Dahi Gama mengernyit. Membuat alis tebalnya menyatu. Di antara semua pesan yang dikirimkan gadis itu, hanya pesan ini yang membuatnya kaget. Hamil? Dea hamil. Mantan yang dimaksud Alita pasti Dea. Dialah satu-satunya mantan yang kini telah kembali menjadi miliknya.Kenapa Dea tidak bilang? Bagaimana Alita bisa tahu? Gama resah. Namun belum bisa menghubungi sang istri, karena Dea pasti masih di kantor.Sejenak kemudian senyumnya merekah. Kalau Dea hamil, tentu ini menjadi hadiah terindah untuknya. Gama tidak heran kalau Dea hamil secepat itu. Sebab dulu pun Dea juga langsung mengandung. Setelah melahirkan putra pertamanya yang tiada, Dea memakai kontrasepsi hanya beberapa bulan saja, setelah dilepas langsung hamil lagi.Kenapa Dea belum memberitahunya. Tadi malam saat telepon, istrinya juga tidak bicara apa-apa. Apa mungkin Dea akan memberikan kejutan baginya?Di tengah kekalutan karena pekerjaan yang ruwet, ia bisa tersenyum bahagia mendengar kabar itu. Semoga saja ini benar. Namun Ga
MASIH TENTANGMU- Aku Punya SuamiGama yang tidak sabar menunggu, langsung menyambar ponsel saat benda itu berpendar. Senyumnya terbit begitu manis ketika melihat foto di layar. Fitur panggilan itu langsung di sentuhnya seketika."Ini positif, 'kan?" tanya Gama saat Dea menerima panggilannya. Sangat antusias. Dia tahu kalau benda itu menunjukkan hasil kalau Dea sedang hamil. Ini kali ketiga Gama diberi kejutan hasil testpack."InysaAllah, Mas. Satu garisnya masih samar-samar. Tapi aku yakin itu positif, karena aku belum haid sampai sekarang. Kutunggu semingguan lagi baru cek dokter.""Tunggu mas pulang dulu. Dua hari lagi mas sampe Jogja. Persiapkan juga untuk resign. Nggak perlu lagi kita sembunyikan pernikahan ini." Gama yakin dengan ucapannya. Mau disembunyikan sampai kapan? Ditutupi dan hati-hati, tapi dendam Alita tetap berjalan."Ini akan menjadi berita heboh di kantor. Aku akan meluruskan kesalahpahaman itu, baru aku resign.""Sayang, itu sangat berbahaya. Alita bisa nekat.""I
Pagi itu Dea masih duduk di depan meja rias. Mengulang menyapukan bedak untuk menyamarkan tampilan wajahnya yang agak pucat setelah muntah tadi.Semoga kehamilannya kali ini tidak mengalami morning sickness parah seperti ketika hamil Antika. Mudah-mudahan seperti kehamilan pertama yang tidak banyak rewelnya.Dea bangkit dari duduknya setelah dirasa make up sudah cukup untuk menutupi roman wajahnya. Dia segera berangkat ke kantor setelah pamitan papa Mbak Sri. Papa dan mamanya sudah berangkat mengantarkan Antika ke sekolah. Biasanya kalau sang mama ikut, mau sekalian belanja ke pasar dan memberikan uang saku pada tiga anak yatim yang dibiayai sekolahnya oleh mereka. Saat masuk mobil, Gama menelepon."Sudah berangkat?""Mau berangkat ini. Mas, baru bangun?""Sudah di kantor malah.""Sepagi ini?""Ya. Doakan pertemuan nanti ada hasilnya. Kalau pun tidak. Nggak apa-apa. Besok sore kalau nggak lusa, mas sudah sampai di Jogja.""Oke.""Ya udah, hati-hati nyetirnya. Ingat ya, kamu lagi ham
MASIH TENTANGMU- Rasa Penasaran Hujan menyisakan gerimis. Makin malam, hawa kian dingin. Gama menarik resleting jaketnya hingga tertutup rapat. Di sesapnya kopi di atas meja kafe.Setelah mandi dan berganti pakaian di rumah orang tuanya, Gama memang langsung bertemu Saga. Mereka berdua menemui supplier yang biasa bekerjasama dengan perusahaan. Gama tak sabar ingin tahu dalang di balik semua kekacauan ini. Ternyata benar dugaannya. Meski pihak supplier tidak mau bicara terus terang, tapi dari arah percakapan, Gama sudah bisa menebak siapa yang ada dibalik semua ini. "Kita pulang dulu, Ga. Besok saja kita ketemuan di kantor papa," kata Gama setelah menghabiskan kopi di cangkir."Kamu mau pulang ke mana?""Ke mertua. Dea pasti nungguin. Aku tadi bilang langsung ke sana, tapi aku nggak sempet bilang kalau kamu nelepon dan kita ketemuan.""Okelah, mulai sekarang kamu harus hati-hati. Besok siang kutunggu di kantor. Banyuaji jadi datang kapan?""Dia masih sibuk. Mungkin akhir pekan ini b
