Gunawan menatap datar sang putri yang sudah sebulan ini menghilang. Nadia menatap sendu sang ayah sambil terisak di pelukan Viana.
"Masih ingat pulang kamu!" sinis Gunawan.
"Papa, maafin Nadia," lirih Nadia.
"Kamu sudah mempermalukan Papa di hadapan semua orang dan kamu tiba-tiba muncul hanya dengan membawa kata maaf?" geram Gunawan.
"Papa, aku nyesal. Aku bakal jadi kok nikah sama Alfa."
"Sudah terlambat," ujar Gunawan dingin.
"Terlambat? Apa maksud Papa?" tanya Nadia heran.
"Alfa sudah menikah dengan adikmu."
"Gak! Gak mungkin! Alfa cuma cintanya sama aku!" jerit Nadia histeris.
"Kamu harus terima kenyataan ini, Sayang. Nada sudah menjadi istri Alfa. Semua ini kami lakukan demi nama baik keluarga kita dan keluarga Narendra, Nak!" ujar Viana.
"Aku nyesel, Ma. Aku nyesel ninggalin Alfa. Aku gak bisa biarin Nada bahagia sama Alfa, Ma. Alfa dan aku saling cinta, Ma!" Tangis Nadia tak terbendung lagi. Ia sungguh menyesali kekonyolannya sebulan lalu.
Gunawan meninggalkan ruang tamu untuk meredakan amarahnya.
"Kak Fandi, aku harus gimana?" tanya Nadia lirih.
"Terima saja takdirmu! Nada sudah bahagia sama Alfa."
"Alfa cuma cinta sama aku, Kak!"
"Tidak ada yang tahu hati seseorang. Mungkin sekarang Nada sudah menempati seluruh ruang di hati Alfa. Jangan bertindak memalukan lagi dengan merusak rumah tangga adikmu sendiri!" ujar Fandi dingin seraya berlalu keluar dari rumah. Ia berniat pergi ke kantor.
"Kenapa harus Nada? Kenapa harus cewek sok suci itu yang jadi istri Alfa! Kenapa!" jerit Nadia.
Nadia berlari menuju kamarnya dan melampiaskan kemarahannya di sana. Ia membanting apa saja yang ia lihat hingga hancur berantakan. Setelah itu, ia mengambil tasnya dan merogoh isinya. Alat tes kehamilan yang jumlahnya tiga buah. Di rahimnya kini ada janin yang bertumbuh. Tubuhnya meluruh ke lantai kamarnya yang dingin. Ia mengutuk dirinya sendiri.
Nadia melarikan diri tepat di hari pernikahannya karena ia seminggu sebelumnya ia bertengkar hebat dengan Alfa. Alfa meminta Nadia untuk berhenti bekerja setelah menikah nanti agar Nadia belajar menjadi istri yang baik, tetapi Nadia bersikeras tidak mau. Ia lebih memilih bekerja di luar rumah daripada harus menyibukkan diri di rumah seperti pembantu. Ia ingin menjadi wanita karir agar bisa bersenang-senang dengan uang yang ia miliki. Alfa sudah menawarkan bisnis yang bisa Nadia kelola meski dari rumah, tetapi Nadia juga tidak mau.
Di tengah pelariannya, Nadia bertemu dengan Carlos, mantan pacarnya saat ia masih SMA. Carlos juga pria pertama yang memberi pengalaman bercinta baginya. Ketika mereka bertemu lagi, mereka tinggal bersama di sebuah apartemen di Bandung. Setiap malam mereka melakukan hubungan layaknya pasangan suami istri.
Sekarang, ia hamil. Carlos pergi begitu saja dengan alasan perjalanan bisnis dan sampai saat ini, ia tak bisa menghubungi Carlos.
"Gue harus minta Alfa nikahin gue. Biar anak ini punya status. Gue gak peduli sama air mata sialan Nada," ucap Nadia sambil tertawa.
Tiba-tiba Nadia merasakan mual dan bergegas berlari ke kamar mandi.
