MASIH TENTANGMU- Dunia Terasa SempitAlita berdiri di pembatas koridor mall. Memperhatikan bejubelnya pengunjung salah satu pusat perbelanjaan terbesar di kota Surabaya. Apalagi sekarang sudah masuk waktu liburan sekolah. Pusat bermain disesaki anak-anak dan orang tua yang menunggui.Sudah lama sekali dia tidak pernah datang ke salah satu mall ternama ini. Tunjungan Plaza Surabaya. Tempat dulu dia sering nongkrong dan cuci mata bersama teman-temannya. Setelah pindah ke Jogja, tempat itu tidak pernah di sambangi. Kalau pulang ke Surabaya, tidak pernah jalan ke mana-mana karena hanya dua sampai tiga hari saja di rumah. Dia tidak betah di Surabaya, buru-buru ingin kembali ke Jogja. Sebab ada Saga di sana. Kemudian ada Gama setelah mereka bertunangan. Namun sekarang, rasanya tidak ingin lagi menginjakkan kaki ke kota itu, tempat yang menggoreskan banyak luka.Alita melangkah pelan sambil melihat-lihat etalase yang memajang beberapa pernak-pernik. Juga toko pakaian, sepatu, jam tangan.
Bahkan kenapa masih sempat juga terbesit perasaan jatuh hati pada Tony. Saat pria itu menunjukkan rasa tanggungjawabnya. Kemudian sang mama mengingatkan supaya tidak membiarkan dirinya jatuh cinta pada pria beristri itu. "Setelah ini, kepada siapa lagi hati busuk ini akan jatuh cinta. Pada lelaki orang lagi? Atau pada pria hidung belang yang begitu iseng seperti suaminya Sasa tadi?" Alita menyesap kembali jus untuk melonggarkan tenggorokan yang rasanya tersekat. Lantas bangkit meninggalkan burger yang masih separuh. Niat hati ingin mencari hiburan, nyatanya malah menjadikan malamnya kian suram.***L***Jam setengah enam pagi Irfan dan Misca sudah rapi dan duduk di teras rumah. Di punggung mereka ada tas ransel masing-masing. Tentu saja berisi mainan dan segala printilan yang tidak boleh sampai ketinggalan.Tidak sabar untuk segera berangkat. Tapi kedua orang tuanya belum turun juga. Tony menghampiri sang istri kemudian membantunya menarik resleting gamis yang dipakai Nadia. Tak ha
MASIH TENTANGMU- Raden KecilDokter Angkasa menyalami Gama dan Tony. Kemudian tersenyum pada Dea dan Nadia. Wajahnya yang menyimpan penasaran itu terlihat tetap ramah.Dia ingat kalau Gama dan Tony ini pebisnis yang berkarir di bidang yang sama. Mungkin dari situlah mereka bisa saling kenal. Tapi kenapa pula bersamaan datang untuk konsultasi dengan mamanya."Udah lama ya kita nggak pernah bertemu, Mas Tony." Dokter Angkasa bicara pada Tony. Mereka memang kenal baik selama ini, karena dokter itu temannya Nadia."Ya. Dokter juga sangat sibuk. Padahal kami nunggu undangannya."Dokter Angkasa menjawab dengan senyuman. Dia tidak mungkin akan bilang kalau wanita yang sarat mengandung itu telah membuatnya patah hati.Dia tahu sedang dicemburui. Gama yang diam sambil menggenggam tangan istrinya terlihat tidak tenang. Wajahnya tampak tegang dan sesekali menoleh pada Dea."Sepagi ini dokter sudah di rumah sakit?" tanya Dea."Iya. Ada operasi darurat tadi."Melihat dokter Angkasa tampak ramah p
Frekuensi kontraksi makin sering. Dokter Rosy sudah masuk ke ruangan. Bidan dan perawat mempersiapkan perlengkapan untuk menyambut kelahiran. Dokter Rosy meminta Dea untuk mengatur napas dengan baik dan memberi aba-aba kapan harus mengejan untuk mendorong bayi keluar. "Jangan angkat panggul ya, biar tidak terjadi robekan di jalan lahir."Dea bisa diajak bekerjasama dengan baik. Dari mulutnya tidak ada teriakan. Hanya mendesis untuk menumpahkan rasa sakit yang luar biasa. Dan hanya perempuan yang menghadapi persalinan bisa merasakan itu.Gama kian tak karuan setelah Dea beberapa kali mengejan, tapi bayi mereka belum lahir juga. Rambut Dea sudah basah oleh keringat. Wajahnya memerah menahan sakit. Dan Gama mengabaikan getar ponsel di saku celananya. Pasti sang mama yang menelepon.Di puncak rasa cemasnya, Gama meminta tindakan cesar saja. Dia tidak ingin kehilangan Dea dan buah hatinya lagi. Kelahiran pertama meninggalkan trauma dalam benaknya."Nggak usah cemas, ya. Bentar lagi baby
