Daniel menekan bel beberapa kali. Yap, ia sedang berada di rumah Allisya menjemput cewek itu ke sekolah bersama.
Allisya yang mendengar bel berbunyi bergegas membukakan pintu.
"Kamu?" ekspresi Allisya terkejut, masalahnya mamanya tengah berada di meja makan bisa gawat jika tau Daniel kesini.
"Ayo sya, berangkat bareng," ajak Daniel meraih tangan Allisya.
Allisya menjauhkan tangannya.
Daniel terkejut. "Kenapa?" tanyanya khawatir.
"Aku berangkat bareng ayah."
Allister yang baru saja keluar dari kamar melihat Allisya tengah mengobrok dengan Daniel di ambang pintu itu menghampirinya.
"Kamu barenga aja sama Daniel, sana. Nanti keburu ketauan sama mama loh," Allister mengizinkan.
Allisya berpamitan pada ayahnya. "Aku berangkat ya yah. Bilang aja lagi piket."
Allister mengangguk. "Sip lah."
Akhirnya Allisya bisa berangkat bersama dengan Daniel.
"Emang kenapa kalau mama kamu tau sya?" Daniel belum sempat bertemu, tapi dari ucapan Allister sepertinya ia sudah tau.
"Gak papa kok," Allisya tidak ingin menjawab lebih jelas, hati Daniel pasti sakit kalau mamanya itu tidak menyukai hubungannya ini.
"Kamu tau gak sya? Kenapa matahari sekarang cerah banget."
Allisya menggeleng. 'Gombal tuh.'
"Secerah masa depan kita," gombal Daniel saudaranya Dilan.
"Gak akan ada yang cerah niel, kalau badai belum dateng," tiba-tiba Allisya berujar sedih. Antara dilema melepaskan Daniel atau bertahan.
"Loh? Kok ngomongnya gitu sya. Jangan lah," Daniel melirik Allisya yang menundukkan pandangannya.
Selama perjalanan, mereka mengobrol. Daniel yang membuat hati Allisya baper tapi cewek itu membalas dengan sebaliknya seperti ingin berpisah.
"Sya udah sampai. Kalau kamu gak senyum nanti mirip sama kambing loh."
"Apaan sih, gak lah," Allisya mengangkat sudut bibirnya.
"Nah, kalau gitu kan kayak kucing imut terus."
Perhatian itu tak luput dari beberapa pasang mata.
"What?! Kucing? Nge-gemesin dong "
"Kalau gitu gue jadi kucing aja deh biar Daniel gemes."
"Gak gitu juga gobl*k masa kucing setengah manusia."
Allisya terkekeh mendengar sahutan itu.
Tanpa mereka sadari, Aris melihat itu semua.
Aris memasukkan mobilnya ke parkiran sekolah.
"Selalu saja Daniel yang pertama," Aris mulai jatuh cinta dengan Allisya.
Arif dan Javas melihat mobil Aris menghampirinya.
"Bos! Keluar dong!" Aris mengetuk kaca mobil Aris tak sabaran.
Aris keluar. "Kenapa?" tanyanya malas.
"Gimana cara ngatasin PIN yang gue pasang di W******p bos? Gue lupa! Akhh bagaimana nasib semua gebetanku!" Arif frustasi.
"Berikan saja ponselmu pada Aris," suruh Javas, ia tidak mau ikut campur nanti tertular kelemotan loading 404 not found dari Arif Yogaswara.
Arif memberikan ponselnya. "Hiks tolong ya bos? Kalau gak, gimana bisa gombalin delapanpuluh empat gebetan gue," rengek Arif dramatis.
Aris mendengus, sabar memang otak Arif dulunya belum di sleding dulu. Aris membenarkan PIN W******p Arif, non-aktifkan PIN.
"Nih, makanya kalau mau buat PIN di inget-inget dulu," Aris berlalu.
Arif bersorak senang. "Yes! Akhirnya, makasih ya bos!" teriaknya namun Aris tak mendengarkan suara merdunya.
"Ada-ada aja lo," Javas menggeleng heran. "Yuk ke kelas."
***
Bel istirahat telah tiba, Allisya dan Aqila siap meluncur dan gaskeun ke kantin.
"Kai, ikut kita yuk daripada di kelas," ajak Allisya se-baik mungkin.
Kalia mengangkat kepalanya yang tadi di masukkan ke dalam tas.
