Martabak SetanExtra Part 2 : Masalah Hati 2“Lagi di mana, Yank?”Terdengar suara manja dari Mayang, pacarnya Devin yang ada di Kota tempat kuliahnya.“Lagi lebaran di rumah tetangga. Ada apa lagi sih, May? Bukannya sebelum pergi tadi kamu udah video call juga? Capek tahu gak kalau diteror melulu seperti ini,” ujar Devin dengan sambil menatap layar ponselnya, sedikit malas menatap wajah Mayang yang selalu curiga kepadanya dan terlalu berlebihan itu.“Aku ‘kan kangen sama kamu, Yank, kok jutek gitu nada bicaranya? Kamu lagi ngecengin cewek lain di belakangku, gitu? Aku ganggu kamu begitu, Yank? Tega kamu, ya. Aku begini hanya karena tak mau kehilangan kamu, dan ingin kamu cepat balik ke sini,” jawab Mayang dengan pasang wajah sedih.“Udahlah, M
Martabak SetanExtra Part 3Hari terus berlalu,suasana di Kampung Banjar berangsur membaik walau jumlah warganya sudah berkurang separuh serta penambahan lokasi TPU semakin diperluas karena banyaknya warga yang meninggal karena korban martabak setan.Zilga melewati hari-hari yang sibuk, karena ia mengikuti banyak les di sekolahnya karena menginginkan nilai yang bagus saat ujian nanti dengan harapan bisa mendapatkan beasiswa yang sudah diincarnya walau kuliahnya nanti akan di Kota dan otomatis akan bertemu dengan Devin, pemuda yang mengaku akan calon imamnya kelak. Ia tersenyum saat mengingat chat Devin kala itu, walau sekarang tiada hari dengan saling mengirimkan kabar.“Zil, ke kantin yuk!” ajak Ulan saat bel istirahat berbunyi.“Hmm ... nggak deh, Lan, gue masih kenyang,
Martabak SetanPart 1 : Takjil Super Enak"Martabak mini sepuluh biji ya, Mbak!" ucap Zilga dengan suara lemas, maklum lagi puasa."Maaf, Zil. Martabaknya sudah habis," jawab si mbak penjual."Loh, cepat amat habisnya? Baru juga pukul 15.00," protes Zilga dengan nada kesal karena lagi-lagi tidak kebagian martabak di hari ke-enam bulan Ramadhan ini."Barusan juga habis, Zil. Diborong Ibu-ibu mau acara bukber," jawabnya lagi."Ya sudah, besok saya pesan sepuluh biji. Ini uangnya saya bayar dimuka, ya!" Zilga meletakan uang selembar dua puluh ribu rupiah di atas meja kasir penitipan aneka takjil di kampung yang hanya berjarak dua rumah dari kediamannya."Hem, oke. Tapi kalau lewat jam 15.00 gak diambil, saya jual lagi martabak
Martabak SetanPart 2 : Gara-Gara Martabak"Semoga ini cuma mimpi, hiks ...." Zilga mengusap wajahnya yang basah karena air mata dengan kedua tangan. "Awww, sakit. Ternyata ini bukan mimpi." Ia meringis kala mencubit pipinya.Zilga dan Mamak menatap sedih Saskia yang terbaring 'koma' di ruangan rumah sakit. Kata dokter kakaknya mengalami cedera di otak. Dokter sudah memberikan tindakan medis, tinggal menunggu Kuasa Allah lagi."Ini gara-gara martabak setan! Awas saja kalau kakak gue sampai meninggal, akan kuberikan perhitungan pada nenek pembuat martabak itu!" Zilga mengepalkan tangan dengan geram."Apa sih, Zil? Martabak apa? Kakakmu sedang sakit begini kamu masih pengen makan martabak?""Nggak, Mak," jawab Zilga sambil menuju keluar dari ruangan. Ponselnya b
