom mobil yang kadang didatanginya itu
I won't give up on us, even if the skies get rough -Jason Mraz -- Ponsel yang diletakkan Hening di meja meeting bergetar. Dengan segera, ia menolak panggilan tersebut, dah ini sudah kesekian kalinya. Entah apa yang ada di pikiran orang itu, hingga tidak lelah menelepon Hening sampai berulang kali. “Siapa Ning? Di reject mulu. Sapa tau orang mau pasang iklan.” Mei mendekatkan tubuh, berbisik di telinga Hening. Tatapannya tetap pada Ilham, yang masih saja berceramah tentang evaluasi target iklan bulan lalu. “Om brengsek!” sahut Hening tidak kalah pelan. Tidak lama setelah itu, seseorang mengetuk pintu dan menyela briefing yang dilaksanakan oleh divisi iklan setiap paginya. “Maaf Pak Ilham, Mbak Hening ditunggu tamunya di bawah,” ucap seorang office boy yang baru saja membuka pintu. “Guaanteng Mbak!” lanjutnya menyeletuk sambil menatap Hening, dengan logat Jawanya yang sangat medok. Semua mata otomatis tertuju pada Hening. “Laris lo, Ning, belakangan ini.” Ilham ikut berceletuk .
You can run with a lie, but you can't hide from the truth. -Unknown -- Hening kembali berdecak keras, saat melihat ponselnya bergetar. Ada sebuah nomor, yang memang sudah ia tidak pedulikan dari kemarin. Namun, kali ini mau tidak mau ia harus mengangkatnya, daripada melihat pria itu muncul kembali di kantornya dan membuat masalah. Tanpa salam dan basa basi, ia langsung menyemprot orang tersebut. “Apaan, sih, Om! Jangan norak deh! Telpan telpon mulu! Situ enak, nggak kerja sama orang, nggak bakal ada yang ceramahin kalau buat salah! Lah gue? Salah dikit aja udah kenal omel, Apa lagi yang kayak tadi pagi! Syukur-syukur, kan, gue nggak dapat SP! Bersyukur juga gue nggak dipecat saat itu juga! Om kira, cari kerja itu gampang, apalagi cuma lulusan SMA kayak gue!” Napas Hening sudah naik turun, setelah menggerutu panjang lebar “Tapi enak kan, Ning?” Amarah Hening memuncak. Kalau saja Genta saat ini sedang berada di depannya, sudah di pastikan ia akan menghajar pria itu tanpa ampun.
B'coz ... All I want is ... you!--Genta sudah menunggu di lobi kantor Metro seperti kemarin, mondar mandir di sana menunggu Hening. Sejak semalam Hening tidak bisa dihubungi, bukan karena gadis itu tidak mengangkat ponselnya, namun ponselnya tidak aktif. Dirinya bertambah gusar saat mengetahui gadis itu hari ini tidak datang ke kantor, dan tidak memberikan alasan apapun.Lalu Genta teringat sesuatu. “Kalau Mei, ada, Mbak?” Tanyanya kembali kepada wanita yang bertugas di front office.“Ohh itu Pak, Mbak Mei nya baru turun.” Tunjuk salah satu petugas front office yang duduk di belakang meja.Genta bergegas menghampiri Mei, dan menarik tangannya agar jauh dari peredaran.“Hening ke mana?” Tanya Genta tergesa. “Dari semalam hapenya mati.”Mei mengerucutkan bibirnya memandang Genta. “Ada perlu apa sih Pak, nyari-nyari Hening? Kasihanilah dia Pak, gara-g
Oh, kiss me beneath the milky twilight. Lead me out on the moonlit floor...Lift your open hand. Strike up the band, and make the fireflies danceSilvermoon's sparklingSo kiss me ...... - By Sixpence None the Richer ---“Ish, apaan coba! gue cuma dihargai dua box pizza! Tau gitu kan lanjut tidur aja tadi.” Hening masuk ke mobil Genta dengan tidak berhenti menggerutu. “Ini juga, Om Genta! apaan sih, sudah tau orang lagi kurang sehat, masih aja di ajak ketemuan. Kalau emang mau pasang iklan yang kemarin bisa langsung aja ke Mei. Gue lagi gak mood kerja hari ini.”Genta segera melepaskan jaket denimnya dan membalutkannya ke tubuh Hening. “Jangan di lepas, gue gak kuat lihat lo pake baju gituan, di depan gue, bawaannya pengen …” Hening segera memberi tatapan dingin kepada Genta sehingga pria itu hanya bisa menelan saliva tidak meneruskan kalimatnya. Namun detik selanjutnya