"Hm, bantuin gue dong," Kaila membentangkan tangannya.
Aqila berdecak kesal. Ia menarik tangan Kaila. "Duh bayi besarnya rewel," sindirnya.
Kaila hanya tersenyum setelah berhasil berdiri. "Hehe gak kok."
"Yuk ke kantin," ajak Allisya.
Mereka memilih duduk di tempat yang tersisa satu, terlalu gercep memang menyerbu kantin.
'Aku jadi pingin makan yang pedes-pedes nih,' batin Allisya. "Aku pesen ramen dulu ya?" sebelum Allisya beranjak
Kaila mengangguk. "Iya, sekalian nitip beliin roti salju delapan ya," Kaila memberikan uang hijau.
Allisya dan Aqila melongo.
"Apa?!" pekik Aqila terkejut.
"Lo mau jadi buto ijo apa makan segitu banyaknya," sahut Allisya syok. Baru kali ini ia mempunyai teman suka makan.
Kaila hanya menyengir. "Hehe laper tau. Sana-sana, nanti sisanya buat lo deh."
Kalau begini Allisya mau. "Sip."
Allisya memesan makanan.
Kaila menatap Aqila. "Lo gak makan? Udah kebal sama yang namanya laper?"
"Diet, tadi pagi udah makan pisang sih. Yah lumayan masih kenyang."
Sedangkan Allisya tengah membawa mangkuk ramennya di tangan kanan, yang bebas membawa kantung plastik berisi delapan roti salju milik Kaila.
Berjalan dengan hati-hati, Allisya tidak ingin ramennya ini berakhir tumpah hanya karena menabrak seseorang.
Dehaan menatap Allisya. "Eh Allisya kayaknya kesusahan tuh bawanya."
Daniel mengalihkan pandangannya. "Gue bakalan bantu," Daniel beranjak dari tempat duduknya.
Seorang cewek berlari kencang hingga menabrak Allisya yang tengah membawa ramennya.
Keduanya terjatuh.
"Aw, aduh siapa sih?!" kesal Allisya.
Cewek itu menatap seragamnya. "Kan kotor! Bersihin!" tuntutnya, bernoda? Pakai vanis.
"Yang salah kan lo, gitu aja lari kayak di kejar mantan mau balikan," gerutu Allisya kesal.
Daniel membantu Allisya berdiri. "Kamu gak luka kan sya?"
"Gue yang jadi korbannya! Nih! Jadi kotorkan!" protesnya pada Daniel. "Cewek lo?"
Daniel mengangguk. "Maaf ya."
"Daniel! Dia yang nabrak aku sampai jatuh, kamu gak perlu minta maaf ke dia!" sela Allisya cepat.
"Lo-nya aja yang lelet!" sahut cewek itu tak mau kalah.
Aris yang melihat perdebatan itu pun menghampiri TKP.
"Apa perlu seragam baru?" tanya Aris dengan wajah datarnya. Sebagai ketua geng motor Space, di segani oleh semua kalangan.
Seketika wajah cewek itu pucat pasim "G-gak perlu," ia memilih pergi daripada berurusan dengan Aris.
"Allisya, nanti aku pesanin lagi."
"Gak usah!" sergah Daniel ketus. Ia menatap ramen yang sudah tercecer di lantai. Menoleh ke Allisya meminta penjelasan.
"A-aku cuman pingin makan pedes," ucap Allisya terbata.
"Udah berapa kali aku bilang? Jangan makan pedes! Nanti kamu sakit lagi sya," Daniel frustasi, ia peduli kesehatan Allisya.
Di bentak seperti itu, mata Allisya berkaca-kaca, selama ini tidak ada yang membentaknya apalagi orang tuanya sendiri.
"Kamu gak pernah beri aku kebebasan niel. Aku gak suka di atur-atur gini," Allisya mengutarakan hatinya.
Daniel tampak tak percaya, sejak kapan Allisya-nya ini memberontak?
"Aku gak ngatur kamu, tapi peduli," sanggah Daniel.
"Lo bukan siapa-siapanya Allisya."
"Pacarnya!" sela Daniel menatap Aris nyalang.
"Pacar kan?" belum tunangan atau suami, batin Aris.
Allisya pergi begitu saja.
"Sya! Kamu jangan marah!" teriak Daniel tapi Allisya tak menggubrisnya.