Martabak SetanPart 3 : Potongan Jari"Elo percaya Zil, kalau Fitri itu indigo?" Hilda memutar bola mata sambil mengangkat bahu."Ehm, tahu deh. Ya sudah, ayo masuk!" Zilga membalikan tubuh.Tiba-tiba saja, Ulan datang mencegat mereka dari depan kelas. "Eh, guys ... Lihat deh penampilan gue!" Ulan yang bertubuh mentok itu berputar-putar di depan Zilga dan Hilda, dengan mata merem melek."Apaan sih, Lan? Penampilan elo tetap sama kayak kemaren, tetap semok," ujar Zilga sambip menahan senyum.Hilda tergelak, "Haha, betul itu."Ulan menghentakan kaki sebal dan berkata, "Masa gak bisa bedakan sih gue yang hari ini sama gue yang kemaren?" Dia mengerling jahil sambil merem melek.Zilga mendeka
Martabak SetanPart 4 : Nenek Setan"Zil, pulang aja yuk!" rengek Ulan sambil menarik ujung baju Zilga."Iya, Zil. Pulang aja yuk! Lo gak berniat masuk ke gubuk tua itu, kan?" timpal Hilda tak kalah takutnya dengan Ulan."Jadi pulang nih? Terus kita gak dapat apa-apa dong?" jawab Zilga dengan tak mengalihkan pandangan dari gubuk reot didepannya."Besok siang sepulang sekolah, baru kita ke sini lagi. Sekarang pulang saja dulu," bujuk Hilda lagi sambil memegangi tengkuknya yang merinding sejak tadi.""Please, Zil. Pulang yuk! Gue belum siap mati dan dijadikan cincangan untuk martabak setan, gue masih mau menikmati masa indahnya pacaran sama Yoga dan Adit. Gue gak mau kedua cowok ganteng itu menjadi duda sebelum menikah sama gue, hiks .... " oceh Ulan sambil meng
Martabak SetanPart 5 : Menghilangnya RafliSetelah pulang dari sekolah, Zilga bersama Hilda dan Ulan pergi ke rumah sakit untuk menjenguk Dimas. Rafli dan Adit juga ikut ke sana, mereka mengiringi ketiga gadis itu dari belakang.Tetapi, ketika sampai di ruang perawatan Dimas, mereka tidak diperbolehkan masuk karena keadaan pasien masih kritis."Makasih ya sudah menjenguk Dimas, nanti kalau keadaan Dimas sudah stabil, Tante akan sampaikan padanya kalau ada kalian ke sini," ucap Mamanya Dimas dengan wajah penuh kesedihan."Tante yang sabar, ya! Semoga Kak Dimas cepat sembuh," ujar Zilga dengan raut wajah prihatin.Setelah berbincang-bincang sebentar, Zilga d
Martabak SetanPart 6 : Pencarian Tak BerujungZilga terdiam dengan pikiran yang berkecamuk, belum selesai tiga masalah, kini akan datang lagi masalah baru yaitu Ulan yang akan menjadi target selanjutnya. Kakaknya Saskia dan Kak Dimas masih terbaring kritis di rumah sakit, dan Rafli yang menghilang. Ia tak tahu kesialan apa lagi yang akan menimpa temannya bertubuh semok itu, dihembuskannya napas letih dengan hati yang tak tenang. Cobaan di bulan ramadhan tahun ini sungguh membuatnya tak habis pikir, yang kata orang-orang para setan akan dirantai untuk tak mengganggu umat manusia tapi nyatanya Si Nenek setan malah meneror masyarakat kampungnya dengan takjil pembawa petaka, martabak setan.“Zil, apa kita akan di sini sampai malam? Terus Rafli gimana? Apa yang akan gue bilang apa Mamanya jika nanya ke gue?” Hilda mengguncang bahu Zilga yang membuatnya segera t
