“Semuanya sudah siap,” kata Fariz, masuk lagi ke kamar Attar. “Kita harus segera berangkat kalau tidak mau terlambat.”
Semuanya memang sudah siap. Tapi ketika seluruh keluarga Hardana sampai di tempat ijab-kabul, mereka hampir tidak bisa berkata apa-apa.
Ruby tidak ada di rumah dan meninggalkan surat yang berisi permintamaafan. Attar langsung meremas kertas itu dan membuangnya ke tempat sampah. Ia bergegas mencari Ruby.
Sayang, di saat ia hendak pergi, kakeknya jatuh pingsan.
***
“Aset-asetku dan villa di Aspen sedang menantimu, Tar.”
“Tapi bagaimana dengan apa yang kulakukan pada ayahnya? Pada keluarganya?”
“Saya pastikan Ruby dan keluarganya tidak tahu apa yang telah saya lakukan di masa lalu.”
Itulah pesan suara yang diterimanya ketika ia sedang dirias. Adam yang mengirimkannya, entah dari mana. Jadi benar dialah penyebab kematian ayahku,
Attar tidak tahu di mana ia harus menaruh mukanya. Seluruh wartawan dari segala media menyantroni rumahnya, bertanya-tanya mengapa si pengantin wanita kabur. Sementara sang kakek berada di rumah sakit, koma hampir tak bernyawa.Ibunya ingin sekali menuntut keluarga Adiwangsa atas pencemaran nama baik dan penipuan. Sayang, meski dalam keadaan tak sadar, Kakek Hasyim tak berhenti melisankan nama Rubinia.Sialan kamu, Ruby, geram Attar ketika melihat kakeknya terbujur kaku menyebut nama perempuan itu. Hanya bibirnya yang bergerak. Attar tidak tahu lagi bagaimana mengekspresikan amarahnya.Semua keluarganya mencemooh Attar. Menghina bahwa Attar tidak bisa menaklukkan gadis macam Ruby. Hah. Baru kali ini, dalam sepanjang hidupnya ia merasa sangat malu. Malu sekali.Harga dirinya terluka. Wanita yang dikira mengasihinya hanya mempermainkannya. Dan karena perempuan itu pula kakek kesayangannya harus serangan jantung. Kurang ajar!Di mana otakku saat
“Lebih baik kamu hancurkan saja hidupnya daripada membawanya ke kehidupanmu,” kata Nina jengkel.Apa membawanya masuk ke kehidupanku tidak menghancurkan hidupnya?***Bukan New York, bukan Jakarta, bagi Ruby hanya Venesia yang memiliki keindahan yang luar biasa.Bukan karena kedua kota yang disebutkan tadi tidak memiliki keindahan. Tentu saja punya. Tapi Venesia memiliki kenangan tersendiri untuknya.Ayah dan ibunya berbulan madu di sini. Mereka sangat romantis saat itu, begitu Kakek menceritakan kisah cinta orangtuanya. Tentu saja saat itu Papi belum bertemu orang ketiga.Ini pertama kalinya Ruby menginjakkan kakinya di Venesia, kota yang terkenal dengan ‘kota kanal’ dan taksi airnya, bersama Adam di sebelahnya.Mungkin ini tidak seperti orangtuanya yang memadu kasih di kota yang romantis. Tapi Ruby dapat merasakan, hatinya sangat tenang sekali, berada di tempat yang indah bersama seseorang di sisinya.
