"Di sini sepi dan kamu akan sendirian jika mas kerja.""Nggak apa-apa.""Tapi jangan khawatir. Jika ada apa-apa yang mendesak. Ada nomer telpon pengurus apartemen di bawah sana yang bisa dihubungi sewaktu-waktu. Nomernya mas lekatkan di pintu kulkas."Ya, aku tadi sudah melihatnya."Gama menghabiskan makannya dan Dea melahap nugget hingga tak tersisa.Mereka masih duduk di sana. Bercerita sambil menikmati sisa teh. Dea baru tahu kalau dalam waktu singkat banyak hal terjadi di kantor cabang yang dipimpin oleh suaminya. Banyak klien yang membatalkan rencana kerjasama. Supplier yang tidak lagi loyal dan cenderung sembrono. Ternyata pakdenya Alita memiliki pengaruh yang sangat besar. Hingga mereka bisa dihasut sedemikian rupa. Dea jadi khawatir."Tapi kamu nggak perlu khawatir. Ini nggak akan lama. Banyuaji sedang mempersiapkan berkas dan barang bukti untuk melaporkan mereka."Dea berharap semoga segera selesai supaya keluarga kecil mereka bisa berkumpul lagi. Gama akan mengajak Dea dan
MASIH TENTANGMU- Penangkapan Dengan sabar Gama mendorong troli belanjaan untuk istrinya. Menemani Dea menelusuri rak demi rak di sebuah toserba yang buka dua puluh empat jam, memilih barang yang harus di belinya. Kelihatan semangat sekali hendak memasak. Pasti di kepalanya sudah terencana hendak membuat olahan apa saja. Itu kan kegemaran Dea sejak dulu."Sudah, Mas," ucap Dea setelah memasukkan buah-buahan yang dipilihnya ke dalam troli."Oke, kita ke kasir." Lelaki yang telah berpakaian rapi dan siap berangkat ke kantor itu langsung menuju kasir. Antrian belum begitu ramai. Setelah Dea menyelesaikan pembayaran, mereka segera pulang ke apartemen. "Mas, telat nggak nanti? tanya Dea di perjalanan."Nggak apa-apa. Mas langsung ke kantor papa untuk bertemu Banyuaji."Jarak apartemen dengan toserba hanya lima menit naik mobil. Parkiran underground sebagian sudah kosong ketika mereka sampai. Jam segitu, pasti para penghuni apartemen sudah berangkat kerja. Sebagian besar penghuninya adal
"Mana Farhana, Jeng?" tanya dokter Rosy pada Bu Faisal setelah mempersilakan duduk di sofa ruang tamu."Farhana lagi tak enak badan, Dok," jawab Bu Faisal."Oh ya, tadi pagi dia baik-baik saja.""Sepulang dari klinik tadi.""O, semoga hanya kecapekan."Dari ruang dalam muncul dokter Angkasa yang tersenyum ramah pada mereka. Menyalami dengan sopan, lantas duduk bergabung di sofa. Dokter itu juga heran. Kenapa dokter Farhana tidak ikut serta. Bukankah mamanya tadi bilang kalau Pak Faisal akan datang bertiga?"Nak dokter, katanya sakit?" tanya Pak Faisal pada dokter Angkasa."Iya, Om. Tapi alhamdulillah, sudah sembuh.""Alhamdulillah."Dalam pandangannya, dokter Angkasa ini sosok yang baik dan ramah. Tidak ada kurangnya untuk menjadi calon mantu. Usianya cukup matang. Sudah tampan, mapan pula. Namun laki-laki itu tidak akan membiarkan putrinya dinikahi dengan terpaksa. Kasihan, Farhana mempertaruhkan seumur hidupnya dalam pernikahan tanpa cinta.Pak Faisal harus memberanikan diri untuk b
MASIH TENTANGMU- Terlambat Ternyata banyak yang tidak diketahuinya tentang Gama. Termasuk dengan sosok pengacara yang merupakan sepupu dari pria itu. Selama ini Gama tidak banyak bercerita mengenai keluarganya. Alita baru sadar, kalau dirinya tidak begitu penting bagi Gama. Sudah sempat tunangan, tapi Gama tidak pernah mengenalkannya pada saudara-saudaranya. Sekedar bercerita pun tidak.Hendak membuat kejutan dengan menghancurkan mereka, ternyata dia yang akhirnya terkejut lebih dulu. Rasanya salah memilih lawan.Alita bangkit dari duduknya sesaat setelah Dini meninggalkan kamar. Ia ke belakang untuk pamitan dengan budhenya. Ah wanita itu ternyata tidak sesedih perkiraan. Wajahnya datar seolah tidak terjadi apa-apa. Dia tetap beraktivitas bersama pembantunya. Dua orang cucunya yang sudah sekolah dasar tampak begitu manja saat diladeni makan siang."Lit, ayo makan dulu." Wanita itu menarik kursi untuk Alita."Saya mau pamit pulang, Budhe.""Makan dulu." Dipaksanya Alita untuk duduk.
