MASIH TENTANGMU- Raden KecilDokter Angkasa menyalami Gama dan Tony. Kemudian tersenyum pada Dea dan Nadia. Wajahnya yang menyimpan penasaran itu terlihat tetap ramah.Dia ingat kalau Gama dan Tony ini pebisnis yang berkarir di bidang yang sama. Mungkin dari situlah mereka bisa saling kenal. Tapi kenapa pula bersamaan datang untuk konsultasi dengan mamanya."Udah lama ya kita nggak pernah bertemu, Mas Tony." Dokter Angkasa bicara pada Tony. Mereka memang kenal baik selama ini, karena dokter itu temannya Nadia."Ya. Dokter juga sangat sibuk. Padahal kami nunggu undangannya."Dokter Angkasa menjawab dengan senyuman. Dia tidak mungkin akan bilang kalau wanita yang sarat mengandung itu telah membuatnya patah hati.Dia tahu sedang dicemburui. Gama yang diam sambil menggenggam tangan istrinya terlihat tidak tenang. Wajahnya tampak tegang dan sesekali menoleh pada Dea."Sepagi ini dokter sudah di rumah sakit?" tanya Dea."Iya. Ada operasi darurat tadi."Melihat dokter Angkasa tampak ramah p
Frekuensi kontraksi makin sering. Dokter Rosy sudah masuk ke ruangan. Bidan dan perawat mempersiapkan perlengkapan untuk menyambut kelahiran. Dokter Rosy meminta Dea untuk mengatur napas dengan baik dan memberi aba-aba kapan harus mengejan untuk mendorong bayi keluar. "Jangan angkat panggul ya, biar tidak terjadi robekan di jalan lahir."Dea bisa diajak bekerjasama dengan baik. Dari mulutnya tidak ada teriakan. Hanya mendesis untuk menumpahkan rasa sakit yang luar biasa. Dan hanya perempuan yang menghadapi persalinan bisa merasakan itu.Gama kian tak karuan setelah Dea beberapa kali mengejan, tapi bayi mereka belum lahir juga. Rambut Dea sudah basah oleh keringat. Wajahnya memerah menahan sakit. Dan Gama mengabaikan getar ponsel di saku celananya. Pasti sang mama yang menelepon.Di puncak rasa cemasnya, Gama meminta tindakan cesar saja. Dia tidak ingin kehilangan Dea dan buah hatinya lagi. Kelahiran pertama meninggalkan trauma dalam benaknya."Nggak usah cemas, ya. Bentar lagi baby
MASIH TENTANGMU- Hari ke-45Nadia menikmati perjalanan udara dalam diam. Tony sendiri tidak ingin mengusiknya. Hanya menatap istrinya dari samping. Tangannya tetap menggenggam jemari itu. Apapun yang terjadi, permasalahan dengan Alita harus selesai hari ini. Jika dihadapkan pada dua pengorbanan. Ia akan tetap mempertahankan rumah tangganya. "Yang, mau minum?" tanya Tony sambil meletakkan jatah snack di meja portabel yang baru di bukanya. Penebangan kelas bisnis dengan durasi pendek ini, mereka dapat jatah minum dan snack.Nadia menggeleng. Sudah kenyang. Di ketinggian yang entah berapa ribu kaki di atas permukaan bumi, yang Nadia lihat hanya awan putih di udara hampa.Sehampa hatinya ketika itu. Bagaimana tidak, ia menyimpan rapat persoalannya sendiri. Mencerna, membuat kesimpulan, tanpa melibatkan orang lain. Sebab baginya itu aib keluarga. Bahkan pada ibu dan dua kakak perempuannya, Nadia tidak cerita apa-apa. Mereka pun mengira keluarganya baik-baik saja.Namun dua hari yang lalu
Alita tergesa berganti pakaian saat diberitahu kalau Tony dan Nadia sudah sampai di rumah mereka siang itu. Rambutnya dibiarkan terurai dan wajahnya di sapu bedak tipis-tipis.Kebetulan sang papa hari ini juga mengambil cuti. "Mbak." Alita hanya menyalami Nadia. Lantas duduk di sofa tunggal sebelah sang mama.Tony meminta maaf karena datang tanpa menelepon terlebih dahulu. Dia juga minta maaf, kalau hari ini merupakan hari penentuan tentang akhir pernikahannya dengan Alita.Pak Handoyo menarik napas dalam-dalam. "Kehidupan Alita sudah hancur karena peristiwa ini, Tony. Dia juga menyandang gelar janda tanpa bukti resmi. Kalau kamu, nggak menanggung resiko apa-apa. Istrimu juga masih mau menerima dan memaafkanmu. Sedangkan Alita ....""Pa." Bu Lany menyela. "Tentang Nak Nadia yang memaafkan dan menerima kembali Nak Tony itu bukan urusan kita. Nak Nadia punya hak mutlak mengambil keputusan harus memaafkan atau tidak. Sekarang kita nggak fokus tentang hal itu, Pa. Saat ini bagaimana kita
