“Kita sampai," ucap Jordan sembari melemparkan senyum riang.
Jordan membuka lebar pintu kamar hotel mereka. Lagi-lagi hamparan menakjubkan ada di depan mata. Kamar pengantin yang berikutnya mereka lihat. Unik, dengan ciri khas Bali sebagai pernak-pernik ruangan indah itu.
“It is amazing.” Clarabelle masuk ke tengah ruangan. Dia memandang sekeliling, rasa takjub memenuhi hatinya. “I love it, really.”
Senyum Clarabelle mengembang, melihat ke arah Jordan. Dia mulai terbiasa dengan Jordan di sisinya. Tidak ada rasa canggung seperti hari yang lalu.
“Lebih dari yang kubayangkan. Thank you, At the First Time I Meet You. Aku tidak akan lupa semua ini.” Jordan melangkah lebih jauh. Dia membuka pintu yang mengarah ke balkon kamar hotel.
Dari balkon, lautan lepas terhampar begitu cantik. Biru gelap, langit di atas biru cerah. Awan berarak indah tak lelah bergerak. Sementara angin terasa menerpa wajah. Suasana pantai sangat terasa.
“Wow … it is incredible. Babe …” Jordan melihat ke sekeliling. Kekaguman yang hadir di hatinya. Ini jauh lebih indah dari tempat yang dia pernah datangi beberapa tahun lalu.
Clarabelle telah berdiri di sisi Jordan, turut menatap cantiknya pemandangan di depan mereka.
“It is really great to be here.” Jordan menoleh pada Clarabelle. Senyum cantik penuh keceriaan muncul di wajah Clarabelle. Bahkan penerbangan yang lumayan lama, tidak membuatnya tampak lelah.
Jordan melebarkan tangan dan memeluknya. Lagi-lagi Clarabelle tidak menolak. Ah, makin terbuka saja dia dalam dekapan Jordan.
“Sedikit lagi, sabar, Jordan …” batin Jordan bicara. “Tidak malam ini. Aku akan buat kamu yang menginginkan aku, Lala. Lihat saja.”
Di tengah suasana manis itu, sementara senyum Clarabelle belum menghilang, Jordan memberikan kecupan lembut. Dia harus bermain lambat. Dia tidak boleh salah langkah, atau Clarabelle akan menarik dirinya lagi.
*****
Pesona Jordan tak bisa diabaikan. Pria itu begitu manis, membuat Clarabelle makin suka bersamanya. Para ahli cinta itu benar-benar tahu, pria seperti apa yang Clarabelle perlukan. Ramah, pengertian, pendengar yang baik, dan sabar. Siapa yang tidak akan tergoda dengannya? Bukan hanya fisiknya, sikapnya pun begitu mengesankan.
Tiga hari berlalu, berdua mereka menjelajah Bali. Pulau Dewata memang menakjubkan. Hati Clarabelle dipenuhi rasa syukur dan kekaguman menyaksikan semua keindahan di depan matanya. Dia bisa mengerti mengapa Adriano begitu bangga dengan Indonesia. Tidak pernah bosan dia mengajarkan semua hal tentang negeri asalnya paada Clarabelle. Budaya, kebiasaan, prinsip-prinsip, meskipun itu ada kalanya sedikit tidak masuk akal untuk kehidupan di Australia. Dengan melihat sendiri yang ada di Bali, Clarabelle sangat mengerti alasan papanya melakukan itu sejak dia kecil.
“Ada kalanya aku marah karena papa memperlakukan aku tidak seperti anak-anak yang lain. Ada nasihat-nasihatnya yang aku kesal, kenapa aku harus berbeda dengan teman-temanku. Sekarang aku paham. Kehidupan di sini, membuat aku mengerti. Dan aku sangat menghargainya.” Clarabelle kembali bercerita tentang dirinya.
“Jadi itu juga alasannya, kamu tidak mudah bersentuhan dengan lawan jenis?” Jordan menanyakan itu dengan senyum manis di bibir. Dia harus hati-hati, jangan sampai istrinya terganggu dengan pertanyaan itu.
