Martabak SetanPart 10 : Tak ada yang percayaSesampainya di rumah duka, Zilga langsung bergabung dengan pelayat lainnya yang kini sedang membaca buku yasin sembari mengelilingi jenazah yang ditutupi kain batik panjang itu. Gadis bergamis hitam itu mengeluarkan amplop yang sudah ia siapkan sejak dari rumah, sebagai bentuk bela sungkawa atas keluarga yang telah ditinggalkan.“Meninggalnya kenapa, Bu?” bisik Zilga kepada wanita paruh baya yang duduk di sebelahnya.“Terpeleset di kamar mandi, dan saat dilarikan ke rumah sakit, almarhumah sudah tak tertolong lagi,” jawab wanita paruh baya itu.“Kapan kejadianya, Bu?” tanya Zilga lagi.“Tadi subuh, Nak. Pas mau wudhu. Kasihan, anaknya masih kecil-kecil,” bisik Ibu itu
Martabak SetanPart 11 : Penolakan FitriZilga melangkah menuju motornya dan saat melirik rak penitipan martabak, takjil berdarah itu sudah ludes tak bersisa, padahal sekarang baru pukul 15.15. Ia benar-benar bingung dengan semua ini, Pak RT tak percaya dengan apa yang sudah ia katakan dan ia malah dianggap gendeng dan yang bikin dia makin jengkel, Pak RT malah menantang Nenek setan dengan memakan martabak itu.“Aku harus ke rumah Fitri,” gumamnya sambil naik ke motor dan menghembuskan napas berat.Zilga mulai memacu motornya menuju kediaman Fitri, temannya bertubuh ceking dan mengaku indigo itu. Ia tak bisa hanya tinggal diam saja, melihat warga kampungnya meninggal setiap hari. Ia harus bisa melawan nenek setan dan membuat nenek tua itu mendapatkan ganjaran atas apa yang telah diperbuatnya.&
Martabak SetanPart 12 : Jenazah Berlumur DarahZilga terus melangkah, hingga ke jalan setapak yang terletak di antara area pemakaman dan pinggir hutan, ia sedang membunturi Fitri.Akan tetapi, Fitri malah berbelok ke area pemakaman lalu duduk di depan sebuah nisan. Zilga menghentikan langkahnya dan bersembunyi di balik tembok kuburan dan mengamati apa yang dilakukan oleh temannya itu.Fitri terlihat komat-kamit membaca doa di atas makam itu, dan kemudian mengedarkan pandangan ke segala arah, ia seperti mengetahui ada sesorang yang sedang mengamati gerak-geriknya.Saat Zilga memalingkan pandangannya ke belakang, lalu menghadap ke arah Fitri lagi, gadis bertubuh kurus itu sudah tak ada lagi di dalam area pemakaman.Fitri yang saat itu sudah be
Martabak SetanPart 13 : Makam Pak RTSaat Nenek setan sudah menghilang dari pandangannya, barulah Zilga dapat menggerakkan leher juga tangannya. Ia menarik napas panjang, dengan jantung yang masih berdebar tak karuan.“Astaghfirullahal’adzim.” Zilga mengusap wajah dan naik ke atas motornya untuk menyusuri jalan setepak tadi, tempat nenek setan menyeret jenazah Pak RT.Ia melambatkan laju sepeda motornya, saat melihat sang nenek setan terlihat masuk ke hutan dengan masih menyeret tubuh tinggi tegap dalam balutan kain putih itu. Zilga bergidik ngeri, ia bimbang antara mengikuti sang nenek masuk ke hutan atau melaporkan hal ini kepada keluarga Pak RT.Setelah beberapa saat berpikir, Zilga memutuskan untuk membuntuti sang nenek setan terlebih dahulu dan mengetahui gubuknya, b
