Nadia termenung. Kenapa Alita seperti tidak begitu terbebani sama sekali dengan noda dalam hidupnya. Padahal sesuatu yang sangat berharga direnggut begitu saja. Sampai hamil dan keguguran. Tentu hal ini bisa menimbulkan trauma pada seorang perempuan, terlebih pada anak gadis yang masih perawan. Namun kelihatannya Alita tidak tertekan seperti yang Nadia bayangkan? Apa sebaik itu kah dia? Bahkan setelah berpisah pun, dia tidak akan memiliki akta cerai. Perawan tidak, janda pun tanpa bukti yang kuat.Pertanyaan itu memang nekat diutarakan oleh Nadia. Meski hatinya akan semakin remuk jika Alita meminta pertanggungjawaban secara penuh dan tidak ingin diceraikan. Melanggar kesepakatan yang konon sudah disepakati dengan suaminya.Namun Nadia sudah mempersiapkan diri jika pada akhirnya, jodoh dengan Tony harus selesai. Hatinya sudah seikhlas itu. Iklhas berpisah, bukan bermadu. Sebab dia tidak akan mampu untuk itu. Daripada menyakiti dirinya sendiri atau bahkan mungkin zolim pada madunya, buk
MASIH TENTANGMU- Posesif "Papa, jangan punya permintaan apapun setelah ini. Apalagi ada rencana membatalkan perceraian Lita dan Tony. Perceraian itu memang dibenci sama Allah. Tapi konteks pernikahan Lita dan Tony ini berbeda, Pa. Papa, harus ingat kesepakatan awal kita bagaimana. Papa, sendiri yang bilang hanya sampai anak itu lahir. Setelah Alita melahirkan, mereka akan bercerai. Sekarang Lita keguguran otomatis kesepakatan akan tetap berlanjut. Malah lebih cepat dari sebelumnya." Bu Lany membantah ucapan sang suami malam itu. Di kamar mereka.Di mana Pak Handoyo mengutarakan keinginannya agar Alita dan Tony tidak harus bercerai sekarang. Dengan alasan, Alita sudah ternoda dan Tony mesti bertanggungjawab. Apa kata kerabat kalau Alita begitu cepat berpisah dari suaminya.Lagi pun diam-diam Pak Handoyo juga mencari tahu banyak tentang Tony. Dia pebisnis yang sukses."Istrinya Tony baik, Ma. Mungkin tidak akan keberatan jika suaminya berpoligami. Kita lihat kan bagaimana sikap dia ta
Nadia mengembalikan ponsel ke dalam tasnya. Dia memperhatikan para pasien perempuan yang hampir semuanya berperut buncit. Ada anak-anak batita yang ikut menemani ibunya periksa. Membuat Nadia teringat beberapa tahun yang lalu. Dirinya juga seperti wanita itu. Irfan umur setahun, dia hamil lagi Misca. Jadi dalam kondisi hamil lima bulan sambil menggendong si sulung yang baru berumur setahun setengah. Irfan kalau rewel minta digendong bundanya. Tidak peduli dengan perut Nadia yang membesar.Sambil mengingat kenangan itu, Nadia memperhatikan para pasien yang keluar dan masuk ruang pemeriksaan. Ketika melihat Deandra, ia memanggil. "Mbak Dea."Dea yang didampingi sang mama menoleh. Melihat Nadia, wanita yang tengah sarat mengandung itu menghampiri."Ini mamaku, Mbak." Dea mengenalkan sang mama yang mengantarnya periksa. Gama tidak sempat karena harus rapat.Nadia mencium tangan Bu Wetty. "Mbak Nadia, mau periksa kehamilan juga?" tanya Dea kemudian duduk di sebelahnya. "Enggak. Aku mau n
MASIH TENTANGMU- Dunia Terasa SempitAlita berdiri di pembatas koridor mall. Memperhatikan bejubelnya pengunjung salah satu pusat perbelanjaan terbesar di kota Surabaya. Apalagi sekarang sudah masuk waktu liburan sekolah. Pusat bermain disesaki anak-anak dan orang tua yang menunggui.Sudah lama sekali dia tidak pernah datang ke salah satu mall ternama ini. Tunjungan Plaza Surabaya. Tempat dulu dia sering nongkrong dan cuci mata bersama teman-temannya. Setelah pindah ke Jogja, tempat itu tidak pernah di sambangi. Kalau pulang ke Surabaya, tidak pernah jalan ke mana-mana karena hanya dua sampai tiga hari saja di rumah. Dia tidak betah di Surabaya, buru-buru ingin kembali ke Jogja. Sebab ada Saga di sana. Kemudian ada Gama setelah mereka bertunangan. Namun sekarang, rasanya tidak ingin lagi menginjakkan kaki ke kota itu, tempat yang menggoreskan banyak luka.Alita melangkah pelan sambil melihat-lihat etalase yang memajang beberapa pernak-pernik. Juga toko pakaian, sepatu, jam tangan.