Clarabelle masih sedikit tidak mudah bicara tentang hal-hal berbau pribadi seperti ini. Tetapi dia dan Jordan adalah suami istri. Pernikahannya, dia harapkan tidak hanya selama delapan minggu dalam acara itu, yang dikelilingi kamera ke mana mereka pergi. Clarabelle mau, menikah sekali dan berlangsung seumur hidupnya. Dia harus berani mengatakan apa adanya tentang dirinya. Dia berharap Jordan bisa memahami semua itu.
“You are right.” Clarabelle mengangguk. “Aku hanya akan memberikan diriku kepada pria yang menjadi suamiku dan … aku tahu dia sayang padaku, menghargaiku, bukan sekedar ingin menikmati fisikku.”
Jordan cukup terkejut mendengar ini. Jadi, Clarabelle benar-benar masih murni? Dia kira hanya karena belum saling kenal saja dia menjaga dirinya. Ternyata … Clarabelle benar-benar belum tersentuh. Jantung Jordan berdetak keras. Jika benar, dia akan merengkuh utuh Clarabelle, menjadi pria pertama yang menikmati kebersamaan terdalam dengannya. Jordan merasa menang dua kali!
“Lala …” Jordan tidak tahu mengapa di dadanya ada gemuruh yang tak bisa dia tahan. Jika mungkin, di malam indah itu, bisakah dia mendapat jackpot dari istrinya?
“Aku tidak akan memaksa. Jika kamu siap, kapan saja.” Jordan memegang tangan Clarabelle. Hatinya berkata lain, tapi dia tidak boleh gegabah.
Kelembutan Jordan membuat Clarabelle makin nyaman. Hatinya tak bisa menolak lagi. Dia mulai menikmati kecupan lembut yang sesekali Jordan kirimkan di pipi atau bibirnya. Dan di sisi terdalam dirinya, seakan mendorong dia lebih berani dan ingin melepas semua untuk pria manis yang telah mencairkan dingin hatinya.
Malam itu, ketika bulan hampir purnama, setelah makan malam romantis, di tengah rasa letih setelah menikmati cantiknya pantai di siang hari, Clarabelle dengan rela membiarkan Jordan merengkuhnya. Ada rasa takut, ada rasa malu. Tetapi dia tidak lagi mengelak. Setiap sentuhan Jordan, dia mau merasakan itu sebagai hadiah istimewa untuk awal pernikahan mereka. Penyatuan yang meneguhkan bahwa mereka sesungguhnya masuk dalam sebuah pernikahan. Bukan sekadar sebuah upacara, tetapi sebuah komitmen, sehati, sejiwa, dan juga satu tubuh.
Setelah petualangan cinta yang Jordan lewati sekian lama, terbiasa dengan banyak wanita yang bisa jadi berganti tiap malam, bersama Clarabelle, Jordan merasakan sensasi yang begitu berbeda. Clarabelle benar-benar polos, tidak tahu harus berbuat apa. Jordan justru bersemangat. Ini pengalaman luar biasa buatnya. Yang paling dia suka, karena dia menjadi pria pertama yang mendekap dalam Clarabelle, sebagai suami untuknya.
“Honey …” bisikan itu, rasanya begitu berarti untuk Clarabelle. Dia tatap Jordan yang ada tepat di depannya, pria itu masih menginginkannya.
Hingga lewat tengah malam, Jordan akhirnya melepaskan Clarabelle. Puas, lega. Dia berhasil menaklukkan gadis unik itu. Wanitanya, istrinya. Clarabelle, meski masih terlihat malu, dia tetap merapatkan diri pada Jordan, tidak ingin jauh darinya. Dalam pelukan hangat Jordan, Clarabelle akhirnya terlelap.
Beberapa jam kemudian, Jordan merasa sangat haus. Dia membuka matanya. Clarabelle masih terlelap dengan tubuh meringkuk dalam dekapan Jordan. Jordan tersenyum. Istrinya manis sekali. Dia hampir menangis saat melepaskan bagian terdalam dirinya dipenuhi Jordan.
“Malam yang luar biasa. Thank you.” Jordan berbisik, seakan Clarabelle bisa mendengarnya.