***
Nada asyik bersenandung riang sambil memasak di dapur. Rambut panjangnya ia cepol asal menampakkan leher putihnya. Tak lama kemudian Alfa masuk dengan langkah pelan ingin mengagetkan istrinya. Namun, ketika ia melihat penampilan Nada sore ini, ia tertegun. Dengan langkah lebar ia berjalan mendekat pada istrinya dan memeluknya dari belakang. Nada memekik sampai menjatuhkan spatula di tangannya.
"Astagfirullah! Aa'! Ngagetin aja, deh!" gerutu Nada.
Alfa hanya tersenyum lebar seolah tak melakukan apa-apa.
"Masuk itu ucap salam, A'! Bukan malah ngagetin! Untung aja ini wajan gak jatuh!"
"Ugh! Sayangnya Aa' kok marah-marah? Sini kucium dulu!" Alfa menyodorkan bibirnya.
"No! Aa' mandi dulu sana! Kali aja ada bau parfum cewek nyempil di baju kamu," ujar Nada asal.
"Sayang, aku gak dekat-dekat cewek mana pun, lho! Aku kan punya kamu yang paling bisa segalanya. Sukses di luar, sukses juga di rumah," kata Alfa. Lalu ia berbisik, "Apalagi kalo di ranjang. Kamulah juaranya, Sayang." Hembusan napas Alfa di lekukan lehernya membuat tubuh Nada meremang.
"Buruan mandi!" Nada mendorong tubuh kekar Alfa agar menjauh.
"Oke, Sayang!" ujar Alfa genit.
Nada mendengus dan melanjutkan kembali kegiatannya yang sempat tertunda karena godaan Alfa.
Sepuluh menit kemudian, makanan sudah siap. Nada menata makanan di atas meja makan. Setelah itu, ia berjalan ke kamar untuk memanggil suaminya. Karena mendengar suara gemericik air dari kamar mandi, ia pun memilih menyiapkan pakaian untuk suaminya dan duduk di ranjang. Lima menit kemudian, Alfa keluar dari kamar mandi sambil tersenyum.
Pria itu memeluk istrinya dengan erat, tak peduli tubuhnya yang masih basah.
"Nada, aku kangen," lirih Alfa.
"Gak ketemu beberapa jam aja bilang kangen."
Alfa mengecup dalam kening sang istri.
"Aku merindukan kekasih halalku. Aku merindukan orang yang kuabaikan selama satu bulan ini. Aku merindukan masakan enak buatanmu. Aku merindukan perhatianmu. Aku," Alfa mengurai pelukannya dan menatap Nada dengan tatapan memuja dan penuh cinta, "Aku mencintaimu, istriku. Andai saja aku terlambat menyadari hatiku, mungkin aku sudah kehilangan kamu. Mungkin ini terlalu cepat bagimu untuk mengetahui bahwa perasaanku telah berubah. Tapi, asal kamu tahu. Di sini, di hatiku, kamu berhasil menggeser posisi Nadia. Aku hanya ingin menua bersamamu, Nada. Aku cinta kamu," ujar Alfa dengan mata berkaca-kaca.
"Aa', aku juga cinta kamu, bahkan sebelum kamu menyentuhku. Tapi, aku takut jika Kak Nadia datang kembali," lirih Nada dengan air mata berlinang.
Alfa menangkup wajah istrinya dan segera mengusap air matanya.
"Aku gak akan menyakitimu, Sayang! Meskipun Nadia datang kembali, rasa cintaku ke kamu gak akan berubah," jawab Alfa mantap.
Mereka saling melempar senyum hingga kedua wajah mereka mendekat dan entah siapa yang memulai, bibir mereka saling menyatu. Cahaya matahari terbenam yang masuk dari jendela menambah kesan romantis di kamar mereka. Tak ada yang ingin berhenti. Hingga suara azan magrib terdengar dan meminta mereka untuk berhenti sejenak dari buaian kenikmatan duniawi.
