"Duh, kebiasaan ini cewek ku. Kalo nggak bikin terpesona, ya gini ... bikin aku cemas. Kemana dia belum keluar jam segini. Karyawan lain sudah bubar. Dia kemana? Mana hujan, HP nya juga gak aktif." Satya kebingungan sendiri, kemana ia harus mencari tahu tentang Widia. Pria itu sudah mencoba bertanya kepada karyawan yang kebetulan melintas di tempat Satya berteduh. Namun, dengan langkah tergesa mereka menggelengkan kepala dan menjawab, "Gak tau, gak kenal!" Sambaran petir dan suara guntur yang sempat memekakkan telinga membuat Satya terpaksa masuk ke dalam kendaraannya. "Apa dia gak jadi masuk? Gak mungkin ... Widia sendiri bilang kalau pulang cepet atau kena tolakan dia pasti ngasih kabar." Satya benar-benar dibuat cemas. Tiba-tiba saja Satya mengingat Mita. "Mita, ya ... aku gak mau tau dia harus tanggung jawab kalau ada apa-apa dengan Widia." Pria itu segera menghubungi Mita seraya was-was, takut terkena sambaran petir saat mengoperasikan ponsel miliknya. "Halo, Mit. Widia belum
"Mau pulang sekarang?" tanya Satya setelah keduanya saling membisu sekitar 10 menit lamanya. Kejadian yang baru saja mereka alami berbuah kecanggungan di hati keduanya. "Emh, nggak, Bang. Eh, Mas. Aku harus membereskan ini dulu, udah itu baru bisa pulang." "Tapi ini sudah hampir magrib, Wid! Kamu mau nginep di sini? Yang benar saja." "Iya, kalo perlu aku nginep di sini, Mas. Mendapatkan pekerjaan di sini tentu lah tidak mudah. Bergadang semalam saja aku pikir tidak masalah.""Widia ... sekarang kamu tau kan bagaimana sifat asli sahabatmu itu." "Kenapa kamu jadi membahas Mita, Mas?" "Iya, maksud aku. Di mana dia sekarang saat sahabatnya kesulitan." "Mas, persahabatan itu tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan. Ini tanggung jawab aku, Mas gak perlu ikut campur. Kalau mau pulang, ya pulang aja!" Widia memalingkan wajahnya dari Satya. Perempuan ini merasa riskan dengan perkataan Satya yang terkesan selalu memojokkan sahabatnya. Menurut Widia, tidak ada yang lebih tahu tentang s
"Ya Allah lindungi aku dari marabahaya," desis Widia sambil menutup tubuhnya hingga kepala menggunakan selimut tebal. Hati Widia semakin gentar saat gedoran pintu rumahnya semakin kentara. "Siapa yang menggedor pintu, Bang Danu atau warga yang tidak suka dengan keberadaanku di sini?" Widia terus menebak dengan hatinya. Widia memejamkan kedua netranya dan berjanji tidak akan keluar, sebelum jelas siapa sebenarnya yang ada di depan rumahnya itu. Widia bangkit sesaat dan mengambil earphone yang masih diikat rapi dalam box ponsel pemberian Satya. Ia akan mendengarkan sholawat demi menenangkan hatinya dan meleburkan suara gedoran itu. Sambil berkumandang lirih, Widia menikmati lantunan sholawat yang dinyanyikan oleh salah seorang Ning dari sebuah pesantren. "Adem sekali suaranya, MasyaAllah ...," ucap Widia sambil terus terhanyut dalam lantunan tersebut. Dan tanpa ia sadari, suara itu telah lenyap seperti hanya sebuah teror ringan yang tak berlangsung lama. Widia sempat penasaran ketika
