Detak jantung Clarabelle semakin laju. Berdiri di depan pria ini, meskipun tampan, gagah, dan mempesona, pikiran Clarabelle berkecamuk. Sungguhkah dia tidak salah langkah?
"Miss Johan?" Sekali lagi pemimpin acara memanggil Clarabelle.
Semua yang hadir mulai gelisah, Clarabelle masih terpaku menatap mempelai prianya. Clarabelle menarik nafas dalam, dia tak bisa mundur. Dia harus melanjutkan apa yang sudah dia putuskan.
“Aku menerima Jordan Gerald Hayden …”
“Wow, kamu langsung hafal namaku?” Jordan menyahut.
Gelak tawa kembali terdengar dari deretan bangku tamu. Senyum tipis pun muncul di bibir Clarabelle.
“… aku akan mengasihimu, apapun yang akan aku lewati, aku tidak akan mengucapkan kata cerai. Kita disatukan dalam pernikahan ini, sebuah ikatan suci, yang tidak bisa dipisahkan oleh manusia. Aku akan sekuat tenaga memeliharamu, memberikan dukungan dan kegembiraan dalam hidupmu. Aku ingin seutuhnya menjadi istri yang setia untukmu.” Kembali mata Clarabelle menatap Jordan. Kepada pria asing ini, Clarabelle meletakkan janji pernikahannya.
Aneh sekali. Dia sama sekali tidak mengenal pria di depannya ini, tapi Clarabelle siap memberikan hidup untuk mendampinginya. Clarabelle seolah tidak menapak bumi, jika ini mimpi, tidak lama lagi dia berharap akan cepat kembali terbangun.
Tepuk tangan menyambut janji kedua mempelai. Lalu pemimpin acara meminta mereka memasang cincin pada jari manis satu sama lain. Resmi sudah hubungan mereka menjadi suami istri. Jordan segera mendaratkan kecupan pada Clarabelle. Tentu saja Clarabelle tidak siap. Dia merasa jantungnya seperti mau meledak. Dia tidak menolak, tapi sedikit menghindar. Jordan mengerti, Clarabelle tidak nyaman, karena mereka baru bertemu, dia pun menahan dirinya.
Acara terus berlangsung dengan pesta yang cukup meriah. Semua gembira. Jordan hanya didampingi teman-temannya. Adriano merasa aneh, pria yang menikahi anaknya ini tidak hadir bersama keluarganya. Di tengah suasana meriah, Adriano mengambil waktu dan bicara dengan Jordan tentang itu. Apakah keluarganya tidak suka dia mengikuti acara ini sehingga tidak mau hadir.
“Aku minta maaf, Tuan Johan. Memang keluargaku bukan keluarga harmonis, jadi kami tidak dekat. Aku terbiasa mengurus semua sendiri. Saat aku bicara soal pernikahan ini, mereka tidak begitu peduli. Terserah saja aku mau bagaimana. Sungguh aku minta maaf. Bukan karena aku tidak ingin, tapi …” Jordan memasang wajah sendu. Akting ternyata masih harus berlanjut.
Adriano masih tidak begitu lega. Jika Jordan tidak punya hubungan baik dengan keluarganya, bagaimana jika mereka juga tidak akan menerima Clarabelle nanti? Itu yang dia pikirkan.
“Tapi, Tuan Johan tidak perlu kuatir. Aku hidup mapan, aku bisa memberi semua yang Lala butuhkan. Kami pasti akan baik-baik saja.” Jordan berusaha meyakinkan Johan jika dia memang pria yang tepat untuk Clarabelle.
Jauh di hatinya Jordan sendiri heran, sebagus ini dia bersandiwara. Dia pandang wajah Adriano, yang perlahan mulai tampak lebih lega. Pria setengah baya itu tersenyum. Ini memang situasi yang aneh. Mau bagaimana lagi? Clarabelle telah menikah. Tetapi melihat sikap ramah dan sopan Jordan, Adriano menetapkan di dalam hati, Jordan pasti bisa membahagiakan putrinya.