Jordan melihat ke arah jam yang tergantung di dinding. Jam enam lewat dua puluh menit. Perlahan dia lepaskan Clarabelle, hati-hati agar wanita itu tidak terbangun. Jordan mengambil segelas besar air, menegukanya hingga gelasnya kosong. Kemudian Jordan meraih ponsel dan duduk di sofa di sisi kanan kamar itu. Dia ingin membagikan kemenangan ganda karena ikut acara ini pada teman-temannya.
- Thank you, Guys! Kalian memang sahabat paling oke yang tahu diriku dengan sangat baik. Aku mendapat seorang istri yang cantik. Dan … jackpot-ku … Virgin!
Jordan tersenyum lebar saat mengirim pesan itu pada ketiga sahabatnya. Selama ini buat mereka bersama wanita manapun, asal suka sama suka sah-sah saja. Tetapi jika bisa mendapatkan seseorang yang masih murni, rasanya seperti menang lotere yang besar. Karena itu Jordan ingin teman-temannya tahu, taruhan mereka membawa banyak kesenangan buat Jordan. Benar saja, beberapa menit berikut Warren menelponnya. Jordan tertawa kecil. Dia bisa membayangkan apa yang Warren akan katakan. Tidak ingin membangunkan Clarabelle, Jordan memilih menuju balkon dan bicara dengan Warren di sana. “Sial! Kamu tidak bercanda?” Kalimat yang Warren ucapkan tepat seperti yang muncul di kepala Jordan. “Aku memang pria ga jelas, tapi kamu tahu, aku bukan orang yang suka bohong. Kecuali terpaksa. Hee … hee …” Jordan terkekeh. “Kenapa malah kamu dapat banyak untung, hah?” kesal Warren. Bagaimana tidak? Dia dan kedua temannya ingin mengerjai Jordan, kenapa situasi justru seolah terbali
Minggu terakhir. Para peserta reality show dipulangkan. Mereka diberi waktu satu minggu berpikir apakah akan meneruskan hubungan mereka di dunia nyata, di luar acara itu, atau memilih berpisah dari pasangan yang mereka temui. Tidak boleh ada kontak sama sekali di antara mereka. Jordan kembali ke apartemennya dan Clarabelle kembali pada Adriano. Dengan senyum kemenangan Jordan menemui teman-temannya. Di tempat biasa, mereka berkumpul dengan riang dan penuh tawa. Tentu saja teman-temannya tidak mengira Jordan bisa bertahan hanya dengan satu wanita dalam waktu hampir dua bulan. Ini rekor dan mereka mengakuinya. “Lalu, kamu masih sanggup berdiam diri, tidak cari camilan? Lihat itu, tatapan rindu Jean dan senyuman manis Leony tertuju padamu.” Warren mulai memanas-manasi Jordan. “Biar saja. Aku sedang malas berurusan dengan mereka.” Jordan tidak memperhatikan wanita-wanita yang mengharapkannya untuk mendekat. “Mereka kesal kamu ikut acara itu. Tapi juga mer
Jordan berdiri di hadapan Clarabelle. Senyumnya menawan membuat jantung Clarabelle tak bisa berdetak normal. Jordan juga tidak mengelak, dia suka memandang wajah lembut Clarabelle. Dia memang pengagum wanita cantik. Dan ada sesuatu yang beda, saat sadar wanita cantik di depannya ini adalah istrinya. “Babe, how are you?” Jordan memeluk Clarabelle. Mendapat sambutan itu Clarabelle membalas memeluk Jordan erat. “I am great,” ucap Clarabelle dengan senyum lebar. “You miss me?” tanya Jordan sembari kembali menatap dua bola mata bulan indah milik Clarabelle. Merona, itu yang tampak di wajah Clarabelle saat Jordan bertanya. “Ya … sure ….” Sedikit malu, Clarabelle jujur mengakuinya. Setelah dua bulan bersama, dia mulai terbiasa dengan Jordan di sisinya. Sepanjang waktu, hampir dua puluh empat jam setiap hari, mereka terus berdua. Rindu itu ada di hati Clarabelle. Jordan makin lebar tersenyum. Ternyata menyenangkan punya seorang istri y