Perkelahian antara Satya dengan pria yang diduga ODGJ itu berlangsung sengit. Lawan Satya tampak memegang kayu balok sisa-sisa bangunan rumah Widia. Sementara, Satya hanya melawannya dengan tangan kosong. Beberapa kali, Widia menutup matanya saat melihat adegan perkelahian yang terjadi di luar rumahnya. Ia takut terjadi apa-apa dengan pahlawan hidupnya karena pria asing itu beberapa kali menghajar Satya. Meski dengan tangan kosong, Satya mampu menaklukan pria ODGJ itu dengan cara memegangi balok yang hampir mengenai bahunya saat pria itu hendak memukul Satya. Dengan kekuatannya, Satya dapat memutar balok tersebut hingga tangan pria itu melilit dan hampir patah tulang. "Siapa kamu?" teriak Satya saat ia berhasil menguasai pertahanan pria itu."Ampun, Bang ... ampun. Lepaskan saya." Pria itu menelungkupkan kedua tangannya sambil memelas.Dari permohonan pria itu, Satya sudah dapat menyimpulkan bahwa dia bukan lah ODGJ. Dia adalah pria normal yang sedang menjalankan tugas nya dari sese
MDM 43Semua pandangan para radirin rapat termasuk Mita, ayahnya, dan Widia tertuju pada layar yang menampilkan vidio mesra Satya bersama Widia kemarin sore. Ayah Mita segera mencabut alat proyektor yang terhubung pada layar rapat. "Apa-apaan ini?" Kelopak mata Ayah Mita terbuka lebar, wajahnya sedikit memerah karena menahan malu. Orang-orang yang hadir di ruangan ini bukan lah orang kaleng-kaleng. Beberapa di antaranya adalah seorang investor yang akan ikut membantu mengembangkan perusahaan milik ayah Mita. "Maaf, hadirin sekalian, baru saja terjadi kesalahan teknis. Bisa kita mulai meeting nya sekarang?" Beberapa dari mereka tidak mengangguk, malah menyiratkan pertanyaan di benak masing-masing."Sepertinya, dia gadis yang ada di vidio tadi," bisik salah satu investor kepada orang yang duduk di sebelahnya seraya menyoroti wajah Widia yang mulai menyembunyikan parasnya. "Sedang apa kamu, di sana? Kalau sudah beres, kembali ke pantry." Widia mengangguk setelah itu bergegas keluar
Seorang pria yang mengenakan jas rapi berdiri tegap membelakangi Widia yang baru saja masuk ke dalam ruangan direktur. Ternyata, Mita juga ada di sana. Tatapan Mita sungguh berbeda dengan tatapannya saat memanggil dan menyapanya tadi pagi. Kini, tatapan sahabatnya itu tampak kecewa dan kecut. Widia pasrah, ini semua pasti karena vidio mesra itu. "Ah ... Satya, bagaimana ini?" Batin Widia menjerit seakan tak nyaman melihat pemandangan di ruangan tersebut. "Maafkan saya karena sudah membuat kekacauan di perusahaan ini." Se-introvert apa pun Widia, ia merasa bertanggung jawab untuk memulai berbicara dengan permintaan maaf. "Kenapa kamu tega berbuat itu di sini, Wid?"Mita yang duduk di kursi ayahnya bertanya sambil memandangi wajah penuh penyesalan sahabatnya. "Meskipun aku sudah bilang berkali-kali kalau aku dengan Satya itu tidak ada hubungan apa-apa, tapi ... bisakah kamu menjaga perasaan aku untuk tidak bermesraan di perusahaan ini. Apalagi video nya tersebar di mana-mana. Sekarang
MDM 45Sebelum menepati janjinya, Widia melirik ke arah Pak Direktur dengan tatapan segan. Sang pimpinan perusahaan memberi isyarat dengan lirikan tajamnya agar Widia segera memulai berbicara di hadapan para karyawan perusahaan itu. Ini pertama kalinya Widia berbicara di hadapan umum. Layaknya seorang introvert, Widia berbicara namun tidak sanggup menatap wajah orang-orang di hadapannya. "Bismillah, aku bisa. Jangan gentar, demi nama baik Mita," desisnya pelan saat menguatkan diri sendiri. "Saya ingin mengakui semua kesalahan yang sempat membuat keributan di perusahaan ini. Dengan sangat menyesal, saya memohon maaf karena telah berbuat tak terpuji bersama seorang pria bernama Satya. Saya mengaku telah merayu pria itu dan berniat menjadi pelakor dan pemecah hubungan yang terjalin di antara putri Pak Direktur dengan pria yang merupakan teman kakak saya. Saya berjanji tidak akan mengulanginya lagi dan akan mengundurkan diri dari perusahaan ini. Sekali lagi, saya mohon maaf.""Huuu ....