Martabak SetanPart 14 : Teror PocongZilga duduk di depan ruangan Kakaknya dirawat, sedang Sang Mamak pulang ke rumah untuk mengambil pakaian dan melihat keadaan rumah yang sudah lama ia tinggalkan. Gadis berpakain serba hitam itu menghela napas panjang, karena tadi malam ia tak bisa tidur dengan nyenyak karena diteror pocong Pak RT.“Agghh ... kenapa juga hantunya Pak RT mesti menerorku?” Zilga memegangi kepalanya.Kejadian di rumah Pak RT di saat semua orang tak mempercayai omongannya membuatnya kembali frustasi. Pas tadi malam ke makam saja, gundukan tanah kuburan itu juga masih utuh padahal ia yakin Nek Ude Sobel sudah membawa jenazah itu ke gubuknya.Sebuah pesan masuk ke ponsel Zilga, ada chat dari Hilda.[Zil, lo di mana? Gue mau kete
Martabak SetanPart 15 : Persyaratan“Oke, langsung saja, ya, gaes ... syarat yang pertama ... kalian berdua harus memotong satu jari kalian untuk dijadikan tumbal untuk nenek setan agar ia tak bisa membunuh kita lagi, syarat yang kedua ... selama di sana kalian tak boleh menyebut nama tuhan kalian dan syarat yang ketiga, kalian akan menjadi budak gue selamanya dan guelah ratu kalian. Ratu Fitri yang sekaligus akan menjadi tuan kalian!” ucap Fitri dengan nada sinis dan tampang jutek.Zilga dan Hilda saling tatap dengan mata yang melotot kaget akan syarat akan beberapa syarat yang dipinta oleh Fitri. Keduanya menggeleng ngeri dan merasa syarat dari Fitri sungguh tak masuk di akal dan membuat kepala mereka berdenyut memikirkannya.“Gila kamu, Fit! Ketiga syaratmu itu sungguh gila!” Zilga bangkit dari sofa dan m
Martabak SetanPart 16 : Hasil Pemeriksaan BPOM[Zilga, tadi siang Abang sudah membawa sampel martabak ke kantor BPOM dan hasilnya akan keluar tiga hari lagi.]Sebuah chat dari Devin masuk ke ponsel Zilga, ia yang sedang menunggu kakaknya yang masih terbaring koma itu menggut-manggut dengan menyunggingkan senyum tipis. Ia berharap hasilnya sesuai dengan apa yang ia duga agar Nenek setan bisa diringkus Polisi dan dimasukkan ke penjara guna mempertanggungjawabkan perbuatannya. Sudah ramadhan ke-17 tapi teror nenek setan masih belum bisa dihentikan, ia berharap takkan ada korban lagi jika Nek Ude Sobel sudah ditangkap Polisi.[Sip, Bang. Kalau hasilnya sudah keluar, segera kabari Zilga!]Zilga membalas chat Devin. Taklama setelah itu, sebuah telepon dari nomor baru masuk ke ponselnya.
Martabak SetanPart 17 : Dikubur Saja!Dari pukul 16.00 hingga adzan magrib berkumandang, Nenek pembuat martabak setan tak muncul juga di Warung Takjil Nurhana. Tiga anggota Kepolisian yang mengintai tak dapat meringkusnya. Devin dan Zilga yang ikutan mengintai saling pandang dengan kecewa. Apa yang mereka rencanakan selalu tak sesuai dengan apa yang mereka harapkan. Ini kali kedua rencananya gagal.“Kita lanjutkan penyelidikan besok lagi dengan agenda menyisiri kawasan hutan di mana Zilga melihat calon tersangka menyeret jenazah korban,” ujar salah satu Polisi.Zilga dan Devin hanya mengangguk lemas.“Kalau begitu, kami pamit.” Tiga Polisi itu pamit pergi dan akan melanjutkan pencarian besok lagi.“Semoga saja besok ... gubuk Nen