"Hampir saja, Sayang!" ujar Alfa sambil mengusap bibir bawah istrinya yang sedikit bengkak.
Nada tersenyum.
"Aku mandi sebentar, baru kita shalat."
"Jangan terlalu lama, Sayang!"
***
Setelah makan malam dan shalat isya berjamaah, mereka belum beranjak dari lantai kamar yang masih terhampar sajadah keduanya. Kini, Alfa berbaring di pangkuan Nada sambil menikmati suara merdu istrinya yang melafalkan ayat-ayat suci. Alfa mengusap pelan pipi Nada, tetapi Nada seolah tak terganggu sama sekali. Tangannya justru menggenggam erat tangan sang suami dengan mulut masih membaca ayat demi ayat dari surah Al-Kahfi. Nada berhenti ketika ia tiba di ayat ke-110.
"Kok udah berhenti, Sayang?"
Nada tersenyum hangat lalu menunduk sejenak untuk mengecup kening Alfa.
"Surah Al-Kahfi hanya sampai 110 ayat, Sayang."
"Aku beruntung jadi suamimu. Tahu, gak? Dulu, aku sempat berniat ingin membuatmu takluk olehku. Tapi, yang terjadi kini malah sebaliknya."
Kening Nada mengernyit. Alfa kembali tersenyum.
"Sekarang malah kamu yang menaklukkan hatiku. Sikapmu yang apa adanya membuatku menyadari kalo kamu adalah jodoh terbaik yang Allah berikan untukku. Seandainya aku tetap menikah dengan Nadia, mungkin aku gak akan merasakan kenyamanan ini. Kenyamanan yang bisa terasa hingga ke hati."
Nada tersenyum sembari berusaha menahan air matanya.
"Aku bahagia bila Aa' juga merasakannya. Di awal pernikahan kita, aku sempat pesimis kalo rumah tangga kita tidak akan bertahan lama, mengingat kita merasa sangat terpaksa menjalaninya. Sejak awal pun aku berusaha menahan perasaanku untuk tak terlalu berharap banyak pada hatimu. Aku hanya mencoba menjadi istri yang baik untukmu meskipun kita masih merasa tak saling mengenal. Aku selalu diam-diam mendoakanmu agar Allah melapangkan hatimu dari segala rasa sakit akibat ditinggalkan kakakku. Tolong, maafkan dia! Meskipun dia tak pernah menyukaiku, dia tetap kakakku," ujar Nada sendu.
Alfa bangkit dari pangkuan Nada dan memeluk erat istrinya. Ia biarkan Nada menumpahkan segala kesedihan yang selama ini ia pendam. Alfa tahu sedikit demi sedikit masalah yang Nada hadapi sejak Nada kembali dari pesantren.
"Kamu hebat, Sayang. Kamu hebat karena kekuatanmu sendiri tanpa embel-embel nama besar keluarga Gunawan. Kamu membuatku bangga meskipun aku pernah acuh tak acuh padamu."
Alfa menggenggam erat kedua tangan istrinya.
"Sekarang, ada aku di sampingmu. Bila kamu butuh bercerita, kamu panggil aku. Bila kamu perlu menangis, panggi aku! Aku akan selalu ada untuk mendengar cerita dan menjadi tempatmu bersandar untuk meluapkan segala kesedihanmu."
"Aa', I love you," ucap Nada tulus.
"I love you too, Honey! Selalu dan selamanya," balas Alfa sembari memajukan wajahnya untuk mencium bibir istrinya.