So I won't hesitate no more, no moreIt cannot wait, I'm sureThere's no need to complicate, our time is short This is our fate, I'm yours By Jason Mraz---Senyum Genta mengembang sempurna saat menuruni tangga, bersiap untuk sarapan pagi seperti biasanya. Sesekali ia bersiul dan tak lupa bersenandung menyanyikan lagu Jason Mraz yang berjudul I’m Yours sehingga membuat mama serta papanya memandang heran.“Pagi Mam.” Satu kecupan tak lupa mendarat pada pipi mamanya. “Pagi Pa.” menarik meja di samping mamanya dan duduk di sana.Papanya hanya mengangguk.“Pagi Gen, ada yang beda kayaknya hari ini.” Mama Ruby menendang pelan kaki suaminya di bawah meja.“Biasa aja, Mama itu yang tambah cantik, pasti karena Papa udah di rumah aja, gak pergi-pergi lagi kan.”Mama Ruby mencebik.
It is better to offer no excuse than a bad one-George Washington --Genta sedang duduk dengan kaki menggantung, pada sebuah gazebo yang berada di lantai paling atas gedung showroomnya. Kedua tangannya bertumpu ke belakang untuk menahan tubuhnya, sedangkan pandangannya saat ini menerawang melihat kerlipan bintang yang bertabur sangat indah di atas sana. Terdapat penerangan berupa lampu taman yang terpasang di setiap sudutnya.“Hening …”“Hmmm …”Gadis itu sedari tadi berbaring santai dengan kepala berada di pangkuan Genta, dan terlihat sibuk berkutat dengan ponselnya,“Hape lo di taroh dulu bisa gak?”“Gue lagi ngurus kerjaan, Om, materi iklan gue ilang katanya, padahal loh tadi dummy nya udah di cetak.” Jarinya masih saja sibuk mengetik kalimat panjang lebar pada benda pipih yang ia pegang.“Berhenti kerja gih.” Se
Hening dan Genta baru saja pulang dari restoran untuk merayakan ulang tahun keempat putra sulung mereka. Hal yang pertama dirindukan oleh Hening adalah ranjang empuknya. Ia hanya ingin merebahkan diri dan meluruskan pinggang untuk mengusir penat. Lalu ke mana Gani saat ini? bocah kecil nan tengil dengan sifat tidak jauh dari papanya itu lebih memilih pulang ke kediaman Andreas. Kenapa ke sana? Karena Gani merupakan fans garis keras Giana, pria kecil itu layaknya stalker yang selalu ada di manapun putri sulung Zio dan Lastra itu berada. “Capek?” Tanya Genta dengan suara pelan, masuk ke kamar menyusul istrinya dengan menggendong pria kecil berusia 2 tahun yang sedang terlelap di pundaknya. Hening mengangguk dengan mengerucutkan bibirnya. Ia menghidupkan AC lalu merebahkan diri kemudian menarik selimut menutupi perut yang sudah membuncit. Genta meletakkan Heiga, putra kedua mereka pada box bayi dengan perlahan , lalu menghampiri istrinya. “Dedeknya gak rewel kan?” ucapnya memberi kecu
