Azan subuh berkumandang saat Nada menggeliat di ranjang sambil berusaha meregangkan otot-ototnya. Ia juga berusaha membuka kedua matanya lebar-lebar di tengah keremangan cahaya lampu tidur di kamar itu. Tapi tunggu! Ia merasakan sebuah tangan kekar memeluk erat dirinya. Ia menoleh ke arah samping kirinya. Alfa masih tertidur lelap. Tiba-tiba kesadaran menghampiri Nada dan ia berteriak.
"Kak Alfaaa!!!"
Alfa tersentak kaget karena teriakan Nada.
"Ada apa, sih?" tanya Alfa seraya mengucek kedua matanya.
"Ke-kenapa Kak Alfa tidur di sini?"
Alfa mendengus kesal.
"Tentu saja aku tidur di sini. Di sini tuh empuk, hangat, apalagi bisa sambil meluk kamu," jawab Alfa sambil mengeratkan pelukannya pada Nada.
Nada berusaha keras untuk melepaskan diri, tapi Alfa tak bergeming.
"Ih, Kak! Kan Kakak bisa tidur di sofa!" cetus Nada.
"What? Aku? Tidur di sofa? No, Honey! Sofa itu tidak muat untukku. Aku lebih nyaman di sini."
"Ka-kau ti-tidak me-mengambil kesempatan, kan?" tanya Nada dengan terbata-bata.
"Hahaha. Hei, nyonya Narendra junior! Kamu masih memakai jilbabmu, bahkan kamu menutup kedua kakimu dengan kaus kaki," ujar Alfa kesal sambil menarik kembali selimut hingga menutupi kepalanya.
"Ish, Bangun! Ini udah subuh! Buruan shalat subuh!" perintah Nada sambil memukul tubuh kekar Alfa dengan bantal guling.
"Oke... Oke! Aku bangun! Berisik banget sih!" gerutu Alfa.
Alfa segera bangkit dari ranjang menuju kamar mandi untuk mandi dan mengambil air wudhu.
Saat Alfa keluar dari kamar mandi dalam keadaan sudah memakai baju koko putih dan celana panjang kain hitam, ia mendapati Nada kembali tertidur.
"Nada, Kok kamu tidur lagi, sih?"
"Aku lagi halangan, Kak! Udah sana ke masjid! Ganggu orang tidur aja!" gerutu Nada.
"Lho, yang ganggu orang tidur duluan tadi siapa? Dasar gadis jutek!" gerutu Alfa dalam hati.
"Kalo sampai aku balik dari masjid kamu belum bangun, awas ya!"
Nada hanya membalas dengan gumaman membuat Alfa mendengus kesal lagi lalu ia membuka pintu dan menutup pintunya kembali.
Satu jam kemudian, Alfa kembali dari masjid. Tanpa mengucap salam dan ketukan pintu, ia masuk begitu saja. Ia tertegun melihat pemandangan indah di hadapannya. Untuk pertama kalinya, ia melihat Nada tanpa jilbab yang menutupi rambut indahnya.
"Na-Nada..." gumam Alfa.
"Ka-Kak A-Alfa?"
Nada segera mengambil jilbab bergo warna pink salem miliknya lalu membawanya ke kamar mandi, sedangkan Alfa yang melihat tingkah lucu istrinya malah tersenyum geli.
"Baru buka jilbab di depanku saja sudah malu-malu gitu, gimana kalo tanpa sehelai benang pun di tubuhnya," gumamnya.
Membayangkan kecantikan Nada, ia malah mengumpati dirinya sendiri.
"Sial! Bisa-bisanya kau terbangun hanya karena aku mengkhayalkan Nada!" rutuknya sambil menengok ke bawah.
"Kayaknya pas di apartemen nanti aku harus berendam. Dasar hasrat sialan!" umpatnya pada diri sendiri.
Alfa mendongak saat ia mendengar pintu kamar mandi terbuka.
"Kak Alfa kok gak ngetuk pintu, sih? Kan kaget!" omel Nada.
"Salah sendiri gak ngunci pintu! Masih bagus bukan orang lain yang melihat auratmu," balas Alfa.
Nada hanya mendengus sambil memasukkan barang-barang pribadinya ke dalam koper kecilnya.
"Sekalian barang-barangku, dong!" pinta Alfa memelas.
Lagi-lagi Nada mendengus namun tetap menuruti permintaan suaminya.
"Nih, udah siap!"
"Ya udah, ayo kita check out dulu! Abis itu baru cari sarapan."
Sang istri hanya mengangguk.