Alfa melangkah pelan memasuki ruang kerjanya sambil berbicara dengan sekretarisnya membahas tentang hasil rapat mereka tadi pagi. Ia melirik arloji di lengan kirinya. Ia pun memerintahkan sekretarisnya untuk istirahat sebelum bekerja lagi. Ia juga sudah tak sabar memakan masakan istrinya yang ia bawa dari rumah.Senyuman Alfa luntur seketika saat ia melihat seseorang yang telah meninggalkannya begitu saja. Ia menutup pintu ruangannya agar tak ada orang lain yang melihat mereka."Hai! Apa kabar?" sapa Nadia."Cih! Tiba-tiba hilang, tiba-tiba juga muncul. Sekarang, apa maumu?" tanya Alfa geram."Mauku? Kamu! Aku mau kita melanjutkan rencana kita...""Tak ada lagi rencana kita! Sejak kau pergi, sejak itu pula hubungan kita berakhir!" sergah Alfa."Apa cewek sok suci itu sudah meracuni pikiranmu?""Wanita yang kau sebut sok suci itu adalah istriku dan juga adik kandungmu! Bagaimana mungkin ada orang yang benci pada adiknya sendiri!""Aku!
Tania sedang membuat kue brownies di dapur. Narendra yang kesal karena merasa diabaikan segera beranjak dari sofa ruang keluarga menuju dapur dan memeluk Tania dari belakang."Sayang, sibuk banget sampai cuekin aku," rajuk Narendra."Ini lho, Sayang. Aku buat brownies untuk anak-anak kita.""Anak-anak?""Ih, Alfa sama Nada mau datang. Tadi pagi mereka nelpon. Tapi kok sampai sekarang belum datang, ya? Udah mau sore ini.""Paling lagi usaha, Sayang.""Usaha apaan?""Buatin kita cucu," bisik Narendra.Tania tersenyum malu-malu menanggapi ucapan Narendra."Uh! Sayangnya aku kok malu-malu gini? Kita udah nikah puluhan tahun, tapi masih malu-malu aja bahas gituan.""Udah, ah! Aku lagi sibuk."Narendra tertawa sambil mengacak rambut sang istri yang sudah memutih."Sayang, aku bantu, ya! Biar cepat selesai.""Rajinnya ayahnya Alfa. Ya udah, ayah masukin ini ke oven, tapi keluarin dulu yang ada di dalam itu. Udah
Seorang pria berketurunan Spanyol sedang mengamati beberapa lembar foto yang dibawa oleh salah satu mata-mata yang ia tugaskan ke Indonesia. Ia tersenyum kecil saat melihat salah satu foto. Foto itu adalah hasil USG terakhir Nadia yang berhasil sang mata-mata minta pada dokter kandungan yang biasa Nadia kunjungi."Aku tak menyangka. Akhirnya aku akan memiliki anak," lirihnya."Kapan Anda kembali ke Indonesia?""Sebentar lagi. Aku sudah persiapkan semuanya. Begitu anak itu lahir, aku akan segera menikahinya.""Tapi, dia masih sering ke kantor Alfa.""Aku tahu. Dia masih saja terobsesi pada pria itu.""Apa kita perlu bertemu dengan Alfa?""Tak perlu. Karena Alfa sudah memiliki istri, dia tentu tak mungkin mengkhianati istrinya. Aku hanya perlu meminta Nadia untuk membuka matanya agar dia melihatku. Dia wanita pertama yang kuambil kesuciannya, juga wanita yang kucintai selama ini. Aku tak akan bertindak pengecut lagi."Carlos bertekad ing
