Daniel menatap Allisya."Kenapa sya?" tanya Daniel, Allisya gusar.
"Aku bosen," keluhnya. Daniel selalu romantis, dan Allisya bosan itu.
"Ya udah, kita tebak-tebakkan ya?"
Allisya mengangguk. "Jangan yang susah."
"Gak lah sya. Gampang kok."
"Kenapa kambing suka makan rumput?"
Allisya berpikir. "Kan makanannya. Kalau kita yang makan rumput pahit!" Allisya pernah kapok mencoba satu helai rumput dan pahit tidak ada manis-manisnya.
"Itu tau. Kayak aku selain kamu, gak mau," pernyataan kegombalan Daniel membuat hati Allisya berdesir dingin.
"Sekarang aku."
Daniel menatap Allisa menunggu tebakan dari kekasihnya.
"Jalan laki. Maksutnya apa?"
Daniel menjawabnya, ini very easy. "Jalan kaki kan? Tebakan kamu gampang semua,"
Dehaan hanya menelan baksonya saja. Menyaksikan itu nanti iri bilang bos.
Aris memperhatikan Daniel. 'Kalau di liat-liat pacarnya cantik juga. Gak papa kan nikung?'
Arif menoel pipi Aris. "Hayo ngelamunin apa tuh?" Arif memandangi Daniel dan pacarnya itu. "Ada aroma penikungan ketajaman kebelokan ketanjakan."
"Lebay lo," ucap Javas jengah.
"Gak lah, gue cuman liat-liat kantin. Bagus," kilah Aris.
Aris menangkap sinar kebohongan. "Iya deh, gue doain semoga tuh cewek bisa jodoh lo," ucapan adalah doa, siapa tau itu manjur.
***
Saat bel pulang sekolah berbunyi, Allisya, Aqila dan Kaila masih di kelas melanjutkan catatan dari guru di papan tulis.
"Sya, lo gak pernah malmingan sama Daniel?" tanya Aqila penasaran.
"Hoamm, capek banget gue. Yang bercita-cita mau nulisin ini buat gue ada gak?" Kaila kelelahan, saatnya tidur siang.
Aqila mendengus. Malah Kaila yang menyahut. "Gak ada! Ogah!" jawab Aqila ngegas.
Allisya terkekeh, Aqila mudah marah dengan Kaila. "Lanjutin aja kai, nanggung nih. Kalau di bolehin bawa hp ya di foto, biar bisa di lanjut di rumah."
"Andai-andai aja terus. Dunia kita tuh beda sama kayak di w*****d," curhat Aqila.
"Halah, lo baca novel online aja sampe nangis kejer salto gigit guling," sindir Kaila kesal. Bermain dengan Aqila lebih banyak di abaikan, cewek itu memilih berhalu ria dengan novel.
"Udah-udah. Gue selesai nih, kalian pinjem aja catatannya. Yuk pulang," Allisya harap Daniel sudah pulang dan tidak perlu mengantarnya seperti kemarin.
Saat mereka keluar kelas, Daniel beridiri dengan kedua tangan d masukkan ke saku celananya. Bersender di tembok kelas, semilir angin meniup rambutnya.
Kaila memekik senang. "Ganteng banget! Gue kira dulu Daniel belum punya pacar, eh taunya lo sya."
Aqila menarik Kaila agar tidak menganggu Daniel dan Allisya. 'Nih anak kayak gak pernah liat yang ganteng aja,' dirinya sudah biasa melihat yang tampan-tampan melalui aplikasi baca novel online.
"Sya, aku mau ajak kamu makan deket sekolah sini. Mau gak?" Daniel tidak pernah kencan dengan Allisya, cewek itu selalu menghindar dengan alasan belajar. Daniel tau, Allisya tidak ingin di marahi orang tuanya.
Allisya mengangguk. Lagipula seharusnya ia mengikuti ekstrakulikuler barunya, atletik.
"Yuk. Kamu bebas makan apa aja, tapi kalau pedes gak!"
Allisya baru saja senang kemudian kembali berekspresi datar. "Hm," gumamnya malas.
Berjalan kaki selama tiga menit itu akhirnya sampai di sebuah penjual pecel lele.
Allisya mengernyit. Disini kah?
Daniel yang tau Allisya bingung pun mengangguk. "Disini sya, kenapa? Gak suka ya?" hanya saja Daniel ingin tau seperti apa Allisya, apakah akan protes di ajak makan di tempat begini? Atau malah senang?
