Meski penasaran, Danu memantau 2 orang yang nampak sedang bermusuhan dengan metode silent treatmen. Itu karena Widia tak menanggapi ucapan Satya bahkan mungkin dia juga tidak menganggap kehadirannya. Karena Satya terus berbicara, Danu merasa kesal sendiri melihatnya. Dia pun melangkah untuk menghampiri Danu bersama Widia sekaligus memberi peringatan kepada saingannya. Langkah Danu tegas ke arah mereka dengan sebuah bungkusan di tangannya. Melihat kedatangan Danu, pria itu tampak terkejut sekaligus kesal karena merasa terganggu. "Ngapain lu nyamperin Widia lagi, hm?" Danu meletakkan bingkisannya di samping Widia kemudian meraih kerah baju milik Satya. "Memangnya kenapa?" "Lu gak ngerasa kalau lu sudah merusak wanita itu, hm?" "Gua sadar, gua sadar. Tapi, jangan lupa Danu. Lu juga pernah bersalah pada Widia. Jangan sok baik lu, jangan sok menjadi pahlawan kesiangan. Lu itu sama gue gak ada bedanya!" "Kurang ajar!" Bugh, sebuah pukulan bogem dihadiahi Danu kepada lawannya. Satya
90Meskipun wanita paruh baya itu tidak mengharapkan Ratih cepat tersadar dalam ingatannya yang hilang. Namun, ia merasa tak tega melihat kondisi Ratih yang setiap hari melamun dan berwajah murung. Bagaimana pun juga, ia merasa bahwa dirinya harus membantu pemulihan ingatan Ratih. "Apa makanan yang kamu suka, Nduk?" tanya si Mbah seraya menatapnya lekat. Ratih terdiam sesaat kemudian menjawab 'apel'. "Hewan peliharaan apa yang akan kamu rawat sepenuh hati?" tanya wanita itu lagi. "Mm ... seekor anjing." "Siapa namanya?" Mbah sudah mulai masuk kedalam memori Ratih yang tengah berusaha mereka pulihkan bersama. Ratih terdiam dalam beberapa saat. Sampai dirinya yakin untuk menjawab."Alex," jawabnya dengan bibir bergetar serta kedua netrenya yang berembun. Tiba-tiba saja ia juga mengingat sesuatu bahwa dalam mimpi itu ia tengah bersama seekor anjing. Mbah memberikan waktu untuk Ratih fokus mengingat apa yang terjadi sebelum ia tak ingat apapun. "Mbah, aku berlari di sebuah hutan ber
91 "Apa kamu bilang, Win?" tanya Ratih dengan bibir yang gemetar. Traumanya kembali. Ratih mengalami kecemasan akan apa yang terjadi dengan hewan peliharaannya. Jika, Danu memang benar menyembelih dan membagikan daging itu kepada para warga. Ratih tidak akan tinggal diam. Dia merasa dirinya harus mencari keadilan untuk hewan peliharaannya yang telah tiada. "Aku jadi curiga kalau daging itu daging anjingnya kamu," ucap kawannya lagi. "Cukup! Aku akan menuntutnya lagi! Kurang ajar sekali pria itu!" Ratih benar-benar tidak bisa menahan emosinya. "Ta-tapi, Ratih, kasus itu sudah ditutup sejak saat itu, sejak Danu jujur tentang daging itu bukan daging kamu. Tapi daging anjing." "Aku tidak rela dia membunuh Alex. Aku harus mengurusnya sekarang juga," tegasnya sambil mencari kedua orang tuanya untuk mengadu dan meminta tolong untuk melaporkannya kepada polisi. "Bu? Tolong lah, Bu. Ini aku benar-benar tidak akan bisa tidur beberapa hari sebelum menuntut kematian Alex. Bu, tolong biayai
"Kenapa semuanya jadi seperti ini?" Danu mengeluh sendirian di dalam apartemen sewaanya yang tinggal beberapa hari ini akan habis masa sewa. Bahkan ia sudah menerima pesan penagihan dari pihak hotel untuk segera melakukan payment sebelum waktu habis. Setelah kehilangan pekerjaannya, Danu berjuang untuk mencari pekerjaan baru. Namun, dalam situasi ekonomi dia terus menghubungi para penjahat kelas kakap untuk menawarkan diri menjadi bodyguard, tetapi belum berhasil mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengannya. Ini semua karena pria itu bekerja kepada Haryadi. Yang merupakan musuh atau saingan mereka. Maka otomatis Danu ditolaknya. Hidupnya menjadi semakin sulit ketika uang tabungannya semakin menyusut. Dia harus membatasi pengeluaran dan mengatur keuangan dengan sangat hati-hati. Apalagi jika ia mengingat apartemen satu-satunya yang ia jadikan tempat untuk istirahat itu kini hanya tinggal beberapa hari lagi. Setelah itu masa sewa habis. Mungkin ia akan menjadi orang jalanan lagi. "Si