MASIH TENTANGMU- Lembaran Baru "Sudah, Mas." Nadia menunjukkan bukti transfer di m-banking pada sang suami."Kenapa kamu lebihkan, Yang?" tanya Tony saat melihat nominal lebih besar dari yang ia sebutkan dan menjadi kesepakatan mereka tadi. Kesepakatan tentang uang mut'ah, iddah, dan ganti uang perawatan saat Alita keguguran."Nggak apa-apa, Mas," jawab Nadia sambil mengirimkan bukti transfer pada nomer Bu Lany. Namun tetap rekening Alita sendiri yang di transfer uang. Setelah itu ponsel diletakkan kembali di nakas.Tony menggamit pinggang sang istri. Mengecup rambut Nadia yang terurai. "Makasih banyak. Mas bersyukur memiliki istri yang hebat sepertimu. Tak tahu apa yang terjadi jika mas kehilangan kamu."Mendengar itu, Nadia tersenyum samar. Sebulan setengah ia bertarung dalam diri, menata hati, pikiran, dan mengontrol setiap tindakan. Agar anak-anak tidak tahu luka yang menganga dalam dadanya. Agar semua orang tahu ia baik-baik saja. Hanya pada psikolog itu, Nadia bisa mengungkapk
Mereka tidak pernah bercinta di kamar mandi. Hanya sekedar mandi bersama dan saling menggosok tubuh pasangannya. Tentunya sambil bercanda, karena Gama sekarang begitu jahil. Entah kepentok di mana kepalanya, isi kepala yang dulu membeku sekarang mencair. Tidak tanggung-tanggung malah. Romantisnya luber ke mana-mana. Menjadi suami yang paling bucin sedunia.Orang kalau serius ingin berubah, pasti bisa. Dengan sedikit pengorbanan untuk membuang ego. Tentunya setelah pernah kehilangan sekali, tentunya tidak ingin kehilangan untuk kedua kali. Gama telah berubah dan sangat berhati-hati. Dea sedang berjuang untuk menghilangkan sedikit stretch mark di bagian perutnya. Itulah yang membuatnya kurang percaya diri. Padahal Gama tidak pernah sedikitpun memperhatikan, apalagi mempermasalahkan.Soal bentuk tubuh, tidak perlu ditanya lagi. Dea sudah kembali ramping karena rajin berolahraga. Di rumah tersedia treadmill dan barbel dengan kualitas terbaik dan berbagai ukuran."Mas, buruan. Nanti Antik
MASIH TENTANGMU- Pengirim Cokelat Siapa yang memberinya cokelat? Cokelat hazelnut kegemarannya. Di Malang Alita tidak dekat dengan siapapun. Tidak mungkin juga teman sesama staf memberinya cokelat semahal itu. Daripada dikasihkan padanya, lebih baik untuk anak-anak dan keluarga di rumah.Staf laki-laki kebanyakan juga masih berusia di bawahnya. Ada kaum bapak-bapak yang sudah pada punya keluarga. Alita juga sangat-sangat tertutup pada mereka.Alita masuk kamar dan membuka kartu kecil berbentuk hati. Tidak ada ucapan apapun selain FOR YOU ALITA PUTRI. Itu saja. Dibiarkannya cokelat di atas tempat tidur. Alita melepaskan jilbabnya. Sejak kerja di Malang, Alita mulai mengenakan jilbab. Di ambilnya handuk lalu masuk kamar mandi.Usia salat asar, Alita berbaring di ranjang. Capek juga hari ini. Sebab ada pekerjaan di lapangan. Pandangannya hanya berputar-putar pada plafon kamar dengan lampu hias yang tertanam di dalamnya. "Kamu nggak pulang akhir pekan ini?" tanya sang mama saat menele