"Oh Daniel ngelarang Allisya makan pedes?"
"Gak bisa gitu dong, kalau udah suka sama sesuatu gak bisa dilarang."
"Iya, apalagi makanan ter-favoritku."
Aris tersenyum remeh. "Dan Allisya bakalan jauh dari lo."
Daniel mencengkram kerah Aris. "Maksud lo apa?!" ia tersulut emosi.
"Liat aja nanti."
***
"Wey kaum cowok keluar dong! Kita mau ganti nih!" seru Aqila marah. Kaum cewek ganti kaos olahraga di kelas daripada kamar mandi.
"Enak aja ngusir-ngusir kita. Yang ada cewek harus keluar! Mau di intipin CCTV?" sedikit ancaman siapa tau kaum cowok kali ini menang.
"Halah alesan lo aja. Kita bisa ngatasin itu mah kecil," sahut Kaila se-enteng bilang kangen apa gak.
"Udahlah, ngalah aja sama cewek. Gak bakalan menang adu bacot."
"Selalu aja yang waras ngalah."
Kaila menggebrak meja. "Kita waras ya, masih sehat otaknya!" Kaila terlalu menanggapinya.
"Udahlah Kai, gak usah di ladenin. Yang ada tambah ngelunjak loh," lerai Allisya. Ia pelan-pelan mengenal watak Kaila yang emosian dan malas gerak, Aqila asik dan humoris.
Setelah semua kaum cowok kelas 11 Ips 1 keluar, barulah kaum cewek bergiliran ganti kaos olahraga dengan bermodalkan lemari kelas sebagai penghalangnya.
"Ada yang bawa parfum gak nih?" tanya Kaila menuntut, berolahraga kemungkinan bau badan.
"Gak ada!"
"Mana berani, yang ada di rampas guru."
"Ck, terus pake apa coba biar wangi," gumam Kaila tampak berpikir.
"Makanya Kai sebelum berangkat, kaos olahraga lo di semprot parfum dulu," ujar Allisya memberikan saran.
"Iya juga sih, gak kepikiran. Hehe," Kaila menyengir, akhirnya masalah bau badan teratasi sejak hadirnya Allisya dengan segalan ide brilliant.
"Bedak? Ada yang bawa gak?" tanya Kaila lagi. Bedak'an sebelum olahraga memancarkan silau cantik tiada banding.
"Haduh biar apa sih tuh muka? Percuma, ntar juga luntur kena keringat."
"Biar cantik tau! Kalau kelas kita ceweknya glow-up semua!" seru Kaila mengepalkan tangannya ke udara, mendukung kelasnya.
"Makanya kalau-" Allisya yang akan memberikan saran di sela oleh Kaila yang sudah bosan.
"Apa? Di dempul tujuh lapisan?"
"Nah iya! Tapi di kira badut," Allisya menahan tawanya, seisi kelas menertawakan Kaila dengan wajah cemberut kayak centong sayur.
"Udahlah, keluar kelas yuk. Pak Rudi pasti udah nungguin," ajak Aqila menyelamatkan derita Kaila.
Saat keluar kelas dan menuju halaman, pujian terlontar dari mulut mereka ketika kelas 12 Ipa 1 itu tengah melakukan pemanasan kenapa tidak pendinginan?
"Wah kak Aris ganteng banget tau!"
"Kak Daniel juga gak kalah ganteng tau!"
"Semua cowok emang ganteng tau!"
Kaila mendengus mendengar pujian itu. "Kayak gak pernah liat cogan aja."
Allisya masih terkejut, dua jam olahraga dengan kelas Daniel? Jangan lupakan Aris yang akan di jodohkan padanya.
"Tuh sya, jadi lo nanti bisa gampang ngapelinnya," ucap Aqila melirik anak 12 Ipa 1.
Pak Rudi meniup peluitnya"Semuanya berkumpul disini!" teriaknya.
"Materi kali ini adalah lari zig-zag yang akan di lakukan oleh individu," jelas pak Rudi setelah semuanya berkumpul.
"Penilaian ya pak?"
"Iya, karena minggu depan presentasi tentang permainan sepak bola," begitulah pelajaran olahraga yang di ajarkan pak Rudi, praktek dan presentasi agar ilmu dan materinya terserap dengan baik.
"Di mulai dari Allisya."