Bahkan kenapa masih sempat juga terbesit perasaan jatuh hati pada Tony. Saat pria itu menunjukkan rasa tanggungjawabnya. Kemudian sang mama mengingatkan supaya tidak membiarkan dirinya jatuh cinta pada pria beristri itu. "Setelah ini, kepada siapa lagi hati busuk ini akan jatuh cinta. Pada lelaki orang lagi? Atau pada pria hidung belang yang begitu iseng seperti suaminya Sasa tadi?" Alita menyesap kembali jus untuk melonggarkan tenggorokan yang rasanya tersekat. Lantas bangkit meninggalkan burger yang masih separuh. Niat hati ingin mencari hiburan, nyatanya malah menjadikan malamnya kian suram.***L***Jam setengah enam pagi Irfan dan Misca sudah rapi dan duduk di teras rumah. Di punggung mereka ada tas ransel masing-masing. Tentu saja berisi mainan dan segala printilan yang tidak boleh sampai ketinggalan.Tidak sabar untuk segera berangkat. Tapi kedua orang tuanya belum turun juga. Tony menghampiri sang istri kemudian membantunya menarik resleting gamis yang dipakai Nadia. Tak ha
MASIH TENTANGMU- Raden KecilDokter Angkasa menyalami Gama dan Tony. Kemudian tersenyum pada Dea dan Nadia. Wajahnya yang menyimpan penasaran itu terlihat tetap ramah.Dia ingat kalau Gama dan Tony ini pebisnis yang berkarir di bidang yang sama. Mungkin dari situlah mereka bisa saling kenal. Tapi kenapa pula bersamaan datang untuk konsultasi dengan mamanya."Udah lama ya kita nggak pernah bertemu, Mas Tony." Dokter Angkasa bicara pada Tony. Mereka memang kenal baik selama ini, karena dokter itu temannya Nadia."Ya. Dokter juga sangat sibuk. Padahal kami nunggu undangannya."Dokter Angkasa menjawab dengan senyuman. Dia tidak mungkin akan bilang kalau wanita yang sarat mengandung itu telah membuatnya patah hati.Dia tahu sedang dicemburui. Gama yang diam sambil menggenggam tangan istrinya terlihat tidak tenang. Wajahnya tampak tegang dan sesekali menoleh pada Dea."Sepagi ini dokter sudah di rumah sakit?" tanya Dea."Iya. Ada operasi darurat tadi."Melihat dokter Angkasa tampak ramah p
Frekuensi kontraksi makin sering. Dokter Rosy sudah masuk ke ruangan. Bidan dan perawat mempersiapkan perlengkapan untuk menyambut kelahiran. Dokter Rosy meminta Dea untuk mengatur napas dengan baik dan memberi aba-aba kapan harus mengejan untuk mendorong bayi keluar. "Jangan angkat panggul ya, biar tidak terjadi robekan di jalan lahir."Dea bisa diajak bekerjasama dengan baik. Dari mulutnya tidak ada teriakan. Hanya mendesis untuk menumpahkan rasa sakit yang luar biasa. Dan hanya perempuan yang menghadapi persalinan bisa merasakan itu.Gama kian tak karuan setelah Dea beberapa kali mengejan, tapi bayi mereka belum lahir juga. Rambut Dea sudah basah oleh keringat. Wajahnya memerah menahan sakit. Dan Gama mengabaikan getar ponsel di saku celananya. Pasti sang mama yang menelepon.Di puncak rasa cemasnya, Gama meminta tindakan cesar saja. Dia tidak ingin kehilangan Dea dan buah hatinya lagi. Kelahiran pertama meninggalkan trauma dalam benaknya."Nggak usah cemas, ya. Bentar lagi baby