*****
Pesta pun usai. Adriano melepas Clarabelle pergi bersama Jordan. Mereka menuju ke hotel yang tidak jauh dari tempat pernikahan untuk menikmati malam pertama. Besok mereka akan mendapat kejutan dari kru acara untuk pergi berbulan madu. Clarabelle melambai pada ayahnya yang didampingi Susan dan Jack. Selama dia pergi, Susan dan Jack akan bergantian menengok Adriano selain ada perawat yang menjaga Adriano.
Kamar pengantin dihias begitu rupa, indah dan cantik. Anggun dan mewah. Benar-benar luar biasa mempesona dan membuat Clarabelle takjub. Clarabelle berdiri mematung di dekat pintu dan memandang ke seluruh kamar besar itu.
Tidak pernah terbayang, dia menikah dengan semua kemewahan ini, tanpa mengeluarkan uang sedikitpun. Ini tak akan terlupakan. Sayangnya, Clarabelle masuk ke kamar istimewa ini bersama pria asing.
“Hai … kenapa berdiri saja?” Jordan berjalan masuk dan mendekati meja di tengah ruangan. Dia membuka jas, dasi, lalu menyampirkannya di lengan kursi.
Clarabelle masih belum bergeming. Ini kamar pengantin. Dia bersama suaminya. Tapi dia tidak mengenal pria itu. Apa mungkin Clarabelle sanggup merelakan dirinya untuk mendapat sentuhan hingga terdalam dari Jordan?
Jordan kembali mendekat. Dia meraih pinggang Clarabelle dan memeluknya begitu dekat. Dada Clarabelle berdegup kembali dengan sangat kuat. Jordan semakin mendekatkan wajahnya ingin melepas kecupan lagi. Clarabelle menyentuh dada Jordan menahan agar pria itu menghentikan gerakannya.
“What?” Jordan cukup terkejut dengan penolakan Clarabelle. Selama ini setiap wanita yang bersamanya tidak akan ragu untuk segera merasakan nikmatnya sentuhan dari Jordan. Mereka hanya teman biasa, sekedar untuk berkencan. Bahkan Jordan pernah melakukannya juga dengan wanita yang baru dia kenal. Sedang Clarabelle, dia adalah istrinya. Ada apa dengannya?
Sekujur tubuh Clarabelle mulai terasa panas saat Jordan memeluknya kuat. Hembusan nafas pria tampan itu menerpa wajahnya begitu dekat. Clarabelle tahu apa yang Jordan inginkan. Mereka baru saja menikah, berada di kamar pengantin, tentu Jordan berniat merengkuh Clarabelle yang telah resmi menjadi istrinya.
Tetapi Clarabelle tidak berani melangkah lebih jauh. Dia belum mengenal Jordan, meskipun status mereka memang sebagai pasutri. Clarabelle menahan Jordan agar tidak mendaratkan kecupan padanya. Tangan Clarabelle memegang dada Jordan dan kepalanya sedikit menunduk.
“Lala? Kenapa?” Jordan masih merasa aneh karena Clarabelle tidak berhasrat dengan pelukan dan sentuhan yang mulai dia lepaskan. Dekapan Jordan pun melonggar.
“I am really sorry.” Clarabelle mundur. Dia duduk di tepi ranjang besar yang cantik, yang siap untuk mereka nikmati malam itu. Berulang kali Clarabelle menarik nafas dalam, menetralkan rongga dadanya.
Jordan melangkah ke sisi Clarabelle, tetap dengan posisi berdiri, memandang wanita mungil di depannya yang terlihat begitu kikuk.
“Jordan, kita belum saling mengenal. Aku, aku tidak bisa melakukannya. Tidak malam ini.” Clarabelle memberanikan diri mengatakan yang ada di dalam pikirannya. Jordan harus memahami apa yang Clarabelle rasakan. Hubungan seperti ini tidak bisa dilakukan dengan terpaksa.
Clarabelle selalu memegang prinsip yang Adriano tanamkan di dalam dirinya, hubungan badan hanya bisa dilakukan oleh pria dan wanita dalam pernikahan. Sejak dari awal itu yang Tuhan maksudkan. Saat melakukannya pun harus didasari rasa cinta, rasa rela, dan kesadaran penuh karena ingin memberikan kebahagiaan tertinggi buat pasangannya. Bukan sekadar melepas hasrat.