"Kok kamu tau kalau aku suka pecel lele?" Allisya antusias, ia lebih dulu duduk di lesehan dimana sebuah meja beralaskan tikar itu.
Daniel tersenyum, Allisya tidak protes malah senang. Ia sengaja membawa Allisya kesini, daripada ke restoran dan kafe yang merogoh uang banyak.
"Aku mau pecel lelenya dua dong," pinta Allisya rewel, ia sangat lapar. Selena jarang memasak makanan sederhana, Allisya bosan itu-itu saja.
"Ok. Mbak, pecel lelenya dua ya," panggil Daniel pada penjualnya.
"Baik, silahkan di tunggu."
Allisya mengernyit. "Kamu gak makan? Kok aku aja?"
"Aku gak laper."
"Pokoknya makan. Kalau gak mau, aku pulang," amcam Allisya. Ayolah, makan saja tidak lapar, kasihan lambungnya bisa sakit.
Akhirnya Daniel menurut. "Iya sya, aku makan. Tapi-"
"Apa? Suapin gitu? Makan sendiri lah, terus tangan kamu buat apa?" kesal Allisya. Makan pecel lele bukankah memakai tangan? Hm, Allisya tidak mau satu suapan dengan Daniel.
"Tapi kalau makannya sambil liat kamu?"
Allisya menjerit dalam hati. 'Boleeehh banget. Kan kamu mirip Lee Min Hoo,' inilah yang membuat Allisya jatuh cinta pada Daniel, cowok itu mempunyai kemiripan dengan suaminya.
Setelah pesanan pecel lele dua itu datang, Allisya memakannya dengan lahap. Pipinya menggembung, Daniel menguyel-uyel pipi jemblem itu.
"Danniewl, jangwan ginwi awh," ucap Allisya yang masih mengunyah nasi.
"Pantesan kamu gendut, makannya gak pelan-pelan."
Allisya mendelik tajam. "Akwu gak gendwut!" kilahnya tak terima. Berat badan naik-turun merepotkan.
Beberapa nasi melekat di sudut bibi Allisya, bahkan ada yang di hidung.
"Haduh sya, masa makan masih ada ini. Kayak bayi," Daniel menyingkirkan nasi-nasi di bibir Allisya dan hidungnya. "Tapi kalau di foto tadi lucu sih."
Allisya menelan kunyahannya. "Gak! Nanti kamu upload di story I*******m! Nge-tag aku lagi," Allisya kurang nyaman di serbu protesan dari cewek-cewek fans Daniel.
"Biarin, kan gak ada lagi yang DM aku minta nomor, ID Line. Chat kamu aja aku sematkan sya, yang lain arsip," ucap Daniel sindir keras, yang tak berkepentingan tenggelam.
Allisya merasa spesial. "Masa sih di sematkan?" Allisya tak melakukan itu ke Daniel, tapi jumlah kontaknya saja hanya 9.
Setelah selesai makan, Daniel ingin mengajak Allisya jalan-jalan.
"Kemana?"
"Mall?" tawar Daniel, mood cewek yang paling baik berbelanja.
"Beli apa ya?" Allisya tampak berpikir, mamanya kemarin sudah belanja bulanan di supermarket. "Oh ya! Sepatuku udah gak muat niel, terus ada novel best seller yang baru terbit loh. Aku mau beli itu,"
Daniel mengangguk. Allisya rewel. "Iya sya, aku beliin. Tapi, aku bakalan bilang dulu ke ayah kamu ya? Biar nanti gak di cariin."
Allisya mengangguk.
Daniel mengubungi Allister.
"Om, Allisya mau jalan-jalan nih. Pulangnya bakalan agak sore. Gak papa kan om?" Daniel meminta izin pada Allister agar Allisya tidak di marahi nantinya.
"Boleh, jangan sampai nangis ya Allisya-nya, apalagi rewel, bikin dia seneng. Kalau gak, hadapin om dulu," ucap Allister panjang lebar, Allisya sangat berharga terutama anak satu-satunya setelah Selena tidak bisa hamil kedua kalinya.
"Siap om. Sya, ayo ke sekolah, motorku ada di parkiran," Daniel tau Allisya cewek kuat, suka berjalan demi dietnya.
***
Di mall, Allisya memilih sepatu yang sesuai dengan ukuran kakinya.
"Yang ini aja deh."
"Bagus. Pinter kalau milih," Daniel mengusap surai Allisya.
'Aku suka usapan kamu niel, aku berasa punya abang,' batin Allisya. Meskipun Daniel adalah kekasihnya tapi ia juga menganggap seperti abangnya sendiri.
