"Suka gak sama ponselnya?" tanya Pak Kevin dari sebrang sana.
"B aja," jawabku. Padahal ini pertama kalinya dibelikan ponsel mahal sama orang lain.
"Kamu gunain memorinya dengan baik. Jangan sampai ada foto atau video aneh. Awas," ancamnya padaku.
"Ya ampun, siapa juga mau simpan foto sama video aneh. Paling juga drakor atau foto Jimin," ujarku.
"Jimin? Siapa dia?" tanyanya heran. Ingin sekali Aku tertawa tapi, kutahan.
"Kekasih gelapku. Bye," ucapku lalu mematikan panggilan secara sepihak.
Aku menyetel alarm jam 05.00 WIB dan tidur.
****
Beep ... beep ... beep ....
Aku bangun mendengar bunyi ponsel.
"Punya siapa nih?" tanyaku heran.
"Oh iya, kan kemaren Pak Kevin ngasih ini ke aku," sambung dan beranjak dari tempat tidur dan men-charger ponsel tersebut. Lalu masuk ke dalam kamar mandi.
Setelah selesai, Aku segera mengambil anak jilbab hitam beserta jilbab putih lalu memasang di kepalaku.
"Selesai," seruku setelah selesai.
Aku mengambil lipgloss dan meletakkannya di dalam tas. Karena bibirku kering jadi benda itu gak boleh sampai ketinggalan.
"Bawa gak, ya?" tanyaku melihat ponsel dengan batrai sudah terisi penuh.
"Bawa deh," ujarku meletakkan benda pipih itu ke dalam tas.
Aku segera turun ke bawah untuk sarapan.
"Pagi Bunda, Ayah dan Bibi!" teriakku kala melangkahkan kaki di tangga pertama.
Mereka tersenyum melihatku.
Aku segera duduk untuk sarapan bersama.
***
Setelah selesai sarapan dan memasang sepatu. Aku melangkahkan kaki ke rumah Nana.
"Dor!" Nana mengagetkanku dari dalam pagarnya.
"Gak kaget kok, Na" ujarku karena dari jauh aku melihat Nana sudah bersembunyi.
"Yuk," ajakku menggandeng tangannya menuju sekolah
***
Setelah memasuki pekarangan sekolah, aku dan Nana langsung memasuki kelas dan langsung meletakkan tas.
Beep ... beep ... beep ...
ponsel itu berdering dari dalam tasku.
'Perasaan gak masang alarm jam segini deh,' batinku membuka tas dan mengambil ponsel..
[Suamiku is calling]
'Astaga.' Aku membatin seraya menggaruk tengkukku gugup.
Aku langsung menggeser tombol hijau ke kanan dan menempelkan tepat di telingaku.
"Halo," sapaku sopan biar gak ketahuan sama anak-anak yang lain.
"Kamu udah sampai di sekolah?" tanya Pak Kevin dari sebrang sana.
"Udah," jawabku singkat.
Tut ... tut ... tut ...
Dia mematikan telfonnya secara sepihak.
'Sabar-sabar,' batinku.
"Omo! Kamu punya Iphone, Fa?" tanya Juwita terkejut.
Aku terseyum dan menganggukkan kepala.
"Berapa harganya?" tanya Tika.
"Gak tahu," ucapku seraya duduk
*****
"Aduh, Nana tanggung soalnya hampir selesai, tahan dulu ya," ujarku ketika Nana minta temani ke toilet.
Dia termasuk tipikal orang penakut banget.
"Cepet! Kalau kebablasan gimana?" tanya Nana membuatku terkejut.
"Ya udah," ujarku berdiri dan berjalan di belakangnya.
"Permisi Bu," pamit Nana. Aku hanya mengekori dia menuju toilet.
***
Sampai di toilet, Nana masuk ke dalam sedangkan aku menunggunya di luar.
Ting!
'Kayaknya pesan masuk,' batinku.
Aku mengambil ponsel di saku bajuku dan melihat pesan masuk yang ternyata dari si 'Killer' itu.
[Nanti pulang sama Saya.]
Isi pesan yang dia kirim padaku.
[Gue pulang sama Nana.]
Aku mengetik pesan dan mengirim pesan padanya.
Ting!
[Bawa Nana sekalian.]
[Gak!]
Ting!
[Pulang sama saya atau saya seret kamu dari kelas?]