Bahkan sekalipun pernah tiga kali menjalin hubungan kasih, Clarabelle tetap menjaga dirinya utuh, dia tidak mengijinkan kekasihnya merengkuh tubuhnya. Karena itu, Clarabelle, karena memegang prinsip itu, yang dianggap aneh oleh banyak teman-temannya, juga kekasihnya, menyebabkan Clarabelle dikhianati. Ketiga kekasihnya terbukti bercinta dengan wanita lain di belakang Clarabelle.
Jordan memandang Clarabelle dengan penuh tanya. Dengan kehidupan bebas yang selama ini Jordan jalani, akhirnya dia menemukan ada wanita seperti Clarabelle. Aneh sekali.
“Well …” Jordan melebarkan kedua tangannya, bingung. Mereka suami istri, berada di kamar pengantian dengan suasana romantis begitu cantik, lalu hanya saling menatap satu sama lain? Tidak masuk akal rasanya.
“Aku ingin membersihkan diriku. Maaf …” Clarabelle berdiri dan melangkah menuju ke kamar mandi. Dia merasa tidak nyaman dengan situasi ini. Dia sangat paham jika Jordan akan marah, tetapi Clarabelle punya alasannya dan dia harus tegas dengan itu. Jordan hanya memandangi saja saat Clarabelle menghilang di balik pintu kamar mandi. Terasa getaran dari saku celananya. Jordan merogoh kantung celana dan mengeluarkan ponsel yang tersimpan di sana. Ronald menelpon. “Dasar,” umpat Jordan. Bagaimana bisa temannya itu menghubungi di saat seperti ini. “Mau apa menghubungi aku sekarang?” Sedikit kesal Jordan menerima juga panggilan Ronald. “Haa … haa …” Suara tawa Ronald memekakkan telinga Jordan hingga dia menjauhkan ponsel. “Lagi ngapain? Sudah seru-seruan dengan is-tri-mu?!” Jordan melotot kesal. Temannya yang satu itu paling suka bikin emosi naik. Sengaja juga dia mengatakan istrimu dieja begitu. “Bagaimana mau seru kalau ada setan lewa
“Kita sampai," ucap Jordan sembari melemparkan senyum riang. Jordan membuka lebar pintu kamar hotel mereka. Lagi-lagi hamparan menakjubkan ada di depan mata. Kamar pengantin yang berikutnya mereka lihat. Unik, dengan ciri khas Bali sebagai pernak-pernik ruangan indah itu. “It is amazing.” Clarabelle masuk ke tengah ruangan. Dia memandang sekeliling, rasa takjub memenuhi hatinya. “I love it, really.” Senyum Clarabelle mengembang, melihat ke arah Jordan. Dia mulai terbiasa dengan Jordan di sisinya. Tidak ada rasa canggung seperti hari yang lalu. “Lebih dari yang kubayangkan. Thank you, At the First Time I Meet You. Aku tidak akan lupa semua ini.” Jordan melangkah lebih jauh. Dia membuka pintu yang mengarah ke balkon kamar hotel. Dari balkon, lautan lepas terhampar begitu cantik. Biru gelap, langit di atas biru cerah. Awan berarak indah tak lelah bergerak. Sementara angin terasa menerpa wajah. Suasana pantai sangat terasa. “Wow … it is in
Jordan tersenyum lebar saat mengirim pesan itu pada ketiga sahabatnya. Selama ini buat mereka bersama wanita manapun, asal suka sama suka sah-sah saja. Tetapi jika bisa mendapatkan seseorang yang masih murni, rasanya seperti menang lotere yang besar. Karena itu Jordan ingin teman-temannya tahu, taruhan mereka membawa banyak kesenangan buat Jordan. Benar saja, beberapa menit berikut Warren menelponnya. Jordan tertawa kecil. Dia bisa membayangkan apa yang Warren akan katakan. Tidak ingin membangunkan Clarabelle, Jordan memilih menuju balkon dan bicara dengan Warren di sana. “Sial! Kamu tidak bercanda?” Kalimat yang Warren ucapkan tepat seperti yang muncul di kepala Jordan. “Aku memang pria ga jelas, tapi kamu tahu, aku bukan orang yang suka bohong. Kecuali terpaksa. Hee … hee …” Jordan terkekeh. “Kenapa malah kamu dapat banyak untung, hah?” kesal Warren. Bagaimana tidak? Dia dan kedua temannya ingin mengerjai Jordan, kenapa situasi justru seolah terbali