Setelah selesai membayar, Daniel merangkul bahu Allisya. Tatapan cewek kurang asupan cogan itu membuatnya tak suka di gado-gado.
"Itu mirip banget sama Lee Min Hoo."
"Ganteng banget! Aaaa!"
"I Love You! Saranghae!"
Allisya berdecak sebal. Selalu saja Daniel di sukai banyak cewek.
"Jangan cemberut gitu," Daniel menoel pipi Allisya.
"Gak kok. Nih, aku senyum. Seneng banget bisa beli sepatu baru, alahamdulillah. Tuk di pakai di hari Raya, tak punya pun-"
"Tak apa-apa," sambung Daniel. Malah bernyanyi ria.
Keduanya tertawa, Allisya-lah yang selalu membuat suasana ramai. Daniel hanya bisa membahagiakan Allisya sesuai apa yang ia mampu.
Saat di sebuah toko buku, Allisya mengincar satu novel best seller. Daniel hanya mengikutinya berjaga-jaga kalau Allisya tidak bisa memgambil buku di rak yang tinggi, hm.
"Udah ketemu novel best seller-nya?" tanya Daniel. Ia juga mulai bosan riwa-riwi mengikuti Allisya dari rak ini ke rak sana. (Mondar-mandir).
Allisya mendongak, karena judulnya berawalan huruf D. Allisya menunjuk novel itu. Karena ia pendek tak bisa mengambilnya.
"Niel, ambilin yang itu," pinta Allisya.
Daniel mengambilkannya. "Gak bosen apa baca buku?" Daniel kurang suka novel, lebih asik ke komik.
Allisya menggeleng. "Gak, seru banget tau. Berasa kayak jadi pemeran utamanya," sekelebat bayangan badboy, mostwanted, cogan, kakel, dan Aris itu menari-nari di pikirannya.
Daniel mencubit hidung Allisya, cewek itu malah senyum-senyum melihat ke atas.
"Mikirin apa? Aku ya?" Daniel terlalu diri percaya.
"Wle, gak lah. Kamu ada disini, ngapain di pikirin."
"Terus kalau aku pergi baru kamu pikirin?" goda Daniel, Allisya memukul bahunya kesal.
"Gak gitu juga," Allisya malah berharap Daniel selalu ada untuknya, bukan pergi seenak dengkul tanpa kabar.
"Cariin novel yang pas buat aku dong sya," meskipun Daniel tidak suka novel, memahami Allisya itu penting. Apa saja yang di inginkan Allisya ia akan mencobanya.
"Em, novel yang pas buat kamu itu," Allisya membaca judul-judul novel. Ia tertarik pada sebuah novel bersampul biru laut. "Ini aja, bagus banget tau. Ada pesan tersembunyi gitu, cowoknya cuek tapi ceweknya ngejar dia buat naklukin hatinya,"
Daniel mengangguk faham. "Tapi kamu gak perlu ngejar aku. Biar aku saja yang ngejar kamu sya," keadaan apapun gombalan Daniel re-stok.
"Gombal terus."
"Aku gak gombal."
"Hm. Iya ya."
Saat membayar di meja kasir, seorang mbak yang menjaganya itu lirikan matamu dengan Daniel. Allisya kesal, dan bergelayut di lengan Daniel. Mbak kasir itu cemberut, dikira single boy.
"Berapa?"
"Semuanya seratus tujuhpuluh lima."
Daniel memberikan uang duaratus ribu.
Mbak kasir menghitung kembaliannya namun kurang tidak ada uang receh lagi.
"Uang limaribunya gak ada mas. Cuman ini aja," mbak kasir itu menyerahkan uang hijau.
"Gak papa kok. Ambil aja," ucap Daniel ramah, mbak kasir itu tersenyum ge'er.
"Sayang, ayo pulang. Kita tidur," rengek Allisya jurus andalan ratu drama. Mbak kasir itu berdecak kesal, oh sudah nikah.
Daniel masih tak percaya, Allisya mengedipkan matanya. Daniel mengangguk saja.
"Iya kita pulang," Daniel merangkul kembali bahu Allisya.
Allisya menoleh ke belakang tersenyum puas, mbak kasir itu menatapnya sinis.
'Wle, aku menang. Lagian sih kok genit sama cowok,' untungnya Daniel tau. Biarlah Daniel baper, sekarang gantian dirinya yang bikin bawa perasaan.
"Kok tadi bilang kita tidur?" tanya Daniel saat dalam perjalan pulang mengantarkan Allisya kembali ke tempat semula.