Pak Kevin mengancamku melalui pesannya padaku.
'Aish.' Aku mengumpat.
[Gue dengan Nana jalan kaki atau gue lempar nih ponsel,] ancamku pula.
Ting!
[Terserah kamu.]
Akhirnya kubisa bernapas lega.
"Yuk," ucap Nana ketika keluar dari toilet.
Aku dan Nana menuju kelas dan mengerjakan tugas dari Bu Rika.
***
16.00 WIB
Teng ... teng ... teng ....
Bel pulang berbunyi.
"Ayo, kita goes to home," ujar Nana menyandang tas dengan semangat dan aku pulang dengan Nana.
***
Saat kami sedang berjalan menuju rumah sambil berbincang-bincang masalah sekolah tadi.Tin!
Klakson mobil membuat kami terkejut saat berjalan menuju rumah.
"Kaget aku," ucap Nana mengelus dada.
'Aish, cari gara-gara nih orang,' gumamku berjalan dan menendang plat mobil.
"WOI, PUNYA OTAK GAK LO?!" Aku berteriak dan menendang plat mobil itu hingga lepas. Tapi, emosiku tetap sama.
"Fa," panggil Nana dan memegang leganku.
"Orang kayak gini gak boleh dibiarin gitu aja, Na. Harus diberi pelajaran," ucapku kesal.
"Pak Kevin," ujar Nana dengan mata melotot.
Aku terkejut melihat Pak Kevin yang sedang mengambil plat mobilnya yang lepas akibat kutendang.
Sungguh, ternyata kakiku benar-benar kuat. Aku tak menyangka saja.
'Gawat!' batinku panik seketika.
"Lari," bisik Nana padaku. Aku menganggukkan kepala.
"Satu, dua, tiga." Aku dan Nana segera lari pada hitungan ke tiga
***
"Stop." Nana menahanku agar berhenti untuk lari.
"Gimana?" tanya Nana padaku.
Aku menggelengkan kepala tanda tak melihatnya.
Aku dan Nana berjalan seperti biasa dan akhirnya sampai di rumah masing-masing
"Aku pulang ya, Fa," ujar Nana dan melambaikan tangannya. Aku membalas dan berjalan menuju rumahku.
***
"Assalamualaikum," ucapku duduk di depan pintu untuk melepas sepatu.
Saat aku berdiri dan melihat ada Pak Kevin sedang duduk di sofa bersama bunda.
***
Suatu hari, Pak Kevin kembali memanggilku ke ruangannya. Entah apa yang ingin ia bicarakan, tapi aku hanya melipat tangan di dada menatapnya dengan tak sopan."Bapak jangan aneh-aneh deh," ucapku dengan sedikit gugup.
"Kamu harus menikah dengan saya," tegas Pak Kevin membuat mataku melotot seketika. Bagaimana bisa dia mengambil keputusan sepihak? Sementara aku tak menginginkan dirinya menjadi suamiku kelak.
Ah, memikirkan pernikahan saja belum. Aku hanya ingin menjadi seorang gadis lebih lama lagi. Setidaknya sepuluh atau liba belas tahun kedepan.
Glek.
Aku menelan ludahku sendiri.
"Kamu tahu 'kan ancaman dari Ayahmu?" tanyanya dengan senyuman smirk membuatku takut lalu memalingkan wajah menatap lantai dan memilin jilbabku.
Aku melangkahkan kaki keluar dari ruangan itu menuju kelas.
'Aduh, gimana nih?' batinku berkecamuk.
****
Sampai di kelas, aku segera duduk di bangkuku dan mengambil pena serta membuka buku tulis.
"Kamu gak apa-apa, Fa?" tanya Elvi padaku.
Aku menggelengkan kepala.
"Mana soal yang diberi Pak Kevin?" tanyaku pada Nana.
"Nih," tunjuk Nana. Aku langsung menulis soal beserta jawabannya.
3 jam kami menghabiskan soal yang diberi Pak Kevin. Tapi, aku lebih dulu selesai.
"Akhirnya," ucapku memasukkan pensil ke dalam tas dan menyandarkan kepalaku di bahu Nana.
"Cepat dong," ujarku yang masih setia menyandarkan kepalaku di bahunya.
"Tunggu ya," ujar Nana melihat sekilas ke arahku.
"Fa, esay yang bagian C jawabannya apa?" tanya Nana. Aku mengambil buku tulis dan menyerahkan padanya.
