"Wih, tumben datang kemari, Bung?" sambut seorang polisi yang mengenal Satya dengan baik. "Aku ada perlu ini. Tolong lah urus segera," pinta Satya penuh harap. "Ada apa, Bung?" Kerut kening tampak pada dahi rekan polisi yang pria itu kenal. "Ini ...." Satya segera mengutarakan maksud dan tujuannya. Melaporkan Haryadi."Parah sekali ini." Bahkan seorang polisi itu sampai menggelengkan kepalanya. "Hei, kenapa kamu sempat tertipu dengan sertifikat palsu?" tawa rekannya begitu menggelitik perasaan Satya. Benar juga, mengapa dia sampai tertipu dan tidak teliti. "Iya, makanya aku butuh banget bantuan kalian. Tolong segera ya," pinta Satya penuh harap. Ia sudah tak sabar untuk melihat Haryadi digelandangi karena perbuatannya yang jahat itu. "Oke, santai. Kamu ngopi dulu sana. Surat penangkapannya gua ketik dulu." "Makasih, Bung," ucap Satya tersenyum. Kini, pria itu dapat bernapas lega. Tak lama lagi, Haryadi akan mendekam di penjara. Laporan Satya cepat ditanggapi pihak polisi, sela
Si Raja Sesal, mungkin itu lah yang pantas disematkan kepada Satya. Sejak harta ibunya kembali. Pria ini terus memikirkan kesemena-menaan yang pernah ia lakukan kepada Widia. Semua kenangan buruk itu terus terbayang dan semakin hari ia tersadar bahwa semua itu adalah kesalahan. "Widia, Widia, Widia," desis Satya sambil mengacak rambutnya. Merasa frustasi memikirkan kebodohan melepaskan dewi pujaan hati yang telah ia perjuangkan sejak dulu sewaktu masih belia. "Den, makan dulu," seru Halimah dari luar pintu kamar Satya. Wanita itu semakin khawatir dengan kondisi jiwa Satya saat ini. Satu bulan ini Satya selalu mengurung diri di kamar. Toko ponsel pun sudah tak pernah ia kunjungi lagi. "Apa aku harus mencarinya dengan mengorbankan harga diri karena kembali menjilat ludah sendiri." Bukannya menyahut seruan Halimah, ia malah sibuk mempertimbangkan apa yang harus ia lakukan untuk membunuh perasaan bersalah yang terus menghantuinya setiap detik. Namun, akhirnya pria itu berniat untuk me
Meski penasaran, Danu memantau 2 orang yang nampak sedang bermusuhan dengan metode silent treatmen. Itu karena Widia tak menanggapi ucapan Satya bahkan mungkin dia juga tidak menganggap kehadirannya. Karena Satya terus berbicara, Danu merasa kesal sendiri melihatnya. Dia pun melangkah untuk menghampiri Danu bersama Widia sekaligus memberi peringatan kepada saingannya. Langkah Danu tegas ke arah mereka dengan sebuah bungkusan di tangannya. Melihat kedatangan Danu, pria itu tampak terkejut sekaligus kesal karena merasa terganggu. "Ngapain lu nyamperin Widia lagi, hm?" Danu meletakkan bingkisannya di samping Widia kemudian meraih kerah baju milik Satya. "Memangnya kenapa?" "Lu gak ngerasa kalau lu sudah merusak wanita itu, hm?" "Gua sadar, gua sadar. Tapi, jangan lupa Danu. Lu juga pernah bersalah pada Widia. Jangan sok baik lu, jangan sok menjadi pahlawan kesiangan. Lu itu sama gue gak ada bedanya!" "Kurang ajar!" Bugh, sebuah pukulan bogem dihadiahi Danu kepada lawannya. Satya