Setelah dua hari yang lalu rekan-rekan Dea heboh tentang kehamilan dan pernikahan diam-diamnya. Hari ini mereka kembali dibuat terkejut dengan mobil keluaran terbaru yang dikendarai Dea.Padahal Dea sudah memilih parkiran yang paling pinggir, supaya tidak menjadi pusat perhatian. Tapi kenyataannya mereka tetap heboh juga. Hanya Hani yang tenang, karena dia sudah tahu tentang hadiah mahal itu.Dea menanggapi ucapan rekan-rekannya dengan senyuman. Tidak banyak menjawab keingintahuan mereka.Alita yang datang telat, ikut kaget dengan perbincangan hangat yang tengah berlangsung pagi sebelum jam kerja di mulai. Dia tadi sempat melihat mobil baru di parkiran. Dipikir punya Pak Nathan. Tapi bukankah kepala divisinya sedang keluar kota. Lalu milik siapa. Setelah masuk ke ruangan baru tahu kalau mobil itu milik Dea."Yeay, mobil baru ya, Mbak Dea," ujar si centil. Gadis umur dua puluh lima tahun yang tidak berpihak pada siapapun. Berdiri tepat di antara meja kerja Dea dan Alita.Senyum menghi
MASIH TENTANGMU- Siapa perempuan itu?"Sayang, beneran ini?" tanya Gama dengan tatapan tajam."Iya. Aku ingat. Mamanya dokter Angkasa bermana Rosy dan beliau dokter kandungan."Gama meraih lengan istrinya. "Kita cari dokter lain saja."Dea menggenggam dan menahan erat lengan itu, lalu menggeleng pelan. Memberi isyarat dengan bahasa matanya supaya Gama yang berdiri kembali duduk. Di sekeliling mereka banyak antrian wanita-wanita hamil yang tengah menunggu giliran pemeriksaan. Akhirnya Gama akur. Sebenarnya dia tidak ingin ada kaitan apapun dengan keluarga dokter itu. Walaupun sang kakek pernah dirawat oleh dokter Angkasa beberapa waktu yang lalu."Pemeriksaan bulan depan kita cari dokter lain." Gama berkata lirih.Dea mengangguk. Tidak ingin berdebat yang akan didengarkan oleh pasien lain. Saat menunggu Gama gelisah, tidak sabar menanti giliran dan mereka segera meninggalkan rumah sakit. Harusnya Dea menyetujui usulnya untuk periksa di praktek pribadi dokter kandungan saja. Tapi te
"Pemeriksaan bulan depan, kita pindah saja ke dokter lain," ujar Gama ketika dalam perjalanan mengantarkan Dea pulang."Dokter Rosy tadi sebenarnya enak juga diajak konsultasi, Mas.""Dokter Amalia enak juga, kan?""Tapi dia masih cuti.""Dua bulan lagi cutinya pasti sudah selesai." Gama keukeh. Tidak akan membiarkan istrinya kembali periksa ke mamanya dokter Angkasa.Mobil masuk ke halaman rumah Dea. Mereka berdua turun, karena Gama akan ke kantor mengendarai mobilnya sendiri. "Mas, nggak masuk rumah dulu!""Nggak, Sayang. Ini sudah ditunggui di kantor," jawab Gama seraya mengecup kening istrinya. Kemudian membuka pintu mobilnya sendiri. Setelah membunyikan klakson, mobil bergerak meninggalkan rumah Dea.Saat masuk rumah, Dea langsung disambut sang mama. "Bagaimana hasilnya?" Bu Wetty sudah tak sabar ingin mendengar hasil pemeriksaan. Padahal baru tadi pagi juga Dea memberitahu sang mama kalau tengah hamil.Dea mengeluarkan amplop dari dalam tas. Bu Wetty mengeluarkan kertas dan has