Teng... teng ... teng ...
Bel istirahat berbunyi.
"Aduh, belum selesai lagi," ucap Nana gelisah.
"Udah kumpulin aja," ujarku mengambil bukunya dan bukuku lalu menyerahkan pada Doni.
"Cepat," ujar Doni mengambil buku satu per satu di atas meja.
Setelah selesai, Doni keluar dengan siswa lain yang mengikuti di belakangnya.
"Yuk," ajakku pada Elvi.
Kami berjalan menuju kantin bersama-sama seraya menceritakan pelajaran yang kami tempuh tadi.
***
Setelah sampai di kantin, kami duduk di tempat biasa. Nana memesan menu dan membawanya ke meja kami.
"Makasih, Bu," ujarku pada Nana.
"Enak aja," ucap Nana dan melangkah ke belakang untuk meletakkan nampa.
Lalu Nana duduk di depanku.
"Fa, apa yang dikatakan Pak Kevin ke kamu?" tanya Elvi padaku.
Aku menceritakan semuanya pada Elvi tanpa kebohongan apapun. Tanpa terkecuali.
"Terima aja, aku dukung kok," ujar Elvi girang.
"Tapi, aku gak mau sama Pak Kevin," tegasku sambil menyeruput kuah bakso.
"Kenapa?" tanya Elvi penasaran.
"Aku suka sama Jimin," ujarku sambil tersenyum malu. Ya, daripada aku harus sama guru sombong itu. Lebih baik aku hidup bersama member BTS, Jimin.
Mendengar penuturanku, Elvi tepuk jidat.
"Udah, makan baksonya," ucapku pada Elvi dan Nana.
***
Teng ... teng ... teng ...
Bel masuk berbunyi.Kami mengikuti pelajaran berikutnya sampai jam 16.00 WIB
***
Teng ... teng ... teng ....
Bel pulang berbunyi.Ting!
Ponselku berbunyi tanda pesan masuk. Aku segera mengambilnya dan melihat pesan dari Pak Kevin yang membuatku sangat malas membukanya. Tapi, ini terpaksa. Jadi, aku harus melihat isi pesan pria itu.
[3 hari lagi saya akan melamar kamu.]
Siapa lagi kalau bukan si 'Killer'.
"Na, acara lamaranku 3 hari lagi," ucapku pada Nana seraya berbisik. Nanan menatapku dengan membelalakkan matanya terkejut.
"Cepat banget," ucap Nana padaku. Aku hanya menggelengkan kepala tanda tak tahu."Ayo kita pulang," ujarnya menarik tanganku dan kami pulang bersama. Berjalan kaki bersama sambil berolahraga santai.***Di perjalanan pulang, aku selalu memikirkan bagaimana aku nanti setelah menikah dengan orang yang tak kukenal sama sekali. Apalagi orang itu membuatku muak, hatiku kesal dan pikiranku berkecamuk melihat tingkahnya yang menurutku bukanlah seorang pria elegan."Mikiran apa sih, Assyifa?" tanya Nana sambil menepuk pelan pundakku tepat di sebelah kanan."Na, gimana ya kehidupan aku setelah menikah? Aku belum siap," ucapku sedih dan menundukkan kepala melihat jalanan aspal yang kami lalui."Kamu kenapa pikirkan soal itu? Yang penting kamu nurut aja. Ini perintah orangtua kamu," ujar Nana menyemangatiku."Udah jangan sedih lagi, ya. Rumah kita udah dekat tuh," ucap Nana sambil menunjuk rumahnya."Kalau ada apa-apa, kamu cukup bunyikan lonceng
Beep ... beep ... beep ...Ponselku bergetar dengan kuat di atas ranjang milikku. Aku mengambil ponsel yang ada di samping tubuhku lalu mematikan alarm yang selalu aku setel."Hoam." Aku menguap sambil merenggangkan otot tangan dan leherku sehingga menghasilkan bunyi di sana."Udah Senin aja," ujarku beranjak dari ranjang menuju kamar mandi untuk bersiap-siap sholat subuh dan berangkat sekolah.Setelah selesai, aku melihat daftar mata pelajaran yang akan dibawa untuk hari ini."Selesai," seruku lalu menyandang tas dan keluar dari kamar menuju ke meja makan untuk sarapan.***"Makan dulu cantik," ujar bunda melihatku yang sudah duduk di kursi dengan pakaian seragam sekolah, menenteng tas ranselku."Siap Ibu Negara," ucapku memberi hormat layaknya anak paskibraka pada bunda.Bunda mengambil piring yang ada dihadapanku dan menuangkan nasi goreng ke piringku."Terima kasih Bunda," ucapku mengambil piring yang be
