Martabak SetanPart 17 : Dikubur Saja!Dari pukul 16.00 hingga adzan magrib berkumandang, Nenek pembuat martabak setan tak muncul juga di Warung Takjil Nurhana. Tiga anggota Kepolisian yang mengintai tak dapat meringkusnya. Devin dan Zilga yang ikutan mengintai saling pandang dengan kecewa. Apa yang mereka rencanakan selalu tak sesuai dengan apa yang mereka harapkan. Ini kali kedua rencananya gagal.“Kita lanjutkan penyelidikan besok lagi dengan agenda menyisiri kawasan hutan di mana Zilga melihat calon tersangka menyeret jenazah korban,” ujar salah satu Polisi.Zilga dan Devin hanya mengangguk lemas.“Kalau begitu, kami pamit.” Tiga Polisi itu pamit pergi dan akan melanjutkan pencarian besok lagi.“Semoga saja besok ... gubuk Nen
Martabak SetanPart 18 : Selamat Menjemput Kematian“Aku akan menghabisimu!” Nenek setan mengangkat pisaunya tinggi-tinggi.Devin yang saat itu sedang terbaring di bangku panjang segera membuka mata dan terkejut melihat benda berkilatan yang akan menusuk kepalanya. Dengan cepat, cowok bertubuh tinggi itu menjatuhkankan tubuhnya ke samping kiri sehingga hujaman pisau sang nenek menancap di bangku yang tadi ia baringi.“Ayo kita lari, Bang!” Zilga menarik tangan Devin untuk segera bangkit lalu berlari mencari pintu keluar dari galam gubuk gelap tanpa penerangan itu.“Heh, heh, heh ... kalian takkan bisa ke mana-mana!” ujar sang nenek dengan ketawa khasnya.Devin dan Zilga terus berlari, tapi pintu keluar tak juga mereka temuka
Martabak SetanPart 19 : Pertualangan DimulaiKeempat anak manusia itu mulai melangkah, menyusuri hutan di senja yang sedang menjemput gelap. Dengan tekad yang kuat dan berpegang teguh kepada kuasa Allah, mereka yakin kalau kejahatan tetap akan kalah jika dilawan dengan ilmu Allah.Ketika keempatnya tiba di tengah hutan, jam sudah menunjukkan waktunya berbuka puasa. Mereka menghentikan langkah dan duduk di bawah pohon.“Kita buka puasa dulu, gaes, biar kuat larinya kalau nenek setan sudah menampakkan diri!” ujar Zilga dengan mengeluarkan makanannya.Hilda, Reyvan dan Devin mengangguk, lalu mengeluarkan bekal masing-masing.“Makannya yang cepat, habis itu sholat kita. Tayamum aja, kayaknya nggak ada sungai di dekat sini!” ujar Zilga lagi.
Martabak SetanPart 20 : Sosok Pucat tak Bernadi“Bang, bau busuk apa ini?” tanya Hilda dengan memencet hidungnya karena bau ini terasa makin menyengat. “Bang Devin, tubuh kamu kok dingin begini,” sambungnya saat tanganya menyentuh bagian lengan sosok di pelukannya.Tetap tak ada jawaban. Sedangkan Devin, ia masih menggagapi lantai. Tangan kanannya seperti memegang sebuah lengan tangan seseorang, sedangkan tangan kirinya menggapai sesuatu yang keras yang ia duga adalah senternya yang terjatuh.Dengan cepat, Devin segera menekan tombol on pada sentar dan langsung menyala. Sentar itu langsung ia arahkan ke tangan kanannya yang sedang memegang sesuatu.“Ya Allah!!!” ujarnya dengan setengah berteriak dan melepaskan potongan tangan manusia yang tadi ia pegang. “Astaghfirullah
Martabak SetanPart 21 : Innalillahi wainna ilaihi rojiun“Jika kalian masuk kembali ke hutan itu, maka kalian takkan bisa kembali lagi! Kalian akan mati seperti Rafli!” Fitri berbalik dan mengucapkan kata-kata itu dengan setengah berbisik.“Jadi, Rafli sudah meninggal, Fit? Kemarin lo bilang masih diantara hidup dan mati?” Zilga menatap Fitri.“Sekarang Hilda yang sedang berada di antara hidup dan mati!” Fitri kembali mengeluarkan kata-kata seramnya.“Hey, jaga kata-kata lo! Hilda sepupu gue akan baik-baik saja!” Reyvan menatap nanar Fitri, rahangnya terlihat mengeras dengan tangan yang mengepal menahan emosi.Fitri tersenyum sinis dan membalik badannya lalu melangkah pergi.