933Danu keluar dari rumah Widia. Melangkah pasti dengan tujuan menggebu di dadanya. Layaknya seorang pria dengan hati yang lembut namun penuh emosi. Ia mengetahui bahwa kekasihnya, Widia, telah disakiti oleh Satya dan Mita, emosi yang membara dalam hatinya tidak bisa ditahan. Dia merasa seolah-olah dunianya runtuh, hatinya hancur berkeping-keping. Namun, di balik rasa sakit yang mendalam itu, ada juga keinginan kuat untuk membalas perbuatan mereka. Meski memang Danu juga terlibat, mungkin ini lah yang bisa ia lakukan sebelum menghukum dirinya sendiri atas dosa yang ia lakukan kepada Widia. Danu duduk di taman yang sepi, menatap suasana malam dengan pandangan kosong. Matanya yang biasanya berbinar sekarang tampak suram, mencerminkan kepedihan hatinya. "Hei, pergi sana! Ini tempat gua!" Seorang pria pemabuk datang menghampiri Danu. Danu sedang tak ingin menghiraukan siapapun. Fokusnya hanya merenung sekaligus merencanakan langkah-langkah untuk menemui Satya dan juga Mita. Entah den
"Thank you, Angel. Gua bisa happy-happy sebelum gua pulang ke Indonesia lagi." "Lho? Kok pulang?" tanya Angel sambil merasa mehilangan saat membayangkan Mita yang assyik diajak belanja itu memutuskan untuk pulang. "Ya. Sepertinya tugasku di Indonesi lebih penting." "Perusahaan?" Tanya Angel menebak-nebak."No. Sesuatu yang lebih penting dari apapun." Mita mengulum senyum membayangkan sebentar lagi balas dendamnya akan segera tuntas. Meskipun keadaan Widia sekarang sudah sangat memprihatinkan. Tapi, ia khawatir jika jika suatu saat kebahagiaan kembali menyapanya. Mereka pun kembali melewati malam terakhir yang indah. Suasana malam di perjalanan memberikan pemandangan yang sangat indah dan mempesona bagi Mita dan Angel. Saat ini, Mita merasa bahwa alam serta apapun yang ada di dunia ini tengah berpihak kepadanya. Sampai Haryadi pun terciduk kejahatannya sehingga ia harus mendekam di bui. Hal itu sangat menguntungkan bagi Mita karena akhirnya pria bayaran yang bisa diandalkan oleh
"Jadi lu punya rencana apa?" tanya Danu yang sudah sangat tidak sabar ingin mengetahui rencana Mita. "Ntar, gua harus tau dulu apa yang dilakukan Widia akhir-akhir ini?" Mita mencoba mengumpulkan Informasi terlebih dahulu dari pria di hadapannya. "Sekarang dia tinggal di rumah Bu Siti sendirian. Ia juga sering datang ke ladang ibunya untuk melanjutkan usaha tani ibunya yang sudah meninggal." "Oke, gua catat apa yang dilakukan Widia akhir-akhir ini. Tapi, gimana hubungan lu sama dia sekarang?" tanya Mita mendikte."Buruk, Mit. Sangan buruk." Memang seperti itu adanya. Danu tidak sedang berbohong hari ini. "Oke. Berarti lu bisa gua perintah dengan baik. Sebaiknya kita pancing dia dalam urusan pertanian seputar pekerjaannya sekarang. Misal dia lagi ada keperluan ke pasar. Lu tabrak aja dia!" "Maksud lu?" "Atau, kita bakar saja tanamannya di ladang. Gimana?" tanya Mita penasaran dengan jawaban Danu. "Apa ini tidak terlalu sadis?" "Heh, dodol! Dimana ada penjahat memikirkan sadis a
Di tengah kesibukan seorang petani yang tak pernah rehat, Widia memutuskan untuk melarikan diri sejenak dari kesibukan. Mereka berdua, duduk berdampingan di atas motor tua berwarna hitam milik Danu, bersiap untuk memulai perjalanan mereka."Apa harimu menjadi lebih baik?" "Sedikit," jawab Widia santai berusaha melalui hari ini dengan tenang meski akan terasa sangat diluar eksptasi. Widia, seorang gadis berjiwa bebas dengan rambut panjangnya yang berombak, duduk di belakang Danu. Matanya yang cemerlang menatap jauh ke depan, seolah-olah dia bisa melihat apa yang akan terjadi di masa depan. Sementara itu, Danu, pemuda yang tenang namun penuh semangat, memegang setir dengan erat, siap untuk membawa mereka berdua ke tempat yang belum pernah mereka kunjungi sebelumnya.Mereka berdua memulai perjalanan mereka di tengah malam, saat bintang-bintang di langit mulai berkelip, seolah-olah mereka sedang menunjukkan jalan bagi Widia dan Danu. Suara mesin motor yang berdengung seirama dengan det