Aku memasukkan benda pipih itu ke dalam saku bajuku dan berjalan santai ke depan pagarnya."Maaf Fa," ucap Nana sambil membuka pintu rumahnya.Nana berlari keluar dan menggandeng tanganku.***Tak terasa kami memasuki pekarangan sekolah dan aku melihat Elvi dan Mey sedang duduk di bangku panjang depan kelas."Hai," sahutku sambil melambaikan tangan ke arah mereka.Elvi dan Mey membalas lambaian tanganku sambil tersenyum ke arah kami."Aku masukin tas ke kelas dulu ya," ujarku pada mereka dan menarik tangan Nana."Yuk, duduk di depan," ajakku pada Nana."Ayo," ujar Nana menarik tanganku untuk duduk di bangku di mana Elvi dan Mey duduk."Udah lama, ya?" tanya Nana membuka percakapan seraya melihat ke arah Elvi dan Mey."Gak kok," ujar Elvi."Selamat Fa," ujar Elvi padaku.Aku menatap heran sambil mencerna ucapan Elvi yang membuatku bingung."Nana bilang kalau sebentar lagi kamu bakalan dinikahkan sama
[Fa, nanti malam temani aku ke indomaret ya beli skincare.]Nana mengirim pesan di ponselku.[Iya, tapi kok harus pake pesan segala sih?] balasku cepat. Biasanya Nana akan langsung datang ke rumahku tanpa sepengetahuanku dan tiba-tiba saja ia sudah berada di dalam kamarku.Ting!Ponselku kembali berdering menanndakan pesan masuk.[Aku lagi di rumah Paman.]Aku tak membalas pesan Nana."Langsung pake gamis lah. Nanti gak susah-susah gantinya," ucapku sambil berjalan ke lemari dan mengambil gamis motif bunga.Setelah selesai memakai gamis, aku turun ke bawah menuju dapur untuk membuat coklat panas.***Sesampainya di dapur, aku langsung menyiapkan cangkir dan mengambil 1 sachet coklat bubur yang sudah tersedia di samping kulkas."Mau ke mana, Non?" tanya Bibi yang sedang mencuci tangannya di wastafel.Aku menyobekkan bungkus coklat bubuk itu."Nanti mau ke Indomaret, Bi. N
Aku dan Nana sampai di pekarangan sekolah. Tapi saat jalan menuju kelas, Nana melihat Pak Kevin sedang berbincang-bincang bersama guru magang di parkiran samping kelasku."Guru magang itu ganjen banget sih sama suami Kamu," ujar Nana melihat Pak Kevin yang sedang berbincang bersama guru cantik itu.Kuakui dia cantik. Dari segi fisik dan bentuk badan."Emang dia cantik," sahutku pada Nana.Aku berjalan memasuki kelas."Gak bisa gitu dong, Fa. 2 hari lagi dia bakal jadi milik kamu," ucap Nana menyusulku dan semua yang ada di kelas heran mendengar ucapan Nana."2 hari lagi? Emang Assyifa kenapa dengan 2 hari lagi?" tanya Tania."Dia sedang bercanda," jawabku cepat sambil duduk di kursi."Aku kira gak ada orang," bisik Nana sambil meletakkan tasnya di atas meja dan menjatuhkan bobot tubuhnya di kursi.Bel masuk berbunyi, kami mengikuti pelajaran Pak Edward guru bahasa Inggris sampai bel istirahat berbunyi.****Pak Edward
7 menit kemudian, aku menghabiskan bakso dan menyeruput es teh manis hingga tak tersisa. Huh, benar-benar kenyang dan membuat hatiku senang.Aku mengusap perutku yang terasa sesak."Alhamdulillah," ucapku."Cepat habiskan. 6 menit lagi bel masuk berbunyi," ujar Elvi mengingatkan kami."Bentar," ucap Mey seraya menghabiskan es teh manisnya."Siniin uang kalian, biar aku yang bayar," ucapku mengadahkan tangan kepada mereka. Karena kantin saat ini benar-benar ramai oleh siswa dan ada juga beberapa guru yang makan di sini. Tumben.Mey, Nana dan Elvi memberikan uangnya masing-masing 10 ribu dan aku berjalan menuju ke belakang."Bu, ini punya kami," ujarku menyerahkan uang 40 ribu pada beliau."Terima kasih," ucap Bu Ita menerimanya.Aku tersenyum dan melangkahkan kaki menyusul rombonganku."Yuk," ajak Nana."Bentar," ujarku seraya menyeduh es teh manis punya Nana hingga