"Tadi kamu mau di godain sama si mbak kasir," jawab Allisya tak minat.
Daniel melirik wajah Allisya melalui kaca spion. "Tenang aja, di hatiku cuman ada kamu," gombal Daniel, Allisya mendengus kesal. Selalu saja gombal andalannya.
Setelah sampai di rumah Allisya, Daniel ingin mampir sebentar mengobrol dengan Allister.
"Kamu pulang aja. Di rumah gak ada siapa-siapa," usir Allisya. Daniel itu ingin minta restu juga pada ayahnya.
"Gak ah, aku pingin mampir sekalian ngobrol sama ayah kamu. Biar makin deket," senyum tengil Daniel membuat Allisya gemas dan mencubit lengannya. "Bentar aja, jangan lama-lama," peringat Allisya, ayahnya akan tambah segan dengan Daniel nantinya.
Setelah masuk ke dalam, Daniel meminta Allisya memanggil ayahnya.
"Panggil aja sendiri. Aku mau mandi, tuh ada di ruang kerja," Allisya menunjuk ruangan kerja ayahnya yang dekat dengan tangga.
"Ok. Ayah! Daniel yang ganteng calon menantumu ini datang," panggil Daniel lantang.
Tak lama kemudian Allister keluar, ia bertos ria dengan Daniel. Allisya yang melihat itu diatas pun kesal dan masuk ke kamarnya. Semoga saja tidak mengobrol lama-lama, ayahnya pasti akan menceritakan masa kecilnya dulu.
"Tumben mampir," Allister duduk di single sofa.
"Iya yah, silaturahim," Daniel tak sungkan memanggil Allister 'ayah' agar setelah menikah nanti tidak canggung.
"Mau ngobrolin apa? Bola? Gosip panas? Atau game?" Allister memang gaul, berbeda dengan Allisya yang suka buku.
"Tentang Allisya aja. Biar Daniel tambah kenal sama dia."
Allister mengangguk. "Allisya paling lucu pas kecil dulu. Kamu tau traktor sawah kan?"
Daniel mengangguk. "Tau, kenapa emangnya? Allisya mau naik traktor sawah ya?"
Allister menggeleng. "Salah! Jreng jreng jreng! Allisya nangis kalau traktor sawah itu lewat depan rumah," karena sebagian pemukiman di lingkungannya terdapat sawah yang membentang luas di area Timur.
Daniel melongo. "Ha? Masa sih? Hahaha, pasti lucu banget ya Allisya nangis."
"Heh, itu kalau pas kecil. Kalau sekarang gak lucu ya. Sakit hati om," peringat Allister, tak akan ia biatkan setitik cairan tangis di mata Allisya.
"E-kalau yang itu sih gak bakal kok. Allisya selalu seneng, ceria, kadang galak."
Allisya menguping di balik pintu dengan perantara gelas sebagai alat pendengaran.
"Tuh kan! Yang itu di ceritain!" kesal Allisya. "Ayah! Allisya malu ah!" teriak Allisya gregetan.
Allister yang medengar itu terkekeh, Daniel menggeleng.
"Jadi ngambek kan yah Allisya-nya," membujuk Allisya susahnya menghafal tabel daftar mantan. Ah bukan, tapi periodik.