MASIH TENTANGMU- Terungkap Sekeliling Alita serasa gelap seketika. Apa yang dilihat hanya kelam meski jelas suasana di sana terang benderang, sejuk, dan wangi aroma vanilla. Namun setelah menerima kabar itu seolah menjadi neraka.Berarti Gama menikah tak lama setelah mereka putus pertunangan. Alita memandang meja kosong di depannya. Hari ini Dea tidak masuk kerja. Dia tidak tahu alasannya apa. Mungkinkah .... Gigi Alita mengatup rapat. Persepsinya mulai bekerja. Apa mungkin Gama rujuk dengan Dea? Namun sisi hatinya yang lain menyangkal. Tidak mungkin. Selama yang ia tahu, Gama sedingin itu pada Dea. Lagipula Dea juga tengah dekat dengan dokter Angkasa.Tapi bukankah dengan siapapun Gama menunjukkan sikap dingin? Hanya pada putrinya lelaki itu bisa berubah menjadi lelaki paling penyayang. Isi hatinya menjadi misteri.Alita meremas rambutnya sambil menunduk di meja. Pikirannya penuh oleh prasangka, hatinya sesak oleh kecewa, cemburu, dan luka.Siapa perempuan yang bisa menaklukkan pr
Paginya, Alita berkemas-kemas dibantu oleh Naufal. Sesekali mereka saling pandang dan melempar senyum. Rambut Alita terurai sebawah bahu dan masih setengah basah."Akhir pekan ini, kita lihat rumah di Grand Permata," kata Naufal menghampiri istrinya dan membantu mengunci travel bag."Kamu sudah tahu Grand Permata, kan?""Iya, aku pernah lewat sana.""Kamu suka nggak tempat itu?""Suka.""Ada juga di Singosari Residen. Tapi kejauhan kalau ke kantor. Di sana pemandangannya juga menarik. Bagaimana?""Aku ngikut saja. Mana yang terbaik buat kita.""Oke. Nanti kita lihat dua-duanya. Jadi kamu bisa membuat pilihan. Kalau di Singosari Residen memang lebih tenang tempatnya. Adem karena di kelilingi perbukitan. Cuman agak jauh dari kantor. Sebelum mendapatkan rumah, kita tinggal di kosanku sambil cari kontrakan rumah untuk sementara.""Ya." Alita tersenyum. Kemudian mengecek laci, memperhatikan gantungan baju, dan masuk ke kamar mandi untuk memastikan tidak ada barang mereka yang tertinggal.T
MASIH TENTANGMU- Hidup BaruJam dua ketika tamu sudah mulai senggang. Alita menghampiri Dea dan Melati yang duduk ngobrol, terpisah dari rombongan Pak Norman."Makasih banget kalian menyempatkan datang dari Jogja ke Surabaya," ucapnya sambil duduk di kursi depan dua wanita itu. Agak susah duduk karena memakai jarik yang sangat sempit. Makanya Dea membantu memegangi tangan Alita agar tidak terjengkang."Sama-sama," jawab Dea dan Melati hampir bersamaan."Setelah ini kamu dan suamimu tinggal di Malang?" tanya Melati."Iya. Kami berdua kerja di sana.""Kamu sudah lama pulang ke Surabaya?" tanya Melati lagi Dijawab anggukan kepala oleh Alita. Melati malah tidak tahu banyak tentang Alita, semenjak pakdhenya Alita masuk penjara. Apalagi setelah putus pertunangan dari Gama, Alita tidak pernah lagi datang ke kafenya. Dea sendiri tidak pernah membahas pertemuannya dengan Alita pada siapa-siapa. Kecuali pada sang suami, itu pun baru seminggu yang lalu. "Bentar aku mau ke toilet," pamit Melat
Jogjakarta, dua minggu kemudian."Undangan dari siapa, Mas?" Dea meraih undangan yang baru diletakkan oleh Gama di hadapannya. Dia membaca nama yang tertera. Tidak ada foto calon pengantin dalam undangan itu."Dari Alita?" Dea kaget. "Ya. Saga yang ngasih tadi. Seminggu lagi Lita nikah di Surabaya. Kata Saga, Naufal itu teman kuliah mereka dulu.""Calonnya dari Surabaya juga?"Gama mengangguk, tapi dia heran melihat wajah sang istri tampak bingung dan berulang kali memperhatikan undangan mewah kombinasi warna putih dan kuning keemasan di tangannya. "Sayang, kenapa?"Dea meletakkan undangan di atas meja riasnya."Mas, waktu aku hamil delapan bulan dan tinggal di apartemen. Sebenarnya aku bertemu dengan Alita yang tinggal di apartemen itu juga."Ganti Gama yang terkejut. "Beneran?"Dea mengangguk."Kenapa nggak cerita sama mas?""Karena Mas pasti langsung mengajakku pindah dan nggak boleh lagi bertemu dengan Lita. Waktu itu dia sudah berubah baik. Dia minta maaf padaku sambil nangis.