Nada tengah menunggu sendirian sambil membuka akun media sosialnya di ponselnya di depan ruang KIA. Sang suami pergi ke toilet. Tak lama kemudian, giliran Nada yang dipanggil oleh perawat untuk masuk ke ruangan. Sebelumnya, ia sudah diminta perawat untuk cek tekanan darah dan berat badan."Selamat sore, Ibu Nada!" sapa sang dokter ramah."Sore, dokter!" balas Nada sambil tersenyum."Silakan duduk!"Nada pun duduk di hadapan dokter Veronica."Ini kunjungan pertama, ya, Bu?""Iya, dokter.""Hmm, tekanan darah Anda agak rendah, ya. Anda merasa mual atau pusing?""Saya gak mual. Saya cuma sedikit pusing."Alfa masuk setelah dipersilakan oleh perawat di luar."Maaf, ya! Tadi antri di toilet," ujar Alfa pada Nada."Gak apa-apa, kok. Aku juga baru masuk.""Ibu, silakan naik di sini! Kita cek kondisi janin Anda lewat USG," ujar dokter itu. Ia mengambil tangan Nada seraya menuntun Nada berbaring di atas tempa
Pukul 02.00, Nada terbangun dan tiba-tiba merasa lapar. Dengan perlahan, ia berusaha melepaskan pelukan posesif Alfa. Namun, sang suami sepertinya menyadari gerakannya."Sayang," panggil Alfa dengan suara serak.Nada tersenyum seraya mencium bibir Alfa."Aku lapar. Aku mau ke dapur dulu.""Biar aku saja yang membuatkan makanan untukmu.""Tidak perlu, Aa'. Aku cuma mau makan martabak yang kita beli semalam.""Aku mau nemenin kamu.""Aku tahu kamu capek banget. Kamu tidur lagi aja," ujar Nada sambil mengusap rahang Alfa."Aku gak bisa tidur kalo gak meluk kamu," rajuk Alfa.Nada terkekeh geli. Semakin hari, suaminya semakin manja padanya. Ia pergi ke kamar mandi di tengah malam saja, suaminya juga ikut terbangun dan baru akan tidur kalo ia sudah ada di sampingnya. Sangat posesif, bukan? Siapa yang akan menyangka, dua orang yang selalu merasa asing tinggal seatap kini tak bisa lagi berpisah walau hanya sebentar."Aa', aku cuma
Setelah makan siang bersama, Fandi mengajak Nada jalan-jalan ke mall. Fandi ingin memanjakan sang adik dengan barang-barang yang adiknya inginkan. Ia bahkan membelikan paket perawatan wajah dan tubuh untuknya. Sudah lama sekali rasanya ia tak melihat tingkah manja Nada."Ada lagi yang mau kamu beli?" tanya Fandi sambil mengajaknya duduk di salah satu kedai es krim. Fandi memesan es krim untuk dirinya dan adiknya pada salah satu pelayan, lalu pelayan itu pergi."Ini kebanyakan, Kak. Yang aku mau cuma satu gamis, satu jilbab, sama skincare. Ini malah jadi kayak habis borong satu mall!" Nada mencebik.Fandi terkekeh melihat ekspresi adiknya."Sengaja. Sekali-sekali kan gak apa-apa. Sama adik sendiri ini," ujar Fandi sambil tersenyum."Sama istri kapan?" tanya Nada jahil.Fandi memutar bola matanya malas."Karena gak jadi hari ini, ya besok!" celetuknya asal.Nada memukul lengan Fandi."Astaga, Dek! Kamu kok mukul Kakak, sih
Pukul 21.00, Nada terbangun saat merasakan mual di perutnya. Dengan tergesa-gesa, wanita itu melepaskan pelukan erat di perutnya dan berlari ke kamar mandi. Hal itu membuat Alfa terkejut. Pria itu menyusul ke kamar mandi untuk melihat keadaan istrinya."Sayang, masih mual?" tanya Alfa seraya memijat tengkuk sang istri."Kenapa ke sini, A'? Kan gak enak kalau kamu lihat aku muntah-muntah," timpal Nada lirih."Aku harus membiasakan diriku, Sayang. Kamu juga begini karena mengandung anakku," ujar Alfa lembut.Nada segera berkumur dan membersihkan bekas muntahannya di wastafel."Aa', aku lapar!" rengek Nada yang memeluk lengan sang suami dengan manja. Alfa terkekeh mendengarnya."Ya sudah. Kita makan dulu. Makan malam kita yang tertunda," ujar Alfa sembari mengedipkan sebelah matanya."Memangnya siapa yang membuat kita terlambat makan malam?" sindir Nada.Lagi-lagi Alfa terkekeh dan segera menggendong tubuh istrinya menuju ruang ma
