Home / Thriller / Martabak Setan / Part 4 : Nenek Setan

Share

Part 4 : Nenek Setan

Author: Naffa Aisha
last update Last Updated: 2022-02-16 14:10:49

Martabak Setan

 

Part 4 : Nenek Setan

 

"Zil, pulang aja yuk!" rengek Ulan sambil menarik ujung baju Zilga.

 

"Iya, Zil. Pulang aja yuk! Lo gak berniat masuk ke gubuk tua itu, kan?" timpal Hilda tak kalah takutnya dengan Ulan.

 

"Jadi pulang nih? Terus kita gak dapat apa-apa dong?" jawab Zilga dengan tak mengalihkan pandangan dari gubuk reot didepannya.

 

"Besok siang sepulang sekolah, baru kita ke sini lagi. Sekarang pulang saja dulu," bujuk Hilda lagi sambil memegangi tengkuknya yang merinding sejak tadi."

 

"Please, Zil. Pulang yuk! Gue belum siap mati dan dijadikan cincangan untuk martabak setan, gue masih mau menikmati masa indahnya pacaran sama Yoga dan Adit. Gue gak mau kedua cowok ganteng itu menjadi duda sebelum menikah sama gue, hiks .... " oceh Ulan sambil mengelap air mata yang mulai berjatuhan di pipi bulatnya.

 

"Ya elah, cowok saja di pikiran lo, Lan. Makin merinding gue," ujar Hilda menyikut Ulan.

 

Tiba-tiba saja terdengar suara tembakan senjata dari dalam gubuk tua itu, sontak Zilga berserta Ulan dan Hilda berlari tunggang langgang meninggalkan gubuk itu.

 

Hanya cahaya bulan yang menerangi ketiganya dalam gelap malam didalam hutan, sambil terus bergandengan tangan mereka terus berlari.

 

Dan ketika sampai ditepian jalan, mereka malah dikagetkan benda putih yang melintas.

 

"Aggghhh!!!" jerit ketiganya histeris.

 

"Woy, ini gue ... Fitri!" jerit Fitri sambil membuka mukenanya. "Ngapain lo bertiga di sini, malam-malam begini lagi?"

 

"Lo juga kenapa kayak pocong begitu, mau menakut-nakuti kita, apa?" sergah Ulan sambil memegangi celananya yang basah.

 

"Gue baru pulang sholat magrib di masjid." Fitri merengut dan naik ke motornya kembali. "Sebaiknya kalian semua segera pulang!"

 

"Ya sudah, ayo pulang!" Zilga naik ke motornya.

 

"Duh, Zil. Ulan pipis di celana tuh, bau pensing deh motor gue." Hilda memencet hidungnya.

 

"Ya sudah, buruan ah!" Zilga melajukan motornya menuju pulang, diikuti Hilda dan Ulan.

 

Fitri tersenyum sinis menatap kepergian ketiga teman sekelasnya itu.

 

********

 

Keesokan harinya, Zilga sedang merenungkan kejadian tadi malam sambil mengingat lokasinya. Rencananya sepulang sekolah, ia akan mengajak Ulan dan Hilda untuk ke sana lagi. Hari ini di sekolah sudah acara classmeting, karena ulangan telah selesai dilaksanakan. Ia berjalan keluar dari kelas dan mendapati kedua temannya sedang asyik berpacaran di bangku taman.

 

"Yaelah, malah asyik pacaran. Entar batal puasanya," sergah Zilga sambil berdiri dihadapan kedua pasangan itu.

 

"Yeeee, cuma duduk doang, masa batal." Hilda menarik tangan dari genggaman Rafli, pacarnya.

 

"Iya, nih. Gak ngapa-ngapain juga," timpal Ulan sambil menggeser duduknya dari Adit.

 

"Cabut yuk ah, Dit!" Rafli bangkit dari kursi dan melemparkan senyum pada Hilda. "Sampai ketemu nanti sore, Yank."

 

Hilda membalas senyum sang pacar dan melambaikan tangan.