90Meskipun wanita paruh baya itu tidak mengharapkan Ratih cepat tersadar dalam ingatannya yang hilang. Namun, ia merasa tak tega melihat kondisi Ratih yang setiap hari melamun dan berwajah murung. Bagaimana pun juga, ia merasa bahwa dirinya harus membantu pemulihan ingatan Ratih. "Apa makanan yang kamu suka, Nduk?" tanya si Mbah seraya menatapnya lekat. Ratih terdiam sesaat kemudian menjawab 'apel'. "Hewan peliharaan apa yang akan kamu rawat sepenuh hati?" tanya wanita itu lagi. "Mm ... seekor anjing." "Siapa namanya?" Mbah sudah mulai masuk kedalam memori Ratih yang tengah berusaha mereka pulihkan bersama. Ratih terdiam dalam beberapa saat. Sampai dirinya yakin untuk menjawab."Alex," jawabnya dengan bibir bergetar serta kedua netrenya yang berembun. Tiba-tiba saja ia juga mengingat sesuatu bahwa dalam mimpi itu ia tengah bersama seekor anjing. Mbah memberikan waktu untuk Ratih fokus mengingat apa yang terjadi sebelum ia tak ingat apapun. "Mbah, aku berlari di sebuah hutan ber
91 "Apa kamu bilang, Win?" tanya Ratih dengan bibir yang gemetar. Traumanya kembali. Ratih mengalami kecemasan akan apa yang terjadi dengan hewan peliharaannya. Jika, Danu memang benar menyembelih dan membagikan daging itu kepada para warga. Ratih tidak akan tinggal diam. Dia merasa dirinya harus mencari keadilan untuk hewan peliharaannya yang telah tiada. "Aku jadi curiga kalau daging itu daging anjingnya kamu," ucap kawannya lagi. "Cukup! Aku akan menuntutnya lagi! Kurang ajar sekali pria itu!" Ratih benar-benar tidak bisa menahan emosinya. "Ta-tapi, Ratih, kasus itu sudah ditutup sejak saat itu, sejak Danu jujur tentang daging itu bukan daging kamu. Tapi daging anjing." "Aku tidak rela dia membunuh Alex. Aku harus mengurusnya sekarang juga," tegasnya sambil mencari kedua orang tuanya untuk mengadu dan meminta tolong untuk melaporkannya kepada polisi. "Bu? Tolong lah, Bu. Ini aku benar-benar tidak akan bisa tidur beberapa hari sebelum menuntut kematian Alex. Bu, tolong biayai
"Kenapa semuanya jadi seperti ini?" Danu mengeluh sendirian di dalam apartemen sewaanya yang tinggal beberapa hari ini akan habis masa sewa. Bahkan ia sudah menerima pesan penagihan dari pihak hotel untuk segera melakukan payment sebelum waktu habis. Setelah kehilangan pekerjaannya, Danu berjuang untuk mencari pekerjaan baru. Namun, dalam situasi ekonomi dia terus menghubungi para penjahat kelas kakap untuk menawarkan diri menjadi bodyguard, tetapi belum berhasil mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengannya. Ini semua karena pria itu bekerja kepada Haryadi. Yang merupakan musuh atau saingan mereka. Maka otomatis Danu ditolaknya. Hidupnya menjadi semakin sulit ketika uang tabungannya semakin menyusut. Dia harus membatasi pengeluaran dan mengatur keuangan dengan sangat hati-hati. Apalagi jika ia mengingat apartemen satu-satunya yang ia jadikan tempat untuk istirahat itu kini hanya tinggal beberapa hari lagi. Setelah itu masa sewa habis. Mungkin ia akan menjadi orang jalanan lagi. "Si
933Danu keluar dari rumah Widia. Melangkah pasti dengan tujuan menggebu di dadanya. Layaknya seorang pria dengan hati yang lembut namun penuh emosi. Ia mengetahui bahwa kekasihnya, Widia, telah disakiti oleh Satya dan Mita, emosi yang membara dalam hatinya tidak bisa ditahan. Dia merasa seolah-olah dunianya runtuh, hatinya hancur berkeping-keping. Namun, di balik rasa sakit yang mendalam itu, ada juga keinginan kuat untuk membalas perbuatan mereka. Meski memang Danu juga terlibat, mungkin ini lah yang bisa ia lakukan sebelum menghukum dirinya sendiri atas dosa yang ia lakukan kepada Widia. Danu duduk di taman yang sepi, menatap suasana malam dengan pandangan kosong. Matanya yang biasanya berbinar sekarang tampak suram, mencerminkan kepedihan hatinya. "Hei, pergi sana! Ini tempat gua!" Seorang pria pemabuk datang menghampiri Danu. Danu sedang tak ingin menghiraukan siapapun. Fokusnya hanya merenung sekaligus merencanakan langkah-langkah untuk menemui Satya dan juga Mita. Entah den