Widia duduk di kursi baris ke 3 dari depan, pandangannya sudah bersiap memindai setiap jengkal jalan aspal yang akan ia lalui. Widia begitu berhati-hati agar dirinya tidak sampai melewati toko roti yang menjadi tujuannya saat ini. Masih terngiang di telinganya, ucapan Mita yang membuat Widia berpikir untuk menjauhi Satya. Memang tidak baik jika ia dekat dengan pria yang ada sangkut pautnya dengan sahabatnya itu. Resikonya pasti akan terus seperti ini. Ia berpikir, bagaimana jika mulai saat ini ia mulai fokus terhadap rencana dirinya sendiri. Karena terlalu bergantung pada orang lain dan terlalu mempercayai orang lain hanya akan berpotensi kehilangan jati diri. "Aku harus kuat dan memulainya kembali dengan tidak mengandalkan orang lain. Apalagi, mengandalkan Satya. Itu sangat beresiko buruk."Ddrrttt ... Ddrrttt ...Widia merasakan gawai miliknya bergetar. Feeling wanita itu langsung tertuju pada pria bernama Satya. Karena selama ini, hanya kontak pria itu lah yang selalu menghubun
"Kamu kenapa,Widia?" Danu menempelkan punggung tangannya pada dahi yang berkeringat. Widia menggigil kedinginan dan seperti yang ingin muntah."Gak tau, Bang. Aku ... pusing dan mual. Aku juga meriang." "Ah, mungkin kamu masuk angin, Widia." "Iya, Bang. Tolong ambilkan air hangat aku ingin minum air hangat." "Sebentar." Danu segera pergi ke dapur dan mengambilkan air minum. Namun, belum juga sampai dapur. Widia muntah-muntah di lantai kamar. Danu panik dan berfikir untuk membawa Widia ke klinik terdekat. Di klinik, Widia menjalani serangkaian pemeriksaan yang dilakukan oleh tenaga medis yang berpengalaman. Mereka memeriksa kondisi fisik Widia dengan seksama dan melakukan tes yang diperlukan.Setelah hasil tes keluar, tenaga medis memberikan kabar yang mengejutkan kepada Danu dan Widia. Widia dinyatakan hamil! Mereka berdua merasakan kombinasi antara kegembiraan, kejutan, dan sedikit kecemasan. Namun, perasaan bahagia mereka jauh lebih dominan karena mereka telah lama menginginkan
"Keluarlah dan mulailah hidup baru. Jalani kehidupan dengan baik," ucap seorang pria berseragam coklat yang bertugas mengeluarkan Danu dari penjara. Tiba saat yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Setelah menjalani tiga tahun di balik jeruji besi, Danu akhirnya bebas dari penjara yang telah membatasi kebebasannya. Dengan hati yang penuh harap, Danu melangkah keluar dari pintu penjara dan menuju ke tempat yang telah lama dinantikannya.Tidak ada waktu yang terbuang sia-sia bagi Danu. Begitu kaki-kakinya menyentuh tanah yang bebas, pria itu segera bergegas menemui Widia, orang yang selalu ada di pikirannya selama masa penahanannya. Dalam hati, ia berharap bahwa Widia masih setia menantikannya.Dengan langkah tergesa-gesa, Danu berjalan menuju rumah Widia. Detak jantungnya semakin cepat ketika ia mendekati pintu rumah yang sudah sangat akrab baginya. Dalam sekejap, Danu berdiri di depan pintu dan mengetuk dengan penuh harap."Assalamualaikum," sapa Danu dari luar. Bak seperti mimpi di sia