"Duh nasib absen pertama," gumam Allisya gugup. Tampil sendiri di depan teman sekelas kadang bikin grogi.
"Satu..Dua..Tiga..Mulai!" pak Rudi meniup peluitnya.
Aris melakukan ancang-ancang melambungkan bola basket ke ring.
'Semoga masuk!' Aris melemparkan bola basket itu, tapi posisinya miring dan mengenai Allisya yang tengah melakukan lari zig-zag.
"Aw, sakit!" pekiknya memegangi pelipisnya.
Daniel menoleh, menghampiri Allisya sedikit berlari.
"Sya? Kamu gak papa kan? Mana yang luka?" Daniel menelisik Allisya.
"Maaf," ucap Aris singkat. "Tadi perkiraannya salah."
"Maaf doang lo bilang?!" Allisya jadi kena bola basket gara-gara lo! Kalau gak bisa, gak usah main!" gertak Daniel menatap Aris sengit.
"Aku gak papa kok," meskipun pening, Allisya masih sadar tidak seperti di novel yang kena bola auto pingsan.
"Bener nih? Tapi gak pusing kan? Atau benjol?" Daniel mengecek pelipis Allisya. "Biru gini sya, ke UKS yuk?" Daniel begitu khawatir.
"Allisya? Apa mau di lanjut?" tanya pak Rudi khawatir.
"Iya pak."
Allisya kembali melanjutkan lari zig-zagnya.
"Berani marahin ketua geng."
"Bakalan war gak tuh?"
"Iya lah, Daniel kan suka ngajak gelud."
"Enak aja! Kak Aris tuh!"
Perdebatan antara cewek dan cowok 11 Ips 1 yang membela pihaknya masing-masing.
Allisya baru saja selesai lari zig-zag. "Huh, akhirnya," ia duduk menyelonjorkan kakinya di sebelah Aqila.
"Lo inget gue gak?" tanya Kaila dengan pintarnya, di kira Allisya amnesia.
"Kaila kan?"
"Enak aja ada khan, Kaila Sherly Sifabella dari Indonesia," Kaila mengulurkan tangannya. Ulang kenalan dulu.
"Tau lah, masa dari luar angkasa," sahut Aqila malas.
"Kalian kok jahat banget sih. Yang baikin dikit dong," mohon Kaila dengan mata berbinar.
"Males," sahut semua anak 11 Ips 1. Tega.
***
Next chapter 》 》 》
Sebuah mobil mewah memasuki kawasan SMA Pelita Bangsa. Seorang siswi keluar dari mobil tersebut. Beberapa pasang mata menatapnya takjub."Siapa tuh? Kaya bener,""Kayaknya anak baru deh,""Tajir juga ya,"Luna, dia adalah siswi baru. Sambil membenarkan bedaknya lagi, Luna mengedipkan sebelah matanya, para cowok yang melihat itu baper kejer."Subhanallah cantik bener,""Paling udah ada yang punya,""Mbak siapa namanya?"Luna melempar senyum ramah. "Hai,"Para cowok kurang asupan itu ikut melambai membalas sapaan Luna.'Daniel, akhirnya aku bisa satu sekolahan sama kamu. Aku kangen,' Luna mencari sosok Daniel, tidak ada."Kelas apa nih?""Minta nomornya!""Jadi pacar gue sekarang!"Kalimat itu sangat menuntut, Luna tak meresponnya. Hatinya hanya untuk Daniel.Langkah Luna menuju ke ruang kepala sekolah, menanyakan kelas barunya. 