"Thank you, Angel. Gua bisa happy-happy sebelum gua pulang ke Indonesia lagi." "Lho? Kok pulang?" tanya Angel sambil merasa mehilangan saat membayangkan Mita yang assyik diajak belanja itu memutuskan untuk pulang. "Ya. Sepertinya tugasku di Indonesi lebih penting." "Perusahaan?" Tanya Angel menebak-nebak."No. Sesuatu yang lebih penting dari apapun." Mita mengulum senyum membayangkan sebentar lagi balas dendamnya akan segera tuntas. Meskipun keadaan Widia sekarang sudah sangat memprihatinkan. Tapi, ia khawatir jika jika suatu saat kebahagiaan kembali menyapanya. Mereka pun kembali melewati malam terakhir yang indah. Suasana malam di perjalanan memberikan pemandangan yang sangat indah dan mempesona bagi Mita dan Angel. Saat ini, Mita merasa bahwa alam serta apapun yang ada di dunia ini tengah berpihak kepadanya. Sampai Haryadi pun terciduk kejahatannya sehingga ia harus mendekam di bui. Hal itu sangat menguntungkan bagi Mita karena akhirnya pria bayaran yang bisa diandalkan oleh
"Kamu kenapa,Widia?" Danu menempelkan punggung tangannya pada dahi yang berkeringat. Widia menggigil kedinginan dan seperti yang ingin muntah."Gak tau, Bang. Aku ... pusing dan mual. Aku juga meriang." "Ah, mungkin kamu masuk angin, Widia." "Iya, Bang. Tolong ambilkan air hangat aku ingin minum air hangat." "Sebentar." Danu segera pergi ke dapur dan mengambilkan air minum. Namun, belum juga sampai dapur. Widia muntah-muntah di lantai kamar. Danu panik dan berfikir untuk membawa Widia ke klinik terdekat. Di klinik, Widia menjalani serangkaian pemeriksaan yang dilakukan oleh tenaga medis yang berpengalaman. Mereka memeriksa kondisi fisik Widia dengan seksama dan melakukan tes yang diperlukan.Setelah hasil tes keluar, tenaga medis memberikan kabar yang mengejutkan kepada Danu dan Widia. Widia dinyatakan hamil! Mereka berdua merasakan kombinasi antara kegembiraan, kejutan, dan sedikit kecemasan. Namun, perasaan bahagia mereka jauh lebih dominan karena mereka telah lama menginginkan
"Keluarlah dan mulailah hidup baru. Jalani kehidupan dengan baik," ucap seorang pria berseragam coklat yang bertugas mengeluarkan Danu dari penjara. Tiba saat yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Setelah menjalani tiga tahun di balik jeruji besi, Danu akhirnya bebas dari penjara yang telah membatasi kebebasannya. Dengan hati yang penuh harap, Danu melangkah keluar dari pintu penjara dan menuju ke tempat yang telah lama dinantikannya.Tidak ada waktu yang terbuang sia-sia bagi Danu. Begitu kaki-kakinya menyentuh tanah yang bebas, pria itu segera bergegas menemui Widia, orang yang selalu ada di pikirannya selama masa penahanannya. Dalam hati, ia berharap bahwa Widia masih setia menantikannya.Dengan langkah tergesa-gesa, Danu berjalan menuju rumah Widia. Detak jantungnya semakin cepat ketika ia mendekati pintu rumah yang sudah sangat akrab baginya. Dalam sekejap, Danu berdiri di depan pintu dan mengetuk dengan penuh harap."Assalamualaikum," sapa Danu dari luar. Bak seperti mimpi di sia