Jordan meraih tangan Clarabelle, dia merapatkan kembali tubuh mereka. Jordan bisa melihat tatapan Clarabelle yang sedikit bingung dengan perkataannya. “Babe, selama bersama papa kamu, kamu bahagia. Dan kebahagiaan papa kamu adalah kamu.” Jordan mencari kata yang tepat, mengembalikan suasana hati Clarabelle. “Kalau memang tinggal bersama papa kamu itu lebih baik, aku akan berusaha menyesuaikan diri.” Seketika senyum Clarabelle melebar. Sejauh itu Jordan memikirkan dia dan papanya. Pria ini makin membuat Clarabelle kagum saja. “I am so lucky to have you here, Jordan. Really.” Tulus dari hatinya, Clarabelle mengucapkan itu. “Aku tidak sabar memulai semuanya bersama kamu.” “Me too, Sweet heart.” Dan kecupan lembut Jordan kembali membuat hati Clarabelle membuncah dengan rasa cinta yang makin melebar. Clarabelle bahkan tidak bisa mengerti dirinya sendiri. Setelah sekian tahun menjauh dari semua bentuk cinta, Jordan hanya dalam delapan minggu, mampu meruntuh
Jantung Clarabelle kembali berdetak begitu cepat. Dia memandang pada wanita tua yang cantik di depannya. Tangannya menangkup pipi Clarabelle dengan senyum yang belum juga menghilang. “What’s your name again?” Dia bertanya dengan mata berseri. “I am Clarabelle Aimee Johan. Just call me Lala.” Clarabelle kembali memperkenalkan diri. “Beautiful name. As you are,” ucap nenek dengan dagu lancip itu. Dia menoleh pada Jordan. “Joy, kamu akhirnya menikah juga. Kenapa kamu tidak undang aku datang di hari pernikahan kalian? Justru orang lain yang datang. Aku kesal. Harusnya aku ikut masuk acara itu.” “Grandma!” James terkejut dengan kata-kata neneknya. Bagaimana bisa dia mengatakan hal sekonyol itu. Mereka keluarga Hayden! Dengan cepat nenek menoleh pada James. “Kamu kenapa harus marah? Lihat, istri Jordan begitu manis.” Clarabelle yang tegang sedari pertama datang, mulai sedikit lega. Setidaknya nenek Jordan bersikap ramah dan senang dengan keh
Jaren memandang Clarabelle lekat-lekat. Wanita muda di depannya itu memang cantik, meskipun tidak begitu tinggi. Penampilannya sederhana tetapi cukup menarik. Dan dia berani bicara dengannya. Apa yang dia mau katakan? “Bicaralah,” ujar Jaren. Clarabelle menarik nafas dalam. Dia harus bisa meyakinkan orang tua Jordan jika dia serius dengan pernikahannya dengan Jordan. “Saya minta maaf dari hati saya, telah membuat terkejut keluarga Hayden karena pernikahan saya dengan Jordan. Tetapi, saya tidak pernah bermaksud menjalani pernikahan seperti sebuah permainan.” Clarabelle menguatkan hatinya. Dia harus bicara. Tentu saja berharap kedua orang tua Jordan akan memahaminya. Jaren dan Anne-Mary mencermati wanita yang telah dinikahi anak bungsu mereka. James bertopang dagu, sedikit ketus, menunggu drama apa yang sedang dimainkan Clarabelle. “Saya menyadari sebuah pernikahan itu sakral dan suci di hadapan Tuhan. Saya menikah dengan Jordan berdasarkan kesa