Beberapa bulan setelah menikah dengan Pak Kevin, aku hanya terlihat biasa saja dengannya. Kadang aku sendiri dibuat kesal karena kata-katanya yang sangat tak ahli dalam berbohong pada bunda. Aku juga kadang ingin bermain.Ah, rasanya aku mau menelannya hidup-hidup saja."Mau ke mana kamu?"Suara bariton Pak Kevin membuat langkahku terhenti.Aku melihat Pak Kevin sedang melipat tangannya di depan dada.Glek!Aku menelan ludah sendiri. Auranya sangat menakutkan. Aku sunggu takut jika dia akan membunuhku sekarang juga. Huh, sabar Assyifa, kamu pasti bisa. Yakinkan dirimu sendiri, pikirku."Ke-keluar," jawabku grogi."Sama Nana?" tanyanya.Aku menganggukkan kepala. Menatap ke lantai rumah seraya memainkan jari-jariku. Perasaanku mulai tak enak sekarang."Ngapain?" tanyanya lagi."Mungkin ke Indomaret atau beli siomay," jawabku.Ceklek!
Beberapa hari kemudian, aku kembali ke sekolah karena dua hari lalu aku izin sakit karena datang bulan. Sekolahku mentoleransi hal ini khusus siswi dan guru perempuan.Sekarang aku dan Nana tengah berjalan kaki menuju sekolahanku. Kami berjalan beriringan, sesekali aku menatap langit yang masih cerah dan matahari yang masih malu-malu untuk keluar dari sarangnya."Kamu ikut Pak Kevin ke rumahnya?" tanya Nana membuatku kaget."Gak mungkin lah," jawabku tak terima. Aku masih ingin tinggal bersama orang tuaku. Aku takkan bosan akan hal itu."Kata Ibuku, istri harus ikut suaminya. Makanya aku takut, nanti aku gak punya teman pulang dan pergi sekolah," ujar Nana sedih."Aku gak bakal ninggalin sahabat aku sendiri," ucapku seraya menggenggam tangannya meyakinkan.Nana membalas genggamanku, kami sama-sama membalas senyuman untuk saling menguatkan. Tak ada yang bisa memisahkan diantara kami berdua. Bagiku, Nana adalah perempuan, seorang
Ketika komputer menyala, aku segera me-refresh lalu berselancar ke aplikasi UC Browser untuk mencari materi tentang proposal yang dipegang oleh Bu Nurhalimah. Aku meng-copy tulisan tersebut lalu memindahkan ke microsoft word. "Di jadiin P*F gimana?" Aku menggaruk kepala tak gatal. "Kak!" teriakku karena dia tidak menjawab pertanyaan dariku yang membuatku sedikit emosi. "Sudah?" tanya Kak Kevin yang terdengar sampai ke dalam ruangan. "Caranya menjadikan file P*F gimana, sih?" tanyaku bingung. Aku beranjak dari kursi untuk menghampiri Kak Kevin. "Sudah selesai?" tanya Kak Kevin menatapku sekilas lalu fokus pada laptopnya. Aku hanya diam sambil berjalan menuju nakas di samping ranjang untuk mengambil ponselku lalu kembali ke ruang kerjanya. "D******d aja aplikasinya," ujarku seraya menjatuhkan kembali tubuhku di kursi empuk. Aku menyambungkan nomor WhatsAppku ke komputer agar filenya mudah di kirim tanpa me
"Baru saja Pak Kevin mengirim pesan pada saya jika ia tak bisa masuk hari ini. Di karenakan ada keperluan lain," jelas Bu Adelia seraya menatapku sekilas.Sementara diriku hanya menetapnya biasa saja dengan memangku dagu pada kedua telapak tanganku yang terangkat ke atas."Ya sudah, mari kita mulai pelajaran pagi ini," sambung Bu Adelia pada kami. Kami mengikuti pelajarannya sampai bel istirahat berbunyi.Teng ... teng ... teng ... bel istirahat berbunyi."Sampai di sini dulu pertemuan kita. Assalamualaikum," ujar Bu Adelia melangkahkan kaki keluar kelas."Yuk, kita ke kantin," ajak Nana padaku."Ah, gak Na. Kalian saja," tolakku sambil meletakkan kepala di atas meja."Ya sudah," ucap Nana seraya pergi meninggalkanku di kelas sendirian.Aku mengeluarkan ponsel yang berada di dalam tas. Terlihat ada pesan masuk di sana.Aku menggeser layar lalu mengetik passwordnya dan membuka pesan masuk.[Semangat untuk pag