Kaila mengetukkan penghapus di papan tulis sebagai penertiban kelas."Semuanya dengerin gue dulu,"Seisi kelas diam. Pasti ada hal penting."Nanti yang piket bersih-bersih kelas. Besok ada lomba kebersihan kelas setiap satu bulan sekali,""Sa, piala bergilir ya?" tanya Ema.Kaila mengangguk. "Iya. Nanti bawa tanaman hias ya dari rumah. Terus botol bekas yang bakalan di jadikan pot,"Aqila memgangkat tangannya. "Terus novel yang di pojok baca di perbarui juga gak? Masa itu-itu aja," hanya 3 novel berjenis romantis se-tebal kamus bahasa Inggris."Kalau punya novel sendiri boleh di taruh pojok baca, sama kamus bahasa inggris dan buku pengetahuan lainnya. Tapi ada yang kurang nih," sebagai bendahara kelas, uang kas akan keluar saat lomba kebersihan kelas tapi sedikit dan sisanya membawa barang dari rumah."Apa?""Udah lengkap tuh kai,""Di bagusin lagi, masa polosan doang?""Ok, kalau tugas d
Kelas bersih, lantai kinclong, harum yang semerbak wangi. Inilah kelas 11 Ips 2 yang sudah selesai di hias.Pagi ini, yang baru saja datang meletakkan sepatunya di rak yang sudah di sediakan.Kaila yang datang di kelas urutan ketiga merasa bangga dengan hasil kerja kelas semua temannya."Kai, gue yakin kelas kita menang," ucap Lily."Pasti, udah bersih, wangi lagi," Kaila beralih melihat pojok baca, Ria tampak nyaman duduk disana yang beralaskan karpet merah."Ria, nyaman gak?" tanya Kaila ingin tau.Ria mendongak. "Nyaman kok Kai. Terus novelnya masih bagus semua,"Kaila menatap 6 novel baru. "Bagus deh. Kita berdoa aja semua kelas kita menang meskipun gak juara satu,""Aamiin," ucap Ria.Allisya datang dengan Aqila."Sya, kemarin lo kan beli pulpen gel nih," kode-kode Aqila agar tidak membeli pulpen."Oh ya," Allisya menepuk dahinya. Ia mengambi
Selena menyibak selimut yang membalut tubuh Allisya."Sya, bangun. Tuh Aris udah nungguin kamu di bawah, ganteng banget lagi. Kalau aja mama boleh nikah lagi," ucap Selena sesekali berkhayal.Allisya membuka matanya. "Aku aduin ke papah baru tau rasa loh,"Wajah Selena berubah panik. "Jangan! Kan cuman berandai-andai. Udah sana, langsung mandi, dandan yang cantik. Hari ini Aris mau ngajak kamu buat beli cincin pertunangan,"Allisya terkejut. "Beli cincin pertunangan? Kan aku masih sekolah ma," tau-tau habis lulus sekolah udah nikah kan gak lucu, aku masih pingin nerusin kuliah dan seneng-seneng, batin Allisya."Gak masalah sayang, kan bisa lulus sekolah nikahnya. Sana buruan, kasihan Aris nungguin kamu lama. Mama mau beres-beres dulu ya?""Iya ma,"Allisya bersiap-siap, setelah mandi ia hanya menaburkan bedak bayi dan lip balm.'Dandan? Ngapain juga, tumben mama bolehin aku dandan,' biasanya mamanya itu akan melarang, belum wak
Sebuah pesan dari Daniel yang mengajak Allisya untuk berkencan. Tapi Allisya masih bingung harus mencari alasan apa."Gimana ya? Masa iya kabur lewat jendela?" Allisya mondar-mandir."Iya deh. Mama juga lagi di bawah," Allisya melangkah menuju jendela kamarnya, karena berada di tingkat dua, Allisya tidak semudah itu melompat. Dengan kelincahannya, Allisya memanjat pohon dan turun dengan mulus."Fyuh, akhirnya bisa juga,"Mata Allisya menelisik, berjaga-jaga kalau satpam di rumahnya itu tidak ada."Tumben," Allisya merasa aman, dengan langkah hati-hati. Akhirnya ia bisa keluar dari gerbang tanpa tertangkap kering.Allisya mengetikkan pesan ke Daniel.AndaNiel, kamu jemput aku di depan warung mbok Pik ya?DanielKenapa? Gak izin ya sama mama kamu?AndaKalau izinnya buat ketemu sama kamu gak di bolehinDanielOk, tunggu ya 😉Allisya melangkah ke warung mbok Pik.