Antika tidak sabar untuk segera bertemu Moana. Dia sudah membawakan beberapa baju barbie dan buku fabel. Gadis kecil itu membayangkan pertemuan yang indah. Meski mereka sudah sempat bertemu di liburan kenaikan kelas. Moana datang ke Jogja di antarkan kakek dan neneknya."Mbak, ada yang ketinggalan nggak untuk keperluan si adek?" tanya Gama pada ART-nya."Nggak ada, Mas. Sudah saya cek tadi.""Oke, kita berangkat sekarang."Si mbak naik dan duduk di sebelah Antika. Sedangkan Dea sudah sejak tadi duduk di samping kemudi karena Akhandra minum ASI.Gama dan Saga bertemu di dekat pintu tol colomadu. Mereka turun sebentar untuk mengecek ban mobil. Maklum bawa anak-anak yang masih bayi, harus prima semuanya."Aku nanti langsung ke vila, ya. Malam aja aku ke rumahmu," kata Gama sebelum naik lagi ke mobilnya."Oke," jawab Saga.Mereka mengendarai mobil beriringan dan berhenti di rest area yang sama. Makan, ngopi, membiarkan anak-anak bermain, baru melanjutkan perjalanan lagi.Begitulah sampai
Paginya, Alita berkemas-kemas dibantu oleh Naufal. Sesekali mereka saling pandang dan melempar senyum. Rambut Alita terurai sebawah bahu dan masih setengah basah."Akhir pekan ini, kita lihat rumah di Grand Permata," kata Naufal menghampiri istrinya dan membantu mengunci travel bag."Kamu sudah tahu Grand Permata, kan?""Iya, aku pernah lewat sana.""Kamu suka nggak tempat itu?""Suka.""Ada juga di Singosari Residen. Tapi kejauhan kalau ke kantor. Di sana pemandangannya juga menarik. Bagaimana?""Aku ngikut saja. Mana yang terbaik buat kita.""Oke. Nanti kita lihat dua-duanya. Jadi kamu bisa membuat pilihan. Kalau di Singosari Residen memang lebih tenang tempatnya. Adem karena di kelilingi perbukitan. Cuman agak jauh dari kantor. Sebelum mendapatkan rumah, kita tinggal di kosanku sambil cari kontrakan rumah untuk sementara.""Ya." Alita tersenyum. Kemudian mengecek laci, memperhatikan gantungan baju, dan masuk ke kamar mandi untuk memastikan tidak ada barang mereka yang tertinggal.T
MASIH TENTANGMU- Hidup BaruJam dua ketika tamu sudah mulai senggang. Alita menghampiri Dea dan Melati yang duduk ngobrol, terpisah dari rombongan Pak Norman."Makasih banget kalian menyempatkan datang dari Jogja ke Surabaya," ucapnya sambil duduk di kursi depan dua wanita itu. Agak susah duduk karena memakai jarik yang sangat sempit. Makanya Dea membantu memegangi tangan Alita agar tidak terjengkang."Sama-sama," jawab Dea dan Melati hampir bersamaan."Setelah ini kamu dan suamimu tinggal di Malang?" tanya Melati."Iya. Kami berdua kerja di sana.""Kamu sudah lama pulang ke Surabaya?" tanya Melati lagi Dijawab anggukan kepala oleh Alita. Melati malah tidak tahu banyak tentang Alita, semenjak pakdhenya Alita masuk penjara. Apalagi setelah putus pertunangan dari Gama, Alita tidak pernah lagi datang ke kafenya. Dea sendiri tidak pernah membahas pertemuannya dengan Alita pada siapa-siapa. Kecuali pada sang suami, itu pun baru seminggu yang lalu. "Bentar aku mau ke toilet," pamit Melat
Jogjakarta, dua minggu kemudian."Undangan dari siapa, Mas?" Dea meraih undangan yang baru diletakkan oleh Gama di hadapannya. Dia membaca nama yang tertera. Tidak ada foto calon pengantin dalam undangan itu."Dari Alita?" Dea kaget. "Ya. Saga yang ngasih tadi. Seminggu lagi Lita nikah di Surabaya. Kata Saga, Naufal itu teman kuliah mereka dulu.""Calonnya dari Surabaya juga?"Gama mengangguk, tapi dia heran melihat wajah sang istri tampak bingung dan berulang kali memperhatikan undangan mewah kombinasi warna putih dan kuning keemasan di tangannya. "Sayang, kenapa?"Dea meletakkan undangan di atas meja riasnya."Mas, waktu aku hamil delapan bulan dan tinggal di apartemen. Sebenarnya aku bertemu dengan Alita yang tinggal di apartemen itu juga."Ganti Gama yang terkejut. "Beneran?"Dea mengangguk."Kenapa nggak cerita sama mas?""Karena Mas pasti langsung mengajakku pindah dan nggak boleh lagi bertemu dengan Lita. Waktu itu dia sudah berubah baik. Dia minta maaf padaku sambil nangis.