MASIH TENTANGMU- Hari ke-45Nadia menikmati perjalanan udara dalam diam. Tony sendiri tidak ingin mengusiknya. Hanya menatap istrinya dari samping. Tangannya tetap menggenggam jemari itu. Apapun yang terjadi, permasalahan dengan Alita harus selesai hari ini. Jika dihadapkan pada dua pengorbanan. Ia akan tetap mempertahankan rumah tangganya. "Yang, mau minum?" tanya Tony sambil meletakkan jatah snack di meja portabel yang baru di bukanya. Penebangan kelas bisnis dengan durasi pendek ini, mereka dapat jatah minum dan snack.Nadia menggeleng. Sudah kenyang. Di ketinggian yang entah berapa ribu kaki di atas permukaan bumi, yang Nadia lihat hanya awan putih di udara hampa.Sehampa hatinya ketika itu. Bagaimana tidak, ia menyimpan rapat persoalannya sendiri. Mencerna, membuat kesimpulan, tanpa melibatkan orang lain. Sebab baginya itu aib keluarga. Bahkan pada ibu dan dua kakak perempuannya, Nadia tidak cerita apa-apa. Mereka pun mengira keluarganya baik-baik saja.Namun dua hari yang lalu
Alita tergesa berganti pakaian saat diberitahu kalau Tony dan Nadia sudah sampai di rumah mereka siang itu. Rambutnya dibiarkan terurai dan wajahnya di sapu bedak tipis-tipis.Kebetulan sang papa hari ini juga mengambil cuti. "Mbak." Alita hanya menyalami Nadia. Lantas duduk di sofa tunggal sebelah sang mama.Tony meminta maaf karena datang tanpa menelepon terlebih dahulu. Dia juga minta maaf, kalau hari ini merupakan hari penentuan tentang akhir pernikahannya dengan Alita.Pak Handoyo menarik napas dalam-dalam. "Kehidupan Alita sudah hancur karena peristiwa ini, Tony. Dia juga menyandang gelar janda tanpa bukti resmi. Kalau kamu, nggak menanggung resiko apa-apa. Istrimu juga masih mau menerima dan memaafkanmu. Sedangkan Alita ....""Pa." Bu Lany menyela. "Tentang Nak Nadia yang memaafkan dan menerima kembali Nak Tony itu bukan urusan kita. Nak Nadia punya hak mutlak mengambil keputusan harus memaafkan atau tidak. Sekarang kita nggak fokus tentang hal itu, Pa. Saat ini bagaimana kita
MASIH TENTANGMU- Lembaran Baru "Sudah, Mas." Nadia menunjukkan bukti transfer di m-banking pada sang suami."Kenapa kamu lebihkan, Yang?" tanya Tony saat melihat nominal lebih besar dari yang ia sebutkan dan menjadi kesepakatan mereka tadi. Kesepakatan tentang uang mut'ah, iddah, dan ganti uang perawatan saat Alita keguguran."Nggak apa-apa, Mas," jawab Nadia sambil mengirimkan bukti transfer pada nomer Bu Lany. Namun tetap rekening Alita sendiri yang di transfer uang. Setelah itu ponsel diletakkan kembali di nakas.Tony menggamit pinggang sang istri. Mengecup rambut Nadia yang terurai. "Makasih banyak. Mas bersyukur memiliki istri yang hebat sepertimu. Tak tahu apa yang terjadi jika mas kehilangan kamu."Mendengar itu, Nadia tersenyum samar. Sebulan setengah ia bertarung dalam diri, menata hati, pikiran, dan mengontrol setiap tindakan. Agar anak-anak tidak tahu luka yang menganga dalam dadanya. Agar semua orang tahu ia baik-baik saja. Hanya pada psikolog itu, Nadia bisa mengungkapk
Mereka tidak pernah bercinta di kamar mandi. Hanya sekedar mandi bersama dan saling menggosok tubuh pasangannya. Tentunya sambil bercanda, karena Gama sekarang begitu jahil. Entah kepentok di mana kepalanya, isi kepala yang dulu membeku sekarang mencair. Tidak tanggung-tanggung malah. Romantisnya luber ke mana-mana. Menjadi suami yang paling bucin sedunia.Orang kalau serius ingin berubah, pasti bisa. Dengan sedikit pengorbanan untuk membuang ego. Tentunya setelah pernah kehilangan sekali, tentunya tidak ingin kehilangan untuk kedua kali. Gama telah berubah dan sangat berhati-hati. Dea sedang berjuang untuk menghilangkan sedikit stretch mark di bagian perutnya. Itulah yang membuatnya kurang percaya diri. Padahal Gama tidak pernah sedikitpun memperhatikan, apalagi mempermasalahkan.Soal bentuk tubuh, tidak perlu ditanya lagi. Dea sudah kembali ramping karena rajin berolahraga. Di rumah tersedia treadmill dan barbel dengan kualitas terbaik dan berbagai ukuran."Mas, buruan. Nanti Antik