MASIH TENTANGMU- The Wedding Pagi yang cerah, suasana yang indah. Rumah Pak Handoyo begitu meriah. Senyum suami istri itu sangat sumringah. Menyambut tamu dari keluarga Naufal dan dari beberapa kerabat mereka sendiri yang di undang ke rumah. Tak ada yang ditutupi lagi kalau pernikahan Alita dengan Tony sudah selesai empat bulan yang lalu.Mereka mengerti dan tidak pernah bertanya secara detail.Tentang keguguran itu pun kerabat tidak ada yang tahu. ART saja yang tahu, tapi mereka juga tutup mulut. Tidak ada yang jadi 'lambe turah'. Sebab sadar karena di sana hanya bekerja dan digaji tidak murah. Pak Handoyo dan Bu Lany juga sangat baik sebagai majikan.Alita memakai gamis warna khaki dengan hiasan bordir di bagian kerah dan kancing depan. Memakai jilbab polos warna senada. Naufal memakai kemeja warna abu-abu. Acara dadakan yang membuat mereka tidak sempat menyelaraskan outfit untuk lamaran. Juga tidak ada backdrop. Namun tidak mengurangi kegembiraan hari itu.Orang tua Alita dan ke
Pagi-pagi sekali Gama bersama keluarganya sudah sampai di rumah Pak Norman. Ia juga sudah check out dari vila. Pagi ini bersama keluarga kecil Saga, mereka akan kembali ke Jogja. Liburan telah selesai dan besok waktunya kembali ke kantor.Pak Norman menciumi bocah-bocah satu per satu. Alangkah bahagianya. Di hari tua bisa memiliki cucu sebanyak itu. Termasuk anak-anak Gama direngkuh tak ubahnya seperti cucu sendiri. Gama adalah bagian dari Ariani. Perempuan yang memiliki tempat tersendiri di hatinya.Bu Rista dan Kartini juga menyempatkan menggendong si kembar yang sangat lucu. Juga si bayi Akhandra yang mencuri perhatiannya. Tiga hari ini menjadi momen yang sangat indah. Mereka berkumpul bersama dan membuat rumah besarnya sangat ramai."Kami pamit, Om, Tante." Gama mencium tangan Pak Norman dan Bu Rista. Diikuti oleh Dea. Juga berpamitan pada Akbar dan Tini.Saga dan Melati melakukan hal yang sama. Hingga mereka berpisah di halaman rumah. Dua mobil meninggalkan pekarangan disertai la
MASIH TENTANGMU- Janji yang Ditepati"Itu Saga." Naufal melihat teman lamanya."Iya. Tapi kita pergi saja." Alita berbalik dan melangkah cepat. Naufal pun menjajari langkahnya. Mereka menuruni eskalator dan Alita tak lagi menoleh ke belakang.Bukan hal mudah bertemu mereka lagi. Mungkin menjauh juga tidak mempengaruhi apapun. Dirinya bukan siapa-siapa dan bisa jadi sudah dilupakan. Justru kalau tiba-tiba ia muncul, mungkin akan merusak suasana. Sebab di sana pun juga ada Akbar bersama istrinya. Mereka sedang bahagia menikmati kebersamaan.Rupanya Gama juga membawa istri dan anaknya menyambut pergantian tahun di Malang. Keluarga Saga tinggal di Lawang. Mungkin mereka tadi tengah jalan-jalan. Kenapa bumi ini terasa sempit."Kita keluar saja dari Trans*art kalau gitu." Naufal memutuskan karena melihat Alita yang tidak nyaman dan terlihat cemas.Ia bisa memahaminya. Tentu bertemu mereka lagi adalah sesuatu yang tidak mudah setelah banyak peristiwa tertoreh dalam hubungan mereka."Kita m