 

"Beb, gak usah bawa takjil nanti sore. Ulan yang akan siapin." Teriak Ulan pada Adit.

 

Adit mengacungkan jempol dan berlalu bersama Rafli.

 

Zilga hanya menautkan alis menyaksikan adegan romantis-romantisan kedua temannya itu.

 

"Lo jangan sampai gak datang acara bukber nanti sore, Zil," ujar Hilda seolah tahu kalau temannya yang jomblo itu tak mengingat acara bukber hari ini.

 

"Oh, iya. Gue sampai lupa. Terus rencana kita mau ke lokasi tadi malam gimana?" Zilga menatap bergantian kedua temannya.

 

"Aduh, Zil. Besok saja kali ya, pulang sekolah ini gue mau bikin kue buat acara bukber." Ulan mencoba mengelak.

 

"Sama, gue juga gak bisa kalau hari ini. Mau nemanin nyokap belanja, sorry ya, Zil." Hilda menangkupkan kedua tangan di depan dagu.

 

"Oke deh, gue terima semua alasan kalian. Berarti besok ya, awas saja kalau mungkir." Zilga mengerucutkan bibir dan meninggalkan kedua temannya.

 

Hilda dan Ulan saling pandang, sambil menelan ludah dengan tampang ngeri.

 

********

 

Acara buka puasa bersama pun tiba, semua siswa-siswi berkumpul di masjid sekolah. Setelah mendengarkan tausyah Pak Ridho, sang guru Agama. Semuanya mengeluarkan bekal takjil masing-masing. Beduk buka puasa berbunyi, saatnya berbuka puasa telah tiba. Setelah membaca doa buka puasa, semuanya tersenyum dan menyantap perbekalan masing-masing.

 

Zilga celingukan, mencari sosok kakak kelas yang sedari tadi belum dilihatnya. Ia beranjak menuju kelas, hendak mengambil mukena. Hilda bersama Ulan mengikutinya dari belakang serta Adit dan Rafli.

 

Langkah Zilga terhenti kala melewati kelas Kak Dimas, cowok itu sedang tertunduk sambil menyantap sesuatu.

 

"Kak Dimas," Zilga menghampinya.

 

"Eh, Zilga." Dimas beranjak bangkit dari duduknya dengan sedikit kaget.

 

"Kakak ngapain sendirian di sini? Kok gak ngumpul di masjid bersama yang lainnya?" Zilga menatap kotak martabak di meja Dimas. "Kak Dimas makan martabak setan?"

 

"Eh, iya, Zil. Tadinya mau buka bersama kamu, tapi gak tahu juga kenapa? Kak Dimas menjadi ketagihan sama ini martabak, enaknya nagih gitu. Dan gak bisa berhenti memakannya," jawab Dimas sambi mengelap tangannya.

 

"What? Kak Dimas menghabiskan semua martabaknya?" seloroh Fitri yang tiba-tiba sudah berada diantara mereka.

 

"Gak habis sih, sisa satu lagi. Hehe .... " Dimas menggaruk kepala.

 

"Astaga, jadi Kak Dimas makan sembilan biji? Itu angka ganjil yang akan membawa kesialan," ujar Fitri lagi.

 

"Maksud lo apa, Fit?" Zilga menatap tajam mata cewek ceking itu.

 

"Martabak Setan ini, kalau di makan dalam jumlah ganjil ... maka kalian akan menerima kesialan. Kalau di makan sampai habis tak bersisa, kalian akan diambil menjadi tumbal selanjutnya. Dan ... kalau di makan dalam jumlah genap, maka kalian selamat." Fitri menjelaskan dengan suara setengah berbisik.

 

"Apa?" Hilda yang sedari tadi hanya berdiri di depan pintu kelas saja, ikut menghampiri Fitri.

 

"Maksudnya gimana sih? Kak Dimas gak ngerti deh," wajah Dimas menjadi pucat.