Martabak SetanPart 22 : Mencari Sang KyaiKeluarga Hilda menolak dilakukan otopsi, jadi mereka langsung memilih memakamkan anak nomor dua dari tiga bersaudara itu. Mereka sudah ikhlas dan ingin putrinya itu tenang di alam sana. Reyvan juga tak mengatakan apa pun tentang pertualangan mereka ke hutan malam itu sebab ia takut jika dituduh keluarganya sebagai penyebab kematian sang sepupu.Kini hanya tinggal Zilga, Reyvan dan Devin yang berada di depan tanah basah dengan batu nisan bertuliskan nama Hilda itu. Mereka benar-benar tak menyangka kalau Hilda akan pergi secepat ini, apalagi tadi malam mereka masih bersama.“Rey, Bang, mungkin gak kalau yang pulang bersama kita tadi malam itu adalah rohnya Hilda? Sebab menurut pemeriksaan Dokter, dia sudah meninggal sejak tadi malam,” ujar Zilga memecah keheningan.
Martabak SetanPart 23 : Jalan Kebun Sawit“Gimana, Bang?” Zilga menarik ujung jaket Devin mengajak berkompromi dulu masalah Fitri.“Terserah aja sih, Zil, makin rame makin bagus sebenarnya. Walau ... teman kamu yang satu ini kelihatannya agak aneh,” jawab Devin dengan mengusap dagunya.“Dia emang aneh, Bang, angin-anginan dan nggak bisa ditebak.” Zilga menghela napas berat.“Ngapain lo berdua bisik-bisik sambil ngelirik gue gitu?” Fitri menghampiri Zilga dan Devin, tatapannya sinis dengan tangan berkacak di pinggang.“Jujur aja, Fit, kami agak ragu ama elo. Takutnya ... elo malah menyesatkan atau juga malah menggagalkan rencana kami .... “ Zilga berkata dengan sejujurnya, soalnya dengan Fitri memang
Martabak SetanPart 24 : Ulah Fitri“Yes, akhirnya dua orang bodoh itu terlelap juga!” gumam Fitri dengan sambil menarik tas ranselnya, lalu mengeluarkan berbagai perlengkapan untuk ritualnya.Fitri mulai mengelilingi tenda dengan membawa dupa dan menyebarkan asapnya ke sekeliling, lalu membakar kemenyan dan melakukan ritual pemanggilan arwah kegelapan.“Wahai roh kegelapan, aku tumbalkan dua temanku kepada kalian, cabutlah nyawa mereka!” gumam Fitri dalam hati.“Nenek setan, datanglah! Aku ingin memberi makan para tentaramu!” gumamnya lagi.Angin kencang mulai bertiup, roh kegelapan mulai berdatangan, memenuhi panggilan Fitri. Zilga segera terbangun sebab merasakan tendanya bergoyang, juga bau aneh dari luar yang menelusup