Minggu terakhir. Para peserta reality show dipulangkan. Mereka diberi waktu satu minggu berpikir apakah akan meneruskan hubungan mereka di dunia nyata, di luar acara itu, atau memilih berpisah dari pasangan yang mereka temui. Tidak boleh ada kontak sama sekali di antara mereka. Jordan kembali ke apartemennya dan Clarabelle kembali pada Adriano. Dengan senyum kemenangan Jordan menemui teman-temannya. Di tempat biasa, mereka berkumpul dengan riang dan penuh tawa. Tentu saja teman-temannya tidak mengira Jordan bisa bertahan hanya dengan satu wanita dalam waktu hampir dua bulan. Ini rekor dan mereka mengakuinya. “Lalu, kamu masih sanggup berdiam diri, tidak cari camilan? Lihat itu, tatapan rindu Jean dan senyuman manis Leony tertuju padamu.” Warren mulai memanas-manasi Jordan. “Biar saja. Aku sedang malas berurusan dengan mereka.” Jordan tidak memperhatikan wanita-wanita yang mengharapkannya untuk mendekat. “Mereka kesal kamu ikut acara itu. Tapi juga mer
Jordan berdiri di hadapan Clarabelle. Senyumnya menawan membuat jantung Clarabelle tak bisa berdetak normal. Jordan juga tidak mengelak, dia suka memandang wajah lembut Clarabelle. Dia memang pengagum wanita cantik. Dan ada sesuatu yang beda, saat sadar wanita cantik di depannya ini adalah istrinya. “Babe, how are you?” Jordan memeluk Clarabelle. Mendapat sambutan itu Clarabelle membalas memeluk Jordan erat. “I am great,” ucap Clarabelle dengan senyum lebar. “You miss me?” tanya Jordan sembari kembali menatap dua bola mata bulan indah milik Clarabelle. Merona, itu yang tampak di wajah Clarabelle saat Jordan bertanya. “Ya … sure ….” Sedikit malu, Clarabelle jujur mengakuinya. Setelah dua bulan bersama, dia mulai terbiasa dengan Jordan di sisinya. Sepanjang waktu, hampir dua puluh empat jam setiap hari, mereka terus berdua. Rindu itu ada di hati Clarabelle. Jordan makin lebar tersenyum. Ternyata menyenangkan punya seorang istri y
Jordan meraih tangan Clarabelle, dia merapatkan kembali tubuh mereka. Jordan bisa melihat tatapan Clarabelle yang sedikit bingung dengan perkataannya. “Babe, selama bersama papa kamu, kamu bahagia. Dan kebahagiaan papa kamu adalah kamu.” Jordan mencari kata yang tepat, mengembalikan suasana hati Clarabelle. “Kalau memang tinggal bersama papa kamu itu lebih baik, aku akan berusaha menyesuaikan diri.” Seketika senyum Clarabelle melebar. Sejauh itu Jordan memikirkan dia dan papanya. Pria ini makin membuat Clarabelle kagum saja. “I am so lucky to have you here, Jordan. Really.” Tulus dari hatinya, Clarabelle mengucapkan itu. “Aku tidak sabar memulai semuanya bersama kamu.” “Me too, Sweet heart.” Dan kecupan lembut Jordan kembali membuat hati Clarabelle membuncah dengan rasa cinta yang makin melebar. Clarabelle bahkan tidak bisa mengerti dirinya sendiri. Setelah sekian tahun menjauh dari semua bentuk cinta, Jordan hanya dalam delapan minggu, mampu meruntuh