MASIH TENTANGMU- Hari ke-45Nadia menikmati perjalanan udara dalam diam. Tony sendiri tidak ingin mengusiknya. Hanya menatap istrinya dari samping. Tangannya tetap menggenggam jemari itu. Apapun yang terjadi, permasalahan dengan Alita harus selesai hari ini. Jika dihadapkan pada dua pengorbanan. Ia akan tetap mempertahankan rumah tangganya. "Yang, mau minum?" tanya Tony sambil meletakkan jatah snack di meja portabel yang baru di bukanya. Penebangan kelas bisnis dengan durasi pendek ini, mereka dapat jatah minum dan snack.Nadia menggeleng. Sudah kenyang. Di ketinggian yang entah berapa ribu kaki di atas permukaan bumi, yang Nadia lihat hanya awan putih di udara hampa.Sehampa hatinya ketika itu. Bagaimana tidak, ia menyimpan rapat persoalannya sendiri. Mencerna, membuat kesimpulan, tanpa melibatkan orang lain. Sebab baginya itu aib keluarga. Bahkan pada ibu dan dua kakak perempuannya, Nadia tidak cerita apa-apa. Mereka pun mengira keluarganya baik-baik saja.Namun dua hari yang lalu
Paginya, Alita berkemas-kemas dibantu oleh Naufal. Sesekali mereka saling pandang dan melempar senyum. Rambut Alita terurai sebawah bahu dan masih setengah basah."Akhir pekan ini, kita lihat rumah di Grand Permata," kata Naufal menghampiri istrinya dan membantu mengunci travel bag."Kamu sudah tahu Grand Permata, kan?""Iya, aku pernah lewat sana.""Kamu suka nggak tempat itu?""Suka.""Ada juga di Singosari Residen. Tapi kejauhan kalau ke kantor. Di sana pemandangannya juga menarik. Bagaimana?""Aku ngikut saja. Mana yang terbaik buat kita.""Oke. Nanti kita lihat dua-duanya. Jadi kamu bisa membuat pilihan. Kalau di Singosari Residen memang lebih tenang tempatnya. Adem karena di kelilingi perbukitan. Cuman agak jauh dari kantor. Sebelum mendapatkan rumah, kita tinggal di kosanku sambil cari kontrakan rumah untuk sementara.""Ya." Alita tersenyum. Kemudian mengecek laci, memperhatikan gantungan baju, dan masuk ke kamar mandi untuk memastikan tidak ada barang mereka yang tertinggal.T
MASIH TENTANGMU- Hidup BaruJam dua ketika tamu sudah mulai senggang. Alita menghampiri Dea dan Melati yang duduk ngobrol, terpisah dari rombongan Pak Norman."Makasih banget kalian menyempatkan datang dari Jogja ke Surabaya," ucapnya sambil duduk di kursi depan dua wanita itu. Agak susah duduk karena memakai jarik yang sangat sempit. Makanya Dea membantu memegangi tangan Alita agar tidak terjengkang."Sama-sama," jawab Dea dan Melati hampir bersamaan."Setelah ini kamu dan suamimu tinggal di Malang?" tanya Melati."Iya. Kami berdua kerja di sana.""Kamu sudah lama pulang ke Surabaya?" tanya Melati lagi Dijawab anggukan kepala oleh Alita. Melati malah tidak tahu banyak tentang Alita, semenjak pakdhenya Alita masuk penjara. Apalagi setelah putus pertunangan dari Gama, Alita tidak pernah lagi datang ke kafenya. Dea sendiri tidak pernah membahas pertemuannya dengan Alita pada siapa-siapa. Kecuali pada sang suami, itu pun baru seminggu yang lalu. "Bentar aku mau ke toilet," pamit Melat
Jogjakarta, dua minggu kemudian."Undangan dari siapa, Mas?" Dea meraih undangan yang baru diletakkan oleh Gama di hadapannya. Dia membaca nama yang tertera. Tidak ada foto calon pengantin dalam undangan itu."Dari Alita?" Dea kaget. "Ya. Saga yang ngasih tadi. Seminggu lagi Lita nikah di Surabaya. Kata Saga, Naufal itu teman kuliah mereka dulu.""Calonnya dari Surabaya juga?"Gama mengangguk, tapi dia heran melihat wajah sang istri tampak bingung dan berulang kali memperhatikan undangan mewah kombinasi warna putih dan kuning keemasan di tangannya. "Sayang, kenapa?"Dea meletakkan undangan di atas meja riasnya."Mas, waktu aku hamil delapan bulan dan tinggal di apartemen. Sebenarnya aku bertemu dengan Alita yang tinggal di apartemen itu juga."Ganti Gama yang terkejut. "Beneran?"Dea mengangguk."Kenapa nggak cerita sama mas?""Karena Mas pasti langsung mengajakku pindah dan nggak boleh lagi bertemu dengan Lita. Waktu itu dia sudah berubah baik. Dia minta maaf padaku sambil nangis.