 

"Apa benar begitu, Fit?" Zilga mengerutkan dahi sambil membayangkan kejadian yang dialami Saskia, ia memakan tujuh biji martabak dan setelah itu mengalami kecelakan sehingga menyebabkan koma.

 

"Benar dong, tapi kalau kalian gak percaya, ya sudah." Fitri meninggalkan kelas dan berjalan menuju masjid.

 

"Jadi, Kak Dimas harus gimana, Zil?"

 

"Kak Dimas hati-hati saja dan semoga ucapan Fitri tidak benar. Sebaiknya kita segera ke masjid, sholat magrib berjamaah dulu."

 

********

 

Pulang dari acara bukber, Zilga langsung menuju ke rumah sakit. Ia akan tidur di sana, menemani Mamak menjaga sang Kakak. Baru saja ia hendak memejamkan mata hendak, ponselnya berdering. Sebuah panggilan masuk dari Hilda.

 

"Assalammualaikum, ada apa, Hil?" ujar Zilga dengan mata setengah terpejam.

 

"Waalaikumsalam. Zil, Kak Dimas, Zil ... "

 

"Kak Dimas kenapa?" Zilga langsung terbangun.

 

"Kak Dimas jadi korban begal," ucap Hilda dengan suara ngos-ngosan.

 

"Di mana, Hil? Dan kapan?"

 

"Tadi, pas pulang acara bukber.  Kak Dimas luka parah, banyak bacokan senjata tajam di sekujur tubuhnya."

 

"Lo tahu darimana, Hil?" Hatinya menjadi bimbang.

 

"Karena ... gue, Rafli, Ulan dan Adit yang menemukan Kak Dimas yang terkapar di tengah jalan. Pas kami datang, para pembegal itu langsung kabur dan membawa motor Kak Dimas juga," ujar Hilda dengan suara parau. "Ucapan Fitri menjadi kenyataan, Zil. Bagaimana ini? Ternyata tadi Rafli cowok gue juga makan martabak setannya, tapi dia lupa jumlah hitungannya," sambung Hilda lagi sambil terisak.

 

"Apa, Hil, jadi ... Kak Dimas kecelakaan .... " Zilga merasakan tubuhnya gemetar, apa yang ia takutkan begitu cepat terjadi. Padahal belum lama Dimas memakan martabak itu, tapi sudah mendapat kesialan.

 

"Gimana ini, Zil? Gue takut Rafli juga akan mengalami kesialan seperti yang dialami Kak Dimas .... " Hilda semakin cemas dan takut, ia begitu mengkhawatirkan sang kekasih, Rafli.

 

"Lo harus tenang, Hil, jangan panik! Gue juga sedih atas apa yang sudah menimpa Kak Dimas." Zilga berusaha menahan tangis, sebab ia ingin terlihat tegar atas ujian bertubi pada orang-orang yang ia sayangi.

 

Zilga mengakhiri panggilan telepon dan menyimpan ponsel di bawah bantal. Dadanya masih terasa sesak atas kabar yang disampaikan Hilda barusan.

 

"Ya Allah, kemaren Kak Saskia celaka gara-gara memakan martabak setan itu dalam jumlah ganjil, sekarang Kak Dimas. Besok entah siapa lagi yang akan menjadi korban selanjutnya? Nandu anaknya Mbak Minah pasti menghabiskan seluruh martabak itu, makanya dia di bawa si Nenek Setan." Zilga membatin, ia jadi tak bisa berpikir dengan jernih. Segala perasaan jadi campur aduk, antara sedih, bimbang dan bingung.

 

*******

 

Zilga mengendap-endap di balik pepohonan sambil berusaha mengintip seorang Nenek yang sedang sibuk didalam gubuknya. Suara teriakan demi teriakan terdengar memilukan dari gubuk itu, ada jeritan wanita, tangisan anak kecil dan jeritan seorang pria minta tolong. Sepertinya sang Nenek sedang menyiksa mereka. Begitu pikir gadis itu.