Sinar matahari semakin terasa menyengat saat Nadia bangun dari tidurnya. Ia menengok ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 10.00. Akhir-akhir ini, ia semakin sulit tidur karena perutnya yang semakin besar membuatnya semakin tidak nyaman. Ia pun segera ke kamar mandi karena ia sangat ingin buang air kecil. Setelah menuntaskan hajatnya, ia segera turun menuju dapur. Ia melihat ibunya sedang bersantai di ruang keluarga. "Pagi, Mama!" seru Nadia. Viana hanya menatapnya sekilas lalu kembali menonton layar datar berukuran 42 inchi. Hati Nadia serasa tercubit karena sang ibu bersikap acuh tak acuh padanya. Ia memilih ke dapur untuk memakan apa saja yang tersedia di sana. Saat ia membuka tudung saji, ia tidak mendapatkan apa-apa. Ia mendengus kesal, lalu ia membuka kulkas dan hanya mendapatkan telur dan sosis. Ia pun membuat omelet sebagai menu sarapan pagi yang sudah sangat terlambat. "Baguslah kalau kamu tahu diri! Karena mulai saat ini, kamu harus belajar mem
Alfa terbaring lemah di ranjang, menunggu sang istri yang sedang membersihkan dirinya di kamar mandi. Kedua matanya terpejam sembari berusaha menahan rasa sakit di kepalanya. Perlahan, setetes darah keluar dari lubang hidungnya."Ya Allah, apa yang harus kukatakan pada istriku?" gumamnya, lirih.Pintu kamar mandi terbuka. Nada tampak lebih segar dengan pakaian lengkap yang menempel di tubuhnya. Ia membawa baskom kecil berisi air hangat dan selembar handuk kecil. Ia ingin menyeka tubuh suaminya dan mengganti pakaiannya agar ia merasa nyaman."Aa', aku buka pakaiannya, ya!" ujar Nada.Alfa mengangguk lemah. Tubuhnya benar-benar terasa sangat lemah saat ini.Sementara istrinya menyeka tubuhnya, Alfa memperhatikan wajah cantik wanita yang tengah mengandung darah dagingnya. Sungguh, ia tak sampai hati bila akhirnya ia akan meninggalkan istrinya."Aa' kenapa?" tanya Nada khawatir.Alfa menarik perlahan lengan Nada agar ia bisa memeluk tubuh wanita yang ia cintai."Maaf, Sayang. Aku sudah me
Nada terbangun saat ia merasakan hembusan napas teratur di ceruk lehernya. Tak lupa sebuah lengan kekar yang memeluknya begitu erat. Pukul 02.00 dini hari saat ini. Perlahan, ia menoleh ke arah suaminya yang masih terlelap. Seulas senyum tipis terpatri di wajah cantiknya. Ia perhatikan kedua mata Alfa yang tertutup rapat beserta alisnya yang tebal, hidungnya yang mancung, pipinya yang tirus, kumis dan janggut yang mulai tumbuh lebat, dan bibirnya yang tipis. Wajahnya tiba-tiba merona lalu menunduk ketika mengingat kejadian tadi. Mereka sempat menghabiskan waktu dan tenaga dalam permainan panas. Tiba-tiba sebuah kecupan terasa di keningnya. Nada mendongak pada sang suami yang kini tersenyum jahil."Tidurlah lagi, Sayang!" Suara serak Alfa terdengar begitu seksi di telinga Nada."Aku ingin ke kamar mandi, A'."Nada berusaha melepaskan pelukan Alfa yang semakin terasa erat."Please, deh, A'! Aku gak mau pipis di sini!"Alfa membuka matanya. Ia terkekeh lal