***
Next part Senin depan 》 》 》
Saat mempersiapkan makanan dari lauk, nasi dan minumannya, Andra menyarankan Aris di jodohkan."Betul banget yah, lagian apa gunanya pacaran buang-buang waktu aja. Terus ganggu kosentrasi kamu," ujar Inez setuju dengan permintaan Andra, suaminya.Aris meletakkan sendoknya. "Aris sudah besar, kenapa harus di jodohkan? Aris sudah bisa membuat pilihan sendiri," bantah Aris, zaman Situ Nurbaya sudah berlalu kan?"Aris, perempuan yang kami jodohkan itu baik, dan kamu pasti suka," ucap Andra meyakinkan Aris."Tapi yah, Aris gak suka di jodohin gini," bantah Aris tak mau tau. 'Aku udah tertarik sama dia,' bayangan adik kelasnya yang telat di hari Senin itu."Apa kamu sudah punya pacar?" tanya Andra curiga, Aris jarang membawa perempuan ke rumah."Kalau punya kenapa?""Putusin dia, mending yang pasti aja," ucap Inez, janji terus ngilang lagi sakit hati kan? Sama aja."Dia cantik, manis, ceria. Kamu bakalan suka
Daniel menekan bel beberapa kali. Yap, ia sedang berada di rumah Allisya menjemput cewek itu ke sekolah bersama.Allisya yang mendengar bel berbunyi bergegas membukakan pintu."Kamu?" ekspresi Allisya terkejut, masalahnya mamanya tengah berada di meja makan bisa gawat jika tau Daniel kesini."Ayo sya, berangkat bareng," ajak Daniel meraih tangan Allisya.Allisya menjauhkan tangannya.Daniel terkejut. "Kenapa?" tanyanya khawatir."Aku berangkat bareng ayah."Allister yang baru saja keluar dari kamar melihat Allisya tengah mengobrok dengan Daniel di ambang pintu itu menghampirinya."Kamu barenga aja sama Daniel, sana. Nanti keburu ketauan sama mama loh," Allister mengizinkan.Allisya berpamitan pada ayahnya. "Aku berangkat ya yah. Bilang aja lagi piket."Allister mengangguk. "Sip lah."Akhirnya Allisya bisa berangkat bersama dengan Daniel."Emang ke
Sebuah mobil mewah memasuki kawasan SMA Pelita Bangsa. Seorang siswi keluar dari mobil tersebut. Beberapa pasang mata menatapnya takjub."Siapa tuh? Kaya bener,""Kayaknya anak baru deh,""Tajir juga ya,"Luna, dia adalah siswi baru. Sambil membenarkan bedaknya lagi, Luna mengedipkan sebelah matanya, para cowok yang melihat itu baper kejer."Subhanallah cantik bener,""Paling udah ada yang punya,""Mbak siapa namanya?"Luna melempar senyum ramah. "Hai,"Para cowok kurang asupan itu ikut melambai membalas sapaan Luna.'Daniel, akhirnya aku bisa satu sekolahan sama kamu. Aku kangen,' Luna mencari sosok Daniel, tidak ada."Kelas apa nih?""Minta nomornya!""Jadi pacar gue sekarang!"Kalimat itu sangat menuntut, Luna tak meresponnya. Hatinya hanya untuk Daniel.Langkah Luna menuju ke ruang kepala sekolah, menanyakan kelas barunya. 
Kaila mengetukkan penghapus di papan tulis sebagai penertiban kelas."Semuanya dengerin gue dulu,"Seisi kelas diam. Pasti ada hal penting."Nanti yang piket bersih-bersih kelas. Besok ada lomba kebersihan kelas setiap satu bulan sekali,""Sa, piala bergilir ya?" tanya Ema.Kaila mengangguk. "Iya. Nanti bawa tanaman hias ya dari rumah. Terus botol bekas yang bakalan di jadikan pot,"Aqila memgangkat tangannya. "Terus novel yang di pojok baca di perbarui juga gak? Masa itu-itu aja," hanya 3 novel berjenis romantis se-tebal kamus bahasa Inggris."Kalau punya novel sendiri boleh di taruh pojok baca, sama kamus bahasa inggris dan buku pengetahuan lainnya. Tapi ada yang kurang nih," sebagai bendahara kelas, uang kas akan keluar saat lomba kebersihan kelas tapi sedikit dan sisanya membawa barang dari rumah."Apa?""Udah lengkap tuh kai,""Di bagusin lagi, masa polosan doang?""Ok, kalau tugas d