Pagi hari ini Allisya berangkat lebih awal, piket kelas. Selesai sarapan, Allisya pamit pada mama dan ayahnya."Hati-hati ya. Di anterin ayah kok," Selena tidak mau Allisya berangkat bersama dengan Daniel."Ayo sya. Berangkat, ma kita berangkat dulu ya," pamit Allister mencium kening Selena.Selena mengangguk. "Anterin Allisya sampai ke sekolah loh yah," siapa tau Alister menurunkan Allisya lalu datanglah Daniel.Allisya dan ayahnya itu memasuki mobil Mercedenz-Benz hitam legam itu.Setelah sampai, seperti biasanya Alister memberikan uang lebih dan Allisya menolaknya."Ini kebanyakan yah. Mending duapuluh ribu aja kayak biasanya,""Simpan aja. Buat kamu tabung,"Allisya mengangguk. "Makasih yah," senyumnya merekah.Setelahnya mobil Alister melaju pergi. Allisya mempercepat langkahnya, sudah jam 6 tepat."Semoga aja belum bel,"Saat sampai di kelas, hanya ada 10 orang yang baru datang.Allisya m
Saat jamkos pertama, terutama inilah pelajaran matematika. Seperti terbang bebas ke Angkasa.Ada yang menyanyi lagu K-Pop BTS, bermain teater biasa, yang terpenting tidak keluar kelas atau ke kantin begitu saja.Kaila mengajak Aqila dan Allisya ikut bermain teater kecil-kecilan."Gue jadi Andin deh," itu Kaila, selalu ingin menjadi tokoh utama."Aku Rena," suara Aqila di buat-buat seperti anak kecil."Terus kita semua dapat peran apa?" salah satunya bertanya, apa hanya orang lewat dan pajangan saja?"Hm, gini aja deh. Alvian jadi Al, nah Andin itu Allisya. Terus Kaila Kiki," ucap Ria seenaknya membagi tugas, sutradara pro saja.Kaila menggerutu. "Gak, gue Kimberly aja deh!" bantahnya, padahal sama saja kalau Kiki itu Kimberly."Terserah lo pada deh. Gue Elsa aja," karena Dia lebih suka peran antagonis."Ok, ayo kita mulai," Ria sebagai sutradara bohongan.Kelas 11 Ips 2 kompak memainkan drama Ikatan Cinta. Menging
Daniel yang sedang berjalan menuju kelasnya mendengar desas-desus dari siswi tukang gosip."Eh, lo tau gak? Allisya kemarin pelukan sama Alvian loh,""Masa sih?""Iya," cewek itu mengangguk. "Terus ada Aris yang nyamperin,"'Allisya pelukan sama Alvian? Ngapain sih,' batin Daniel kesal.Allisya yang baru saja turun dari ojekannya langkahnya di hadang oleh Daniel."Bener kemarin kamu pelukan sama Alvian?" tanya Daniel dingin. Mata tajamnya menusuk sekali.Allisya terdiam. Darimana Daniel bisa tau?"Gak. Kata siapa?" Allisya menggeleng, dengan wajah gugupnya ia berkilah. Ketauan Daniel biasa UGD nantinya.Daniel menghela nafasnya. "Kalau kamu masih deket sama Alvian, mending kita putus,""T-tapi,"Daniel pergi begitu saja. Ia lelah cemburu, sahabat memang boleh dekat. Tapi ia tak ingin Allisya pergi meninggalkannya hanya karena Alvian.Di kelas, Allisya tidak memperhatikan guru yang tengah
Di kantin, meskipun tempat duduknya sudah penuh dan terisi, Zahra tetap keukeuh untuk makan satu meja dengan Alvian. Bahkan ia telah mengambil satu kursi punya tukang bakso lebih tepatnya meminjam."Kasihan kursinya di ambil, terus pembelinya mau duduk di tanah gitu?" ujar Kaila menyindir Zahra."Gak apa-apa, nanti juga gue balikin kok. Yang penting, bisa makan bareng sama Alvian. Ya kan sayang?" dengan berani dan percaya dirinya memanggil Alvian sayang.Reaksi Alvian hanya diam saja, tak menganggap kehadiran Zahra.Merasa di abaikan Zahra menawarkan siomay-nya. Menyuapkannya pada Alvian ketika mulut cowok itu terbuka.Zahra tersenyum puas saat Alvian menerima suapannya."Gimana? Pasti enak dong, apalagi di suapin sama cewek cantik kayak aku," ucap Zahra penuh percaya diri.Kaila berdehem. "Gimini? Pisti inik ding. Gak enak! Al, mending muntahin aja deh.""Kai, mana bisa ah. Udah gue ma