MASIH TENTANGMU- The Wedding Pagi yang cerah, suasana yang indah. Rumah Pak Handoyo begitu meriah. Senyum suami istri itu sangat sumringah. Menyambut tamu dari keluarga Naufal dan dari beberapa kerabat mereka sendiri yang di undang ke rumah. Tak ada yang ditutupi lagi kalau pernikahan Alita dengan Tony sudah selesai empat bulan yang lalu.Mereka mengerti dan tidak pernah bertanya secara detail.Tentang keguguran itu pun kerabat tidak ada yang tahu. ART saja yang tahu, tapi mereka juga tutup mulut. Tidak ada yang jadi 'lambe turah'. Sebab sadar karena di sana hanya bekerja dan digaji tidak murah. Pak Handoyo dan Bu Lany juga sangat baik sebagai majikan.Alita memakai gamis warna khaki dengan hiasan bordir di bagian kerah dan kancing depan. Memakai jilbab polos warna senada. Naufal memakai kemeja warna abu-abu. Acara dadakan yang membuat mereka tidak sempat menyelaraskan outfit untuk lamaran. Juga tidak ada backdrop. Namun tidak mengurangi kegembiraan hari itu.Orang tua Alita dan ke
Pagi-pagi sekali Gama bersama keluarganya sudah sampai di rumah Pak Norman. Ia juga sudah check out dari vila. Pagi ini bersama keluarga kecil Saga, mereka akan kembali ke Jogja. Liburan telah selesai dan besok waktunya kembali ke kantor.Pak Norman menciumi bocah-bocah satu per satu. Alangkah bahagianya. Di hari tua bisa memiliki cucu sebanyak itu. Termasuk anak-anak Gama direngkuh tak ubahnya seperti cucu sendiri. Gama adalah bagian dari Ariani. Perempuan yang memiliki tempat tersendiri di hatinya.Bu Rista dan Kartini juga menyempatkan menggendong si kembar yang sangat lucu. Juga si bayi Akhandra yang mencuri perhatiannya. Tiga hari ini menjadi momen yang sangat indah. Mereka berkumpul bersama dan membuat rumah besarnya sangat ramai."Kami pamit, Om, Tante." Gama mencium tangan Pak Norman dan Bu Rista. Diikuti oleh Dea. Juga berpamitan pada Akbar dan Tini.Saga dan Melati melakukan hal yang sama. Hingga mereka berpisah di halaman rumah. Dua mobil meninggalkan pekarangan disertai la
MASIH TENTANGMU- Janji yang Ditepati"Itu Saga." Naufal melihat teman lamanya."Iya. Tapi kita pergi saja." Alita berbalik dan melangkah cepat. Naufal pun menjajari langkahnya. Mereka menuruni eskalator dan Alita tak lagi menoleh ke belakang.Bukan hal mudah bertemu mereka lagi. Mungkin menjauh juga tidak mempengaruhi apapun. Dirinya bukan siapa-siapa dan bisa jadi sudah dilupakan. Justru kalau tiba-tiba ia muncul, mungkin akan merusak suasana. Sebab di sana pun juga ada Akbar bersama istrinya. Mereka sedang bahagia menikmati kebersamaan.Rupanya Gama juga membawa istri dan anaknya menyambut pergantian tahun di Malang. Keluarga Saga tinggal di Lawang. Mungkin mereka tadi tengah jalan-jalan. Kenapa bumi ini terasa sempit."Kita keluar saja dari Trans*art kalau gitu." Naufal memutuskan karena melihat Alita yang tidak nyaman dan terlihat cemas.Ia bisa memahaminya. Tentu bertemu mereka lagi adalah sesuatu yang tidak mudah setelah banyak peristiwa tertoreh dalam hubungan mereka."Kita m