Kelas bersih, lantai kinclong, harum yang semerbak wangi. Inilah kelas 11 Ips 2 yang sudah selesai di hias.Pagi ini, yang baru saja datang meletakkan sepatunya di rak yang sudah di sediakan.Kaila yang datang di kelas urutan ketiga merasa bangga dengan hasil kerja kelas semua temannya."Kai, gue yakin kelas kita menang," ucap Lily."Pasti, udah bersih, wangi lagi," Kaila beralih melihat pojok baca, Ria tampak nyaman duduk disana yang beralaskan karpet merah."Ria, nyaman gak?" tanya Kaila ingin tau.Ria mendongak. "Nyaman kok Kai. Terus novelnya masih bagus semua,"Kaila menatap 6 novel baru. "Bagus deh. Kita berdoa aja semua kelas kita menang meskipun gak juara satu,""Aamiin," ucap Ria.Allisya datang dengan Aqila."Sya, kemarin lo kan beli pulpen gel nih," kode-kode Aqila agar tidak membeli pulpen."Oh ya," Allisya menepuk dahinya. Ia mengambi
Selena menyibak selimut yang membalut tubuh Allisya."Sya, bangun. Tuh Aris udah nungguin kamu di bawah, ganteng banget lagi. Kalau aja mama boleh nikah lagi," ucap Selena sesekali berkhayal.Allisya membuka matanya. "Aku aduin ke papah baru tau rasa loh,"Wajah Selena berubah panik. "Jangan! Kan cuman berandai-andai. Udah sana, langsung mandi, dandan yang cantik. Hari ini Aris mau ngajak kamu buat beli cincin pertunangan,"Allisya terkejut. "Beli cincin pertunangan? Kan aku masih sekolah ma," tau-tau habis lulus sekolah udah nikah kan gak lucu, aku masih pingin nerusin kuliah dan seneng-seneng, batin Allisya."Gak masalah sayang, kan bisa lulus sekolah nikahnya. Sana buruan, kasihan Aris nungguin kamu lama. Mama mau beres-beres dulu ya?""Iya ma,"Allisya bersiap-siap, setelah mandi ia hanya menaburkan bedak bayi dan lip balm.'Dandan? Ngapain juga, tumben mama bolehin aku dandan,' biasanya mamanya itu akan melarang, belum wak
Sebuah pesan dari Daniel yang mengajak Allisya untuk berkencan. Tapi Allisya masih bingung harus mencari alasan apa."Gimana ya? Masa iya kabur lewat jendela?" Allisya mondar-mandir."Iya deh. Mama juga lagi di bawah," Allisya melangkah menuju jendela kamarnya, karena berada di tingkat dua, Allisya tidak semudah itu melompat. Dengan kelincahannya, Allisya memanjat pohon dan turun dengan mulus."Fyuh, akhirnya bisa juga,"Mata Allisya menelisik, berjaga-jaga kalau satpam di rumahnya itu tidak ada."Tumben," Allisya merasa aman, dengan langkah hati-hati. Akhirnya ia bisa keluar dari gerbang tanpa tertangkap kering.Allisya mengetikkan pesan ke Daniel.AndaNiel, kamu jemput aku di depan warung mbok Pik ya?DanielKenapa? Gak izin ya sama mama kamu?AndaKalau izinnya buat ketemu sama kamu gak di bolehinDanielOk, tunggu ya 😉Allisya melangkah ke warung mbok Pik.
Pagi hari ini Allisya berangkat lebih awal, piket kelas. Selesai sarapan, Allisya pamit pada mama dan ayahnya."Hati-hati ya. Di anterin ayah kok," Selena tidak mau Allisya berangkat bersama dengan Daniel."Ayo sya. Berangkat, ma kita berangkat dulu ya," pamit Allister mencium kening Selena.Selena mengangguk. "Anterin Allisya sampai ke sekolah loh yah," siapa tau Alister menurunkan Allisya lalu datanglah Daniel.Allisya dan ayahnya itu memasuki mobil Mercedenz-Benz hitam legam itu.Setelah sampai, seperti biasanya Alister memberikan uang lebih dan Allisya menolaknya."Ini kebanyakan yah. Mending duapuluh ribu aja kayak biasanya,""Simpan aja. Buat kamu tabung,"Allisya mengangguk. "Makasih yah," senyumnya merekah.Setelahnya mobil Alister melaju pergi. Allisya mempercepat langkahnya, sudah jam 6 tepat."Semoga aja belum bel,"Saat sampai di kelas, hanya ada 10 orang yang baru datang.Allisya m
Di kantin, meskipun tempat duduknya sudah penuh dan terisi, Zahra tetap keukeuh untuk makan satu meja dengan Alvian. Bahkan ia telah mengambil satu kursi punya tukang bakso lebih tepatnya meminjam."Kasihan kursinya di ambil, terus pembelinya mau duduk di tanah gitu?" ujar Kaila menyindir Zahra."Gak apa-apa, nanti juga gue balikin kok. Yang penting, bisa makan bareng sama Alvian. Ya kan sayang?" dengan berani dan percaya dirinya memanggil Alvian sayang.Reaksi Alvian hanya diam saja, tak menganggap kehadiran Zahra.Merasa di abaikan Zahra menawarkan siomay-nya. Menyuapkannya pada Alvian ketika mulut cowok itu terbuka.Zahra tersenyum puas saat Alvian menerima suapannya."Gimana? Pasti enak dong, apalagi di suapin sama cewek cantik kayak aku," ucap Zahra penuh percaya diri.Kaila berdehem. "Gimini? Pisti inik ding. Gak enak! Al, mending muntahin aja deh.""Kai, mana bisa ah. Udah gue ma