Jantung Clarabelle kembali berdetak begitu cepat. Dia memandang pada wanita tua yang cantik di depannya. Tangannya menangkup pipi Clarabelle dengan senyum yang belum juga menghilang. “What’s your name again?” Dia bertanya dengan mata berseri. “I am Clarabelle Aimee Johan. Just call me Lala.” Clarabelle kembali memperkenalkan diri. “Beautiful name. As you are,” ucap nenek dengan dagu lancip itu. Dia menoleh pada Jordan. “Joy, kamu akhirnya menikah juga. Kenapa kamu tidak undang aku datang di hari pernikahan kalian? Justru orang lain yang datang. Aku kesal. Harusnya aku ikut masuk acara itu.” “Grandma!” James terkejut dengan kata-kata neneknya. Bagaimana bisa dia mengatakan hal sekonyol itu. Mereka keluarga Hayden! Dengan cepat nenek menoleh pada James. “Kamu kenapa harus marah? Lihat, istri Jordan begitu manis.” Clarabelle yang tegang sedari pertama datang, mulai sedikit lega. Setidaknya nenek Jordan bersikap ramah dan senang dengan keh
Jaren memandang Clarabelle lekat-lekat. Wanita muda di depannya itu memang cantik, meskipun tidak begitu tinggi. Penampilannya sederhana tetapi cukup menarik. Dan dia berani bicara dengannya. Apa yang dia mau katakan? “Bicaralah,” ujar Jaren. Clarabelle menarik nafas dalam. Dia harus bisa meyakinkan orang tua Jordan jika dia serius dengan pernikahannya dengan Jordan. “Saya minta maaf dari hati saya, telah membuat terkejut keluarga Hayden karena pernikahan saya dengan Jordan. Tetapi, saya tidak pernah bermaksud menjalani pernikahan seperti sebuah permainan.” Clarabelle menguatkan hatinya. Dia harus bicara. Tentu saja berharap kedua orang tua Jordan akan memahaminya. Jaren dan Anne-Mary mencermati wanita yang telah dinikahi anak bungsu mereka. James bertopang dagu, sedikit ketus, menunggu drama apa yang sedang dimainkan Clarabelle. “Saya menyadari sebuah pernikahan itu sakral dan suci di hadapan Tuhan. Saya menikah dengan Jordan berdasarkan kesa
"Mana cucuku? Aku sudah tidak sabar mau memeluknya!" Suara ceria itu, terdengar renyah. Clarabelle sangat merindukannya. Dengan cepat Clarabelle menemui Crystal yang baru melangkah masuk ke dalam rumah. "Oh, my God!" Crystal terbelalak begitu melihat Clarabelle. "Lihat, Sayang. Bayimu sudah tumbuh sebesar ini?" Crystal memegang perut Clarabelle dan mengusapnya dengan rasa gembira yang meluap. Clarabelle tersenyum. Matanya berkaca-kaca. Sambutan hangat itu rasanya membalut semua hal yang dulu ingin dia lupakan. Keluarga Hayden. Keluarga itu akan terus menjadi bagian hidupnya. "Apa kabar, Lala?" Ann-Mary ganti memeluk Clarabelle. Suara manisnya yang elegan, Clarabelle juga rindu. "Aku sangat baik." Clarabelle tersenyum. Ada rasa tidak nyaman juga mengumpul di hatinya. "Aku minta maaf, karena pergi diam-diam. Sungguh, aku tidak ingin mengecewakan siapapun. Aku minta maaf." "Anakku yang tidak tahu menjaga istrinya. Kenapa kamu minta maaf? Jordan yang harus minta maaf. Dulu dia berj
Matahari cerah. Salju mulai mencair perlahan-lahan. Musim dingin kian bergeser, musim semi akan datang beberapa minggu lagi.Clarabelle duduk di pinggir jendela. Dia memandang ke jalanan dan pemandangan di depan rumah tempat dia tinggal. Tenang, hening, dan meneduhkan. Dari arah belakangnya, aroma harum kopi panas terasa masuk ke penciuman.Clarabelle menoleh, Jordan berdiri dengan dua cangkir di tangannya. Wajah tampan itu tidak tersenyum, tetapi tatapan ceria muncul dari sorot matanya."Minuman hangat buat jantung hatiku. Susu saja. Kopi buat aku." Jordan memberikan satu cangkir kepada Clarabelle."Ah, aku sudah membayangkan meneguk kopi panas dan harum. Kenapa susu lagi?" Clarabelle cemberut tetapi dia terima juga cangkir dari Jordan."Biar sehat. Nanti saja kalau sudah lahir kesayangan kita, kamu minum kopi." Jordan duduk di sebelah Clarabelle. Dia menghirup harum kopi di cangkirnya, lalu meneguk beberapa kali."Hm, ibu hamil ga masalah