Martabak SetanExtra Part 3Hari terus berlalu,suasana di Kampung Banjar berangsur membaik walau jumlah warganya sudah berkurang separuh serta penambahan lokasi TPU semakin diperluas karena banyaknya warga yang meninggal karena korban martabak setan.Zilga melewati hari-hari yang sibuk, karena ia mengikuti banyak les di sekolahnya karena menginginkan nilai yang bagus saat ujian nanti dengan harapan bisa mendapatkan beasiswa yang sudah diincarnya walau kuliahnya nanti akan di Kota dan otomatis akan bertemu dengan Devin, pemuda yang mengaku akan calon imamnya kelak. Ia tersenyum saat mengingat chat Devin kala itu, walau sekarang tiada hari dengan saling mengirimkan kabar.“Zil, ke kantin yuk!” ajak Ulan saat bel istirahat berbunyi.“Hmm ... nggak deh, Lan, gue masih kenyang,
Martabak SetanExtra Part 2 : Masalah Hati 2“Lagi di mana, Yank?”Terdengar suara manja dari Mayang, pacarnya Devin yang ada di Kota tempat kuliahnya.“Lagi lebaran di rumah tetangga. Ada apa lagi sih, May? Bukannya sebelum pergi tadi kamu udah video call juga? Capek tahu gak kalau diteror melulu seperti ini,” ujar Devin dengan sambil menatap layar ponselnya, sedikit malas menatap wajah Mayang yang selalu curiga kepadanya dan terlalu berlebihan itu.“Aku ‘kan kangen sama kamu, Yank, kok jutek gitu nada bicaranya? Kamu lagi ngecengin cewek lain di belakangku, gitu? Aku ganggu kamu begitu, Yank? Tega kamu, ya. Aku begini hanya karena tak mau kehilangan kamu, dan ingin kamu cepat balik ke sini,” jawab Mayang dengan pasang wajah sedih.“Udahlah, M
Martabak SetanExtra Part 1 : Masalah HatiHari lebaran pertama berlangsung menyenangkan bagiZilga, karena hari ini seluruh keluarga berkumpul dan bermaaf-maafan. Inilah hari yang selalu ia tunggu setiap tahunnya, sebab kini mereka berkumpul di rumah Neneknya. Keluarga yang jauh pun berkumpul di sini, merayakan hari kemenangan bersama.“Assalammualaikum.” Seorang pria betubuh tegap dengan kulit gelap berdiri di depan pintu.Zilga langsung menoleh ke arah suara yang sangat ia kenal itu, ia langsung berlari menghampiri sang Abah yang selalu ia rindu kehadirannya itu.“Waalaikumsalam, Abah.” Zilga langsung menyalami pria berwajah sangar itu, lalu memeluknya. “Maaf lahir batin, ya, Bah.”“Iya, Nak, maaf lahir batin j
Martabak SetanPart 30 : Hari KemenanganZilga berusaha menyimpan rasa penasarannya, agar Mamak dan Kakaknya tak merasa ada yang tak beres. Ia tak mau Saskia yang baru saja sembuh dari sakitnya kembali kepikiran akan permasalahan yang seolah takkan pernah ada habisnya. Padahal ia sudah bernapas lega sejak Nenek setan sudah memutuskan untuk bertaubat.Zilga masuk ke kamar lalu mengeluarkan ponsel, ia tak telalu jelas mendengar nama warga yang barusan meninggal, yang ia dengar bahwa yang meninggal itu adalah satu keluarga. Ternyata ada beberapa telepon dari Devin yang ia lewatkan, dua menit kemudian ponselnya kembali berdering.“Assalammualaikum, Bang,” ucap Zilga.“Waalaikumsalam. Zil, kamu udah dengar siaran berita duka di masjid barusan?” tanya Devin. 