"Mulai tani lagi, Mbak Wid?" tanya beberapa warga yang berpapasan dengannya saat hendak pergi ke ladang. "Iya, Bu. Hari ini aku mau panen kacang." "Oh, boleh bantu gak , Mbak?" "Tentu saja, Bu. Ayok. Kebetulan saya tidak ada teman untuk memanen kacang." Dua orang wanita sahabat Ibundanya dulu mendekati langkah Widia dan akhirnya mereka pun ikut ke ladang Widia. Ada hal yang berbeda dengan Widia saat ini yang tampak enak dipandang oleh warga sekitar. Yaitu, Widia yang kembali tersenyum dan berwajah ceria. Widia kembali ke ladang pertaniannya dengan semangat yang membara. Dia memiliki tujuan yang jelas dalam pikirannya: untuk mensukseskan hasil pertanian dan membuat ibunya yang telah tiada bangga.Setiap hari, Widia bekerja keras di ladangnya. Dia memberikan perawatan yang cermat kepada tanaman, memastikan mereka mendapatkan nutrisi yang cukup, air yang cukup, dan perlindungan dari hama atau penyakit. Widia juga memantau perkembangan tanaman dengan seksama, memastikan mereka tumbu
"Assalamualaikum," sapa Widia saat memasuki rumahnya kembali setelah seharian berpetualan dengan pengalaman menegangkan dan penuh dengan resiko kematian. Hening, tiada sesiapa yang bisa ia ajak bicara di sana. Semua sudah pergi. Dia sendirian. Setelah peristiwa yang melelahkan dan menegangkan, Widia pulang ke rumah dalam keadaan lelah. Langkahnya terasa berat saat ia memasuki pintu rumah. Tubuhnya terasa lelah setelah melewati berbagai emosi dan perjuangan selama hari itu.Widia melepas sepatu dan duduk di sofa dengan nafas yang terengah-engah. Wajahnya mencerminkan kelelahan dan ketegangan yang masih terasa. Matanya terlihat lelah dan berat, mungkin akibat dari kurangnya istirahat dan ketegangan yang ia alami."Ahhh, apakah ini benar-benar akan selesai? Semuanya pergi meninggalkanku," Dia merasakan tubuhnya yang tegang dan otot-ototnya yang kaku. Setelah melewati hari yang penuh dengan emosi dan perjuangan, Widia merasakan kelelahan yang mendalam. Dia merasa butuh istirahat yang b
Di tengah kesibukan seorang petani yang tak pernah rehat, Widia memutuskan untuk melarikan diri sejenak dari kesibukan. Mereka berdua, duduk berdampingan di atas motor tua berwarna hitam milik Danu, bersiap untuk memulai perjalanan mereka."Apa harimu menjadi lebih baik?" "Sedikit," jawab Widia santai berusaha melalui hari ini dengan tenang meski akan terasa sangat diluar eksptasi. Widia, seorang gadis berjiwa bebas dengan rambut panjangnya yang berombak, duduk di belakang Danu. Matanya yang cemerlang menatap jauh ke depan, seolah-olah dia bisa melihat apa yang akan terjadi di masa depan. Sementara itu, Danu, pemuda yang tenang namun penuh semangat, memegang setir dengan erat, siap untuk membawa mereka berdua ke tempat yang belum pernah mereka kunjungi sebelumnya.Mereka berdua memulai perjalanan mereka di tengah malam, saat bintang-bintang di langit mulai berkelip, seolah-olah mereka sedang menunjukkan jalan bagi Widia dan Danu. Suara mesin motor yang berdengung seirama dengan det
"Jadi lu punya rencana apa?" tanya Danu yang sudah sangat tidak sabar ingin mengetahui rencana Mita. "Ntar, gua harus tau dulu apa yang dilakukan Widia akhir-akhir ini?" Mita mencoba mengumpulkan Informasi terlebih dahulu dari pria di hadapannya. "Sekarang dia tinggal di rumah Bu Siti sendirian. Ia juga sering datang ke ladang ibunya untuk melanjutkan usaha tani ibunya yang sudah meninggal." "Oke, gua catat apa yang dilakukan Widia akhir-akhir ini. Tapi, gimana hubungan lu sama dia sekarang?" tanya Mita mendikte."Buruk, Mit. Sangan buruk." Memang seperti itu adanya. Danu tidak sedang berbohong hari ini. "Oke. Berarti lu bisa gua perintah dengan baik. Sebaiknya kita pancing dia dalam urusan pertanian seputar pekerjaannya sekarang. Misal dia lagi ada keperluan ke pasar. Lu tabrak aja dia!" "Maksud lu?" "Atau, kita bakar saja tanamannya di ladang. Gimana?" tanya Mita penasaran dengan jawaban Danu. "Apa ini tidak terlalu sadis?" "Heh, dodol! Dimana ada penjahat memikirkan sadis a