"Ternyata kamu memutuskan pertunangan kita, karena ingin rujuk dengan Dea? Brengs*k kamu, Ga." Alita menatap nanar. Gama bergeming karena lalu lalang staf di luar bisa melihat mereka."Kamu pembohong. Kamu bilang nggak mungkin rujuk dengan Dea," teriak Alita."Aku nggak pernah mengajakmu membahas tentang Dea. Tentang perasaanku padanya. Seperti kamu yang nggak pernah bertanya tentang anakku. Padahal kamu calon ibu tirinya saat itu."Alita bungkam. Memang benar, Gama tidak pernah memulai mengajak siapapun membahas tentang Dea. Tentang perasaan cinta dan kehilangan. Patah hati yang diam-diam membuatnya stres sendiri. Tidak pada sahabat baiknya, Agam. Atau pada sepupu-sepupunya. Apalagi pada Alita yang jelas saat itu merupakan teman baiknya Dea. Cintanya ia pendam sendirian."Aku minta maaf," ucap Gama yang membuat tangis gadis itu pecah."Apa yang kamu inginkan sekarang?"Alita menarik tisu di atas meja dan mengelap air matanya. Mana mungkin ia akan menceritakan apa keinginannya. Yang
MASIH TENTANGMU- Vonis Hakim Dokter Farhana yang hari itu memakai pakaian kasual tersenyum pada dokter Angkasa. "Selamat siang, Dok," sapanya ramah setelah jarak mereka dekat kemudian berhenti saling berhadapan."Selamat siang, Dokter Farhana.""Dokter Rosy ada? Saya ingin bertemu beliau.""Mama sepertinya sudah kembali ke rumah sakit. Kalau papa masih ada di ruangannya.""Makasih, Dok. Saya ketemu dokter Teguh dulu," pamit dokter Farhana dengan sopan."Tunggu sebentar!" Dokter Farhana yang hendak melangkah kembali menoleh pada dokter Angkasa. "Kamu mau pindah?""Ya. Maaf nggak sempat pamitan sama, dokter. Beberapa hari ini dokter nggak ada di klinik." Dokter Farhana mengulurkan tangannya. "Saya minta maaf, jika selama di klinik, mungkin saya melakukan kesalahan sama, Dokter."Laki-laki itu menyambut uluran tangan dokter Farhana. Senyum manis melengkung di bibirnya. "Sama-sama. Semoga kamu sukses di tempat baru. Saya juga minta maaf jika ada salah sama kamu.""Saya juga mau mengam
Alita kembali terkejut dengan apa yang dipaparkan budhenya. Satu cerita yang luput dari sepengetahuannya. Benarkah ini? Bukankah pakdenya terlihat sangat perhatian pada sang istri.Pertanyaan itu masih tersekat di tenggorokan. Sebab pembantu mereka menghampiri untuk memberitahu bahwa ada tamu yang menunggu di teras.***L***Persidangan yang memakan waktu dan menguras pikiran itu, pada akhirnya sampai pada finalnya. Semua kejahatan terungkap di hadapan awak media yang membuat semua orang akhirnya pada tahu. Menjadi berita heboh dalam sepekan ini di kalangan para pebisnis hingga ke masyarakat.Satu per satu apa yang dimiliki pakdenya Alita kembali pada yang berhak. Para relasi juga memutuskan kerjasama. Hanya tinggal beberapa saja yang masih bertahan. Sebab ada pekerjaan yang sudah terlanjur berjalan dan harus diselesaikan.Meski Gama dan Saga yang ada dibalik semua itu, tapi mereka sekali saja tidak pernah muncul dalam persidangan. Hanya Banyuaji dan timnya yang bekerja hingga kasus it