Nada meletakkan bantal di bawah kepala Nadia secara perlahan. Setelah itu, ia pandangi wajah sang kakak yang tertidur lelap di sofa ruang tamu. Masih terlihat jelas jejak air mata di pipinya akibat terlalu lama menangis. Nada menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Mendengar pengakuan kakaknya tentang pria yang telah menghamilinya membuatnya merasa kasihan. Namun, di sisi lain, ia juga tak habis pikir karena Nadia meminta Alfa bertanggung jawab atasnya. Relakah Nada? Tentu saja tidak. Ia tak akan membiarkan hal itu terjadi. Baginya, hubungan mereka hanyalah tinggal kenangan dan sebagai seorang istri, ia pun berhak mempertahankan rumah tangganya dengan pria yang sangat ia cintai. Ia tidak peduli bila ia harus berurusan dengan ayahnya yang sangat keras kepala itu. Toh sejak awal, ia sudah dianggap durhaka olehnya. Suara pintu terbuka membuatnya menoleh ke arah pintu. Ia menjawab salam sembari tersenyum lalu menghampiri suaminya yang juga tersenyum pad
Sinar matahari semakin terasa menyengat saat Nadia bangun dari tidurnya. Ia menengok ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 10.00. Akhir-akhir ini, ia semakin sulit tidur karena perutnya yang semakin besar membuatnya semakin tidak nyaman. Ia pun segera ke kamar mandi karena ia sangat ingin buang air kecil. Setelah menuntaskan hajatnya, ia segera turun menuju dapur. Ia melihat ibunya sedang bersantai di ruang keluarga. "Pagi, Mama!" seru Nadia. Viana hanya menatapnya sekilas lalu kembali menonton layar datar berukuran 42 inchi. Hati Nadia serasa tercubit karena sang ibu bersikap acuh tak acuh padanya. Ia memilih ke dapur untuk memakan apa saja yang tersedia di sana. Saat ia membuka tudung saji, ia tidak mendapatkan apa-apa. Ia mendengus kesal, lalu ia membuka kulkas dan hanya mendapatkan telur dan sosis. Ia pun membuat omelet sebagai menu sarapan pagi yang sudah sangat terlambat. "Baguslah kalau kamu tahu diri! Karena mulai saat ini, kamu harus belajar mem
Pukul 21.00, Nada terbangun saat merasakan mual di perutnya. Dengan tergesa-gesa, wanita itu melepaskan pelukan erat di perutnya dan berlari ke kamar mandi. Hal itu membuat Alfa terkejut. Pria itu menyusul ke kamar mandi untuk melihat keadaan istrinya."Sayang, masih mual?" tanya Alfa seraya memijat tengkuk sang istri."Kenapa ke sini, A'? Kan gak enak kalau kamu lihat aku muntah-muntah," timpal Nada lirih."Aku harus membiasakan diriku, Sayang. Kamu juga begini karena mengandung anakku," ujar Alfa lembut.Nada segera berkumur dan membersihkan bekas muntahannya di wastafel."Aa', aku lapar!" rengek Nada yang memeluk lengan sang suami dengan manja. Alfa terkekeh mendengarnya."Ya sudah. Kita makan dulu. Makan malam kita yang tertunda," ujar Alfa sembari mengedipkan sebelah matanya."Memangnya siapa yang membuat kita terlambat makan malam?" sindir Nada.Lagi-lagi Alfa terkekeh dan segera menggendong tubuh istrinya menuju ruang ma
Setelah makan siang bersama, Fandi mengajak Nada jalan-jalan ke mall. Fandi ingin memanjakan sang adik dengan barang-barang yang adiknya inginkan. Ia bahkan membelikan paket perawatan wajah dan tubuh untuknya. Sudah lama sekali rasanya ia tak melihat tingkah manja Nada."Ada lagi yang mau kamu beli?" tanya Fandi sambil mengajaknya duduk di salah satu kedai es krim. Fandi memesan es krim untuk dirinya dan adiknya pada salah satu pelayan, lalu pelayan itu pergi."Ini kebanyakan, Kak. Yang aku mau cuma satu gamis, satu jilbab, sama skincare. Ini malah jadi kayak habis borong satu mall!" Nada mencebik.Fandi terkekeh melihat ekspresi adiknya."Sengaja. Sekali-sekali kan gak apa-apa. Sama adik sendiri ini," ujar Fandi sambil tersenyum."Sama istri kapan?" tanya Nada jahil.Fandi memutar bola matanya malas."Karena gak jadi hari ini, ya besok!" celetuknya asal.Nada memukul lengan Fandi."Astaga, Dek! Kamu kok mukul Kakak, sih
