Obrolan terus terjadi. Tawa sesekali terdengar di antara mereka. Susan tak bosan memandang Lorenz. Tampan, meslipun tidak setegap James atau Jordan, dia tetap menarik dan keren. Susan tidak menyangkal, dia suka pria ramah itu.
“Kamu ternyata pria yang menyenangkan, Lorenz. Kukira kamu pendiam dan hanya suka dengan urusan pekerjaan kantor yang membuat kepala pening itu.” Crystal memandang Lorenz sambil tersenyum.
“Kita mesti bisa menempatkan diri, Nyonya. Kalau bekerja harus serius dan maksimal. Saat menikmati suasana santai, juga serius dan maksimal. Aku suka bercerita. Dan, tidak keberatan mendengarkan cerita juga.” Lorenz menjawab Crystal dengan senyum renyah.
“Ah, pantas saja, dua cucuku itu betah bersama kamu. Kamu tahu bagaimana menghadapi James, tapi juga tahu menghadapi Jordan. Great!” Makin lebar Crystal tersenyum.
“Terima kasih pujiannya.” Lorenz mengangguk sambil kembali melempar senyum manisnya.
“Aku lelah, Karen, aku butuh istirahat. Dan aku sangat haus.” Jordan berbalik, dia berjalan menuju ke ruang makan mengambil minuman. Karen hanya menatap saja pada Jordan. Dia sangat kenal Jordan. Dia tahu pria itu tidak sepenuhnya ingin bersamanya. Ternyata waktu bersama yang mulai terjalin, sekalipun Jordan masih mengimbangi permainannya, Jordan masih memikirkan wanita pinggiran itu. “Hebat sekali dia. Bagaimana bisa Jordan lekat dengan wanita biasa? Kukira dengan memaksanya di sampingku, Jordan bisa punya hati sama seperti yang lalu ketika kami masih berkencan.” Karen kecewa karena tidak mampu merebut hati Jordan. “Tapi aku tidak akan menyerah, Jordan. Aku punya kunci kuat untuk juga mengikatmu. Kalau kamu terikat pernikahan dengan Clarabelle, kamu terikat bisnis denganku.” Karen tersenyum sinis. Tekadnya tidak akan luntur. Jordan masih datang, menemui dia, dia masih punya waku untuk mengikat Jordan lebih kuat. Karen menyusul Jordan ke ruang makan.
James meraih handuk kecil yang tergantung di sisi bench press yang dia gunakan berlatih. Tenang sekali, dia tidak segera merespon Clarabelle yang tampak tegang memandang padanya. James mengusap keringat di wajah dan lehernya, lalu mengambil botol minum dan meneguk air di dalamnya beberapa kali.Clarabelle kesal sekali. Dia yakin James sengaja tidak mau menanggapinya. Rasanya ingin sekali Clarabelle menendang betis pria tampan di depannya itu. Tapi bagaimanapun dia harus tahu bersikap. Dia yang datang dan butuh bantuan James kali ini.“Terima kasih sudah mengantar adik iparku. Kembalilah bekerja.” James bicara pada pelayan yang juga masih berdiri di tempatnya, menunggu perintah James.Pelayan itu mengangguk, kemudian beranjak meninggalkan ruang fitness itu. Tinggal James berdua dengan Clarabelle. James melangkah mendekat. Dia mengarahkan pandangannya lurus pada Clarabelle.“Aku tahu mengapa kamu mencariku.” DIngin kata-kata yang Jam
Tangan Clarabelle terkepal di sisi tubuhnya. Matanya menyala memandang Jordan yang terperangah melihat ke arahnya. “Lala!?” Jordan sama sekali tidak menduga jika Clarabelle bisa menemukan dia berada di tempat itu. Di apartemennya! “You are great!” Suara Clarabelle bergetar. “Jadi di sini kamu melakukan bisnismu? Oke. Kamu benar-benar hebat, Hayden!” “Lala, aku bisa menjelaskan semua ini!” Jordan maju tiga langkah. Kacau! Semua kacau dan berantakan. Bagaimana bisa Clarabelle mengetahui dia ada di apartemen? “Apa yang perlu kamu jelaskan, Tuan Hayden?!” Clarabelle melotot lebar dengan hati mendidih. Dadanya naik turun karena marah yang hampir meledak. Lalu Clarabelle kembali memandang Karen yang mengenakan gaun tidur begitu minim dan seksi. “Aku tidak tahu apa yang ada di kepalamu. Seharusnya kamu malu kamu tidur dengan suami orang. Apa kamu tidak percaya diri mencari pria baik-baik dan bebas? Kurasa ada yang salah dengan otakmu, Karen!”