MASIH TENTANGMU - Petaka"Bu Deandra, mari silakan!" Petugas yang berjaga memanggil nama Dea.Spontan Dea dan Bu Wetty langsung berdiri dan melangkah memasuki ruang pemeriksaan."Selamat pagi, Dok.""Pagi, Mbak Dea," jawab dokter Rosy sambil memandang Dea dan wanita anggun di sebelahnya, Bu Wetty. Biasanya Dea di antar oleh suaminya, tapi kali ini bersama seorang perempuan yang baru pertama kali dilihat. Wajah mereka sangat mirip. Dokter Rosy menduga kalau wanita itu pasti mamanya Dea.Dengan sopan dan sambil tersenyum, Bu Wetty menyalami dokter Rosy."Ibu ini mamanya Mbak Dea, ya?""Betul, Dok. Saya Wetty, mamanya Dea. Kebetulan hari ini suamiya Dea sangat sibuk. Jadi nggak bisa nganterin periksa."Dokter Rosy mengangguk-angguk. Kemudian mempersilakan duduk, lalu ia memperhatikan hasil pemeriksaan tensi dan berat badan yang ada dalam catatan. Di depan tadi, Dea sudah diperiksa tekanan darah dan menimbang berat badan. Dokter Rosy mempersilakan Dea untuk segera di berbaring. Seorang p
Paginya, Alita berkemas-kemas dibantu oleh Naufal. Sesekali mereka saling pandang dan melempar senyum. Rambut Alita terurai sebawah bahu dan masih setengah basah."Akhir pekan ini, kita lihat rumah di Grand Permata," kata Naufal menghampiri istrinya dan membantu mengunci travel bag."Kamu sudah tahu Grand Permata, kan?""Iya, aku pernah lewat sana.""Kamu suka nggak tempat itu?""Suka.""Ada juga di Singosari Residen. Tapi kejauhan kalau ke kantor. Di sana pemandangannya juga menarik. Bagaimana?""Aku ngikut saja. Mana yang terbaik buat kita.""Oke. Nanti kita lihat dua-duanya. Jadi kamu bisa membuat pilihan. Kalau di Singosari Residen memang lebih tenang tempatnya. Adem karena di kelilingi perbukitan. Cuman agak jauh dari kantor. Sebelum mendapatkan rumah, kita tinggal di kosanku sambil cari kontrakan rumah untuk sementara.""Ya." Alita tersenyum. Kemudian mengecek laci, memperhatikan gantungan baju, dan masuk ke kamar mandi untuk memastikan tidak ada barang mereka yang tertinggal.T
MASIH TENTANGMU- Hidup BaruJam dua ketika tamu sudah mulai senggang. Alita menghampiri Dea dan Melati yang duduk ngobrol, terpisah dari rombongan Pak Norman."Makasih banget kalian menyempatkan datang dari Jogja ke Surabaya," ucapnya sambil duduk di kursi depan dua wanita itu. Agak susah duduk karena memakai jarik yang sangat sempit. Makanya Dea membantu memegangi tangan Alita agar tidak terjengkang."Sama-sama," jawab Dea dan Melati hampir bersamaan."Setelah ini kamu dan suamimu tinggal di Malang?" tanya Melati."Iya. Kami berdua kerja di sana.""Kamu sudah lama pulang ke Surabaya?" tanya Melati lagi Dijawab anggukan kepala oleh Alita. Melati malah tidak tahu banyak tentang Alita, semenjak pakdhenya Alita masuk penjara. Apalagi setelah putus pertunangan dari Gama, Alita tidak pernah lagi datang ke kafenya. Dea sendiri tidak pernah membahas pertemuannya dengan Alita pada siapa-siapa. Kecuali pada sang suami, itu pun baru seminggu yang lalu. "Bentar aku mau ke toilet," pamit Melat
Jogjakarta, dua minggu kemudian."Undangan dari siapa, Mas?" Dea meraih undangan yang baru diletakkan oleh Gama di hadapannya. Dia membaca nama yang tertera. Tidak ada foto calon pengantin dalam undangan itu."Dari Alita?" Dea kaget. "Ya. Saga yang ngasih tadi. Seminggu lagi Lita nikah di Surabaya. Kata Saga, Naufal itu teman kuliah mereka dulu.""Calonnya dari Surabaya juga?"Gama mengangguk, tapi dia heran melihat wajah sang istri tampak bingung dan berulang kali memperhatikan undangan mewah kombinasi warna putih dan kuning keemasan di tangannya. "Sayang, kenapa?"Dea meletakkan undangan di atas meja riasnya."Mas, waktu aku hamil delapan bulan dan tinggal di apartemen. Sebenarnya aku bertemu dengan Alita yang tinggal di apartemen itu juga."Ganti Gama yang terkejut. "Beneran?"Dea mengangguk."Kenapa nggak cerita sama mas?""Karena Mas pasti langsung mengajakku pindah dan nggak boleh lagi bertemu dengan Lita. Waktu itu dia sudah berubah baik. Dia minta maaf padaku sambil nangis.