Dua perempuan yang kini berbincang di sudut kafe. Sore hari, jam 3. Keduanya membuat janji untuk membicarakan suatu hal yang sangat penting. Salah satunya adalah Luna."Lo kelas duabelas kan sekarang?" tanya Luna pada adik kelasnya itu, termasuk sangat dekat dengan sekolahnya dulu sebelum pindah karena Daniel."Iya. Kenapa? Langsung ke intinya deh. Gue gak mau lama-lama disini. Masih ada urusan lain," jawabnya ketus.Cewek berlensa biru dengan bibir merah muda dan kulit putihnya itu kesal dengan Luna."Gue minta lo pindah ke sekolah itu. Sekolah gue yang sekarang. Gampang kok, asal berduit aja. Gak perlu pinter. Penampilan lo menarik, cocok buat ngehancurin Allisya sama Alvian dan Aris. Gue hanya ingin Allisya di benci sama dua cowok itu.""Terus? Gue mesti ngapain?""Sekolah disana. Tugas lo cuman merebut Alvian dan Aris. Nih, fotonya," Luna menyodorkan dua lembar foto Alvian dan Aris."Kenapa gak dari d
Mengantuk, itulah yang di rasakan penghuni kelas 12 Ips 2 sedang berlangsung live streaming pelajaran Sejarah. Tidur, mencatat hal yang penting di sampaikan oleh guru, bertanya jika kurang mengerti, ada yang sekedar memperhatikan saja.Kaila menguap, lama-lama bosan juga."La," panggil Kaila berbisik. Aqila menoleh dengan wajah suntuknya."Lo pernah gak sih merasa kalau cowok yang kita sukai itu menjauh?" tanya Kaila sekedar iseng, hanya ingin tau bagaimana tanggapan Aqila si otak cerdas.Aqila mengernyit, Kaila sedang galau rupanya.Aqila menggeleng. "Kak Javas gak pernah gitu. Dia selalu ngasih kabar kok. Emangnya lo ada masalah apa sama kak Arif? Apa dia udah nyerah sama lo?"Kaila menggeleng lemah. "Gak tau la. Meskipun terkadang gue bales chatnya galak dan cuek, tapi notifikasi dari dia itu udah bikin hati gue seneng banget."Aqila mengusap bahu Kaila memberikan ketenangan."Sabar aja ka
Pagi ini Allisya datang ke sekolah dengan semangat, Aris mengantarkannya.Sebelum Allisya keluar dari mobil, Aris selalu memberikan bekal buatannya."Gak pedes kok, daripada kamu jajan sembaran di kantin. Yang pinter dan kosentrasi ya?" pesan Aris seperti seorang bapak kepada anaknya.Allisya mengangguk. "Siap! Kak Aris semangat ya kuliahnya."Aris tersenyum. Melihat Allisya se-ceria ini saja membuat hatinya berdesir tak karuan."Makasih. Aku pergi dulu ya? Maaf nanti gak bisa jemput, langsung ke kantor ayah. Kamu bareng sama Gibran aja ya?"Allisya merasa asing dengan nama itu."Gibran siapa kak?""Itu temenku, dia senior sya di geng."Allisya mengangguk. "Iya kak. Aku ke kelas dulu ya? Bye," Allisya melambaikan tangannya.Aris melajukan mobilnya, awal pagi melihat Allisya membuat semangatnya nge-jreng.Di kelas, Allisya menatap horor Kaila dan Aqila. Tapi Al
Malam minggu, moment yang pas untuk berjalan dengan pasangan. Apalagi Aris dan Allisya, keduanya menikmati semilir angin yang dingin dengan suara bisingnya kendaraan. Ya, mereka masih naik motor."Emangnya kamu gak dingin sya?" tanya Aris menatap Allisya di kaca spion motornya, senyum lebar itu sangat terlihat bahagia dan ceria, Aris ikut senang melihatnya.Allisya menggeleng. "Ini itu sejuk banget kak. Gak kayak di rumah, panas. Apalagi mama selalu nyalain AC, aku kedinginan tau," jawabnya sedikit kesal.Aris mengangguk faham. "Kalau kamu pake AC terus yang ada masuk angin lagi," Aris sangat tau Allisya tak menyukai angin elektrik yang di salurakan dari listrik pasti akan berakhir masuk angin."Aku di rumah kan pakai sweater kak," tapi Allisya juga tak nyaman memakai sweater setiap harinya, terlalu tertutup dan hangat. Ia ingin sesekali merasakan udara dingin.Akhirnya mereka sampai di sebuah pasar malam. Allisya mena