When life gives you a hundred reason to cry, show life that you have a thousand reasons to smile-Unknown--Genta keluar dari kamar mandi dengan hanya berbalut handuk yang terselip di pinggang, Ia melewati Hening yang masih meringkuk berbalut bedcover menutupi seluruh tubuhnya. Berhenti sekilas, lalu kembali melanjutkan langkahnya menuju walk ini closet untuk mengenakan pakaianya.Setelah semua beres, ia keluar duduk di tepi ranjang, mengusap kepala Hening dengan lembut. “Ning, bangun dulu, sarapan.”Tidak kunjung mendapat respon, Genta menjepit hidung istrinya hingga gadis itu terengah, kehabisan nafas. Dan mau tak mau Hening terjaga saat itu juga, segera duduk dan melihat Genta sudah tergelak dengan puasnya.Namun, tawany segera berhenti karena tidak ada sedikit pun senyum yang tersemat di wajah istrinya itu.“Mama Ning, udah gak bisa di ajak becanda, entar cepat tua loh.”“Keluar gak!” Us
You make a new life by making new choices-Sean Stephenson--Sesampainya di rumah sakit, dokter menyarankan agar Hening berjalan-jalan kecil terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan gadis itu masih dalam tahap bukaan 2.“Kalau begini, besok-besok Mas Genta aja yang ngelahirin!” Dengan menahah nyeri Hening masih sempat-sempatnya bergalak ria dengan suaminya.Mereka sedang berjalan bergandengan tangan menyusuri taman yang ada di area rumah sakit. Keduanya berhenti sejenak untuk mengambil nafas saat Hening mengalami kontraksi. Setelahnya kembali berjalan lagi.“Iya, entar anak kedua dan seterusnya aku yang ngelahirin.”Manik Hening semakin terbuka dengan lebar mendengarnya. Giginya sudah mengatup rapat dengan kesal yang memuncak.“MANA BISA!” Hardik Hening kemudian berhenti lagi untuk menarik nafas.Sebenarnya Genta ingin sekali tertawa melihat istrinya yang sudah mengoceh tidak jelas itu, n
Happiness visits those who are able to wait-unknown--“Caesar aja ya, Mas …” Rengek Hening tiada henti kepada suaminya saat Genta baru saja pulang kerja.“Coba tunggu seminggu lagi ya … baru kita konsultasi lagi ke dokter.” Genta juga tidak henti membujuk.Usia kandungan Hening sudah hampir memasuki usia 41 minggu. Dan, masih belum ada tanda-tanda menuju persalinan.Hening sudah meminta agar dapat melakukakn operasi caesar dengan alasan khawatir bayinya akan kenapa-kenapa. Sedangkan Genta, selalu saja minta istrinya untuk menunggu, siapa tahu, bisa lahir secara normal. Genta beralasan, kalau Hening melahirkan secara caesar, istrinya itu harus menunggu lama jika akan hamil lagi.Di usia Genta yang hampir menginjak ke angka 34 itu, ia ingin memiliki anak banyak secepat mungkin. Karenanya Genta kurang setuju jika istrinya meminta untuk operasi.“Emang siapa yang mau, tiap tahun lahiran
If you want the answer, ask the question― Lorii Myers--Sepulang kerja, Esa mendapati pintu rumahnya masih dalam keadaan terbuka. Ia berdecak dengan sebal, melangkahkan kakinya dengan berat untuk masuk ke dalam. Di dalam ia mendapati adiknya tengah asik memenuhi mulutnya dengan satu bucket ayam goreng dari restoran cepat saji.“Lo, makan semua sendirian?” Ucap Esa dengan manik yang terbuka lebar, lalu menggeleng. “Lama-lama jadi bola, tinggal ngegelinding aja kalau jalan.”“KAK ESA!” Bentak Hening dengan bibir mengerucut kesal. “Pantas aja gak ada yang mau sama elo, tu mulut kalau ngomong jelek banget!” sindirnya.Esa mengeluarkan satu tawa sinis. “Siapa coba yang gak mau sama gue, cakep gini! Gue nya aja yang gak mau sama mereka.”Esa sudah melangkah menuju ruang tengah namun ia memundurkan langkahnya saat menyadari rambut adiknya yang masih basah. Lalu ia berenti s