 

Kini ia telah berhasil menyelusup kedalam gubuk yang dari luar terlihat kecil, tetapi ketika masuk ke dalamnya sangat luas. Sungguh gubuk yang sangat aneh.

 

Dan benar saja dugaan Zilga, seorang anak kecil sedang tergantung dengan kaki di atas dan kepala dibawah. Dan seorang pria sedang terbaring di meja panjang dengan kaki tangan terikat. Sang Nenek menghampirinya dengan membawa pisau besar dan tajam. Dan mengayunkannya keatas.

 

"Aggghhhh!!!" Zilga menjerit histeris kala melihat kepala sang pria terpisah dari tubuhnya.

 

Sang Nenek berkebaya hitam menoleh kearah Zilga sambil tersenyum lebar dengan menunjukan gigi-gigi hitamnya. Kemudian mengangkat pisau berlumur darah dan berjalan mendekat kepadanya.

 

Zilga mundur ke belakang dan ingin berlari tapi kakinya kelu tak bisa digerakan.

 

"Mau ke mana kamu? Kini giliran kamu yang menjadi bumbu penyedap martabakku, hihihiii .... " Si Nenek semakin mendekat kepada Zilga dan siap mengangkat pisau berlumur darah itu. Tetesan darah di pisau tepat menetes di dahinya. Zilga semakin histeris dengan napas naik turun menahan takut.

 

"Zil, bangun! Sudah jam 03.30, sahur yuk!" Suara Mamak terdengar samar-samar di telinganya.

 

"Zil, bangun, Nak!" Mamak menggoyang pundak sang putri bungsu.

 

"Aggghhh!!!" Zilga langsung terduduk dengan keringat bercucuran.

 

"Mimpi buruk lagi, Zil?" Mamak menatapnya.

 

Zilga mengangguk sembari mengelap keringat di dahinya dengan tangan kanan, namun keringat ini sepertinya agak aneh. Seperti cairan kental, perlahan ia menurunkan tangan dan matanya terbuka lebar mendapati darah segar di telapak tangan.

 

"Astaga, tadikan gue mimpi. Tapi, kok darah yang menetes dari pisau sang Nenek seperti nyata?" Zilga membatin dengan bulu kuduk merinding.

 

Bersambung ....

Related chapters

  • Martabak Setan   Part 5 : Menghilangnya Rafli

    Martabak SetanPart 5 : Menghilangnya RafliSetelah pulang dari sekolah, Zilga bersama Hilda dan Ulan pergi ke rumah sakit untuk menjenguk Dimas. Rafli dan Adit juga ikut ke sana, mereka mengiringi ketiga gadis itu dari belakang.Tetapi, ketika sampai di ruang perawatan Dimas, mereka tidak diperbolehkan masuk karena keadaan pasien masih kritis."Makasih ya sudah menjenguk Dimas, nanti kalau keadaan Dimas sudah stabil, Tante akan sampaikan padanya kalau ada kalian ke sini," ucap Mamanya Dimas dengan wajah penuh kesedihan."Tante yang sabar, ya! Semoga Kak Dimas cepat sembuh," ujar Zilga dengan raut wajah prihatin.Setelah berbincang-bincang sebentar, Zilga d

    Last Updated : 2022-02-23
  • Martabak Setan   Part 6 : Pencarian Tak Berujung

    Martabak SetanPart 6 : Pencarian Tak BerujungZilga terdiam dengan pikiran yang berkecamuk, belum selesai tiga masalah, kini akan datang lagi masalah baru yaitu Ulan yang akan menjadi target selanjutnya. Kakaknya Saskia dan Kak Dimas masih terbaring kritis di rumah sakit, dan Rafli yang menghilang. Ia tak tahu kesialan apa lagi yang akan menimpa temannya bertubuh semok itu, dihembuskannya napas letih dengan hati yang tak tenang. Cobaan di bulan ramadhan tahun ini sungguh membuatnya tak habis pikir, yang kata orang-orang para setan akan dirantai untuk tak mengganggu umat manusia tapi nyatanya Si Nenek setan malah meneror masyarakat kampungnya dengan takjil pembawa petaka, martabak setan.“Zil, apa kita akan di sini sampai malam? Terus Rafli gimana? Apa yang akan gue bilang apa Mamanya jika nanya ke gue?” Hilda mengguncang bahu Zilga yang membuatnya segera t

    Last Updated : 2022-02-23
  • Martabak Setan   Part 7 : Jangan Tidur Malam Ini!