Pukul 02.00, Nada terbangun dan tiba-tiba merasa lapar. Dengan perlahan, ia berusaha melepaskan pelukan posesif Alfa. Namun, sang suami sepertinya menyadari gerakannya."Sayang," panggil Alfa dengan suara serak.Nada tersenyum seraya mencium bibir Alfa."Aku lapar. Aku mau ke dapur dulu.""Biar aku saja yang membuatkan makanan untukmu.""Tidak perlu, Aa'. Aku cuma mau makan martabak yang kita beli semalam.""Aku mau nemenin kamu.""Aku tahu kamu capek banget. Kamu tidur lagi aja," ujar Nada sambil mengusap rahang Alfa."Aku gak bisa tidur kalo gak meluk kamu," rajuk Alfa.Nada terkekeh geli. Semakin hari, suaminya semakin manja padanya. Ia pergi ke kamar mandi di tengah malam saja, suaminya juga ikut terbangun dan baru akan tidur kalo ia sudah ada di sampingnya. Sangat posesif, bukan? Siapa yang akan menyangka, dua orang yang selalu merasa asing tinggal seatap kini tak bisa lagi berpisah walau hanya sebentar."Aa', aku cuma
Nada tengah menunggu sendirian sambil membuka akun media sosialnya di ponselnya di depan ruang KIA. Sang suami pergi ke toilet. Tak lama kemudian, giliran Nada yang dipanggil oleh perawat untuk masuk ke ruangan. Sebelumnya, ia sudah diminta perawat untuk cek tekanan darah dan berat badan."Selamat sore, Ibu Nada!" sapa sang dokter ramah."Sore, dokter!" balas Nada sambil tersenyum."Silakan duduk!"Nada pun duduk di hadapan dokter Veronica."Ini kunjungan pertama, ya, Bu?""Iya, dokter.""Hmm, tekanan darah Anda agak rendah, ya. Anda merasa mual atau pusing?""Saya gak mual. Saya cuma sedikit pusing."Alfa masuk setelah dipersilakan oleh perawat di luar."Maaf, ya! Tadi antri di toilet," ujar Alfa pada Nada."Gak apa-apa, kok. Aku juga baru masuk.""Ibu, silakan naik di sini! Kita cek kondisi janin Anda lewat USG," ujar dokter itu. Ia mengambil tangan Nada seraya menuntun Nada berbaring di atas tempa
Seorang pria berketurunan Spanyol sedang mengamati beberapa lembar foto yang dibawa oleh salah satu mata-mata yang ia tugaskan ke Indonesia. Ia tersenyum kecil saat melihat salah satu foto. Foto itu adalah hasil USG terakhir Nadia yang berhasil sang mata-mata minta pada dokter kandungan yang biasa Nadia kunjungi."Aku tak menyangka. Akhirnya aku akan memiliki anak," lirihnya."Kapan Anda kembali ke Indonesia?""Sebentar lagi. Aku sudah persiapkan semuanya. Begitu anak itu lahir, aku akan segera menikahinya.""Tapi, dia masih sering ke kantor Alfa.""Aku tahu. Dia masih saja terobsesi pada pria itu.""Apa kita perlu bertemu dengan Alfa?""Tak perlu. Karena Alfa sudah memiliki istri, dia tentu tak mungkin mengkhianati istrinya. Aku hanya perlu meminta Nadia untuk membuka matanya agar dia melihatku. Dia wanita pertama yang kuambil kesuciannya, juga wanita yang kucintai selama ini. Aku tak akan bertindak pengecut lagi."Carlos bertekad ing