"Mulai tani lagi, Mbak Wid?" tanya beberapa warga yang berpapasan dengannya saat hendak pergi ke ladang. "Iya, Bu. Hari ini aku mau panen kacang." "Oh, boleh bantu gak , Mbak?" "Tentu saja, Bu. Ayok. Kebetulan saya tidak ada teman untuk memanen kacang." Dua orang wanita sahabat Ibundanya dulu mendekati langkah Widia dan akhirnya mereka pun ikut ke ladang Widia. Ada hal yang berbeda dengan Widia saat ini yang tampak enak dipandang oleh warga sekitar. Yaitu, Widia yang kembali tersenyum dan berwajah ceria. Widia kembali ke ladang pertaniannya dengan semangat yang membara. Dia memiliki tujuan yang jelas dalam pikirannya: untuk mensukseskan hasil pertanian dan membuat ibunya yang telah tiada bangga.Setiap hari, Widia bekerja keras di ladangnya. Dia memberikan perawatan yang cermat kepada tanaman, memastikan mereka mendapatkan nutrisi yang cukup, air yang cukup, dan perlindungan dari hama atau penyakit. Widia juga memantau perkembangan tanaman dengan seksama, memastikan mereka tumbu
"Assalamualaikum," sapa Widia saat memasuki rumahnya kembali setelah seharian berpetualan dengan pengalaman menegangkan dan penuh dengan resiko kematian. Hening, tiada sesiapa yang bisa ia ajak bicara di sana. Semua sudah pergi. Dia sendirian. Setelah peristiwa yang melelahkan dan menegangkan, Widia pulang ke rumah dalam keadaan lelah. Langkahnya terasa berat saat ia memasuki pintu rumah. Tubuhnya terasa lelah setelah melewati berbagai emosi dan perjuangan selama hari itu.Widia melepas sepatu dan duduk di sofa dengan nafas yang terengah-engah. Wajahnya mencerminkan kelelahan dan ketegangan yang masih terasa. Matanya terlihat lelah dan berat, mungkin akibat dari kurangnya istirahat dan ketegangan yang ia alami."Ahhh, apakah ini benar-benar akan selesai? Semuanya pergi meninggalkanku," Dia merasakan tubuhnya yang tegang dan otot-ototnya yang kaku. Setelah melewati hari yang penuh dengan emosi dan perjuangan, Widia merasakan kelelahan yang mendalam. Dia merasa butuh istirahat yang b
Di tengah kesibukan seorang petani yang tak pernah rehat, Widia memutuskan untuk melarikan diri sejenak dari kesibukan. Mereka berdua, duduk berdampingan di atas motor tua berwarna hitam milik Danu, bersiap untuk memulai perjalanan mereka."Apa harimu menjadi lebih baik?" "Sedikit," jawab Widia santai berusaha melalui hari ini dengan tenang meski akan terasa sangat diluar eksptasi. Widia, seorang gadis berjiwa bebas dengan rambut panjangnya yang berombak, duduk di belakang Danu. Matanya yang cemerlang menatap jauh ke depan, seolah-olah dia bisa melihat apa yang akan terjadi di masa depan. Sementara itu, Danu, pemuda yang tenang namun penuh semangat, memegang setir dengan erat, siap untuk membawa mereka berdua ke tempat yang belum pernah mereka kunjungi sebelumnya.Mereka berdua memulai perjalanan mereka di tengah malam, saat bintang-bintang di langit mulai berkelip, seolah-olah mereka sedang menunjukkan jalan bagi Widia dan Danu. Suara mesin motor yang berdengung seirama dengan det
"Jadi lu punya rencana apa?" tanya Danu yang sudah sangat tidak sabar ingin mengetahui rencana Mita. "Ntar, gua harus tau dulu apa yang dilakukan Widia akhir-akhir ini?" Mita mencoba mengumpulkan Informasi terlebih dahulu dari pria di hadapannya. "Sekarang dia tinggal di rumah Bu Siti sendirian. Ia juga sering datang ke ladang ibunya untuk melanjutkan usaha tani ibunya yang sudah meninggal." "Oke, gua catat apa yang dilakukan Widia akhir-akhir ini. Tapi, gimana hubungan lu sama dia sekarang?" tanya Mita mendikte."Buruk, Mit. Sangan buruk." Memang seperti itu adanya. Danu tidak sedang berbohong hari ini. "Oke. Berarti lu bisa gua perintah dengan baik. Sebaiknya kita pancing dia dalam urusan pertanian seputar pekerjaannya sekarang. Misal dia lagi ada keperluan ke pasar. Lu tabrak aja dia!" "Maksud lu?" "Atau, kita bakar saja tanamannya di ladang. Gimana?" tanya Mita penasaran dengan jawaban Danu. "Apa ini tidak terlalu sadis?" "Heh, dodol! Dimana ada penjahat memikirkan sadis a