    Martabak SetanPart 7 : Jangan Tidur Malam ini!Setelah berdebat, akhirnya Hilda mau juga di suruh pulang. Zilga juga kembali ke rumahnya dengan tampang letih karena ia belum ada memakan apa pun sejak dari jam berbuka tadi. Di rumahnya sepi, makanan pun juga tak ada. Ia memegangi perut yang sudah berbunyi karena masuk angin. Dilepasnya jilbab putih yang menutupi kepala, hingga malam begini pun ia masih mengenakan seragam sekolah.Zilga meraih ponsel dan memikirkan apa yang akan ia lakukan sekarang, ia rindu suasana rumah dengan adanya Sang Mamak juga Saskia, kakaknya. Kini sudah berhari-hari, ia sendirian di rumah. Ia jadi terkenang Abahnya, yang kini sudah memiliki keluarga baru.Zilga jadi semakin kesal, karena Sang Abah belum juga menampakkan batang hidungnya sejak ia menelepon mengabarkan kalau Kakaknya masuk rumah sakit.

    Last Updated : 2022-02-23
  • Martabak Setan   Part 8 : Mimpi yang Terasa Nyata

    Martabak SetanPart 8 : Mimpi yang Terasa NyataKalau chat dari Fitri benar, maka Zilga tak mau tidur malam ini. Akan tetapi, dapatkah ia menahankan mata untuk tak tidur malam ini, dengan tubuh yang sudah sangat letih begini? Gadis berpiama itu jadi resah dan bimbang. Dihelanya napas panjang sambil memikirkan solusi dari masalah yang dihadapinya sekarang.“Abah, mungkin aku harus menelepon dia dan meminta bantuan sebab hanya Abah saja yang dapat menolongku di saat kritis begini.” Zilga membatin sambil memandangi nomor kontak sang Abah.“Telepon atau jangan, ya? Bagaimana kalau beliau sudah tidur? Aghh ... gimana ini? Setidaknya aku harus mencoba dulu.” Ia memutuskan dengan sambil menekan nomor ponsel Abahnya.Panggilan pertamanya terabaikan, ia mencoba lagi mel

    Last Updated : 2022-02-23
  • Martabak Setan   Part 9 : Hampir Mati

    Martabak SetanPart 9 : Hampir Mati“Agghh!!!” Zilga menjerit histeris, tak ingin nyawanya berakhir di tangan si nenek tapi ia benar-benar sudah tersudut saat ini.Saat pisau besar itu hendak mengenai kepalanya, Zilga langsung menunduk sehingga pisau sang nenek mengenai pohon besar itu dan menancap di sana.Zilga memegangi dada, napasnya terengah-engah dengan tubuh yang gemetar karena ketakutan. Sedangkan Sang Nenek setan menatapnya geram dan berusaha menarik pisau yang tertancap di pohon itu.“Ya Allah, hamba belum mau mati .... “ Zilga membatin dan bersiap untuk pergi dari hadapan sang nenek setan.“Hey, aku takkan melepaskanmu!” Sang Nenek menarik rambut panjang Zilga.“Agghh!!!” jerit Zilga kar