Martabak SetanExtra Part 3Hari terus berlalu,suasana di Kampung Banjar berangsur membaik walau jumlah warganya sudah berkurang separuh serta penambahan lokasi TPU semakin diperluas karena banyaknya warga yang meninggal karena korban martabak setan.Zilga melewati hari-hari yang sibuk, karena ia mengikuti banyak les di sekolahnya karena menginginkan nilai yang bagus saat ujian nanti dengan harapan bisa mendapatkan beasiswa yang sudah diincarnya walau kuliahnya nanti akan di Kota dan otomatis akan bertemu dengan Devin, pemuda yang mengaku akan calon imamnya kelak. Ia tersenyum saat mengingat chat Devin kala itu, walau sekarang tiada hari dengan saling mengirimkan kabar.“Zil, ke kantin yuk!” ajak Ulan saat bel istirahat berbunyi.“Hmm ... nggak deh, Lan, gue masih kenyang,
Martabak SetanExtra Part 2 : Masalah Hati 2“Lagi di mana, Yank?”Terdengar suara manja dari Mayang, pacarnya Devin yang ada di Kota tempat kuliahnya.“Lagi lebaran di rumah tetangga. Ada apa lagi sih, May? Bukannya sebelum pergi tadi kamu udah video call juga? Capek tahu gak kalau diteror melulu seperti ini,” ujar Devin dengan sambil menatap layar ponselnya, sedikit malas menatap wajah Mayang yang selalu curiga kepadanya dan terlalu berlebihan itu.“Aku ‘kan kangen sama kamu, Yank, kok jutek gitu nada bicaranya? Kamu lagi ngecengin cewek lain di belakangku, gitu? Aku ganggu kamu begitu, Yank? Tega kamu, ya. Aku begini hanya karena tak mau kehilangan kamu, dan ingin kamu cepat balik ke sini,” jawab Mayang dengan pasang wajah sedih.“Udahlah, M
Martabak SetanExtra Part 1 : Masalah HatiHari lebaran pertama berlangsung menyenangkan bagiZilga, karena hari ini seluruh keluarga berkumpul dan bermaaf-maafan. Inilah hari yang selalu ia tunggu setiap tahunnya, sebab kini mereka berkumpul di rumah Neneknya. Keluarga yang jauh pun berkumpul di sini, merayakan hari kemenangan bersama.“Assalammualaikum.” Seorang pria betubuh tegap dengan kulit gelap berdiri di depan pintu.Zilga langsung menoleh ke arah suara yang sangat ia kenal itu, ia langsung berlari menghampiri sang Abah yang selalu ia rindu kehadirannya itu.“Waalaikumsalam, Abah.” Zilga langsung menyalami pria berwajah sangar itu, lalu memeluknya. “Maaf lahir batin, ya, Bah.”“Iya, Nak, maaf lahir batin j
Martabak SetanPart 30 : Hari KemenanganZilga berusaha menyimpan rasa penasarannya, agar Mamak dan Kakaknya tak merasa ada yang tak beres. Ia tak mau Saskia yang baru saja sembuh dari sakitnya kembali kepikiran akan permasalahan yang seolah takkan pernah ada habisnya. Padahal ia sudah bernapas lega sejak Nenek setan sudah memutuskan untuk bertaubat.Zilga masuk ke kamar lalu mengeluarkan ponsel, ia tak telalu jelas mendengar nama warga yang barusan meninggal, yang ia dengar bahwa yang meninggal itu adalah satu keluarga. Ternyata ada beberapa telepon dari Devin yang ia lewatkan, dua menit kemudian ponselnya kembali berdering.“Assalammualaikum, Bang,” ucap Zilga.“Waalaikumsalam. Zil, kamu udah dengar siaran berita duka di masjid barusan?” tanya Devin. 