Setelah dari resepsionis hotel, mereka berdua segera ke parkiran basement hotel di mana mobil Alfa berada. Nada masuk ke dalam mobil terlebih dahulu, sedangkan Alfa memasukkan koper mereka ke bagasi mobil.
"Kita tinggal di apartemen aku, ya?"
Nada menoleh dengan dahi berkerut.
"Iya, kita akan tinggal di sana. Bukan di rumah orang tuaku," ujar Alfa lagi.
Nada menghela napas lega. Pernikahan dadakan ini membuatnya merasa kecanggungan luar biasa bila harus berinteraksi dengan keluarga Narendra, meskipun sejauh ini kedua mertuanya bersikap sangat baik padanya.
Suasana kembali hening sampai akhirnya Alfa menghentikan mobilnya di pinggir jalan di mana terdapat kedai bubur ayam.
"Aku lagi mau bubur ayam. Kamu mau gak?" tanya Alfa.
Nada begitu kesal dengan Alfa yang tak bertanya lebih dulu, meskipun sebenarnya Nada tak pernah pilih-pilih makanan. Tapi, tak ada salahnya untuk bertanya juga, kan?
"Iya, mau," jawab Nada datar. Ia memilih menurut saja karena masih terlalu pagi baginya untuk berdebat dengan suaminya.
Mereka pun turun dari mobil dan masuk ke kedai itu.
"Wah, ada Akang ganteng nih! Sama siapa nih?" tanya sang tukang bubur.
"Sama istri saya, Mang," jawab Alfa.
"Wah, udah nikah aja, nih! Kapan? Kemarin-kemarin kan datang sendiri."
"Kami menikah kemarin," jawab Alfa lagi.
"Masya Allah. Semoga selalu langgeng, ya, Kang, Neng!"
Mereka kompak berucap "Aamiin".
"Seperti biasanya nih, Kang?"
"Iya, Mang. Kamu maunya gimana?" tanya Alfa sambil menengok istrinya.
"Samain aja kayak punyamu, Kak," jawab Nada.
"Oke, Neng! Duduk dulu, ya!"
Nada mengangguk sambil tersenyum.
"Di sini tempat langganan aku. Aku jamin enak," ujar Alfa.
Nada hanya tersenyum menimpali ucapan suaminya. Sesekali ia menahan rintihannya karena rasa nyeri di perutnya yang tiba-tiba muncul.
Pesanan mereka datang. Alfa yang mulai menyuapkan bubur ke mulutnya langsung terkejut melihat wajah pucat istrinya.
"Nada, kamu kenapa?" tanya Alfa panik.
"Perutku sakit banget!" lirih Nada.
"Dismenore? Kamu punya obatnya?"
Nada mengangguk pelan.
"Oke, kamu makan dulu! Abis itu kamu langsung minum obatnya!" titah Alfa.
Nada mulai memakan bubur ayamnya dengan perlahan hingga habis. Setelah itu, ia mengambil tasnya dan mengambil obat pereda nyeri haid miliknya lalu meneguk pelan air hangat yang disuguhkan oleh tukang bubur tadi.
"Udah?"
Lagi-lagi Nada hanya mengangguk pelan. Mereka bangkit dari kursi dan membayar dua porsi bubur yang telah mereka habiskan. Mereka pun berpamitan dan keluar dari kedai.
"Kamu tidur aja kalo masih sakit. Nanti pas sampai, aku bangunin!" titah Alfa sambil memasangkan sabuk pengaman di pinggang Nada.
Tanpa membuang waktu, Alfa segera menyalakan mesin mobil dan berlalu meninggalkan kedai bubur ayam.
***
"Nada, udah sampai!" kata Alfa sambil menepuk pelan kedua pipinya.
Nada menggeliat sambil mengerjapkan kedua matanya lalu melepas sabuk pengamannya. Ia terkejut melihat di mana kini ia berada.
"I-ini..."
"Aku tinggal di sini," sela Alfa.
"Aku juga tinggal di sini," lirih Nada.
"Serius?"
Nada mengangguk.
"Ayo turun!" titah Alfa.
Mereka pun turun dari mobil. Nada masih tak percaya dengan kenyataan yang baru saja ia ketahui. Ia dan Alfa ternyata tinggal di apartemen yang sama selama ini.
"Biar aku saja yang bawa koperku!" cetus Nada saat melihat Alfa membawa serta kopernya.
"Terserah kamu saja!"
Mereka pun melangkah memasuki gedung apartemen.
"Kamu tinggal di lantai berapa?" tanya Alfa.
"Aku di lantai enam," jawab Nada.
"Oh... Aku di lantai lima belas."