    Last Updated : 2022-02-23
  • Martabak Setan   Part 10 : Tak Ada yang Percaya

    Martabak SetanPart 10 : Tak ada yang percayaSesampainya di rumah duka, Zilga langsung bergabung dengan pelayat lainnya yang kini sedang membaca buku yasin sembari mengelilingi jenazah yang ditutupi kain batik panjang itu. Gadis bergamis hitam itu mengeluarkan amplop yang sudah ia siapkan sejak dari rumah, sebagai bentuk bela sungkawa atas keluarga yang telah ditinggalkan.“Meninggalnya kenapa, Bu?” bisik Zilga kepada wanita paruh baya yang duduk di sebelahnya.“Terpeleset di kamar mandi, dan saat dilarikan ke rumah sakit, almarhumah sudah tak tertolong lagi,” jawab wanita paruh baya itu.“Kapan kejadianya, Bu?” tanya Zilga lagi.“Tadi subuh, Nak. Pas mau wudhu. Kasihan, anaknya masih kecil-kecil,” bisik Ibu itu

    Last Updated : 2022-02-23
  • Martabak Setan   Part 11 : Penolakan Fitri

    Martabak SetanPart 11 : Penolakan FitriZilga melangkah menuju motornya dan saat melirik rak penitipan martabak, takjil berdarah itu sudah ludes tak bersisa, padahal sekarang baru pukul 15.15. Ia benar-benar bingung dengan semua ini, Pak RT tak percaya dengan apa yang sudah ia katakan dan ia malah dianggap gendeng dan yang bikin dia makin jengkel, Pak RT malah menantang Nenek setan dengan memakan martabak itu.“Aku harus ke rumah Fitri,” gumamnya sambil naik ke motor dan menghembuskan napas berat.Zilga mulai memacu motornya menuju kediaman Fitri, temannya bertubuh ceking dan mengaku indigo itu. Ia tak bisa hanya tinggal diam saja, melihat warga kampungnya meninggal setiap hari. Ia harus bisa melawan nenek setan dan membuat nenek tua itu mendapatkan ganjaran atas apa yang telah diperbuatnya.&

    Last Updated : 2022-02-24
  • Martabak Setan   Part 12 : Jenazah Berlumur Darah

    Martabak SetanPart 12 : Jenazah Berlumur DarahZilga terus melangkah, hingga ke jalan setapak yang terletak di antara area pemakaman dan pinggir hutan, ia sedang membunturi Fitri.Akan tetapi, Fitri malah berbelok ke area pemakaman lalu duduk di depan sebuah nisan. Zilga menghentikan langkahnya dan bersembunyi di balik tembok kuburan dan mengamati apa yang dilakukan oleh temannya itu.Fitri terlihat komat-kamit membaca doa di atas makam itu, dan kemudian mengedarkan pandangan ke segala arah, ia seperti mengetahui ada sesorang yang sedang mengamati gerak-geriknya.Saat Zilga memalingkan pandangannya ke belakang, lalu menghadap ke arah Fitri lagi, gadis bertubuh kurus itu sudah tak ada lagi di dalam area pemakaman.Fitri yang saat itu sudah be

    Last Updated : 2022-02-24

Latest chapter

  • Martabak Setan   Extra Part 3

    Martabak SetanExtra Part 3Hari terus berlalu,suasana di Kampung Banjar berangsur membaik walau jumlah warganya sudah berkurang separuh serta penambahan lokasi TPU semakin diperluas karena banyaknya warga yang meninggal karena korban martabak setan.Zilga melewati hari-hari yang sibuk, karena ia mengikuti banyak les di sekolahnya karena menginginkan nilai yang bagus saat ujian nanti dengan harapan bisa mendapatkan beasiswa yang sudah diincarnya walau kuliahnya nanti akan di Kota dan otomatis akan bertemu dengan Devin, pemuda yang mengaku akan calon imamnya kelak. Ia tersenyum saat mengingat chat Devin kala itu, walau sekarang tiada hari dengan saling mengirimkan kabar.“Zil, ke kantin yuk!” ajak Ulan saat bel istirahat berbunyi.“Hmm ... nggak deh, Lan, gue masih kenyang,