MASIH TENTANGMU- The Wedding Pagi yang cerah, suasana yang indah. Rumah Pak Handoyo begitu meriah. Senyum suami istri itu sangat sumringah. Menyambut tamu dari keluarga Naufal dan dari beberapa kerabat mereka sendiri yang di undang ke rumah. Tak ada yang ditutupi lagi kalau pernikahan Alita dengan Tony sudah selesai empat bulan yang lalu.Mereka mengerti dan tidak pernah bertanya secara detail.Tentang keguguran itu pun kerabat tidak ada yang tahu. ART saja yang tahu, tapi mereka juga tutup mulut. Tidak ada yang jadi 'lambe turah'. Sebab sadar karena di sana hanya bekerja dan digaji tidak murah. Pak Handoyo dan Bu Lany juga sangat baik sebagai majikan.Alita memakai gamis warna khaki dengan hiasan bordir di bagian kerah dan kancing depan. Memakai jilbab polos warna senada. Naufal memakai kemeja warna abu-abu. Acara dadakan yang membuat mereka tidak sempat menyelaraskan outfit untuk lamaran. Juga tidak ada backdrop. Namun tidak mengurangi kegembiraan hari itu.Orang tua Alita dan ke
Pagi-pagi sekali Gama bersama keluarganya sudah sampai di rumah Pak Norman. Ia juga sudah check out dari vila. Pagi ini bersama keluarga kecil Saga, mereka akan kembali ke Jogja. Liburan telah selesai dan besok waktunya kembali ke kantor.Pak Norman menciumi bocah-bocah satu per satu. Alangkah bahagianya. Di hari tua bisa memiliki cucu sebanyak itu. Termasuk anak-anak Gama direngkuh tak ubahnya seperti cucu sendiri. Gama adalah bagian dari Ariani. Perempuan yang memiliki tempat tersendiri di hatinya.Bu Rista dan Kartini juga menyempatkan menggendong si kembar yang sangat lucu. Juga si bayi Akhandra yang mencuri perhatiannya. Tiga hari ini menjadi momen yang sangat indah. Mereka berkumpul bersama dan membuat rumah besarnya sangat ramai."Kami pamit, Om, Tante." Gama mencium tangan Pak Norman dan Bu Rista. Diikuti oleh Dea. Juga berpamitan pada Akbar dan Tini.Saga dan Melati melakukan hal yang sama. Hingga mereka berpisah di halaman rumah. Dua mobil meninggalkan pekarangan disertai la
MASIH TENTANGMU- Janji yang Ditepati"Itu Saga." Naufal melihat teman lamanya."Iya. Tapi kita pergi saja." Alita berbalik dan melangkah cepat. Naufal pun menjajari langkahnya. Mereka menuruni eskalator dan Alita tak lagi menoleh ke belakang.Bukan hal mudah bertemu mereka lagi. Mungkin menjauh juga tidak mempengaruhi apapun. Dirinya bukan siapa-siapa dan bisa jadi sudah dilupakan. Justru kalau tiba-tiba ia muncul, mungkin akan merusak suasana. Sebab di sana pun juga ada Akbar bersama istrinya. Mereka sedang bahagia menikmati kebersamaan.Rupanya Gama juga membawa istri dan anaknya menyambut pergantian tahun di Malang. Keluarga Saga tinggal di Lawang. Mungkin mereka tadi tengah jalan-jalan. Kenapa bumi ini terasa sempit."Kita keluar saja dari Trans*art kalau gitu." Naufal memutuskan karena melihat Alita yang tidak nyaman dan terlihat cemas.Ia bisa memahaminya. Tentu bertemu mereka lagi adalah sesuatu yang tidak mudah setelah banyak peristiwa tertoreh dalam hubungan mereka."Kita m