"Apa? Javas sekarang ada di rumah sakit? Ok ok, makasih banget kabarnya," Gavin tersenyum miring. Ia mendapat telepon dari orang terdekat, dan diantara Aris."Kenapa gue baru tau sekarang kalau Javas sekarat? Haha, gue terlalu fokus buat kabur.""Javas, ucapkan selamat tinggal pada dunia," Gavin tersenyum penuh arti. Ia punya rencana cemerlang untuk mencelakai Javas."Dan kekalahan geng gue, bukan berarti kebahagiaan buat geng lo Aris," hati Gavin merasa tak terima, Aris bermain curang dengan membawa pasukan banyak demi mengalahkan jumlah dan melumpuhkan pasukannya.***"Rif, lo pulang aja. Biar gue aja yang jagain Javas. Ris, lo juga. Pasti bokap lo nyariin. Biarin aja Javas sekarang jadi tanggung jawab gue," ucap Gibran mantap."Titip ya? Gue juga udah ngantuk banget nih. Pingin peluk bantal sama guling," Arif menguap setelahnya, menunggu Javas sadar akhir-akhir ini membuat punggungnya terasa pegal."Ok
Akhirnya Aris sampai di restoran yang Allisya tunjukkan. Matanya menyapu sekeliling, mencari sosok kecil dengan rambut yang tergerai seperti biasanya.Matanya menangkap sosok Allisya yang duduk sendirian. Aris menghampiri Allisya, entah bagaimana ia membuka obrolan. Apalagi kalau sudah lupa dengan janji."Allisya? Kamu disini udah lama ya nungguin aku?"Allisya beralih menatap Aris, matanya terlalu fokus dengan lalu-lalang kendaraan yang melintas.Allisya menyipitkan matanya, memandangi wajah Aris lekat. Ada beberapa lebam dan darah yang mengering disana. Apa Aris tawuran lagi?"Kak?" panggil Allisya serius. Rasanya sudah lelah memberikan nasehat berkali-kali pada Aris masalah tawuran."Iya sya? Kangen? Tau kok, tiap hari kamu juga bilang gitu di chat," Aris hanya menanggapi seadanya. Ia tak tau Allisya tengah khawatir sekarang."Kak Aris tawuran lagi? Kenapa? Memangnya itu gak sakit? Aku aja
"Maaf ya om, tante. Saya gak mau lama-lama, pasti ayah bakalan nyari juga," ujar Aris berpamitan pada Selena dan Allister."Kirain mau disini lebih lama. Tapi gak apa-apa deh," Selena tak rela Aris pamitan secepat itu."Allisya, kamu jangan begadang ya? Jam sembilan langsung tidur, gak usah nonton drakor. Apalagi yang espisodenys gak kelar-kelar," nasehat Aris serius, Allisya langsung berubah masam dan cemberut."Kakak aja begadang, kenapa ngelarang aku?" Allisya bersidekap dada menatap Aris sengit."Itu namanya udah sayang sama kamu sya. Aris gak mau kamu sakit," sahut Allister.Setelah Aris pergi, Allisya melangkahkan kakinya ke kamar. Setelah makan begini, enaknya belajar. Sangat pas untuk kembali berpikir.***Markas Cakrawala.Tepat pukul 6 malam, Gavin menyuruh semua anggotanya berkunpul di markas."Ada apa sih vin? Mau tawuran lagi? Udah kelar kali," celetuk Udin set
Sesampainya di rumah Allisya, sangat kebetulan sekali ada Selena dan beberapa tante-tante arisan yang asik bergosip ria.Terutama saat Allisya turun dari motor Aris. Semua itu tak luput dari perhatian Selena dan teman tante-tantenya."Itu siapanya Allisya? Pacarnya kan?""Ganteng e pean le." (Ganteng banget kamu 'le' untuk panggilan anak laki-laki)."Itu calon suaminya Allisya," ucap Selena memperkenalkan calon mantunya itu."Kapan nikah?""Setelah Allisya lulus, doain aja semuanya berjalan dengan lancar," wajah Selena terpancar kebahagiaan, apalagi Aris sudah di ketahui teman arisannya."Aaamiinn semoga lancar.""Kita doain yang terbaik aja deh Sel.""Mama, aku pulang," Allisya salim pada sang mama."Pingin deh mama cepet-cepet ya punya cu-""Mama! Aku masih sekolah. Bukan kebelet nikah," sela Allisya kesal, selalu saja mamanya itu menginginkan seorang cucu.