  • Martabak Setan   Extra Part 2

    Martabak SetanExtra Part 2 : Masalah Hati 2“Lagi di mana, Yank?”Terdengar suara manja dari Mayang, pacarnya Devin yang ada di Kota tempat kuliahnya.“Lagi lebaran di rumah tetangga. Ada apa lagi sih, May? Bukannya sebelum pergi tadi kamu udah video call juga? Capek tahu gak kalau diteror melulu seperti ini,” ujar Devin dengan sambil menatap layar ponselnya, sedikit malas menatap wajah Mayang yang selalu curiga kepadanya dan terlalu berlebihan itu.“Aku ‘kan kangen sama kamu, Yank, kok jutek gitu nada bicaranya? Kamu lagi ngecengin cewek lain di belakangku, gitu? Aku ganggu kamu begitu, Yank? Tega kamu, ya. Aku begini hanya karena tak mau kehilangan kamu, dan ingin kamu cepat balik ke sini,” jawab Mayang dengan pasang wajah sedih.“Udahlah, M

  • Martabak Setan   Extra Part 1

    Martabak SetanExtra Part 1 : Masalah HatiHari lebaran pertama berlangsung menyenangkan bagiZilga, karena hari ini seluruh keluarga berkumpul dan bermaaf-maafan. Inilah hari yang selalu ia tunggu setiap tahunnya, sebab kini mereka berkumpul di rumah Neneknya. Keluarga yang jauh pun berkumpul di sini, merayakan hari kemenangan bersama.“Assalammualaikum.” Seorang pria betubuh tegap dengan kulit gelap berdiri di depan pintu.Zilga langsung menoleh ke arah suara yang sangat ia kenal itu, ia langsung berlari menghampiri sang Abah yang selalu ia rindu kehadirannya itu.“Waalaikumsalam, Abah.” Zilga langsung menyalami pria berwajah sangar itu, lalu memeluknya. “Maaf lahir batin, ya, Bah.”“Iya, Nak, maaf lahir batin j

  • Martabak Setan   Part 30 : Hari Kemenangan

    Martabak SetanPart 30 : Hari KemenanganZilga berusaha menyimpan rasa penasarannya, agar Mamak dan Kakaknya tak merasa ada yang tak beres. Ia tak mau Saskia yang baru saja sembuh dari sakitnya kembali kepikiran akan permasalahan yang seolah takkan pernah ada habisnya. Padahal ia sudah bernapas lega sejak Nenek setan sudah memutuskan untuk bertaubat.Zilga masuk ke kamar lalu mengeluarkan ponsel, ia tak telalu jelas mendengar nama warga yang barusan meninggal, yang ia dengar bahwa yang meninggal itu adalah satu keluarga. Ternyata ada beberapa telepon dari Devin yang ia lewatkan, dua menit kemudian ponselnya kembali berdering.“Assalammualaikum, Bang,” ucap Zilga.“Waalaikumsalam. Zil, kamu udah dengar siaran berita duka di masjid barusan?” tanya Devin. 

  • Martabak Setan   Part 29 : Kakek Dharma vs Raja Iblis

    Martabak SetanPart 29 : Kakek Dharma VS Raja IblisNenek setan tertunduk, dengan kedua tangan yang bergetar, ia berusahakeras untuk melawan bisikan setan di dalam tubuhnya yang masih menghasut agar ia tetap memperjuangkan dendamnya dan membunuh siapa saja, tanpa tercuali. Akan tetapi, bayangan kekecewaan Jaka akan kesesatan yang selama ini ia lakukan membuatnya ingin berhenti dan segera bertobat lalu kembali ke jalan yang benar, walau ia tahu dosanya sudah terlalu besar dan mungkin takkan terampuni oleh Yang Maha Kuasa.“Bunuh semua orang yang telah menyakiti anakmu, Sabil! Jangan beri ampun mereka, musnahkan semuanya agar kamu menemui keabadian dan takkan pernah mati!” bisikan setan memenuhi telinga Nenek setan.“Allah maha pengampun, Sabil. Jika kamu mau bertobat dengan tulus dan sungguh-sungguh, insyallah

  • Martabak Setan   Part 28 : Nenek Setan Menangis?