Di kamar, aku duduk di meja belajar sambil mengunyah tanpa henti."Dulu dia bilang gak bakalan ulang lagi, janji," ujarku menahan emosi.Aku melihat tak ada tanda-tanda Kak Kevin menyusulku ke kamar untuk meminta maaf.Aku menghela napas kasar berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan tanganku.Selesai membersihkan tangan, aku melihat Kak Kevin yang sedang duduk di atas ranjang sambil memainkan ponselnya."Aish," umpatku berjalan menuju meja belajar sambil mengunyah kacang polong dan memainkan ponselku."Nanti malam jadi 'kan beli martabaknya?" tanya Kak Kevin membuatku muak mendengarnya."Gak perlu, gue bisa pergi sendiri. Urus aja Bu Adelia yang cantik itu," jawabku sinis.Aku beranjak dari kursi menuju lemari untuk mengambil jaket dan juga mengenakan jilbab."Mau kevmana?" tanya Kak Kevin padaku."Kepo banget sih," ucapku meninggalkannya yang ada di kamar.
"Yuk, kita ke kantin," ajakku pada Nana, Elvi dan Mey."Kajja," ucap Mey menggandeng tanganku."Bisa bahasa Korea juga?" tanya Nana pada Mey."Kemaren aku cari member BTS dan aku jatuh cinta sama Jungkook," jawab Mey membuat kami tertawa mendengarnya."Ayolah," ujar Elvi dan kami melangkahkan kaki keluar kelas menuju kantin."Aku malas makan bakso, nih. Kita beli roti aja yuk," tutur Nana pada kami."Okelah."Aku, Nana, Mey dan Elvi masuk ke dalam kantin lalu mengambil makanan serta minuman yang diinginkan dan membayarnya."Ayo, kita ke kelas," ajakku pada mereka. Kami melangkahkan kaki menuju kelas.***Kami masuk ke dalam kelas dan duduk di kursi masing-masing."Ah, hari ini panas banget," keluh Elvi saat kami masuk ke dalam kelas."Iya. Sampai aku keringetan," ujar Mey seraya mengelap keningnya."Kalian beli minuman dingin 'kan?" tanyaku dan mereka menganggukkan kepala sambil mengeluarkan m
PoV AuthorPagi ini, kelas Assyifa belajar matematika yang digurui oleh Kevin. Kevin yang membuat soal di papan tulis lalu dijawab oleh siswanya dengan semangat. Bagaimana tidak, penampilannya hari ini sangat memukau bahkan Juwita, Nana, Tania dan teman perempuannya sangat terkagum-kagum melihat Kevin dengan sangat charming itu. Kemeja hitam yang dipakainya hari ini tak seperti guru lainnya yang memakai seragam. Tapi, mereka bertingkah biasa-biasa saja. Poni Kevin yang begitu tampan dan postur tubuhnya yang proposional. Siapa yang tidak terpukau?"Siapa yang bisa menyelesaikan soal ini?" tanya Kevin pada mereka.Tania menganggkat tangannya."Silahkan," ujar Kevin meletakkan spidol di atas meja lalu Tania meraih spidolnya dan menulis jawaban di papan tulis."Bagus," ucap Kevin seraya mengambil spidol dari Tania.Tania berjalan duduk di kursinya."Ada yang bisa lagi?" tanya Pak Kevin lagi."Saya, Pak," ujar Nana mengangkat
"Ayo pulang," ajakku pada Nana.Nana menganggukkan kepalanya seraya meraih tanganku dan kami berjalan pulang ke rumah.Saat di perjalanan, aku masih memikirkan apa yang dibicarakan Pak Kevin dengan Bu Adelia pagi tadi di parkiran. Aku sangat pernasaran sampai mereka saling bersitatap. Di mata Bu Adelia, dia melihat Pak Kevin dengan mengaguminya. Terlihat dari pupil matanya yang membesar menatap Pak Kevinku. Eh, Pak Kevinku? Belum Assyifa. Jangan berpikir yang aneh-aneh dulu, ih."Jangan dipikirkan lagi. Nanti kamu 'kan bisa tanyain langsung ke Pak Kevin," sahut Nana yang seakan tau dengan pikirankanku."Gak mikirin itu," elakku pada Nana.Nana sangat tahu apa yang ada di kepalaku dan hatiku karena kami juga sudah lama bersahabat dan juga Nana sering tidur bersama di rumahku dan aku juga begitu pada Nana. Sering makan siang dan makan malam di rumahnya."Terserah kamu," ujar Nana yang tak mau berdebat denganku.