Naufal dan Alita lantas makan tanpa percakapan. Makan dengan cepat agar sampai pantai tidak kesiangan. Butuh waktu dua jam untuk sampai di Balaikambang.Alita yang menghindari banyak orang dalam waktu empat bulan ini. Namun terasa nyaman saat bepergian bersama Naufal. Sebenarnya dialah teman laki-laki yang bisa diajak ngobrol enak sejak dulu. Sosok yang bisa dipercaya. Saking percayanya sampai mereka melakukan one night stand.Bromo. Sebenarnya di bulan Desember dan awal Januari begini, Bromo sedang indah-indahnya. Savana dengan rerumputan yang menghijau karena terguyur hujan, setelah kekeringan selama musim kemarau. Mereka melanjutkan perjalanan tanpa banyak percakapan. Sesekali mengulas apa yang dilihatnya di sepanjang perjalanan. Tentunya pemandangan yang menyejukkan mata.Dua jam kemudian mereka sudah menyusuri pantai dengan pesona pasir putih dan pemandangan air laut yang kebiruan. Suasana teduh karena mendung memayungi angkasa, meski hari sudah siang.Tahun baru, pengunjung mem
MASIH TENTANGMU- 71 Serius Alita belum bisa tidur meski sudah jam sebelas malam. Sebentar lagi pergantian tahun. Sejam lagi sudah tahun yang berbeda. Namun kehidupannya masih tetap sama.Ia ingat Naufal. Tidak mengira saja, ia bertemu lagi dengan Naufal di kota ini.Memang bisa saja mereka bertemu, karena sama-sama berasal dari Surabaya. Namun statusnya yang masih single membuat Alita seakan tak percaya. Apa sekali saja dia tidak pernah pacaran?Dan kata-kata Naufal tadi masih diingatnya. Laki-laki itu merasa sangat bersalah terhadap apa yang telah mereka lakukan dulu. Tidak hanya merasa bersalah, tapi juga ingin bertanggungjawab. Bertanggungjawab seperti apa? Hendak menikahinya? Padahal dirinya terlalu kotor. Memang Naufal yang pertama kali mengambil segalanya. Tapi bukan alasan itu yang membuat Alita tetap sendiri sampai saat ini. Naufal belum tahu sejahat apa dirinya selama sebelas tahun.Wanita melamun lalu menoleh saat ponselnya di nakas berpendar. Siapa yang menelpon malam-ma
Alita tersenyum getir. Naufal tidak tahu apa-apa tentang dirinya. Memang di biodata itu tertulis belum menikah, padahal dirinya sudah janda. Sebab mau mengganti identitas, dia tidak punya akta perceraian."Kamu sudah menikah? Aku khawatir kalau sedang jalan sama suami orang." Alita memberanikan diri untuk bertanya.Naufal dengan cepat menggeleng. "Nggak usah khawatir. Kamu duduk dengan laki-laki yang masih jomblo." Senyum mengakhiri ucapannya.Di usia tiga puluh empat tahun, Naufal juga masih belum menikah? Dia bukan lelaki kurang pergaulan, bukan pria buruk rupa, karirnya juga mentereng. Tapi belum menikah."Kenapa belum nikah?" Alita mulai enjoy. Dulu pun mereka adalah sahabat yang sangat akrab dan biasa ngobrol tentang apapun."Kamu juga belum menikah? Kenapa?"Alita tersenyum getir."Karena perbuatanku waktu itu?" tanya Naufal dengan wajah sendu. Ada sesal dan rasa bersalah tampak di sana. Meski harus membongkar kisah lama, tapi ia mesti mengutarakannya. Sebab ia menyesalinya hing