Love is the first and most devious deceiver, the most seductive delusion― J. Earp--Meskipun Genta melarang istrinya untuk pergi ke tempat Esa, namun Hening bersikeras dan nekat pergi sendiri dengan menggunakan taxi, saat suaminya itu berangkat kerja.Asisten rumah tangganya, Ibu Mira dibuat kelimpungan sendiri. Wanita berumur 40 tahun itu segera menelepon Genta secepatnya saat Hening baru saja menutup pintu taxi untuk pergi dari rumah.Genta yang baru saja sampai, mendaratkan bokongnya pada kursi di ruang kerjanya. Sontak terkejut dan kembali berlari keluar berniat pergi ke rumah Esa, secepat mungkin. Jarak showroom Genta ke kontrakan Esa lebih dekat dari pada rumahnya sendiri, jadi otomatis Gentalah yang lebih dulu tiba di sana.Esa yang sedang memanasi motornya pun tekejut mendapati Genta yang tau-tau masuk ke perkarangan rumahnya,“Pak Genta ngapain?”“Adek lo belum datang kan?”&ldq
Life can only be understood backwards; but it must be lived forwards ― Søren Kierkegaard--Hening menggoyang-goyangkan tubuh suaminya yang masih terlelap itu. awalnya hanya perlahan namun karena tidak ada respon, gadis itu lebih kuat lagi mengguncangnya.“Mas Genta bangun!”“Aku masih ngantuk, Ning! Setengah jam!” Ucap Genta tanpe membuka matanya dan menarik selimut untuk menutup seluruh tubuhnya.Hening mendengkus dengan sebal. “Ya udah, aku bisa kok pergi sendiri, beli es krim di mekdih!”Mulut Hening tidak berhenti menggerutu kesal sembari keluar kamar Usia kehamilannya kini sudah memasuki bulan ke lima. Tidak ada kendala yang berarti, hanya moodnya saja yang harus benar-benar dijaga, agar tidak mengalami stress.Genta yang mendengar hal itu sontak langsung bangkit mengejar istrinya yang sudah membuka pintu luar.“Ning, bukannya semalam masih ada 2 di kulkas?&r
Each new day has a different shape to it. You just roll with it.-Unknown--Suasana resepsi pernikahan Genta dan Hening diadakan dengan tema modern minimalis. Didominasi dengan warna pastel yang begitu lembut, dengan berbagai bingkai berwarna gold yang terkesan kontras membuat latar pelaminan terlihat elegan. Ditambah barisan bunga yang tersusun secara linear menjadikan visual yang ada semakin terlihat sempurna.Banyak tamu kenegaraan yang di undang, anggota legislatif, juga para pengusaha. Para tamu didominasi dari relasi papa Genta, serta beberapa sahabat dekat keluarga mereka.Tak banyak yang diundang dari pihak Hening, hanya keluarga besar dan beberapa kerabat serta tetangga dekat.Rasa bahagia serta sedih bercampur aduk di dalam hati Hening. Tak ada kedua orang tua yang menyaksikan resepsi mewahnya mebuat ada Sebagian relung hatinya yang kosong. Kali ini, yang mewakilinya adalah Esa serta Uwa Adil. Tidak bisa berharap lebih ba
You opened my eyes, You opened the doorTo something I'd never known beforeAnd your love, Is the music of my heart By Nsync--Tiga bulan berlalu sejak kejadian penyekapan Hening. Gadis itu tertekan dan hanya termenung sendiri di kamar Genta dengan tatapan hampa di kediaman Abhiraja.Kehilangan Ayah dan bayinya dalam waktu bersamaan membuat Hening seperti kehilangan dirinya. Ada suster yang menjaga di kala siang, sesekali bergantian dengan Mama Ruby, jika Genta pergi ke showroom.Dan, setiap harinya, pagi juga malam, Genta dengan setia menyuapi istrinya itu. Terus mengajaknya berbicara tentang kegiatannya sehari-hari untuk menstimulus kinerja otaknya agar kembali kepada pikirannya.Seperti pagi ini, ia kembali menyuapi Hening sambil bercerita semua hal yang terjadi padanya, serta keluarganya."Jadi, Lastra semalam udah lahiran, bayinya cowok." Genta kembali menyuapkan sesendok bubur pada bibir istrinya.Man