Sampai di kamar, aku melihat Pak Kevin duduk di ranjang sambil menatap ke ponselnya.Aku meletakkan tas di atas meja belajar dan berjalan menuju kamar mandi.Setelah selesai mandi, Pak Kevin masih saja duduk di atas ranjang."Bisa keluar dulu gak, Pak? Aku mau ganti baju," ujarku pada Pak Kevin sambil mengeringkan rambutku dengan handuk kecil dan menggosok-gosokkan di kepalaku.Pak Kevin beranjak dari ranjang sambil berjalan keluar kamar tanpa melirikku ataupun berbjcara. Setidaknya dia berdehem saja itu sudah cukup bagiku.'Dia lagi PMS?' batinku menatap kepergian Pak Kevin. Aku menggelengkan kepala menatap tingkahnya. Mungkin saja Pak Kevin sedang PMS sekarang.Aku membuka lemari lalu mengambil baju tidur.Setelah selesai, aku menyisir rambutku di meja rias sambil memikirkan perkataan Nana waktu kami berjala menuju sekolah."Apa Pak Kevin udah capek ya, dengan tingkahku?" tanyaku sambil menyisir rambutku menatap wajahku
"Kamu tetap di mobil saja ya," ujar Pak Kevin padaku."Iya," ucapku lalu Pak Kevin memberikan kunci mobilnya dan keluar dari mobil menuju toilet untuk mengambil wudu.Sedangkan aku berada di dalam mobil lalu mengunci semua pintu depan dan belakang. Lalu kembali duduk seperti semulaKruk!"Aduh, pake acara lapar lagi," keluhku karena baru terasa perut sudah keroncongan. Aku mengelus perutku yang berbunyi akibat keroncongan dan belum terisi."Tunggu Pak Kevin selesai sholat aja, deh," ujarku seraya mengeluarkan ponsel di dalam koper untuk menghilangkan rasa suntuk. Aku mulai berselancar di aplikasi facebook untuk menghilangkan rasa boringku.Sekitar sepuluh menit kemudian, barulah Pak Kevin keluar dari mesjid berjalan menuju mobil."Maaf ya, lama," ujar Pak Kevin setelah ia masuk ke dalam mobil."Pak, kita ke indomaret dulu ya. Perut aku sakit," keluhku.Pak Kevin langsung mengeluarkan mobilnya
"Aku hanya melakukan tugas dari Pak Kevin," ucap Annisa padaku.Aku tersenyum ke arahnya walau separuh nyawaku masih tersimpan di bantal. Ya, aku baru saja bangun tidur dan mataku masih terada sangat lengket. Rasanya aku ingin tidur kembali."Pak Kevin mana?" tanyaku pada Annisa."Sedang lari pagi," jawab Annisa.Aku hanya ber oh ria lalu beranjak dari ranjang berjalan menuju kamar mandi."Assyifa," panggil Annisa menghentikan langkahku."Baju-bajumu sudah kumasukkan ke dalam lemari," ujar Annisa seraya melangkahkan kaki ke luar kamar. Semetara aku terdiam di tempatku.'Besok 'kan aku mau pulang,' gumamku masuk ke kamar mandi.***Setelah selesai mandi, aku tak menemukan keberadaan Pak Kevin di kamarnya.'Apa masih di luar?' batinku sambil membuka lemari dan mengambil baju kaos polos warna putih bergaris hitam di padukan dengan celana kulot warna coklat berbahan tebal.Setelah selesai, aku berjalan ke dapur