Pantas saja mereka tak pernah bertemu. Mereka tinggal berbeda lantai dan memiliki aktivitas yang berbeda pula tentu saja sangat mustahil bagi mereka untuk berpapasan. Tak ada yang mengira bahwa mereka kini berjodoh. Mungkin.
Perasaan mereka masih sama. Sama-sama merasa asing akibat pernikahan dadakan ini. Seperti saat ini. Bila pasangan pengantin baru lainnya akan memanfaatkan situasi lift yang sepi dengan bermesraan sejenak, Alfa dan Nada malah berdiam diri.
Ting!
Mereka sudah tiba di lantai lima belas dan kembali berjalan menuju unit 1256 milik Alfa.
"Masuklah!" titah Alfa.
Nada pun masuk setelah mengucap salam pelan.
"Kak Alfa!"
Alfa berbalik dan menjawab panggilan istrinya dengan gumaman.
"Aku mau kita pisah kamar," pinta Nada.
"Kenapa?" tanya Alfa sembari menaikkan alisnya sebelah.
"Aku... Aku belum terbiasa seatap denganmu. Maaf..." lirih Nada.
Alfa tersenyum tipis.
"Oke, kalau itu mau kamu! Tapi, kamu harus tetap menyimpan sebagian barang-barang kamu di kamarku untuk mencegah kecurigaan keluarga kita bila suatu saat mereka datang dan menginap di sini," ujar Alfa datar.
Nada mengangguk tanda setuju.
"Kak, aku izin ke unitku dulu, ya! Aku mau mengambil beberapa barang pribadiku," kata Nada.
Alfa menjawab izin Nada dengan gumaman.
"Assalamu 'alaikum, Kak!"
"Wa 'alaikumussalam," balas Alfa.
Setelah pintu tertutup, Alfa menghembuskan napasnya dengan kasar.
"Tak ingin sekamar katanya? Ck... Apa dia pikir aku akan tertarik dengan tubuhnya yang mungil itu? Yang benar saja! Meskipun tak bisa kupungkiri kalo Nada punya pesona tersendiri dibanding kakaknya," gumannya.
Mengenai Nadia, Alfa kembali mencoba menghubungi sang mantan tunangannya. Seketika ia banting ponselnya saat ia mendengar suara operator.
"Brengsek kau, Nadia! Kau benar-benar membuatku membencimu!" teriaknya.
Alfa mengambil bingkai foto dirinya dan Nadia dan melemparnya ke dinding kamarnya hingga hancur berantakan.
"Kau menghancurkan hidupku! Kau mempermalukan diriku di hadapan semua orang! Kau benar-benar sudah merendahkan diriku, wanita brengsek!"
Nada yang baru masuk terkejut setelah mendengar umpatan dari kamar Alfa.
"Kak, apa yang terjadi?" tanya Nada hati-hati.
"Pergilah ke kamarmu sebelum aku melampiaskan kemarahanku padamu!"
Tak ingin membuat Alfa semakin marah, Nada segera menyingkir dari kamar Alfa dan mengunci pintu kamarnya.
"Pasti Kak Alfa masih kecewa karena Kak Nadia," lirihnya.
Nada memilih merapikan barang-barang bawaannya di lemari. Setelah beres, ia menutup kembali lemari pakaiannya. Ia juga meletakkan beberapa produk skincare miliknya di meja rias yang ada di dekat jendela kamar. Setelah semuanya rapi, ia keluar dari kamar dan mencoba mengetuk pelan pintu kamar Alfa.
"Kak! Kak Alfa!"
Alfa membuka pintu kamarnya dan menatap datar istrinya.
"Ada apa?"
"Kamu mau aku masakin apa untuk makan siang nanti?" tanya Nada pelan.
"Kamu olah saja persediaan yang ada di kulkas. Semua bumbu dapur lengkap," jawab Alfa datar.
"Oh... Oke!"
Alfa kembali menutup pintu kamarnya. Respon sang suami benar-benar membuatnya kesal.
"Andai memukul suami itu gak dosa, udah kupukul dia pake panci ini," gerutu Nada sambil memukul pelan panci milik Alfa.
Perhatian Nada beralih ke lemari pendingin dua pintu ukuran besar yang ada di dekat rice cooker di sudut dapur. Begitu ia buka, matanya terbelalak. Isi lemari pendinginnya lengkap. Di bagian freezer ada daging sapi, daging ayam, sosis, bakso sapi, dan nugget, sedangkan di bagian bawah ada berbagai macam buah dan sayuran, juga ada telur dan pudding coklat.
"Fix! Kayaknya Kak Alfa hobi masak ini. Isi kulkasnya aja lengkap gini. Kak Nadia sih pake kabur segala dari Kak Alfa!" celetuknya.
