MASIH TENTANGMU - Sama-sama Berkorban Alita membombardir Gama dengan pesan memanjang. Kemarahan, kekecewaan, ancaman, dan segala emoticon tumpah ruah di layar. Gama tidak mengindahkan. Diletakkannya kembali ponsel di atas meja.Banyuaji mengambil dan membaca isi pesan sebelum nyala layar padam. "Ngamuk dia. Kamu disumpahi nggak bakalan bahagia.""Berulang kali dia ngomong seperti itu. Tapi nggak pernah kubalas.""Hati-hati. Dia bisa membahayakan Antik dan Dea." Saga mengingatkan."Dea sudah resign. Untuk Antik, Insya Allah aman. Sekolahannya sangat ketat. Nggak boleh orang asing masuk sembarangan. Papa mertuaku protektif banget sama cucunya.""Tapi kamu harus tetap waspada. Orang seperti Alita ini berbahaya. Dia sudah sakit mental," tambah Saga."Kasihan sebenarnya sama gadis itu. Gara-gara kalian berdua dia jadi sakit jiwa. Parahnya sama kamu, Gama. Dia pengen cari obat karena patah hati dari Saga. Nggak tahunya malah tambah terluka. Parah banget kamu PHP-in dia," ujar Banyuaji dal
Diam. Dan kekakuan menjadi jarak membentang di antara keduanya. Meski raga mereka hanya berjarak beberapa depa saja. Kalau tidak ingat pesan dokter Rosy tadi, ingin rasanya dokter Farhana segera meninggalkan kamar. Tapi mamanya dokter Angkasa memintanya untuk memastikan agar laki-laki itu mau makan. "Kalau dokter Farhana sibuk, bisa tinggalkan saya sendiri. Nggak apa-apa nanti saya bisa makan sendiri. Jika butuh apa-apa, nanti saya panggil perawat." "Eh, i-iya, Dok." Dokter Farhana yang berdiri mematung menjawab dengan gugup. Wajahnya pasti berubah pias karena malu. Jika sudah diusir secara halus begini, apa dia keukeh bertahan di sana?Dokter Farhana mengangguk sejenak kemudian bergegas keluar kamar. Meski dokter Angkasa berkata secara halus dan sopan, sungguh ini memalukan baginya. Pengalamannya mengejar cinta Saga, tidak akan diulang pada pria lain. Sebagai perempuan, dia sangat malu melakukan hal itu. Seperti tak laku saja. Tak punya harga diri.Sambil berjalan kembali ke ruang
MASIH TENTANGMU- Serba Salah Alasan Gama berusaha menghindarkan Dea dari keluarga Alita karena istrinya sedang hamil. Yang kedua, mereka sekarang tengah mempersiapkan bukti-bukti untuk laporan ke polisi. Jangan sampai hal ini dicurigai oleh pihak lawan. Agar tidak ada kesempatan untuk menghindar dan menghilangkan bukti.Sudah jelas mereka bersalah. Tapi pihak berwajib butuh bukti untuk mengusut masalah. Paling cepat, minggu depan Banyuaji sudah bisa mulai bertindak.Dengan mengajak Dea menepi sementara, untuk menghindari amukan Alita jika sewaktu-waktu bertemu Dea atau putrinya.Kemarin Gama merencanakan tinggal sementara di rumah orang tuanya. Sedangkan Antik tetap ikut sang kakek, karena harus sekolah. Lagipula Antika lebih aman tinggal bersama orang tua Dea.Keputusan itu diambil karena tidak mungkin Gama akan pulang setiap hari ke rumah mertua untuk bertemu Dea dan Antik. Dikhawatirkan Alita ganti mengawasi rumah Pak Dedy. Hal itu justru membahayakan keluarga mertua. Makanya Gam
"Di sini sepi dan kamu akan sendirian jika mas kerja.""Nggak apa-apa.""Tapi jangan khawatir. Jika ada apa-apa yang mendesak. Ada nomer telpon pengurus apartemen di bawah sana yang bisa dihubungi sewaktu-waktu. Nomernya mas lekatkan di pintu kulkas."Ya, aku tadi sudah melihatnya."Gama menghabiskan makannya dan Dea melahap nugget hingga tak tersisa.Mereka masih duduk di sana. Bercerita sambil menikmati sisa teh. Dea baru tahu kalau dalam waktu singkat banyak hal terjadi di kantor cabang yang dipimpin oleh suaminya. Banyak klien yang membatalkan rencana kerjasama. Supplier yang tidak lagi loyal dan cenderung sembrono. Ternyata pakdenya Alita memiliki pengaruh yang sangat besar. Hingga mereka bisa dihasut sedemikian rupa. Dea jadi khawatir."Tapi kamu nggak perlu khawatir. Ini nggak akan lama. Banyuaji sedang mempersiapkan berkas dan barang bukti untuk melaporkan mereka."Dea berharap semoga segera selesai supaya keluarga kecil mereka bisa berkumpul lagi. Gama akan mengajak Dea dan