Clarabelle membuka pintu mobil, turun, dan berdiri berhadapan dengan James. Clarabelle masih tidak mengerti mengapa pria itu mengikutinya. Sebenarnya apa yang James inginkan dari Clarabelle? “Apa yang kamu ingin bicarakan denganku?” Suara CLarabele terdengar serak, sedikit bergetar. Emosinya masih belum kembali normal. Tapi Clarabelle berusaha setenang mungkin menghadapi James. “Kamu sudah bertemu Jordan. Apa yang akan kamu lakukan? Kamu tahu adikku seperti apa. Ini yang aku pikirkan dulu, waktu dia membawa kamu pulang. Dia hanya menganggap pernikahan itu permainan.” James bciara lembut, tidak ada nada ketus atau menyindir. Rasa takut dan kesal pada James tiba-tiba saja memudar dari hati Clarabelle. “Awalnya aku mengira kamu sama seperti Jordan, tidak serius dengan hubungan ini. Kupikir …” “Aku menerima Jordan karena dia Hayden.” Clarabelle memotong kalimat James. James menatap Clarabelle dan mengangguk. Dia memasukkan kedua tangan pad
Clarabelle menguatkan hati, menahan air mata yang sudah di ujung dan ingin tumpah. Dia memandang Jordan, menunggu pria itu memberikan alasan mengapa dia bertingkah bodoh dan lagi-lagi menipu Clarabelle."Kamu ingat masalah yang aku hadapi di kantor? Kerugian karena aku tertipu dalam bisnis?" Jordan memulai dengan menarik pikiran Clarabelle pada situasi di kantor."Ya, aku ingat." Clarabelle menjawab datar. Aneh, apa hubungan urusan kantor dengan wanita simpanan Jordan?"Karen, dia yang menolong aku mengatasi masalahku. Aku sangat panik dan kacau. Dia muncul dan dalam waktu beberapa hari semua mampu dia selesaikan. Hanya saja, dia memintaku ..." Jordan menarik nafas dalam. Ini bagian yang pasti sulit diterima Clarabelle jika dia katakan.Clarabelle mengerutkan keningnya, menatap tajam pada Jordan."Kami akhirnya membuat kesepakatan. Jika dia mampu menyelesaikan masalah bisnisku yang berantakan, aku akan bersedia bersamanya. Jadi teman tidurnya
Tangan dan tubuh Clarabelle rasanya gemetar. Adriano kembali jatuh sakit. Kondisinya turun drastis. Dokter minta agar Adriano dirawat di rumah sakit. Clarabelle berulang kali menangis karena merasa bersalah, membuat papanya drop karena mendengar masalahnya dengan Jordan.Pasti Adriano terpengaruh dengan situasi yang Clarabelle dan Jordan hadapi. Dia pasti sangat kepikiran karena itu. Apalagi Adriano merasa dia penyebab Clarabelle harus menderita gara-gara pernikahan yang dia lakukan.“Sayang … maafkan Papa …” Dengan tangan hampir tak ada daya, Adriano memegang lengan putrinya.“Papa, kenapa masih berpikiran begitu? Aku janji akan baik-baik saja. Entah dengan Jordan atau tidak, aku pasti baik-baik saja.” Clarabelle memandang papanya dengan ujung mata sudah kembali basah.“Sayang, apa kamu akan berpisah dengan Jordan?” Adriano memandang nanar dengan wajah pucat.Clarabelle tidak langsung menjawab pert
Baru beberapa menit Clarabelle dan Susan duduk di depan kamar Adriano, muncul Jordan bersama dengan Lorenz. Hati Clarabelle berdenyut. Perih kembali menghujam. Tapi dia menekan rasa itu, tidak mau menunjukkannya di depan Susan dan Lorenz. Apalagi jika nanti di depan papanya. “Honey … how is papa?” Jordan berdiri di depan Clarabelle. Dia mengulurkan tangan, memegang kedua bahu Clarabelle. Clarabelle enggan memandang Jordan. Dia sedikit menunduk. “Papa sedang tidur. Kondisinya buruk.” Jordan menghela nafas panjang. “Bisakah aku melihatnya?” Clarabelle mengangguk. Tanpa bicara dia berdiri dan berjalan masuk ke dalam kamar diikuti Jordan. Di dalam kamar Adriano masih terlelap. Tapi jelas dia tampak pucat dan sangat lemah. Jordan berdiri di dekat ranjang, memandang pada pria sederhana yang penyabar itu. Saat Adriano tahu perbuatan Jordan, dia tidak mengusir Jordan agar pergi dari Clarabelle. Adriano meminta hati Jordan terbuka, mau berubah, dan han
“Papa sedang sakit, sangat sakit. Jika dia tahu aku dan kamu seperti ini …” Clarabelle menatap Jordan. Dia merasa hatinya berantakan. Tapi dia tidak mau kalah dengan keadaan. Dia hanya mau papanya sehat kembali. “Lala …” Jordan lega, tapi hatinya juga menciut. Clarabelle memutuskan tetap bertahan, mau di sisi Jordan, demi Adriano. Itu artinya bukan tulus karena memang ingin bersama Jordan. “Aku hanya mau papa sehat. Apapun caranya aku akan lakukan. Jika berada di sisimu bisa membuat papa kembali kuat, aku tidak akan pergi.” Clarabelle menyelesaikan kalimatnya. “Thank you.” Jordan berkata lirih. Baiklah, memang Adriano adalah alasan Clarabelle bertahan. Tidak apa-apa. Setidaknya dia, dan Clarabelle tidak akan berpisah dan Jordan punya kesempatan untuk sekali lagi berjuang membuktikan dia memang telah jatuh cinta pada istrinya. “Jadi, di depan papa, kita akan bersandiwara semuanya baik. Oke?” Tatapan Clarabelle kembali tajam. Jordan tidak mengatak