Nada mengeluarkan daging ayam dari lemari pendingin lalu merendamnya dalam baskom berisi air. Selain itu, ia juga mengeluarkan beberapa jenis sayuran untuk ia buat capcay.
"Oke! Semua siap diolah!" serunya.
Alfa hendak keluar kamar ingin ke dapur untuk mengambil air minum dan melihat istrinya tengah sibuk mengolah beberapa bahan makanan. Seulas senyum tipis terukir di wajahnya. Ia melihat Nada begitu luwes dalam urusan dapur, sangat jauh berbeda dengan Nadia yang cuma tahu belanja dan bersolek sampai begitu enggan berkutat dengan bumbu dapur.
Alfa menggelengkan kepalanya sesaat setelah ia membandingkan sosok kakak beradik itu dalam pikirannya. Meskipun hatinya masih mencintai Nadia, ia tak boleh membandingkan mereka. Mereka punya kelebihan masing-masing. Dalam pandangan Alfa, Nada adalah gadis ambivert. Ia mampu menempatkan dirinya sesuai situasi lingkungan maupun lawan bicaranya. Tiba-tiba Alfa merasa tak enak hati karena telah membentak Nada, padahal Nada adalah istrinya.
"Kamu masak?" tanya Alfa tiba-tiba.
Nada memutar bola matanya.
"Aku lagi salto! Udah tahu aku lagi pegang spatula buat ngaduk capcay ini!" gerutu Nada.
Alfa terkekeh geli karena Nada yang tiba-tiba ketus padanya.
"Perempuan lagi halangan benar-benar kayak singa, ya. Aaaww... Galak!"
Dengan geram, Nada melempar sebuah wortel ke arah kepala Alfa.
"Aduh! Kok kamu lempar aku, sih!"
"Kalo kamu gak bantuin aku mending diam aja!"
Alfa pun duduk di salah satu kursi yang ada di depan meja bar. Matanya masih tertuju pada sang istri yang begitu luwes menggerakkan spatula pada kompor dua mata yang apinya menyala semua. Diam-diam ia tersenyum. Alangkah beruntungnya pria yang menjadi suami Nada! Tapi, kan sekarang dirinya yang jadi suami Nada. Andai cinta itu sudah muncul, Alfa akan merasakan hal itu. Sayangnya, ia tak merasakan hatinya berbunga-bunga ketika bersama Nada.
Oh, ayolah, Alfa! Mau sampai kapan kau mencintai wanita yang sudah meninggalkanmu begitu saja?
Saat ini, ia hanya bisa memperlakukan Nada sebagai seorang adik. Saat Nada meminta pisah kamar pun ia mengiyakan karena ia sendiri belum siap untuk menyentuh istrinya meski ia butuh itu. Ia juga tak ingin Nada merasa terpaksa melayani hasratnya. Anggaplah saat ini, mereka belajar untuk saling mengenal secara perlahan.
Menikah dengan orang yang kita cintai dan mencintai kita adalah impian semua orang. Itulah yang Nada juga harapkan. Namun, ia tak bisa mengelak dari takdir Allah yang telah ditetapkan untuknya meskipun kelihatannya ia seperti telah dijadikan "tumbal" oleh orang tuanya sendiri akibat kekonyolan salah satu putri mereka yang katanya selalu membanggakan itu.Ia duduk bersila di lantai kamarnya yang dilapisi karpet bulu dan hamparan sajadah. Ia baru saja melaksanakan shalat isya setelah ia dan suaminya makan malam bersama. Helaan napas kasar keluar begitu saja dari mulutnya. Sudah sebulan menjalani status seorang istri dari Alfarezel Narendra, tetapi mereka masih merasa asing. Mereka hanya bertemu saat sarapan dan makan malam. Shalat wajib pun dilakukan sendiri-sendiri. Situasi yang sama ia rasakan saat berada di rumah orang tuanya. Namun, Alfa adalah orang yang tak melewatkan waktu untuk melakukan kewajibannya sebagai seorang Muslim.Seumur hidup Nada, ia tak pernah melihat