Dua perempuan yang kini berbincang di sudut kafe. Sore hari, jam 3. Keduanya membuat janji untuk membicarakan suatu hal yang sangat penting. Salah satunya adalah Luna."Lo kelas duabelas kan sekarang?" tanya Luna pada adik kelasnya itu, termasuk sangat dekat dengan sekolahnya dulu sebelum pindah karena Daniel."Iya. Kenapa? Langsung ke intinya deh. Gue gak mau lama-lama disini. Masih ada urusan lain," jawabnya ketus.Cewek berlensa biru dengan bibir merah muda dan kulit putihnya itu kesal dengan Luna."Gue minta lo pindah ke sekolah itu. Sekolah gue yang sekarang. Gampang kok, asal berduit aja. Gak perlu pinter. Penampilan lo menarik, cocok buat ngehancurin Allisya sama Alvian dan Aris. Gue hanya ingin Allisya di benci sama dua cowok itu.""Terus? Gue mesti ngapain?""Sekolah disana. Tugas lo cuman merebut Alvian dan Aris. Nih, fotonya," Luna menyodorkan dua lembar foto Alvian dan Aris."Kenapa gak dari d
Mengantuk, itulah yang di rasakan penghuni kelas 12 Ips 2 sedang berlangsung live streaming pelajaran Sejarah. Tidur, mencatat hal yang penting di sampaikan oleh guru, bertanya jika kurang mengerti, ada yang sekedar memperhatikan saja.Kaila menguap, lama-lama bosan juga."La," panggil Kaila berbisik. Aqila menoleh dengan wajah suntuknya."Lo pernah gak sih merasa kalau cowok yang kita sukai itu menjauh?" tanya Kaila sekedar iseng, hanya ingin tau bagaimana tanggapan Aqila si otak cerdas.Aqila mengernyit, Kaila sedang galau rupanya.Aqila menggeleng. "Kak Javas gak pernah gitu. Dia selalu ngasih kabar kok. Emangnya lo ada masalah apa sama kak Arif? Apa dia udah nyerah sama lo?"Kaila menggeleng lemah. "Gak tau la. Meskipun terkadang gue bales chatnya galak dan cuek, tapi notifikasi dari dia itu udah bikin hati gue seneng banget."Aqila mengusap bahu Kaila memberikan ketenangan."Sabar aja ka
Pagi ini Allisya datang ke sekolah dengan semangat, Aris mengantarkannya.Sebelum Allisya keluar dari mobil, Aris selalu memberikan bekal buatannya."Gak pedes kok, daripada kamu jajan sembaran di kantin. Yang pinter dan kosentrasi ya?" pesan Aris seperti seorang bapak kepada anaknya.Allisya mengangguk. "Siap! Kak Aris semangat ya kuliahnya."Aris tersenyum. Melihat Allisya se-ceria ini saja membuat hatinya berdesir tak karuan."Makasih. Aku pergi dulu ya? Maaf nanti gak bisa jemput, langsung ke kantor ayah. Kamu bareng sama Gibran aja ya?"Allisya merasa asing dengan nama itu."Gibran siapa kak?""Itu temenku, dia senior sya di geng."Allisya mengangguk. "Iya kak. Aku ke kelas dulu ya? Bye," Allisya melambaikan tangannya.Aris melajukan mobilnya, awal pagi melihat Allisya membuat semangatnya nge-jreng.Di kelas, Allisya menatap horor Kaila dan Aqila. Tapi Al
Malam minggu, moment yang pas untuk berjalan dengan pasangan. Apalagi Aris dan Allisya, keduanya menikmati semilir angin yang dingin dengan suara bisingnya kendaraan. Ya, mereka masih naik motor."Emangnya kamu gak dingin sya?" tanya Aris menatap Allisya di kaca spion motornya, senyum lebar itu sangat terlihat bahagia dan ceria, Aris ikut senang melihatnya.Allisya menggeleng. "Ini itu sejuk banget kak. Gak kayak di rumah, panas. Apalagi mama selalu nyalain AC, aku kedinginan tau," jawabnya sedikit kesal.Aris mengangguk faham. "Kalau kamu pake AC terus yang ada masuk angin lagi," Aris sangat tau Allisya tak menyukai angin elektrik yang di salurakan dari listrik pasti akan berakhir masuk angin."Aku di rumah kan pakai sweater kak," tapi Allisya juga tak nyaman memakai sweater setiap harinya, terlalu tertutup dan hangat. Ia ingin sesekali merasakan udara dingin.Akhirnya mereka sampai di sebuah pasar malam. Allisya mena