Yah, bukan salah Ruby mengapa perempuan itu harus meninggalkannya. Attar insyaf, ia tidak pernah memperlakukan Ruby seperti semestinya. Pernikahan itu terlalu terburu-buru dan pantas membuat Ruby curiga. Bahkan, Attar tidak pernah melamarnya seperti di film-film. Ketika seorang pria berlutut dan menyodorkan cincin pada wanita yang dicintainya. Mungkin itu juga alasan mengapa Ruby tidak ingin menikah dengannya, selain ia sudah membunuh ayah perempuan itu.Bukan dia saja yang tersiksa. Setiap hari pula Tasia bertanya padanya, di mana Tante Ruby. Tante Ruby berjanji padanya akan mengajaknya ke toko mainan bersama Oom Attar.Tapi bagaimana caranya membawa Ruby kembali, kalau ia tidak tahu di mana perempuan itu berada?Percuma ia bertanya pada Edo. Kakak Ruby itu lebih asyik berselingkuh daripada mencemaskan adiknya.“Dia sudah besar,” jawab Edo, ketika ia meneleponnya. Bukan hanya suara Edo yang terdengar di speaker. Ada suara lenguhan se
“Apakah kamu mencintai dia?”Iya. Tapi bagaimana mungkin aku mengatakannya padamu? Karena sampai saat ini, Ruby masih merasa Adam berharap padanya. Tapi sekalipun itu benar, apa yang dilakukan Adam? Pria itu tidak akan menikahinya, selama misi dendamnya belum terlaksanakan.Mana yang lebih baik; menikahi seseorang yang ternyata membunuh ayahnya, atau memilih memiliki hubungan yang tak jelas p
“Tentu saja aku terlibat.”Alis Ruby terangkat satu.“Aku yang membantunya mencari pemakaman pada dini hari, ingat?” sahut Attar. “Mungkin tidak. Saat itu kamu masih kaget. Aku dan kakek kita yang kelimpungan mencari makam untuknya.”“Yah, aku tidak tahu mengenai hal itu, tapi bukan itu maksud pertanyaanku, Attar. Apakah kamu tahu…”“…penyebab kematian ayahmu?” Attar mengangguk. “Ia ditabrak mobil antiknya sendiri. Aku tahu, itu memang sangat tragis, tapi tak bisa dihindari, Sayang.”Duh, pria ini bodoh atau tidak peka sih, gerutu Ruby. Atau dia memang benar-benar tidak tahu apa yang kumaksud? Huh, kalau salah menuduh, bisa-bisa aku tidak punya muka lagi untuk menghadapi dia!“Aku penasaran, mengapa mobilnya bisa tiba-tiba menabraknya?” ujar Ruby, belum menyerah.Wajah Attar yang semula tenang berubah menjadi merah kegelapan. “Bukan
“Sudah bertemu yang baru, yang lama tidak diingat. Boro-boro diingat. Pernah diingatpun juga nggak. Sebaiknya aku pulang besok pagi,” sindir Adam yang berdiri di sebelahnya.Bukan kebetulan jam sarapan mereka sama. Bukan kebetulan pagi itu mereka sama-sama ingin menyantap salad. Bukan kebetulan juga mereka menghendaki susu untuk minum mereka.Yah, untungnya Attar yang baru kemarin tinggal di hotel itu belum bangun. Mungkin karena semalam mereka menonton opera di Fenice Theater, dan Attar masih perlu banyak waktu untuk istirahat lebih.Kalau Attar menemukannya sedang bersama Adam seperti sepasang kekasih begini, entah reaksi marah apa lagi yang akan diperlihatkannya.“Mau pulang saja pakai sinis segala,” sahut Ruby tak menampik serius. Ia pura-pura sibuk melihat-lihat makanan di buffet. Padahal sih makanan yang di piringnya sudah penuh. “Jangan-jangan kamu tidak bisa tidur karena sibuk memikirkannya.”&ld
“Ah!” Ruby yakin sekali wajahnya memerah. Pria kurang ajar. Belum jadi suami, sudah mengomentari bentuk tubuhnya. Tapi yang dikatakannya memang benar. Ia menjadi gemukan dan…, semoga saja tidak. “Mungkin karena stres, aku lebih banyak makan.”“Aneh. Kebanyakan orang stres itu susah makan.” Attar menegakkan posisinya. Kini mereka duduk berdampingan dan bersandar di penyangga tempat tidur. “Kamu stres karena dugaan itu?”Ya dan tidak. Bagaimana menjelaskannya? Sebenarnya, ia belum mengecek ke rumah sakit, mengapa hampir dua bulan ini ia belum menyambut tamu bulanannya. Apakah mungkin… Yang mereka lakukan di apartemen Attar membuahkan hasil? Rasanya mustahil. Kejadiannya terlalu cepat, tapi… bisa saja…Kata orang, kalau ada janin di dalam rahimnya, akan mengalami morning sickness, mual-mual di pagi hari. Tapi ia tidak mengalaminya, walaupun perasaan resah itu selalu datang entah me
Sudahlah, jangan berlagak naif! Kamu juga pada awalnya menikah denganku karena warisan. Membohongiku habis-habisan. Reaksimu begitu tahu aku hamil juga tidak sesuai dengan keinginanku. Sekarang, malah sok suci dengan menceramahiku, sok menjadi ayah yang baik!“Aku tahu itu salah, tapi bayangkan kalau kamu berada di posisiku,” ujar Ruby mencoba membela diri. “Apa yang akan kamu lakukan?”“Aku akan langsung menelepon kekasihku dan menuntutnya untuk segera menikahiku.”Aku juga ingin melakukannya! Tapi saat itu tampaknya kamu merasa tidak ada apa-apa di antara kita. Kamu seperti kejadian itu hanyalah angin lalu, yang hanya lewat, tak berarti apa-apa, tok! Bahkan menyesalpun kamu tidak karena telah melakukannya, sementara itu sangat berarti bagiku, karena itulah kali pertamaku melakukannya! Apa pria ini, yang akan menjadi ayah anakku kelak? Ya Allah, aku tahu aku tidak pantas menyebut nama-Mu setelah apa yang kulakukan, tapi ke ma