Martabak SetanExtra Part 3Hari terus berlalu,suasana di Kampung Banjar berangsur membaik walau jumlah warganya sudah berkurang separuh serta penambahan lokasi TPU semakin diperluas karena banyaknya warga yang meninggal karena korban martabak setan.Zilga melewati hari-hari yang sibuk, karena ia mengikuti banyak les di sekolahnya karena menginginkan nilai yang bagus saat ujian nanti dengan harapan bisa mendapatkan beasiswa yang sudah diincarnya walau kuliahnya nanti akan di Kota dan otomatis akan bertemu dengan Devin, pemuda yang mengaku akan calon imamnya kelak. Ia tersenyum saat mengingat chat Devin kala itu, walau sekarang tiada hari dengan saling mengirimkan kabar.“Zil, ke kantin yuk!” ajak Ulan saat bel istirahat berbunyi.“Hmm ... nggak deh, Lan, gue masih kenyang,
Martabak SetanExtra Part 2 : Masalah Hati 2“Lagi di mana, Yank?”Terdengar suara manja dari Mayang, pacarnya Devin yang ada di Kota tempat kuliahnya.“Lagi lebaran di rumah tetangga. Ada apa lagi sih, May? Bukannya sebelum pergi tadi kamu udah video call juga? Capek tahu gak kalau diteror melulu seperti ini,” ujar Devin dengan sambil menatap layar ponselnya, sedikit malas menatap wajah Mayang yang selalu curiga kepadanya dan terlalu berlebihan itu.“Aku ‘kan kangen sama kamu, Yank, kok jutek gitu nada bicaranya? Kamu lagi ngecengin cewek lain di belakangku, gitu? Aku ganggu kamu begitu, Yank? Tega kamu, ya. Aku begini hanya karena tak mau kehilangan kamu, dan ingin kamu cepat balik ke sini,” jawab Mayang dengan pasang wajah sedih.“Udahlah, M
Martabak SetanExtra Part 1 : Masalah HatiHari lebaran pertama berlangsung menyenangkan bagiZilga, karena hari ini seluruh keluarga berkumpul dan bermaaf-maafan. Inilah hari yang selalu ia tunggu setiap tahunnya, sebab kini mereka berkumpul di rumah Neneknya. Keluarga yang jauh pun berkumpul di sini, merayakan hari kemenangan bersama.“Assalammualaikum.” Seorang pria betubuh tegap dengan kulit gelap berdiri di depan pintu.Zilga langsung menoleh ke arah suara yang sangat ia kenal itu, ia langsung berlari menghampiri sang Abah yang selalu ia rindu kehadirannya itu.“Waalaikumsalam, Abah.” Zilga langsung menyalami pria berwajah sangar itu, lalu memeluknya. “Maaf lahir batin, ya, Bah.”“Iya, Nak, maaf lahir batin j
Martabak SetanPart 30 : Hari KemenanganZilga berusaha menyimpan rasa penasarannya, agar Mamak dan Kakaknya tak merasa ada yang tak beres. Ia tak mau Saskia yang baru saja sembuh dari sakitnya kembali kepikiran akan permasalahan yang seolah takkan pernah ada habisnya. Padahal ia sudah bernapas lega sejak Nenek setan sudah memutuskan untuk bertaubat.Zilga masuk ke kamar lalu mengeluarkan ponsel, ia tak telalu jelas mendengar nama warga yang barusan meninggal, yang ia dengar bahwa yang meninggal itu adalah satu keluarga. Ternyata ada beberapa telepon dari Devin yang ia lewatkan, dua menit kemudian ponselnya kembali berdering.“Assalammualaikum, Bang,” ucap Zilga.“Waalaikumsalam. Zil, kamu udah dengar siaran berita duka di masjid barusan?” tanya Devin. 