Salju baru beberapa menit lalu berhenti. Mobil hitam James berhenti dan terparkir di garasi rumah besar itu. James turun dari mobil dan dengan cepat berputar, membuka pintu mobil dari sisi lainnya. "We are here. Come on, Babe." James mengulurkan tangannya. Nerry menyambut tangan James dan keluar dari mobil. Dia melihat ke sekeliling. Tempat parkir saja begitu luas. Ada beberapa mobil ada di dalam garasi. Semua jelas mobil berkelas, mobil tidak terlalu sering tampak di jalanan. "They are waiting." James tersenyum. Dia menggandeng Nerry dan mengajak masuk ke rumah dari pintu samping, langsung ke ruang keluarga. "Tuan, aku sangat gugup." Nerry memperhatikan James. Wajah gadis itu merah merona. Sedangkan James tersenyum lebar penuh keceriaan. "Tenang saja. Kamu tidak akan dihukum karena jatuh cinta pada Hayden. Dan jangan panggil aku Tuan," kata James. "Iya, Tuan. Oh, James? Aneh." Nerry tersenyum
Jordan menghentikan langkah mendengar pertanyaan itu. Apa yang baru dia dengar? Dia berbalik. Matanya bertemu mata indah yang membuatnya jatuh hati. Mata bulat dan bening Clarabelle. "Are you sure, you wanna leave me? And our baby?" Clarabelle memandang Jordan. Tangannya menyentuh bagian perutnya. Jordan masih mencerna apa yang terjadi. Tatapan matanya makin menghujam. "Setelah semua yang kamu lakukan, toko coklat Lala Joy, meninggalkan rumah mewah di Sydney, tidak peduli kantor Hayden, dan melepas semua wanita itu ... kamu akan pergi dariku?" Clarabelle bicara dengan tenang. Kedua matanya tampak teduh. Perlahan bibirnya tersenyum. "Lala ...." Jordan tak percaya yang dia lihat. Clarabelle mengucapkan sesuatu yang jauh dari bayangannya. "I miss you too, Jordan Gerald Hayden. Deep ini my heart, I always wanna hug you." Bibir tipis Clarabelle kembali menguntai senyum. Jordan segera kembali mendekat dan memegang tangan Clarabelle. "What do
James keluar kamarnya. Dia menelpon Susan dan terpaksa membuat Susan bangun. Kabar yang James berikan tentang Clarabelle mengejutkan Susan. Dia cepat-cepat bersiap dan menemui James di tempat parkir."Susan, kamu bantu aku. Ini situasi buruk. James bertingkah bodoh lagi dan membuat Clarabelle kembali terluka." James mulai melajukan mobil keluar hotel.Hari mulai terang, tetapi matahari tidak mau menunjukkan dirinya."Apa yang Tuan harapkan dariku?" tanya Susan."Aku akan tenangkan Jordan. Dia kembali merasa bodoh dan menyesal. Kurasa dia lebih kacau karena bayi mereka dalam bahaya." James terdengar resah dan cemas. "Kamu, aku minta kamu tenangkan Clarabelle. Aku tidak tahu apa yang dia rasa tentang Jordan setelah kejadian ini. Aku hampir yakin, dia akan meminta bercerai."Deg. Susan menatap James. Apakah seburuk itu? Susan tidak tahu harus menjawab apa. Dia juga tidak tahu apa yang bisa dia katakan nanti pada Clarabelle."Aku rencana h