Martabak SetanPart 29 : Kakek Dharma VS Raja IblisNenek setan tertunduk, dengan kedua tangan yang bergetar, ia berusahakeras untuk melawan bisikan setan di dalam tubuhnya yang masih menghasut agar ia tetap memperjuangkan dendamnya dan membunuh siapa saja, tanpa tercuali. Akan tetapi, bayangan kekecewaan Jaka akan kesesatan yang selama ini ia lakukan membuatnya ingin berhenti dan segera bertobat lalu kembali ke jalan yang benar, walau ia tahu dosanya sudah terlalu besar dan mungkin takkan terampuni oleh Yang Maha Kuasa.“Bunuh semua orang yang telah menyakiti anakmu, Sabil! Jangan beri ampun mereka, musnahkan semuanya agar kamu menemui keabadian dan takkan pernah mati!” bisikan setan memenuhi telinga Nenek setan.“Allah maha pengampun, Sabil. Jika kamu mau bertobat dengan tulus dan sungguh-sungguh, insyallah
Martabak SetanPart 28 : Nenek Setan Menangis?“Hentikan ocehanmu!” Nenek setan melompat dan menyerang Kakek Dharma dengan mengerahkan segala kemampuannya.Tak sempat menghindar, tendangan keras langsung mendarat di dada Kakek Dharma. Ia langsung terlempar, dengan sambil memegangi dada. Darah segar keluar dari mulutnya, napasnya terngah-engah menahan rasa panas yang menjalar di dada juga sekujur tubuh. Ia merasa Sabila takkan bisa sadar lagi karena kini ia sudah dikuasai setan yang sudah merasuk dan mendarah daging, dan jika melawannya dengan tenaga, maka dirinya takkan menang sebab nenek pembuat martabak itu sangat kuat dengan tenaga berkali-kali lipat dari manusia awam.Fitri yang tadi bersama Zilga dan Devin tiba-tiba menghilang, dan kembali ke alam sadar. Gadis indigo itu segera bangun dari mimpinya.&
Martabak SetanPart 27 : Pertempuran SengitPagi ini, Devin dan Zilga sudah bersiap untuk turun gunung. Kakek Dharma akan turut serta bersama keduanya. Pukul 09.15, mereka memulai perjalanan yang cukup ekstrem karena kini jalanan terlihat menurun. Walau ketiganya sedang berpuasa, tapi tetap bersemangat dan kuat, demi satu tujuan yaitu menumpas kejahatan Nenek setan yang sudah banyak menghilangkan nyawa warga di Kampung Banjar.Beberapa kali mereka berhenti untuk beristirahat, namun harus tetap menahan dahaga juga lapar di tengah teriknya sinar sang surya. Keringat bercucuran membasahi dahi juga pakaian, tapi tak menyurutkan semangat untuk tetap melanjutkan perjalanan untuk turun ke bawah sana. Saat sudah sampai di bawah pun perjalanan belum finish, mereka harus menyambung perjalanan dengan motor lagi.Pukul 15.30, mereka tiba juga d
Martabak SetanPart 26 : Masa Lalu Nenek SetanSabila meletakkan dua karung sampah botol hasil memulungnya di dekat warung takjil, lalu melangkah mendekati kerumunan warga. Jantungnya semakin berdebar tak karuan, perasaan tak enak membuatnya tak sabar untuk melihat siapa yang digebuki beberapa orang di dekatnya.“Ada apa itu, Pak?” tanya Sabila kepada seseorang yang ada di sana.“Ada maling cilik,” jawab orang itu sambil berlalu.Jantung Sabila semakin berdebar kencang.“Gila tuh bocah, kecil-kecil udah mau jadi maling!”“Mana bulan puasa lagi!”“Kasihan juga sih, dia cuma maling martabak kok. Mungkin dia lapar."
Martabak SetanPart 25 : Kakek Dharma NamanyaZilga dan Devin terus mendaki, menyusuri terjalnya jalanan tanjakan itu. Keringat sudah bercucuran membasahi dahi juga tubuh, rasa dahaga juga terasa menyiksa tenggorokan, apalagi cuaca hari ini sangat terik. Sesekali keduanya berhenti, namun segera memutuskan melanjutkkan perjalanan, dengan harapan bisa bertemu Silgun alias siluman gunung, begitu Ibu warung tadi menggelari lelaki tua yang sudah menghabiskan lima puluh tahun hidupnya di gunung itu.“Capek, Bang,” keluh Zilga sambil duduk selonjoran di bawah pohon karena kakinya sudah tak mampu dibawa melangkah.“Kita istirahat dulu,” jawab Devin dengan sambil duduk pula. “Kalau udah nggak sanggup puasa, minum aja!” sambung cowok berkulit kuning langsat itu dengan mengulum senyum.&