"Thank you, Angel. Gua bisa happy-happy sebelum gua pulang ke Indonesia lagi." "Lho? Kok pulang?" tanya Angel sambil merasa mehilangan saat membayangkan Mita yang assyik diajak belanja itu memutuskan untuk pulang. "Ya. Sepertinya tugasku di Indonesi lebih penting." "Perusahaan?" Tanya Angel menebak-nebak."No. Sesuatu yang lebih penting dari apapun." Mita mengulum senyum membayangkan sebentar lagi balas dendamnya akan segera tuntas. Meskipun keadaan Widia sekarang sudah sangat memprihatinkan. Tapi, ia khawatir jika jika suatu saat kebahagiaan kembali menyapanya. Mereka pun kembali melewati malam terakhir yang indah. Suasana malam di perjalanan memberikan pemandangan yang sangat indah dan mempesona bagi Mita dan Angel. Saat ini, Mita merasa bahwa alam serta apapun yang ada di dunia ini tengah berpihak kepadanya. Sampai Haryadi pun terciduk kejahatannya sehingga ia harus mendekam di bui. Hal itu sangat menguntungkan bagi Mita karena akhirnya pria bayaran yang bisa diandalkan oleh
933Danu keluar dari rumah Widia. Melangkah pasti dengan tujuan menggebu di dadanya. Layaknya seorang pria dengan hati yang lembut namun penuh emosi. Ia mengetahui bahwa kekasihnya, Widia, telah disakiti oleh Satya dan Mita, emosi yang membara dalam hatinya tidak bisa ditahan. Dia merasa seolah-olah dunianya runtuh, hatinya hancur berkeping-keping. Namun, di balik rasa sakit yang mendalam itu, ada juga keinginan kuat untuk membalas perbuatan mereka. Meski memang Danu juga terlibat, mungkin ini lah yang bisa ia lakukan sebelum menghukum dirinya sendiri atas dosa yang ia lakukan kepada Widia. Danu duduk di taman yang sepi, menatap suasana malam dengan pandangan kosong. Matanya yang biasanya berbinar sekarang tampak suram, mencerminkan kepedihan hatinya. "Hei, pergi sana! Ini tempat gua!" Seorang pria pemabuk datang menghampiri Danu. Danu sedang tak ingin menghiraukan siapapun. Fokusnya hanya merenung sekaligus merencanakan langkah-langkah untuk menemui Satya dan juga Mita. Entah den
"Kenapa semuanya jadi seperti ini?" Danu mengeluh sendirian di dalam apartemen sewaanya yang tinggal beberapa hari ini akan habis masa sewa. Bahkan ia sudah menerima pesan penagihan dari pihak hotel untuk segera melakukan payment sebelum waktu habis. Setelah kehilangan pekerjaannya, Danu berjuang untuk mencari pekerjaan baru. Namun, dalam situasi ekonomi dia terus menghubungi para penjahat kelas kakap untuk menawarkan diri menjadi bodyguard, tetapi belum berhasil mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengannya. Ini semua karena pria itu bekerja kepada Haryadi. Yang merupakan musuh atau saingan mereka. Maka otomatis Danu ditolaknya. Hidupnya menjadi semakin sulit ketika uang tabungannya semakin menyusut. Dia harus membatasi pengeluaran dan mengatur keuangan dengan sangat hati-hati. Apalagi jika ia mengingat apartemen satu-satunya yang ia jadikan tempat untuk istirahat itu kini hanya tinggal beberapa hari lagi. Setelah itu masa sewa habis. Mungkin ia akan menjadi orang jalanan lagi. "Si