MASIH TENTANGMU- The Wedding Pagi yang cerah, suasana yang indah. Rumah Pak Handoyo begitu meriah. Senyum suami istri itu sangat sumringah. Menyambut tamu dari keluarga Naufal dan dari beberapa kerabat mereka sendiri yang di undang ke rumah. Tak ada yang ditutupi lagi kalau pernikahan Alita dengan Tony sudah selesai empat bulan yang lalu.Mereka mengerti dan tidak pernah bertanya secara detail.Tentang keguguran itu pun kerabat tidak ada yang tahu. ART saja yang tahu, tapi mereka juga tutup mulut. Tidak ada yang jadi 'lambe turah'. Sebab sadar karena di sana hanya bekerja dan digaji tidak murah. Pak Handoyo dan Bu Lany juga sangat baik sebagai majikan.Alita memakai gamis warna khaki dengan hiasan bordir di bagian kerah dan kancing depan. Memakai jilbab polos warna senada. Naufal memakai kemeja warna abu-abu. Acara dadakan yang membuat mereka tidak sempat menyelaraskan outfit untuk lamaran. Juga tidak ada backdrop. Namun tidak mengurangi kegembiraan hari itu.Orang tua Alita dan ke
Pagi-pagi sekali Gama bersama keluarganya sudah sampai di rumah Pak Norman. Ia juga sudah check out dari vila. Pagi ini bersama keluarga kecil Saga, mereka akan kembali ke Jogja. Liburan telah selesai dan besok waktunya kembali ke kantor.Pak Norman menciumi bocah-bocah satu per satu. Alangkah bahagianya. Di hari tua bisa memiliki cucu sebanyak itu. Termasuk anak-anak Gama direngkuh tak ubahnya seperti cucu sendiri. Gama adalah bagian dari Ariani. Perempuan yang memiliki tempat tersendiri di hatinya.Bu Rista dan Kartini juga menyempatkan menggendong si kembar yang sangat lucu. Juga si bayi Akhandra yang mencuri perhatiannya. Tiga hari ini menjadi momen yang sangat indah. Mereka berkumpul bersama dan membuat rumah besarnya sangat ramai."Kami pamit, Om, Tante." Gama mencium tangan Pak Norman dan Bu Rista. Diikuti oleh Dea. Juga berpamitan pada Akbar dan Tini.Saga dan Melati melakukan hal yang sama. Hingga mereka berpisah di halaman rumah. Dua mobil meninggalkan pekarangan disertai la
MASIH TENTANGMU- Janji yang Ditepati"Itu Saga." Naufal melihat teman lamanya."Iya. Tapi kita pergi saja." Alita berbalik dan melangkah cepat. Naufal pun menjajari langkahnya. Mereka menuruni eskalator dan Alita tak lagi menoleh ke belakang.Bukan hal mudah bertemu mereka lagi. Mungkin menjauh juga tidak mempengaruhi apapun. Dirinya bukan siapa-siapa dan bisa jadi sudah dilupakan. Justru kalau tiba-tiba ia muncul, mungkin akan merusak suasana. Sebab di sana pun juga ada Akbar bersama istrinya. Mereka sedang bahagia menikmati kebersamaan.Rupanya Gama juga membawa istri dan anaknya menyambut pergantian tahun di Malang. Keluarga Saga tinggal di Lawang. Mungkin mereka tadi tengah jalan-jalan. Kenapa bumi ini terasa sempit."Kita keluar saja dari Trans*art kalau gitu." Naufal memutuskan karena melihat Alita yang tidak nyaman dan terlihat cemas.Ia bisa memahaminya. Tentu bertemu mereka lagi adalah sesuatu yang tidak mudah setelah banyak peristiwa tertoreh dalam hubungan mereka."Kita m