Jordan panik. Dia gemetar melihat Clarabelle bahkan kesulitan duduk."Lala ... Lala ...." Jordan tidak tahu harus bicara apa.Sementara darah terus mengalir dan melebar di atas salju."Jordan, sakit ...." ucap Clarabelle sambil memegang perutnya."Dokter ... kita ke dokter. Tunggu, aku ambil mobil. Bertahanlah," ujar Jordan di antara rasa bingung dan ketakutan.Dia berdiri dan berjalan kembali ke tokonya. Dia harus segera mengambil mobil dan membawa Clarabelle ke rumah sakit. Clarabelle makin pucat. Rasa dingin yang menusuk, disertai rasa sakit yang mendera perut, kaki, pinggang, dan menjalar ke seluruh tubuhnya. Dia hampir tidak bisa bergerak lagi.Beberapa menit berikutnya, Jordan datang. Dia membantu Clarabelle masuk ke dalam mobil. Clarabelle lunglai, tetapi tubuhnya juga kaku karena kedinginan. Dengan hati tidka karuan, Jordan mulai melajukan kendaraannya. Hari tidak lagi bersalju, tetapi jalanan cukup sulit ditempuh, Jordan tidak
Clarabelle terkejut dengan reaksi Jordan. Dia mencoba melepaskan diri, tapi Jordan tidak mau mengalah. Dia bahkan lebih berani bertindak. Dia kecup Clarabelle. Dia lepaskan kerinduan dengan memeluk erat istrinya.Clarabelle awalnya ingin berontak. Sayangnya, hati dan rindunya tidak sejalan. Hati menolak, tetapi rindu yang Clarabelle rasa memaksanya menyambut kemesraan yang Jordan lemparkan. Debaran kuat menguasai Clarabelle. Degupan yang menyenangkan, yang menaikkan hasrat dirinya tak bisa dibendung. Clarabelle menyerah. Dia mulai menikmati sentuhan Jordan."I miss you. So much ...." Jordan berbisik, lembut. Clarabelle makin bergelora.Tidak ada penolakan, Jordan makin melangkah jauh. Permainan dia lanjutkan. Dia menarik Clarabelle naik ke atas ranjang. Mereka meneruskan perjalanan rindu dan cinta yang terlalu lama tertahan karena rasa marah, kecewa, dan juga takut makin terluka.Di luar salju kembali deras. Bahkan suara angin menderu pun terdengar. Rindu
Mobil Jordan oleng. Clarabelle mendekap dadanya dengan rasa takut mencuat begitu cepat. Mobil hampir saja bertabrakan. Jordan sigap kembali ke posisi dan mengendalikan setir. Untung, dia mampu menghindar sehingga tabrakan tidak terjadi. "Ya Tuhan ...." Clarabelle masih merasakan dadanya berdetak begitu cepat karena rasa kaget. Jordan sudah kembali menguasai kendaraannya. Tapi dia juga sama terkejutnya. Berulang kali dia mengambil nafas dalam, menenangkan diri. "Sorry, I am sorry," kata Jordan tanpa melihat CLarabelle. Dia fokus menyetir. Clarabelle tidak menjawab. Dalam hati dia bersyukur, tidak terjadi kecelakaan. Dia tidak bisa membayangkan jika benar tabrakan terjadi. Bukan hanya dia dan Jordan yang celaka, tetapi bayi mungil di rahimnya juga. Hening. Sisa perjalanan hingga ke toko Jordan, tidak ada yang bicara. Jordan memarkir kendaraannya, langsung masuk ke garasi. Clarabelle kembali memegang pipi Jordan, lalu ke lehernya.
James menajamkan tatapannya. Dua bola mata indah dan lentik milik Nerry berair. Apa yang dia risaukan? Mengapa justru gadis itu jadi bersedih? "Nerry, ada apa? Aku sungguh-sungguh dengan niatku. Aku tidak akan mempermainkan kamu. Aku janji ...." "Bukan itu. Maafkan aku," sahut Nerry. James menutup mulutnya. Dia lebih baik mendengar yang Nerry akan utarakan padanya. Mungkin memang dia terlalu cepat meminta Nerry menjadi kekasihnya apalagi masuk dalam pernikahan. Rasanya sama saja dengan kisah Jordan dan Clarabelle. "Mengenal Tuan secara langsung, punya momen bersama, buat aku ... seperti mimpi. Ga masuk akal. Tuan tiba-tiba muncul di depanku. Semua hari-hariku berubah seketika." Nerry mulai mengungkapkan yang sedang berkecamuk di dalam hatinya. James menunggu. Dia tahu Nerry belum selesai. "Jujur, aku jika sungguh bersama Tuan nanti, seperti cinderella. Dari hidup sederhana masuk dalam sebuah istana. Apakah aku bisa, Tuan? Apakah aku cu