"Apa? Javas sekarang ada di rumah sakit? Ok ok, makasih banget kabarnya," Gavin tersenyum miring. Ia mendapat telepon dari orang terdekat, dan diantara Aris."Kenapa gue baru tau sekarang kalau Javas sekarat? Haha, gue terlalu fokus buat kabur.""Javas, ucapkan selamat tinggal pada dunia," Gavin tersenyum penuh arti. Ia punya rencana cemerlang untuk mencelakai Javas."Dan kekalahan geng gue, bukan berarti kebahagiaan buat geng lo Aris," hati Gavin merasa tak terima, Aris bermain curang dengan membawa pasukan banyak demi mengalahkan jumlah dan melumpuhkan pasukannya.***"Rif, lo pulang aja. Biar gue aja yang jagain Javas. Ris, lo juga. Pasti bokap lo nyariin. Biarin aja Javas sekarang jadi tanggung jawab gue," ucap Gibran mantap."Titip ya? Gue juga udah ngantuk banget nih. Pingin peluk bantal sama guling," Arif menguap setelahnya, menunggu Javas sadar akhir-akhir ini membuat punggungnya terasa pegal."Ok
Akhirnya Aris sampai di restoran yang Allisya tunjukkan. Matanya menyapu sekeliling, mencari sosok kecil dengan rambut yang tergerai seperti biasanya.Matanya menangkap sosok Allisya yang duduk sendirian. Aris menghampiri Allisya, entah bagaimana ia membuka obrolan. Apalagi kalau sudah lupa dengan janji."Allisya? Kamu disini udah lama ya nungguin aku?"Allisya beralih menatap Aris, matanya terlalu fokus dengan lalu-lalang kendaraan yang melintas.Allisya menyipitkan matanya, memandangi wajah Aris lekat. Ada beberapa lebam dan darah yang mengering disana. Apa Aris tawuran lagi?"Kak?" panggil Allisya serius. Rasanya sudah lelah memberikan nasehat berkali-kali pada Aris masalah tawuran."Iya sya? Kangen? Tau kok, tiap hari kamu juga bilang gitu di chat," Aris hanya menanggapi seadanya. Ia tak tau Allisya tengah khawatir sekarang."Kak Aris tawuran lagi? Kenapa? Memangnya itu gak sakit? Aku aja
"Maaf ya om, tante. Saya gak mau lama-lama, pasti ayah bakalan nyari juga," ujar Aris berpamitan pada Selena dan Allister."Kirain mau disini lebih lama. Tapi gak apa-apa deh," Selena tak rela Aris pamitan secepat itu."Allisya, kamu jangan begadang ya? Jam sembilan langsung tidur, gak usah nonton drakor. Apalagi yang espisodenys gak kelar-kelar," nasehat Aris serius, Allisya langsung berubah masam dan cemberut."Kakak aja begadang, kenapa ngelarang aku?" Allisya bersidekap dada menatap Aris sengit."Itu namanya udah sayang sama kamu sya. Aris gak mau kamu sakit," sahut Allister.Setelah Aris pergi, Allisya melangkahkan kakinya ke kamar. Setelah makan begini, enaknya belajar. Sangat pas untuk kembali berpikir.***Markas Cakrawala.Tepat pukul 6 malam, Gavin menyuruh semua anggotanya berkunpul di markas."Ada apa sih vin? Mau tawuran lagi? Udah kelar kali," celetuk Udin set
Sesampainya di rumah Allisya, sangat kebetulan sekali ada Selena dan beberapa tante-tante arisan yang asik bergosip ria.Terutama saat Allisya turun dari motor Aris. Semua itu tak luput dari perhatian Selena dan teman tante-tantenya."Itu siapanya Allisya? Pacarnya kan?""Ganteng e pean le." (Ganteng banget kamu 'le' untuk panggilan anak laki-laki)."Itu calon suaminya Allisya," ucap Selena memperkenalkan calon mantunya itu."Kapan nikah?""Setelah Allisya lulus, doain aja semuanya berjalan dengan lancar," wajah Selena terpancar kebahagiaan, apalagi Aris sudah di ketahui teman arisannya."Aaamiinn semoga lancar.""Kita doain yang terbaik aja deh Sel.""Mama, aku pulang," Allisya salim pada sang mama."Pingin deh mama cepet-cepet ya punya cu-""Mama! Aku masih sekolah. Bukan kebelet nikah," sela Allisya kesal, selalu saja mamanya itu menginginkan seorang cucu.