Sisa-sisa hujan semalam menyisakan hawa dingin yang menusuk hingga ke tulang. Namun, hal itu tidak dirasakan oleh sepasang manusia yang masih terlelap sambil berpelukan erat. Mereka menikmati keheningan dini hari jelang subuh ini dengan saling memberi kehangatan.Semalam, saat mereka pulang dari restoran, hujan turun begitu deras. Karena lupa membawa mantel, mereka jadi basah kuyup saat tiba di apartemen. Mereka masuk ke kamar masing-masing untuk membersihkan diri dan berganti pakaian.Saat Nada sedang membuat susu jahe hangat, tiba-tiba sepasang lengan kekar muncul dari belakang dan melingkar di perutnya. Ia seketika menegang. Alfa tersenyum sembari meletakkan dagunya di bahu sang istri."Sedang apa?" tanya Alfa dengan berbisik.Nada menghela napas untuk meredakan detak jantungnya yang terasa lebih cepat dari biasanya. Ia belum pernah seintim ini dengan lelaki mana pun."Aku sedang buat susu jahe. Mau?" Nada menawarkan susu jahe di tangannya."Ma
Gunawan menatap datar sang putri yang sudah sebulan ini menghilang. Nadia menatap sendu sang ayah sambil terisak di pelukan Viana."Masih ingat pulang kamu!" sinis Gunawan."Papa, maafin Nadia," lirih Nadia."Kamu sudah mempermalukan Papa di hadapan semua orang dan kamu tiba-tiba muncul hanya dengan membawa kata maaf?" geram Gunawan."Papa, aku nyesal. Aku bakal jadi kok nikah sama Alfa.""Sudah terlambat," ujar Gunawan dingin."Terlambat? Apa maksud Papa?" tanya Nadia heran."Alfa sudah menikah dengan adikmu.""Gak! Gak mungkin! Alfa cuma cintanya sama aku!" jerit Nadia histeris."Kamu harus terima kenyataan ini, Sayang. Nada sudah menjadi istri Alfa. Semua ini kami lakukan demi nama baik keluarga kita dan keluarga Narendra, Nak!" ujar Viana."Aku nyesel, Ma. Aku nyesel ninggalin Alfa. Aku gak bisa biarin Nada bahagia sama Alfa, Ma. Alfa dan aku saling cinta, Ma!" Tangis Nadia tak terbendung lagi. Ia sungguh menyesali keko
Alfa melangkah pelan memasuki ruang kerjanya sambil berbicara dengan sekretarisnya membahas tentang hasil rapat mereka tadi pagi. Ia melirik arloji di lengan kirinya. Ia pun memerintahkan sekretarisnya untuk istirahat sebelum bekerja lagi. Ia juga sudah tak sabar memakan masakan istrinya yang ia bawa dari rumah.Senyuman Alfa luntur seketika saat ia melihat seseorang yang telah meninggalkannya begitu saja. Ia menutup pintu ruangannya agar tak ada orang lain yang melihat mereka."Hai! Apa kabar?" sapa Nadia."Cih! Tiba-tiba hilang, tiba-tiba juga muncul. Sekarang, apa maumu?" tanya Alfa geram."Mauku? Kamu! Aku mau kita melanjutkan rencana kita...""Tak ada lagi rencana kita! Sejak kau pergi, sejak itu pula hubungan kita berakhir!" sergah Alfa."Apa cewek sok suci itu sudah meracuni pikiranmu?""Wanita yang kau sebut sok suci itu adalah istriku dan juga adik kandungmu! Bagaimana mungkin ada orang yang benci pada adiknya sendiri!""Aku!
Tania sedang membuat kue brownies di dapur. Narendra yang kesal karena merasa diabaikan segera beranjak dari sofa ruang keluarga menuju dapur dan memeluk Tania dari belakang."Sayang, sibuk banget sampai cuekin aku," rajuk Narendra."Ini lho, Sayang. Aku buat brownies untuk anak-anak kita.""Anak-anak?""Ih, Alfa sama Nada mau datang. Tadi pagi mereka nelpon. Tapi kok sampai sekarang belum datang, ya? Udah mau sore ini.""Paling lagi usaha, Sayang.""Usaha apaan?""Buatin kita cucu," bisik Narendra.Tania tersenyum malu-malu menanggapi ucapan Narendra."Uh! Sayangnya aku kok malu-malu gini? Kita udah nikah puluhan tahun, tapi masih malu-malu aja bahas gituan.""Udah, ah! Aku lagi sibuk."Narendra tertawa sambil mengacak rambut sang istri yang sudah memutih."Sayang, aku bantu, ya! Biar cepat selesai.""Rajinnya ayahnya Alfa. Ya udah, ayah masukin ini ke oven, tapi keluarin dulu yang ada di dalam itu. Udah