MASIH TENTANGMU- Penangkapan Dengan sabar Gama mendorong troli belanjaan untuk istrinya. Menemani Dea menelusuri rak demi rak di sebuah toserba yang buka dua puluh empat jam, memilih barang yang harus di belinya. Kelihatan semangat sekali hendak memasak. Pasti di kepalanya sudah terencana hendak membuat olahan apa saja. Itu kan kegemaran Dea sejak dulu."Sudah, Mas," ucap Dea setelah memasukkan buah-buahan yang dipilihnya ke dalam troli."Oke, kita ke kasir." Lelaki yang telah berpakaian rapi dan siap berangkat ke kantor itu langsung menuju kasir. Antrian belum begitu ramai. Setelah Dea menyelesaikan pembayaran, mereka segera pulang ke apartemen. "Mas, telat nggak nanti? tanya Dea di perjalanan."Nggak apa-apa. Mas langsung ke kantor papa untuk bertemu Banyuaji."Jarak apartemen dengan toserba hanya lima menit naik mobil. Parkiran underground sebagian sudah kosong ketika mereka sampai. Jam segitu, pasti para penghuni apartemen sudah berangkat kerja. Sebagian besar penghuninya adal
"Mana Farhana, Jeng?" tanya dokter Rosy pada Bu Faisal setelah mempersilakan duduk di sofa ruang tamu."Farhana lagi tak enak badan, Dok," jawab Bu Faisal."Oh ya, tadi pagi dia baik-baik saja.""Sepulang dari klinik tadi.""O, semoga hanya kecapekan."Dari ruang dalam muncul dokter Angkasa yang tersenyum ramah pada mereka. Menyalami dengan sopan, lantas duduk bergabung di sofa. Dokter itu juga heran. Kenapa dokter Farhana tidak ikut serta. Bukankah mamanya tadi bilang kalau Pak Faisal akan datang bertiga?"Nak dokter, katanya sakit?" tanya Pak Faisal pada dokter Angkasa."Iya, Om. Tapi alhamdulillah, sudah sembuh.""Alhamdulillah."Dalam pandangannya, dokter Angkasa ini sosok yang baik dan ramah. Tidak ada kurangnya untuk menjadi calon mantu. Usianya cukup matang. Sudah tampan, mapan pula. Namun laki-laki itu tidak akan membiarkan putrinya dinikahi dengan terpaksa. Kasihan, Farhana mempertaruhkan seumur hidupnya dalam pernikahan tanpa cinta.Pak Faisal harus memberanikan diri untuk b
MASIH TENTANGMU- Terlambat Ternyata banyak yang tidak diketahuinya tentang Gama. Termasuk dengan sosok pengacara yang merupakan sepupu dari pria itu. Selama ini Gama tidak banyak bercerita mengenai keluarganya. Alita baru sadar, kalau dirinya tidak begitu penting bagi Gama. Sudah sempat tunangan, tapi Gama tidak pernah mengenalkannya pada saudara-saudaranya. Sekedar bercerita pun tidak.Hendak membuat kejutan dengan menghancurkan mereka, ternyata dia yang akhirnya terkejut lebih dulu. Rasanya salah memilih lawan.Alita bangkit dari duduknya sesaat setelah Dini meninggalkan kamar. Ia ke belakang untuk pamitan dengan budhenya. Ah wanita itu ternyata tidak sesedih perkiraan. Wajahnya datar seolah tidak terjadi apa-apa. Dia tetap beraktivitas bersama pembantunya. Dua orang cucunya yang sudah sekolah dasar tampak begitu manja saat diladeni makan siang."Lit, ayo makan dulu." Wanita itu menarik kursi untuk Alita."Saya mau pamit pulang, Budhe.""Makan dulu." Dipaksanya Alita untuk duduk.
"Ternyata kamu memutuskan pertunangan kita, karena ingin rujuk dengan Dea? Brengs*k kamu, Ga." Alita menatap nanar. Gama bergeming karena lalu lalang staf di luar bisa melihat mereka."Kamu pembohong. Kamu bilang nggak mungkin rujuk dengan Dea," teriak Alita."Aku nggak pernah mengajakmu membahas tentang Dea. Tentang perasaanku padanya. Seperti kamu yang nggak pernah bertanya tentang anakku. Padahal kamu calon ibu tirinya saat itu."Alita bungkam. Memang benar, Gama tidak pernah memulai mengajak siapapun membahas tentang Dea. Tentang perasaan cinta dan kehilangan. Patah hati yang diam-diam membuatnya stres sendiri. Tidak pada sahabat baiknya, Agam. Atau pada sepupu-sepupunya. Apalagi pada Alita yang jelas saat itu merupakan teman baiknya Dea. Cintanya ia pendam sendirian."Aku minta maaf," ucap Gama yang membuat tangis gadis itu pecah."Apa yang kamu inginkan sekarang?"Alita menarik tisu di atas meja dan mengelap air matanya. Mana mungkin ia akan menceritakan apa keinginannya. Yang