“Hei, setidaknya istrimu wanita yang baik. Harusnya kamu bangga. Pria tidak jelas seperti kamu punya istri manis, lembut, dan penyayang. Nikmatilah!” sahut Warren.“Kamu dan dua sekutumu itu, harus ikut bertanggung jawab jika aku kena celaka karena semua ini. Kalian yang memulai permainan gila ini!” kesal Jordan.“Hei, hei! Sabar dulu! Jangan sembarangan bicara, Man!” Warren berusaha membela diri. Jordan bersedia terima tantangan. Pilihan dia masuk dalam pernikahan di event antik itu. Tidak ada alasan dia mempersalahkan teman-temannya.“Dengar, Warren. Usai perjanjian, kalian tidak boleh asal lepas tangan. Ingat itu!” Jordan masih mencari cara mengancam.Klek! Pintu kamar mandi terbuka. Jordan cepat-cepat mengakhiri panggilan Warren. Dia tidak mau Clarabelle mendengar dia bicara dengan Warren.Jordan meletakkan ponsel dan segera merebahkan badan. Matanya mengekori Clarabelle. Dengan gaun tidur seksi,
Kembali ke rumah Jordan setelah dua malam menginap di rumah Adriano, Clarabelle sedikit merasa berat. Jordan bisa merasakan itu. Clarabelle masih ingin lebih lama dengan ayahnya. Tetapi Jordan sudah ada janji dengan tiga sekawan, mereka akan datang berkunjung. Ketiga teman Jordan itu hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan Jordan yang sok manis dan baik sebagai suami Clarabelle. Menyiapkan rumah, padahal dia lebih senang di apartemen. Mereka berusaha menahan tawa saat melihat Jordan bersama Clarabelle saling memandang dan terlihat mesra bahagia. Begitu Clarabelle pergi, tinggal mereka sendiri yang mengobrol, mereka habis-habisan mengerjai Jordan. “Kamu memang pemain watak kelas kakap. Kenapa kamu tidak jadi aktor saja? Kurasa film pertamamu akan booming.” Ronald menatap Jordan sambil mencibir. “Aku harus akui, kamu menang. Andai aku jadi istrimu, aih, istri … haa … haa … masih aneh aku mengucapkan itu.” Warren menyahut. Dia menyenggol lengan Jordan.
"Mana cucuku? Aku sudah tidak sabar mau memeluknya!" Suara ceria itu, terdengar renyah. Clarabelle sangat merindukannya. Dengan cepat Clarabelle menemui Crystal yang baru melangkah masuk ke dalam rumah. "Oh, my God!" Crystal terbelalak begitu melihat Clarabelle. "Lihat, Sayang. Bayimu sudah tumbuh sebesar ini?" Crystal memegang perut Clarabelle dan mengusapnya dengan rasa gembira yang meluap. Clarabelle tersenyum. Matanya berkaca-kaca. Sambutan hangat itu rasanya membalut semua hal yang dulu ingin dia lupakan. Keluarga Hayden. Keluarga itu akan terus menjadi bagian hidupnya. "Apa kabar, Lala?" Ann-Mary ganti memeluk Clarabelle. Suara manisnya yang elegan, Clarabelle juga rindu. "Aku sangat baik." Clarabelle tersenyum. Ada rasa tidak nyaman juga mengumpul di hatinya. "Aku minta maaf, karena pergi diam-diam. Sungguh, aku tidak ingin mengecewakan siapapun. Aku minta maaf." "Anakku yang tidak tahu menjaga istrinya. Kenapa kamu minta maaf? Jordan yang harus minta maaf. Dulu dia berj
Matahari cerah. Salju mulai mencair perlahan-lahan. Musim dingin kian bergeser, musim semi akan datang beberapa minggu lagi.Clarabelle duduk di pinggir jendela. Dia memandang ke jalanan dan pemandangan di depan rumah tempat dia tinggal. Tenang, hening, dan meneduhkan. Dari arah belakangnya, aroma harum kopi panas terasa masuk ke penciuman.Clarabelle menoleh, Jordan berdiri dengan dua cangkir di tangannya. Wajah tampan itu tidak tersenyum, tetapi tatapan ceria muncul dari sorot matanya."Minuman hangat buat jantung hatiku. Susu saja. Kopi buat aku." Jordan memberikan satu cangkir kepada Clarabelle."Ah, aku sudah membayangkan meneguk kopi panas dan harum. Kenapa susu lagi?" Clarabelle cemberut tetapi dia terima juga cangkir dari Jordan."Biar sehat. Nanti saja kalau sudah lahir kesayangan kita, kamu minum kopi." Jordan duduk di sebelah Clarabelle. Dia menghirup harum kopi di cangkirnya, lalu meneguk beberapa kali."Hm, ibu hamil ga masalah