Seorang pria berketurunan Spanyol sedang mengamati beberapa lembar foto yang dibawa oleh salah satu mata-mata yang ia tugaskan ke Indonesia. Ia tersenyum kecil saat melihat salah satu foto. Foto itu adalah hasil USG terakhir Nadia yang berhasil sang mata-mata minta pada dokter kandungan yang biasa Nadia kunjungi."Aku tak menyangka. Akhirnya aku akan memiliki anak," lirihnya."Kapan Anda kembali ke Indonesia?""Sebentar lagi. Aku sudah persiapkan semuanya. Begitu anak itu lahir, aku akan segera menikahinya.""Tapi, dia masih sering ke kantor Alfa.""Aku tahu. Dia masih saja terobsesi pada pria itu.""Apa kita perlu bertemu dengan Alfa?""Tak perlu. Karena Alfa sudah memiliki istri, dia tentu tak mungkin mengkhianati istrinya. Aku hanya perlu meminta Nadia untuk membuka matanya agar dia melihatku. Dia wanita pertama yang kuambil kesuciannya, juga wanita yang kucintai selama ini. Aku tak akan bertindak pengecut lagi."Carlos bertekad ing
Nada tengah menunggu sendirian sambil membuka akun media sosialnya di ponselnya di depan ruang KIA. Sang suami pergi ke toilet. Tak lama kemudian, giliran Nada yang dipanggil oleh perawat untuk masuk ke ruangan. Sebelumnya, ia sudah diminta perawat untuk cek tekanan darah dan berat badan."Selamat sore, Ibu Nada!" sapa sang dokter ramah."Sore, dokter!" balas Nada sambil tersenyum."Silakan duduk!"Nada pun duduk di hadapan dokter Veronica."Ini kunjungan pertama, ya, Bu?""Iya, dokter.""Hmm, tekanan darah Anda agak rendah, ya. Anda merasa mual atau pusing?""Saya gak mual. Saya cuma sedikit pusing."Alfa masuk setelah dipersilakan oleh perawat di luar."Maaf, ya! Tadi antri di toilet," ujar Alfa pada Nada."Gak apa-apa, kok. Aku juga baru masuk.""Ibu, silakan naik di sini! Kita cek kondisi janin Anda lewat USG," ujar dokter itu. Ia mengambil tangan Nada seraya menuntun Nada berbaring di atas tempa
Pukul 02.00, Nada terbangun dan tiba-tiba merasa lapar. Dengan perlahan, ia berusaha melepaskan pelukan posesif Alfa. Namun, sang suami sepertinya menyadari gerakannya."Sayang," panggil Alfa dengan suara serak.Nada tersenyum seraya mencium bibir Alfa."Aku lapar. Aku mau ke dapur dulu.""Biar aku saja yang membuatkan makanan untukmu.""Tidak perlu, Aa'. Aku cuma mau makan martabak yang kita beli semalam.""Aku mau nemenin kamu.""Aku tahu kamu capek banget. Kamu tidur lagi aja," ujar Nada sambil mengusap rahang Alfa."Aku gak bisa tidur kalo gak meluk kamu," rajuk Alfa.Nada terkekeh geli. Semakin hari, suaminya semakin manja padanya. Ia pergi ke kamar mandi di tengah malam saja, suaminya juga ikut terbangun dan baru akan tidur kalo ia sudah ada di sampingnya. Sangat posesif, bukan? Siapa yang akan menyangka, dua orang yang selalu merasa asing tinggal seatap kini tak bisa lagi berpisah walau hanya sebentar."Aa', aku cuma
Alfa terbaring lemah di ranjang, menunggu sang istri yang sedang membersihkan dirinya di kamar mandi. Kedua matanya terpejam sembari berusaha menahan rasa sakit di kepalanya. Perlahan, setetes darah keluar dari lubang hidungnya."Ya Allah, apa yang harus kukatakan pada istriku?" gumamnya, lirih.Pintu kamar mandi terbuka. Nada tampak lebih segar dengan pakaian lengkap yang menempel di tubuhnya. Ia membawa baskom kecil berisi air hangat dan selembar handuk kecil. Ia ingin menyeka tubuh suaminya dan mengganti pakaiannya agar ia merasa nyaman."Aa', aku buka pakaiannya, ya!" ujar Nada.Alfa mengangguk lemah. Tubuhnya benar-benar terasa sangat lemah saat ini.Sementara istrinya menyeka tubuhnya, Alfa memperhatikan wajah cantik wanita yang tengah mengandung darah dagingnya. Sungguh, ia tak sampai hati bila akhirnya ia akan meninggalkan istrinya."Aa' kenapa?" tanya Nada khawatir.Alfa menarik perlahan lengan Nada agar ia bisa memeluk tubuh wanita yang ia cintai."Maaf, Sayang. Aku sudah me