    Martabak SetanPart 28 : Nenek Setan Menangis?“Hentikan ocehanmu!” Nenek setan melompat dan menyerang Kakek Dharma dengan mengerahkan segala kemampuannya.Tak sempat menghindar, tendangan keras langsung mendarat di dada Kakek Dharma. Ia langsung terlempar, dengan sambil memegangi dada. Darah segar keluar dari mulutnya, napasnya terngah-engah menahan rasa panas yang menjalar di dada juga sekujur tubuh. Ia merasa Sabila takkan bisa sadar lagi karena kini ia sudah dikuasai setan yang sudah merasuk dan mendarah daging, dan jika melawannya dengan tenaga, maka dirinya takkan menang sebab nenek pembuat martabak itu sangat kuat dengan tenaga berkali-kali lipat dari manusia awam.Fitri yang tadi bersama Zilga dan Devin tiba-tiba menghilang, dan kembali ke alam sadar. Gadis indigo itu segera bangun dari mimpinya.&

  • Martabak Setan   Part 27 : Pertempuran Sengit

    Martabak SetanPart 27 : Pertempuran SengitPagi ini, Devin dan Zilga sudah bersiap untuk turun gunung. Kakek Dharma akan turut serta bersama keduanya. Pukul 09.15, mereka memulai perjalanan yang cukup ekstrem karena kini jalanan terlihat menurun. Walau ketiganya sedang berpuasa, tapi tetap bersemangat dan kuat, demi satu tujuan yaitu menumpas kejahatan Nenek setan yang sudah banyak menghilangkan nyawa warga di Kampung Banjar.Beberapa kali mereka berhenti untuk beristirahat, namun harus tetap menahan dahaga juga lapar di tengah teriknya sinar sang surya. Keringat bercucuran membasahi dahi juga pakaian, tapi tak menyurutkan semangat untuk tetap melanjutkan perjalanan untuk turun ke bawah sana. Saat sudah sampai di bawah pun perjalanan belum finish, mereka harus menyambung perjalanan dengan motor lagi.Pukul 15.30, mereka tiba juga d

  • Martabak Setan   Part 26 : Masa Lalu Nenek Setan

    Martabak SetanPart 26 : Masa Lalu Nenek SetanSabila meletakkan dua karung sampah botol hasil memulungnya di dekat warung takjil, lalu melangkah mendekati kerumunan warga. Jantungnya semakin berdebar tak karuan, perasaan tak enak membuatnya tak sabar untuk melihat siapa yang digebuki beberapa orang di dekatnya.“Ada apa itu, Pak?” tanya Sabila kepada seseorang yang ada di sana.“Ada maling cilik,” jawab orang itu sambil berlalu.Jantung Sabila semakin berdebar kencang.“Gila tuh bocah, kecil-kecil udah mau jadi maling!”“Mana bulan puasa lagi!”“Kasihan juga sih, dia cuma maling martabak kok. Mungkin dia lapar."

  • Martabak Setan   Part 25 : Kakek Dharma

    Martabak SetanPart 25 : Kakek Dharma NamanyaZilga dan Devin terus mendaki, menyusuri terjalnya jalanan tanjakan itu. Keringat sudah bercucuran membasahi dahi juga tubuh, rasa dahaga juga terasa menyiksa tenggorokan, apalagi cuaca hari ini sangat terik. Sesekali keduanya berhenti, namun segera memutuskan melanjutkkan perjalanan, dengan harapan bisa bertemu Silgun alias siluman gunung, begitu Ibu warung tadi menggelari lelaki tua yang sudah menghabiskan lima puluh tahun hidupnya di gunung itu.“Capek, Bang,” keluh Zilga sambil duduk selonjoran di bawah pohon karena kakinya sudah tak mampu dibawa melangkah.“Kita istirahat dulu,” jawab Devin dengan sambil duduk pula. “Kalau udah nggak sanggup puasa, minum aja!” sambung cowok berkulit kuning langsat itu dengan mengulum senyum.&

DMCA.com Protection Status