Salju baru beberapa menit lalu berhenti. Mobil hitam James berhenti dan terparkir di garasi rumah besar itu. James turun dari mobil dan dengan cepat berputar, membuka pintu mobil dari sisi lainnya. "We are here. Come on, Babe." James mengulurkan tangannya. Nerry menyambut tangan James dan keluar dari mobil. Dia melihat ke sekeliling. Tempat parkir saja begitu luas. Ada beberapa mobil ada di dalam garasi. Semua jelas mobil berkelas, mobil tidak terlalu sering tampak di jalanan. "They are waiting." James tersenyum. Dia menggandeng Nerry dan mengajak masuk ke rumah dari pintu samping, langsung ke ruang keluarga. "Tuan, aku sangat gugup." Nerry memperhatikan James. Wajah gadis itu merah merona. Sedangkan James tersenyum lebar penuh keceriaan. "Tenang saja. Kamu tidak akan dihukum karena jatuh cinta pada Hayden. Dan jangan panggil aku Tuan," kata James. "Iya, Tuan. Oh, James? Aneh." Nerry tersenyum
Jordan menghentikan langkah mendengar pertanyaan itu. Apa yang baru dia dengar? Dia berbalik. Matanya bertemu mata indah yang membuatnya jatuh hati. Mata bulat dan bening Clarabelle. "Are you sure, you wanna leave me? And our baby?" Clarabelle memandang Jordan. Tangannya menyentuh bagian perutnya. Jordan masih mencerna apa yang terjadi. Tatapan matanya makin menghujam. "Setelah semua yang kamu lakukan, toko coklat Lala Joy, meninggalkan rumah mewah di Sydney, tidak peduli kantor Hayden, dan melepas semua wanita itu ... kamu akan pergi dariku?" Clarabelle bicara dengan tenang. Kedua matanya tampak teduh. Perlahan bibirnya tersenyum. "Lala ...." Jordan tak percaya yang dia lihat. Clarabelle mengucapkan sesuatu yang jauh dari bayangannya. "I miss you too, Jordan Gerald Hayden. Deep ini my heart, I always wanna hug you." Bibir tipis Clarabelle kembali menguntai senyum. Jordan segera kembali mendekat dan memegang tangan Clarabelle. "What do
James keluar kamarnya. Dia menelpon Susan dan terpaksa membuat Susan bangun. Kabar yang James berikan tentang Clarabelle mengejutkan Susan. Dia cepat-cepat bersiap dan menemui James di tempat parkir."Susan, kamu bantu aku. Ini situasi buruk. James bertingkah bodoh lagi dan membuat Clarabelle kembali terluka." James mulai melajukan mobil keluar hotel.Hari mulai terang, tetapi matahari tidak mau menunjukkan dirinya."Apa yang Tuan harapkan dariku?" tanya Susan."Aku akan tenangkan Jordan. Dia kembali merasa bodoh dan menyesal. Kurasa dia lebih kacau karena bayi mereka dalam bahaya." James terdengar resah dan cemas. "Kamu, aku minta kamu tenangkan Clarabelle. Aku tidak tahu apa yang dia rasa tentang Jordan setelah kejadian ini. Aku hampir yakin, dia akan meminta bercerai."Deg. Susan menatap James. Apakah seburuk itu? Susan tidak tahu harus menjawab apa. Dia juga tidak tahu apa yang bisa dia katakan nanti pada Clarabelle."Aku rencana h