Nada terbangun saat ia merasakan hembusan napas teratur di ceruk lehernya. Tak lupa sebuah lengan kekar yang memeluknya begitu erat. Pukul 02.00 dini hari saat ini. Perlahan, ia menoleh ke arah suaminya yang masih terlelap. Seulas senyum tipis terpatri di wajah cantiknya. Ia perhatikan kedua mata Alfa yang tertutup rapat beserta alisnya yang tebal, hidungnya yang mancung, pipinya yang tirus, kumis dan janggut yang mulai tumbuh lebat, dan bibirnya yang tipis. Wajahnya tiba-tiba merona lalu menunduk ketika mengingat kejadian tadi. Mereka sempat menghabiskan waktu dan tenaga dalam permainan panas. Tiba-tiba sebuah kecupan terasa di keningnya. Nada mendongak pada sang suami yang kini tersenyum jahil."Tidurlah lagi, Sayang!" Suara serak Alfa terdengar begitu seksi di telinga Nada."Aku ingin ke kamar mandi, A'."Nada berusaha melepaskan pelukan Alfa yang semakin terasa erat."Please, deh, A'! Aku gak mau pipis di sini!"Alfa membuka matanya. Ia terkekeh lal
Nada meletakkan bantal di bawah kepala Nadia secara perlahan. Setelah itu, ia pandangi wajah sang kakak yang tertidur lelap di sofa ruang tamu. Masih terlihat jelas jejak air mata di pipinya akibat terlalu lama menangis. Nada menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Mendengar pengakuan kakaknya tentang pria yang telah menghamilinya membuatnya merasa kasihan. Namun, di sisi lain, ia juga tak habis pikir karena Nadia meminta Alfa bertanggung jawab atasnya. Relakah Nada? Tentu saja tidak. Ia tak akan membiarkan hal itu terjadi. Baginya, hubungan mereka hanyalah tinggal kenangan dan sebagai seorang istri, ia pun berhak mempertahankan rumah tangganya dengan pria yang sangat ia cintai. Ia tidak peduli bila ia harus berurusan dengan ayahnya yang sangat keras kepala itu. Toh sejak awal, ia sudah dianggap durhaka olehnya. Suara pintu terbuka membuatnya menoleh ke arah pintu. Ia menjawab salam sembari tersenyum lalu menghampiri suaminya yang juga tersenyum pad
Sinar matahari semakin terasa menyengat saat Nadia bangun dari tidurnya. Ia menengok ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 10.00. Akhir-akhir ini, ia semakin sulit tidur karena perutnya yang semakin besar membuatnya semakin tidak nyaman. Ia pun segera ke kamar mandi karena ia sangat ingin buang air kecil. Setelah menuntaskan hajatnya, ia segera turun menuju dapur. Ia melihat ibunya sedang bersantai di ruang keluarga. "Pagi, Mama!" seru Nadia. Viana hanya menatapnya sekilas lalu kembali menonton layar datar berukuran 42 inchi. Hati Nadia serasa tercubit karena sang ibu bersikap acuh tak acuh padanya. Ia memilih ke dapur untuk memakan apa saja yang tersedia di sana. Saat ia membuka tudung saji, ia tidak mendapatkan apa-apa. Ia mendengus kesal, lalu ia membuka kulkas dan hanya mendapatkan telur dan sosis. Ia pun membuat omelet sebagai menu sarapan pagi yang sudah sangat terlambat. "Baguslah kalau kamu tahu diri! Karena mulai saat ini, kamu harus belajar mem
Pukul 21.00, Nada terbangun saat merasakan mual di perutnya. Dengan tergesa-gesa, wanita itu melepaskan pelukan erat di perutnya dan berlari ke kamar mandi. Hal itu membuat Alfa terkejut. Pria itu menyusul ke kamar mandi untuk melihat keadaan istrinya."Sayang, masih mual?" tanya Alfa seraya memijat tengkuk sang istri."Kenapa ke sini, A'? Kan gak enak kalau kamu lihat aku muntah-muntah," timpal Nada lirih."Aku harus membiasakan diriku, Sayang. Kamu juga begini karena mengandung anakku," ujar Alfa lembut.Nada segera berkumur dan membersihkan bekas muntahannya di wastafel."Aa', aku lapar!" rengek Nada yang memeluk lengan sang suami dengan manja. Alfa terkekeh mendengarnya."Ya sudah. Kita makan dulu. Makan malam kita yang tertunda," ujar Alfa sembari mengedipkan sebelah matanya."Memangnya siapa yang membuat kita terlambat makan malam?" sindir Nada.Lagi-lagi Alfa terkekeh dan segera menggendong tubuh istrinya menuju ruang ma