Martabak SetanPart 29 : Kakek Dharma VS Raja IblisNenek setan tertunduk, dengan kedua tangan yang bergetar, ia berusahakeras untuk melawan bisikan setan di dalam tubuhnya yang masih menghasut agar ia tetap memperjuangkan dendamnya dan membunuh siapa saja, tanpa tercuali. Akan tetapi, bayangan kekecewaan Jaka akan kesesatan yang selama ini ia lakukan membuatnya ingin berhenti dan segera bertobat lalu kembali ke jalan yang benar, walau ia tahu dosanya sudah terlalu besar dan mungkin takkan terampuni oleh Yang Maha Kuasa.“Bunuh semua orang yang telah menyakiti anakmu, Sabil! Jangan beri ampun mereka, musnahkan semuanya agar kamu menemui keabadian dan takkan pernah mati!” bisikan setan memenuhi telinga Nenek setan.“Allah maha pengampun, Sabil. Jika kamu mau bertobat dengan tulus dan sungguh-sungguh, insyallah
Martabak SetanPart 28 : Nenek Setan Menangis?“Hentikan ocehanmu!” Nenek setan melompat dan menyerang Kakek Dharma dengan mengerahkan segala kemampuannya.Tak sempat menghindar, tendangan keras langsung mendarat di dada Kakek Dharma. Ia langsung terlempar, dengan sambil memegangi dada. Darah segar keluar dari mulutnya, napasnya terngah-engah menahan rasa panas yang menjalar di dada juga sekujur tubuh. Ia merasa Sabila takkan bisa sadar lagi karena kini ia sudah dikuasai setan yang sudah merasuk dan mendarah daging, dan jika melawannya dengan tenaga, maka dirinya takkan menang sebab nenek pembuat martabak itu sangat kuat dengan tenaga berkali-kali lipat dari manusia awam.Fitri yang tadi bersama Zilga dan Devin tiba-tiba menghilang, dan kembali ke alam sadar. Gadis indigo itu segera bangun dari mimpinya.&
Martabak SetanPart 27 : Pertempuran SengitPagi ini, Devin dan Zilga sudah bersiap untuk turun gunung. Kakek Dharma akan turut serta bersama keduanya. Pukul 09.15, mereka memulai perjalanan yang cukup ekstrem karena kini jalanan terlihat menurun. Walau ketiganya sedang berpuasa, tapi tetap bersemangat dan kuat, demi satu tujuan yaitu menumpas kejahatan Nenek setan yang sudah banyak menghilangkan nyawa warga di Kampung Banjar.Beberapa kali mereka berhenti untuk beristirahat, namun harus tetap menahan dahaga juga lapar di tengah teriknya sinar sang surya. Keringat bercucuran membasahi dahi juga pakaian, tapi tak menyurutkan semangat untuk tetap melanjutkan perjalanan untuk turun ke bawah sana. Saat sudah sampai di bawah pun perjalanan belum finish, mereka harus menyambung perjalanan dengan motor lagi.Pukul 15.30, mereka tiba juga d
Martabak SetanPart 26 : Masa Lalu Nenek SetanSabila meletakkan dua karung sampah botol hasil memulungnya di dekat warung takjil, lalu melangkah mendekati kerumunan warga. Jantungnya semakin berdebar tak karuan, perasaan tak enak membuatnya tak sabar untuk melihat siapa yang digebuki beberapa orang di dekatnya.“Ada apa itu, Pak?” tanya Sabila kepada seseorang yang ada di sana.“Ada maling cilik,” jawab orang itu sambil berlalu.Jantung Sabila semakin berdebar kencang.“Gila tuh bocah, kecil-kecil udah mau jadi maling!”“Mana bulan puasa lagi!”“Kasihan juga sih, dia cuma maling martabak kok. Mungkin dia lapar."
Martabak SetanPart 25 : Kakek Dharma NamanyaZilga dan Devin terus mendaki, menyusuri terjalnya jalanan tanjakan itu. Keringat sudah bercucuran membasahi dahi juga tubuh, rasa dahaga juga terasa menyiksa tenggorokan, apalagi cuaca hari ini sangat terik. Sesekali keduanya berhenti, namun segera memutuskan melanjutkkan perjalanan, dengan harapan bisa bertemu Silgun alias siluman gunung, begitu Ibu warung tadi menggelari lelaki tua yang sudah menghabiskan lima puluh tahun hidupnya di gunung itu.“Capek, Bang,” keluh Zilga sambil duduk selonjoran di bawah pohon karena kakinya sudah tak mampu dibawa melangkah.“Kita istirahat dulu,” jawab Devin dengan sambil duduk pula. “Kalau udah nggak sanggup puasa, minum aja!” sambung cowok berkulit kuning langsat itu dengan mengulum senyum.&