Naufal dan Alita lantas makan tanpa percakapan. Makan dengan cepat agar sampai pantai tidak kesiangan. Butuh waktu dua jam untuk sampai di Balaikambang.Alita yang menghindari banyak orang dalam waktu empat bulan ini. Namun terasa nyaman saat bepergian bersama Naufal. Sebenarnya dialah teman laki-laki yang bisa diajak ngobrol enak sejak dulu. Sosok yang bisa dipercaya. Saking percayanya sampai mereka melakukan one night stand.Bromo. Sebenarnya di bulan Desember dan awal Januari begini, Bromo sedang indah-indahnya. Savana dengan rerumputan yang menghijau karena terguyur hujan, setelah kekeringan selama musim kemarau. Mereka melanjutkan perjalanan tanpa banyak percakapan. Sesekali mengulas apa yang dilihatnya di sepanjang perjalanan. Tentunya pemandangan yang menyejukkan mata.Dua jam kemudian mereka sudah menyusuri pantai dengan pesona pasir putih dan pemandangan air laut yang kebiruan. Suasana teduh karena mendung memayungi angkasa, meski hari sudah siang.Tahun baru, pengunjung mem
MASIH TENTANGMU- 71 Serius Alita belum bisa tidur meski sudah jam sebelas malam. Sebentar lagi pergantian tahun. Sejam lagi sudah tahun yang berbeda. Namun kehidupannya masih tetap sama.Ia ingat Naufal. Tidak mengira saja, ia bertemu lagi dengan Naufal di kota ini.Memang bisa saja mereka bertemu, karena sama-sama berasal dari Surabaya. Namun statusnya yang masih single membuat Alita seakan tak percaya. Apa sekali saja dia tidak pernah pacaran?Dan kata-kata Naufal tadi masih diingatnya. Laki-laki itu merasa sangat bersalah terhadap apa yang telah mereka lakukan dulu. Tidak hanya merasa bersalah, tapi juga ingin bertanggungjawab. Bertanggungjawab seperti apa? Hendak menikahinya? Padahal dirinya terlalu kotor. Memang Naufal yang pertama kali mengambil segalanya. Tapi bukan alasan itu yang membuat Alita tetap sendiri sampai saat ini. Naufal belum tahu sejahat apa dirinya selama sebelas tahun.Wanita melamun lalu menoleh saat ponselnya di nakas berpendar. Siapa yang menelpon malam-ma
Alita tersenyum getir. Naufal tidak tahu apa-apa tentang dirinya. Memang di biodata itu tertulis belum menikah, padahal dirinya sudah janda. Sebab mau mengganti identitas, dia tidak punya akta perceraian."Kamu sudah menikah? Aku khawatir kalau sedang jalan sama suami orang." Alita memberanikan diri untuk bertanya.Naufal dengan cepat menggeleng. "Nggak usah khawatir. Kamu duduk dengan laki-laki yang masih jomblo." Senyum mengakhiri ucapannya.Di usia tiga puluh empat tahun, Naufal juga masih belum menikah? Dia bukan lelaki kurang pergaulan, bukan pria buruk rupa, karirnya juga mentereng. Tapi belum menikah."Kenapa belum nikah?" Alita mulai enjoy. Dulu pun mereka adalah sahabat yang sangat akrab dan biasa ngobrol tentang apapun."Kamu juga belum menikah? Kenapa?"Alita tersenyum getir."Karena perbuatanku waktu itu?" tanya Naufal dengan wajah sendu. Ada sesal dan rasa bersalah tampak di sana. Meski harus membongkar kisah lama, tapi ia mesti mengutarakannya. Sebab ia menyesalinya hing