Jordan panik. Dia gemetar melihat Clarabelle bahkan kesulitan duduk."Lala ... Lala ...." Jordan tidak tahu harus bicara apa.Sementara darah terus mengalir dan melebar di atas salju."Jordan, sakit ...." ucap Clarabelle sambil memegang perutnya."Dokter ... kita ke dokter. Tunggu, aku ambil mobil. Bertahanlah," ujar Jordan di antara rasa bingung dan ketakutan.Dia berdiri dan berjalan kembali ke tokonya. Dia harus segera mengambil mobil dan membawa Clarabelle ke rumah sakit. Clarabelle makin pucat. Rasa dingin yang menusuk, disertai rasa sakit yang mendera perut, kaki, pinggang, dan menjalar ke seluruh tubuhnya. Dia hampir tidak bisa bergerak lagi.Beberapa menit berikutnya, Jordan datang. Dia membantu Clarabelle masuk ke dalam mobil. Clarabelle lunglai, tetapi tubuhnya juga kaku karena kedinginan. Dengan hati tidka karuan, Jordan mulai melajukan kendaraannya. Hari tidak lagi bersalju, tetapi jalanan cukup sulit ditempuh, Jordan tidak
Clarabelle terkejut dengan reaksi Jordan. Dia mencoba melepaskan diri, tapi Jordan tidak mau mengalah. Dia bahkan lebih berani bertindak. Dia kecup Clarabelle. Dia lepaskan kerinduan dengan memeluk erat istrinya.Clarabelle awalnya ingin berontak. Sayangnya, hati dan rindunya tidak sejalan. Hati menolak, tetapi rindu yang Clarabelle rasa memaksanya menyambut kemesraan yang Jordan lemparkan. Debaran kuat menguasai Clarabelle. Degupan yang menyenangkan, yang menaikkan hasrat dirinya tak bisa dibendung. Clarabelle menyerah. Dia mulai menikmati sentuhan Jordan."I miss you. So much ...." Jordan berbisik, lembut. Clarabelle makin bergelora.Tidak ada penolakan, Jordan makin melangkah jauh. Permainan dia lanjutkan. Dia menarik Clarabelle naik ke atas ranjang. Mereka meneruskan perjalanan rindu dan cinta yang terlalu lama tertahan karena rasa marah, kecewa, dan juga takut makin terluka.Di luar salju kembali deras. Bahkan suara angin menderu pun terdengar. Rindu
Mobil Jordan oleng. Clarabelle mendekap dadanya dengan rasa takut mencuat begitu cepat. Mobil hampir saja bertabrakan. Jordan sigap kembali ke posisi dan mengendalikan setir. Untung, dia mampu menghindar sehingga tabrakan tidak terjadi. "Ya Tuhan ...." Clarabelle masih merasakan dadanya berdetak begitu cepat karena rasa kaget. Jordan sudah kembali menguasai kendaraannya. Tapi dia juga sama terkejutnya. Berulang kali dia mengambil nafas dalam, menenangkan diri. "Sorry, I am sorry," kata Jordan tanpa melihat CLarabelle. Dia fokus menyetir. Clarabelle tidak menjawab. Dalam hati dia bersyukur, tidak terjadi kecelakaan. Dia tidak bisa membayangkan jika benar tabrakan terjadi. Bukan hanya dia dan Jordan yang celaka, tetapi bayi mungil di rahimnya juga. Hening. Sisa perjalanan hingga ke toko Jordan, tidak ada yang bicara. Jordan memarkir kendaraannya, langsung masuk ke garasi. Clarabelle kembali memegang pipi Jordan, lalu ke lehernya.
James menajamkan tatapannya. Dua bola mata indah dan lentik milik Nerry berair. Apa yang dia risaukan? Mengapa justru gadis itu jadi bersedih? "Nerry, ada apa? Aku sungguh-sungguh dengan niatku. Aku tidak akan mempermainkan kamu. Aku janji ...." "Bukan itu. Maafkan aku," sahut Nerry. James menutup mulutnya. Dia lebih baik mendengar yang Nerry akan utarakan padanya. Mungkin memang dia terlalu cepat meminta Nerry menjadi kekasihnya apalagi masuk dalam pernikahan. Rasanya sama saja dengan kisah Jordan dan Clarabelle. "Mengenal Tuan secara langsung, punya momen bersama, buat aku ... seperti mimpi. Ga masuk akal. Tuan tiba-tiba muncul di depanku. Semua hari-hariku berubah seketika." Nerry mulai mengungkapkan yang sedang berkecamuk di dalam hatinya. James menunggu. Dia tahu Nerry belum selesai. "Jujur, aku jika sungguh bersama Tuan nanti, seperti cinderella. Dari hidup sederhana masuk dalam sebuah istana. Apakah aku bisa, Tuan? Apakah aku cu