Setelah makan siang bersama, Fandi mengajak Nada jalan-jalan ke mall. Fandi ingin memanjakan sang adik dengan barang-barang yang adiknya inginkan. Ia bahkan membelikan paket perawatan wajah dan tubuh untuknya. Sudah lama sekali rasanya ia tak melihat tingkah manja Nada."Ada lagi yang mau kamu beli?" tanya Fandi sambil mengajaknya duduk di salah satu kedai es krim. Fandi memesan es krim untuk dirinya dan adiknya pada salah satu pelayan, lalu pelayan itu pergi."Ini kebanyakan, Kak. Yang aku mau cuma satu gamis, satu jilbab, sama skincare. Ini malah jadi kayak habis borong satu mall!" Nada mencebik.Fandi terkekeh melihat ekspresi adiknya."Sengaja. Sekali-sekali kan gak apa-apa. Sama adik sendiri ini," ujar Fandi sambil tersenyum."Sama istri kapan?" tanya Nada jahil.Fandi memutar bola matanya malas."Karena gak jadi hari ini, ya besok!" celetuknya asal.Nada memukul lengan Fandi."Astaga, Dek! Kamu kok mukul Kakak, sih
Pukul 02.00, Nada terbangun dan tiba-tiba merasa lapar. Dengan perlahan, ia berusaha melepaskan pelukan posesif Alfa. Namun, sang suami sepertinya menyadari gerakannya."Sayang," panggil Alfa dengan suara serak.Nada tersenyum seraya mencium bibir Alfa."Aku lapar. Aku mau ke dapur dulu.""Biar aku saja yang membuatkan makanan untukmu.""Tidak perlu, Aa'. Aku cuma mau makan martabak yang kita beli semalam.""Aku mau nemenin kamu.""Aku tahu kamu capek banget. Kamu tidur lagi aja," ujar Nada sambil mengusap rahang Alfa."Aku gak bisa tidur kalo gak meluk kamu," rajuk Alfa.Nada terkekeh geli. Semakin hari, suaminya semakin manja padanya. Ia pergi ke kamar mandi di tengah malam saja, suaminya juga ikut terbangun dan baru akan tidur kalo ia sudah ada di sampingnya. Sangat posesif, bukan? Siapa yang akan menyangka, dua orang yang selalu merasa asing tinggal seatap kini tak bisa lagi berpisah walau hanya sebentar."Aa', aku cuma
Nada tengah menunggu sendirian sambil membuka akun media sosialnya di ponselnya di depan ruang KIA. Sang suami pergi ke toilet. Tak lama kemudian, giliran Nada yang dipanggil oleh perawat untuk masuk ke ruangan. Sebelumnya, ia sudah diminta perawat untuk cek tekanan darah dan berat badan."Selamat sore, Ibu Nada!" sapa sang dokter ramah."Sore, dokter!" balas Nada sambil tersenyum."Silakan duduk!"Nada pun duduk di hadapan dokter Veronica."Ini kunjungan pertama, ya, Bu?""Iya, dokter.""Hmm, tekanan darah Anda agak rendah, ya. Anda merasa mual atau pusing?""Saya gak mual. Saya cuma sedikit pusing."Alfa masuk setelah dipersilakan oleh perawat di luar."Maaf, ya! Tadi antri di toilet," ujar Alfa pada Nada."Gak apa-apa, kok. Aku juga baru masuk.""Ibu, silakan naik di sini! Kita cek kondisi janin Anda lewat USG," ujar dokter itu. Ia mengambil tangan Nada seraya menuntun Nada berbaring di atas tempa
Seorang pria berketurunan Spanyol sedang mengamati beberapa lembar foto yang dibawa oleh salah satu mata-mata yang ia tugaskan ke Indonesia. Ia tersenyum kecil saat melihat salah satu foto. Foto itu adalah hasil USG terakhir Nadia yang berhasil sang mata-mata minta pada dokter kandungan yang biasa Nadia kunjungi."Aku tak menyangka. Akhirnya aku akan memiliki anak," lirihnya."Kapan Anda kembali ke Indonesia?""Sebentar lagi. Aku sudah persiapkan semuanya. Begitu anak itu lahir, aku akan segera menikahinya.""Tapi, dia masih sering ke kantor Alfa.""Aku tahu. Dia masih saja terobsesi pada pria itu.""Apa kita perlu bertemu dengan Alfa?""Tak perlu. Karena Alfa sudah memiliki istri, dia tentu tak mungkin mengkhianati istrinya. Aku hanya perlu meminta Nadia untuk membuka matanya agar dia melihatku. Dia wanita pertama yang kuambil kesuciannya, juga wanita yang kucintai selama ini. Aku tak akan bertindak pengecut lagi."Carlos bertekad ing