Martabak SetanPart 29 : Kakek Dharma VS Raja IblisNenek setan tertunduk, dengan kedua tangan yang bergetar, ia berusahakeras untuk melawan bisikan setan di dalam tubuhnya yang masih menghasut agar ia tetap memperjuangkan dendamnya dan membunuh siapa saja, tanpa tercuali. Akan tetapi, bayangan kekecewaan Jaka akan kesesatan yang selama ini ia lakukan membuatnya ingin berhenti dan segera bertobat lalu kembali ke jalan yang benar, walau ia tahu dosanya sudah terlalu besar dan mungkin takkan terampuni oleh Yang Maha Kuasa.“Bunuh semua orang yang telah menyakiti anakmu, Sabil! Jangan beri ampun mereka, musnahkan semuanya agar kamu menemui keabadian dan takkan pernah mati!” bisikan setan memenuhi telinga Nenek setan.“Allah maha pengampun, Sabil. Jika kamu mau bertobat dengan tulus dan sungguh-sungguh, insyallah
Martabak SetanPart 28 : Nenek Setan Menangis?“Hentikan ocehanmu!” Nenek setan melompat dan menyerang Kakek Dharma dengan mengerahkan segala kemampuannya.Tak sempat menghindar, tendangan keras langsung mendarat di dada Kakek Dharma. Ia langsung terlempar, dengan sambil memegangi dada. Darah segar keluar dari mulutnya, napasnya terngah-engah menahan rasa panas yang menjalar di dada juga sekujur tubuh. Ia merasa Sabila takkan bisa sadar lagi karena kini ia sudah dikuasai setan yang sudah merasuk dan mendarah daging, dan jika melawannya dengan tenaga, maka dirinya takkan menang sebab nenek pembuat martabak itu sangat kuat dengan tenaga berkali-kali lipat dari manusia awam.Fitri yang tadi bersama Zilga dan Devin tiba-tiba menghilang, dan kembali ke alam sadar. Gadis indigo itu segera bangun dari mimpinya.&
Martabak SetanPart 27 : Pertempuran SengitPagi ini, Devin dan Zilga sudah bersiap untuk turun gunung. Kakek Dharma akan turut serta bersama keduanya. Pukul 09.15, mereka memulai perjalanan yang cukup ekstrem karena kini jalanan terlihat menurun. Walau ketiganya sedang berpuasa, tapi tetap bersemangat dan kuat, demi satu tujuan yaitu menumpas kejahatan Nenek setan yang sudah banyak menghilangkan nyawa warga di Kampung Banjar.Beberapa kali mereka berhenti untuk beristirahat, namun harus tetap menahan dahaga juga lapar di tengah teriknya sinar sang surya. Keringat bercucuran membasahi dahi juga pakaian, tapi tak menyurutkan semangat untuk tetap melanjutkan perjalanan untuk turun ke bawah sana. Saat sudah sampai di bawah pun perjalanan belum finish, mereka harus menyambung perjalanan dengan motor lagi.Pukul 15.30, mereka tiba juga d
Martabak SetanPart 26 : Masa Lalu Nenek SetanSabila meletakkan dua karung sampah botol hasil memulungnya di dekat warung takjil, lalu melangkah mendekati kerumunan warga. Jantungnya semakin berdebar tak karuan, perasaan tak enak membuatnya tak sabar untuk melihat siapa yang digebuki beberapa orang di dekatnya.“Ada apa itu, Pak?” tanya Sabila kepada seseorang yang ada di sana.“Ada maling cilik,” jawab orang itu sambil berlalu.Jantung Sabila semakin berdebar kencang.“Gila tuh bocah, kecil-kecil udah mau jadi maling!”“Mana bulan puasa lagi!”“Kasihan juga sih, dia cuma maling martabak kok. Mungkin dia lapar."
Martabak SetanPart 25 : Kakek Dharma NamanyaZilga dan Devin terus mendaki, menyusuri terjalnya jalanan tanjakan itu. Keringat sudah bercucuran membasahi dahi juga tubuh, rasa dahaga juga terasa menyiksa tenggorokan, apalagi cuaca hari ini sangat terik. Sesekali keduanya berhenti, namun segera memutuskan melanjutkkan perjalanan, dengan harapan bisa bertemu Silgun alias siluman gunung, begitu Ibu warung tadi menggelari lelaki tua yang sudah menghabiskan lima puluh tahun hidupnya di gunung itu.“Capek, Bang,” keluh Zilga sambil duduk selonjoran di bawah pohon karena kakinya sudah tak mampu dibawa melangkah.“Kita istirahat dulu,” jawab Devin dengan sambil duduk pula. “Kalau udah nggak sanggup puasa, minum aja!” sambung cowok berkulit kuning langsat itu dengan mengulum senyum.&