Naufal dan Alita lantas makan tanpa percakapan. Makan dengan cepat agar sampai pantai tidak kesiangan. Butuh waktu dua jam untuk sampai di Balaikambang.Alita yang menghindari banyak orang dalam waktu empat bulan ini. Namun terasa nyaman saat bepergian bersama Naufal. Sebenarnya dialah teman laki-laki yang bisa diajak ngobrol enak sejak dulu. Sosok yang bisa dipercaya. Saking percayanya sampai mereka melakukan one night stand.Bromo. Sebenarnya di bulan Desember dan awal Januari begini, Bromo sedang indah-indahnya. Savana dengan rerumputan yang menghijau karena terguyur hujan, setelah kekeringan selama musim kemarau. Mereka melanjutkan perjalanan tanpa banyak percakapan. Sesekali mengulas apa yang dilihatnya di sepanjang perjalanan. Tentunya pemandangan yang menyejukkan mata.Dua jam kemudian mereka sudah menyusuri pantai dengan pesona pasir putih dan pemandangan air laut yang kebiruan. Suasana teduh karena mendung memayungi angkasa, meski hari sudah siang.Tahun baru, pengunjung mem
MASIH TENTANGMU- 71 Serius Alita belum bisa tidur meski sudah jam sebelas malam. Sebentar lagi pergantian tahun. Sejam lagi sudah tahun yang berbeda. Namun kehidupannya masih tetap sama.Ia ingat Naufal. Tidak mengira saja, ia bertemu lagi dengan Naufal di kota ini.Memang bisa saja mereka bertemu, karena sama-sama berasal dari Surabaya. Namun statusnya yang masih single membuat Alita seakan tak percaya. Apa sekali saja dia tidak pernah pacaran?Dan kata-kata Naufal tadi masih diingatnya. Laki-laki itu merasa sangat bersalah terhadap apa yang telah mereka lakukan dulu. Tidak hanya merasa bersalah, tapi juga ingin bertanggungjawab. Bertanggungjawab seperti apa? Hendak menikahinya? Padahal dirinya terlalu kotor. Memang Naufal yang pertama kali mengambil segalanya. Tapi bukan alasan itu yang membuat Alita tetap sendiri sampai saat ini. Naufal belum tahu sejahat apa dirinya selama sebelas tahun.Wanita melamun lalu menoleh saat ponselnya di nakas berpendar. Siapa yang menelpon malam-ma
Alita tersenyum getir. Naufal tidak tahu apa-apa tentang dirinya. Memang di biodata itu tertulis belum menikah, padahal dirinya sudah janda. Sebab mau mengganti identitas, dia tidak punya akta perceraian."Kamu sudah menikah? Aku khawatir kalau sedang jalan sama suami orang." Alita memberanikan diri untuk bertanya.Naufal dengan cepat menggeleng. "Nggak usah khawatir. Kamu duduk dengan laki-laki yang masih jomblo." Senyum mengakhiri ucapannya.Di usia tiga puluh empat tahun, Naufal juga masih belum menikah? Dia bukan lelaki kurang pergaulan, bukan pria buruk rupa, karirnya juga mentereng. Tapi belum menikah."Kenapa belum nikah?" Alita mulai enjoy. Dulu pun mereka adalah sahabat yang sangat akrab dan biasa ngobrol tentang apapun."Kamu juga belum menikah? Kenapa?"Alita tersenyum getir."Karena perbuatanku waktu itu?" tanya Naufal dengan wajah sendu. Ada sesal dan rasa bersalah tampak di sana. Meski harus membongkar kisah lama, tapi ia mesti mengutarakannya. Sebab ia menyesalinya hing