"Thank you, Angel. Gua bisa happy-happy sebelum gua pulang ke Indonesia lagi." "Lho? Kok pulang?" tanya Angel sambil merasa mehilangan saat membayangkan Mita yang assyik diajak belanja itu memutuskan untuk pulang. "Ya. Sepertinya tugasku di Indonesi lebih penting." "Perusahaan?" Tanya Angel menebak-nebak."No. Sesuatu yang lebih penting dari apapun." Mita mengulum senyum membayangkan sebentar lagi balas dendamnya akan segera tuntas. Meskipun keadaan Widia sekarang sudah sangat memprihatinkan. Tapi, ia khawatir jika jika suatu saat kebahagiaan kembali menyapanya. Mereka pun kembali melewati malam terakhir yang indah. Suasana malam di perjalanan memberikan pemandangan yang sangat indah dan mempesona bagi Mita dan Angel. Saat ini, Mita merasa bahwa alam serta apapun yang ada di dunia ini tengah berpihak kepadanya. Sampai Haryadi pun terciduk kejahatannya sehingga ia harus mendekam di bui. Hal itu sangat menguntungkan bagi Mita karena akhirnya pria bayaran yang bisa diandalkan oleh
933Danu keluar dari rumah Widia. Melangkah pasti dengan tujuan menggebu di dadanya. Layaknya seorang pria dengan hati yang lembut namun penuh emosi. Ia mengetahui bahwa kekasihnya, Widia, telah disakiti oleh Satya dan Mita, emosi yang membara dalam hatinya tidak bisa ditahan. Dia merasa seolah-olah dunianya runtuh, hatinya hancur berkeping-keping. Namun, di balik rasa sakit yang mendalam itu, ada juga keinginan kuat untuk membalas perbuatan mereka. Meski memang Danu juga terlibat, mungkin ini lah yang bisa ia lakukan sebelum menghukum dirinya sendiri atas dosa yang ia lakukan kepada Widia. Danu duduk di taman yang sepi, menatap suasana malam dengan pandangan kosong. Matanya yang biasanya berbinar sekarang tampak suram, mencerminkan kepedihan hatinya. "Hei, pergi sana! Ini tempat gua!" Seorang pria pemabuk datang menghampiri Danu. Danu sedang tak ingin menghiraukan siapapun. Fokusnya hanya merenung sekaligus merencanakan langkah-langkah untuk menemui Satya dan juga Mita. Entah den
"Kenapa semuanya jadi seperti ini?" Danu mengeluh sendirian di dalam apartemen sewaanya yang tinggal beberapa hari ini akan habis masa sewa. Bahkan ia sudah menerima pesan penagihan dari pihak hotel untuk segera melakukan payment sebelum waktu habis. Setelah kehilangan pekerjaannya, Danu berjuang untuk mencari pekerjaan baru. Namun, dalam situasi ekonomi dia terus menghubungi para penjahat kelas kakap untuk menawarkan diri menjadi bodyguard, tetapi belum berhasil mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengannya. Ini semua karena pria itu bekerja kepada Haryadi. Yang merupakan musuh atau saingan mereka. Maka otomatis Danu ditolaknya. Hidupnya menjadi semakin sulit ketika uang tabungannya semakin menyusut. Dia harus membatasi pengeluaran dan mengatur keuangan dengan sangat hati-hati. Apalagi jika ia mengingat apartemen satu-satunya yang ia jadikan tempat untuk istirahat itu kini hanya tinggal beberapa hari lagi. Setelah itu masa sewa habis. Mungkin ia akan menjadi orang jalanan lagi. "Si