Naufal dan Alita lantas makan tanpa percakapan. Makan dengan cepat agar sampai pantai tidak kesiangan. Butuh waktu dua jam untuk sampai di Balaikambang.Alita yang menghindari banyak orang dalam waktu empat bulan ini. Namun terasa nyaman saat bepergian bersama Naufal. Sebenarnya dialah teman laki-laki yang bisa diajak ngobrol enak sejak dulu. Sosok yang bisa dipercaya. Saking percayanya sampai mereka melakukan one night stand.Bromo. Sebenarnya di bulan Desember dan awal Januari begini, Bromo sedang indah-indahnya. Savana dengan rerumputan yang menghijau karena terguyur hujan, setelah kekeringan selama musim kemarau. Mereka melanjutkan perjalanan tanpa banyak percakapan. Sesekali mengulas apa yang dilihatnya di sepanjang perjalanan. Tentunya pemandangan yang menyejukkan mata.Dua jam kemudian mereka sudah menyusuri pantai dengan pesona pasir putih dan pemandangan air laut yang kebiruan. Suasana teduh karena mendung memayungi angkasa, meski hari sudah siang.Tahun baru, pengunjung mem
MASIH TENTANGMU- 71 Serius Alita belum bisa tidur meski sudah jam sebelas malam. Sebentar lagi pergantian tahun. Sejam lagi sudah tahun yang berbeda. Namun kehidupannya masih tetap sama.Ia ingat Naufal. Tidak mengira saja, ia bertemu lagi dengan Naufal di kota ini.Memang bisa saja mereka bertemu, karena sama-sama berasal dari Surabaya. Namun statusnya yang masih single membuat Alita seakan tak percaya. Apa sekali saja dia tidak pernah pacaran?Dan kata-kata Naufal tadi masih diingatnya. Laki-laki itu merasa sangat bersalah terhadap apa yang telah mereka lakukan dulu. Tidak hanya merasa bersalah, tapi juga ingin bertanggungjawab. Bertanggungjawab seperti apa? Hendak menikahinya? Padahal dirinya terlalu kotor. Memang Naufal yang pertama kali mengambil segalanya. Tapi bukan alasan itu yang membuat Alita tetap sendiri sampai saat ini. Naufal belum tahu sejahat apa dirinya selama sebelas tahun.Wanita melamun lalu menoleh saat ponselnya di nakas berpendar. Siapa yang menelpon malam-ma
Alita tersenyum getir. Naufal tidak tahu apa-apa tentang dirinya. Memang di biodata itu tertulis belum menikah, padahal dirinya sudah janda. Sebab mau mengganti identitas, dia tidak punya akta perceraian."Kamu sudah menikah? Aku khawatir kalau sedang jalan sama suami orang." Alita memberanikan diri untuk bertanya.Naufal dengan cepat menggeleng. "Nggak usah khawatir. Kamu duduk dengan laki-laki yang masih jomblo." Senyum mengakhiri ucapannya.Di usia tiga puluh empat tahun, Naufal juga masih belum menikah? Dia bukan lelaki kurang pergaulan, bukan pria buruk rupa, karirnya juga mentereng. Tapi belum menikah."Kenapa belum nikah?" Alita mulai enjoy. Dulu pun mereka adalah sahabat yang sangat akrab dan biasa ngobrol tentang apapun."Kamu juga belum menikah? Kenapa?"Alita tersenyum getir."Karena perbuatanku waktu itu?" tanya Naufal dengan wajah sendu. Ada sesal dan rasa bersalah tampak di sana. Meski harus membongkar kisah lama, tapi ia mesti mengutarakannya. Sebab ia menyesalinya hing