7 menit kemudian, aku menghabiskan bakso dan menyeruput es teh manis hingga tak tersisa. Huh, benar-benar kenyang dan membuat hatiku senang.
Aku mengusap perutku yang terasa sesak.
"Alhamdulillah," ucapku.
"Cepat habiskan. 6 menit lagi bel masuk berbunyi," ujar Elvi mengingatkan kami.
"Bentar," ucap Mey seraya menghabiskan es teh manisnya.
"Siniin uang kalian, biar aku yang bayar," ucapku mengadahkan tangan kepada mereka. Karena kantin saat ini benar-benar ramai oleh siswa dan ada juga beberapa guru yang makan di sini. Tumben.
Mey, Nana dan Elvi memberikan uangnya masing-masing 10 ribu dan aku berjalan menuju ke belakang.
"Bu, ini punya kami," ujarku menyerahkan uang 40 ribu pada beliau.
"Terima kasih," ucap Bu Ita menerimanya.
Aku tersenyum dan melangkahkan kaki menyusul rombonganku.
"Yuk," ajak Nana.
"Bentar," ujarku seraya menyeduh es teh manis punya Nana hingga
Beberapa bulan setelah menikah dengan Pak Kevin, aku hanya terlihat biasa saja dengannya. Kadang aku sendiri dibuat kesal karena kata-katanya yang sangat tak ahli dalam berbohong pada bunda. Aku juga kadang ingin bermain.Ah, rasanya aku mau menelannya hidup-hidup saja."Mau ke mana kamu?"Suara bariton Pak Kevin membuat langkahku terhenti.Aku melihat Pak Kevin sedang melipat tangannya di depan dada.Glek!Aku menelan ludah sendiri. Auranya sangat menakutkan. Aku sunggu takut jika dia akan membunuhku sekarang juga. Huh, sabar Assyifa, kamu pasti bisa. Yakinkan dirimu sendiri, pikirku."Ke-keluar," jawabku grogi."Sama Nana?" tanyanya.Aku menganggukkan kepala. Menatap ke lantai rumah seraya memainkan jari-jariku. Perasaanku mulai tak enak sekarang."Ngapain?" tanyanya lagi."Mungkin ke Indomaret atau beli siomay," jawabku.Ceklek!
Beberapa hari kemudian, aku kembali ke sekolah karena dua hari lalu aku izin sakit karena datang bulan. Sekolahku mentoleransi hal ini khusus siswi dan guru perempuan.Sekarang aku dan Nana tengah berjalan kaki menuju sekolahanku. Kami berjalan beriringan, sesekali aku menatap langit yang masih cerah dan matahari yang masih malu-malu untuk keluar dari sarangnya."Kamu ikut Pak Kevin ke rumahnya?" tanya Nana membuatku kaget."Gak mungkin lah," jawabku tak terima. Aku masih ingin tinggal bersama orang tuaku. Aku takkan bosan akan hal itu."Kata Ibuku, istri harus ikut suaminya. Makanya aku takut, nanti aku gak punya teman pulang dan pergi sekolah," ujar Nana sedih."Aku gak bakal ninggalin sahabat aku sendiri," ucapku seraya menggenggam tangannya meyakinkan.Nana membalas genggamanku, kami sama-sama membalas senyuman untuk saling menguatkan. Tak ada yang bisa memisahkan diantara kami berdua. Bagiku, Nana adalah perempuan, seorang
"Ada uang jajan?" tanya Pak Kevin padaku.Aku menjawab dengan menggelengkan kepala.Pak Kevin merongih saku celaananya mengeluarkan dompetnya di saku-saku celana dan memberikan selembar uang merah padaku.Aku membulatkan mata melihat uang yang diberikannya.'Ayah sama Bunda aja gak pernah ngasih aku uang sebesar ini,' batinku."Ambil," ujar Pak Kevin padaku.Aku meraih uang dari genggamannya."Makasih, Pak," ucapku lalu berjalan keluar rumah untuk mengambil sepatu sekolahku di rak lalu duduk di kursi depan teras rumah untuk memakai sepatu.Setelah selesai, aku berjalan menuju rumah Nana.***"Na," panggilku ketika melihat Nana sedang menungguku depan pagarnya."Kok gak samperin aku, sih?" tanyaku padanya."Gak mungkin aku ganggu romantisan kalian," jawab Nana seraya menggandeng tanganku. Sementara aku mencebikkan bibirku mengejeknya. Ada-ada saja Nana. Sejak kapan aku tebar romantis pada Pak Kevin?
"Pagi juga Bunda," jawabku lesu."Ifa berangkat dulu," ujarku seraya mengambil roti 3 lembar yang sudah dilapisi selai coklat kesukaanku itu dan menyalami tangan bunda dan ayah.Aku melangkahkan kaki menuju rumah Nana setelah selesai memasang sepatu."Na," panggilku di depan pagar rumahnya."Sebentar."Sama-samar kudengar teriakannya dari dalam rumahnya dan pintu rumahnya terbuka.Nana berlari menghampiriku lalu membuka pagar dan menggandeng tanganku menuju sekolah."Diam aja," ucap Nana padaku."Gak apa-apa," ujarku singkat."Lagi ada masalah sama Pak Kevin?" tanya Nana seraya melirikku."Ada nomer baru masuk ke ponselku lalu aku letak ponsel itu di meja belajar untuk makan malam dan masuk ke kamar rupanya Pak Kevin udah tahu," tukasku pada Nana."Wah, bagus dong. Berarti kamu punya teman," ujar Nana.Pletak!Aku menjitak kepalanya dengan keras. Gemas sekali dengan perkataan Nana barusan yang
Aku melangkahkan kakiku menuju rumah. Dengan perlahan hingga sampai di teras rumah, aku membuka sepatu dan menyimpannya di rak sepatu."Assalamualaikum," ucapku berjalan masuk ke dalam rumah.Hening. Tak ada sahutan dari dalam.Aku berjalan masuk ke rumah untuk mengambil sapu yang berada di dapur.Setelah sapu kupengang, aku berjalan menuju kamar bunda dan ayah.Ceklek!Aku membuka pintu kamarnya, tapi tak ada orang."Bi," panggilku seraya menutup pintu kamar ayah dan bunda.Aku melangkahkan kaki menuju kamarku.Ceklek!Aku membuka pintu kamarku dan melihat seorang laki-laki yang sedang berdiri di depan jendela memakai jaket hitam dan topi hitam.Aku berjalan pelan menghampirinya."Maling!" teriakku memukul laki-laki itu sambil memejamkan mata."Hei!" pekiknya menahan sapu yang kugunakan untuk memukulnya.Aku membuka mata perlahan dan melihat itu adalah Pak Kevin."Bapak kenapa p
"Ayo, Fa," ajak Pak Kevin sedikit memaksa. Aku mengerlingkan mata mendengar ajakannya. Aku menyambar tas kecilku lalu berpamitan pada bunda."Bunda, Ifa pergi dulu ya," ucapku mencium lagi tangan Bunda dan Ayah.Aku berjalan mendekati mobil yang Pak Kevin bukakan pintu mobil untukku lalu aku masuk ke dalam mobil dan Pak Kevin menutup pintu mobil.Pak Kevin berjalan masuk ke dalam mobil yang sudah di hidupkannya dari tadi."Kami duluan Bunda, Ayah," pamit Pak Kevin sambil masuk ke dalam mobil."Hati-hati," ujar bunda melambaikan tangannya dan aku membalas lambaian tangan Bunda.Mobil Pak Kevin berjalan meninggalkan rumahku seiring air mataku kembali menetes dan dengan cepat kuhapus agar Pak Kevin tak melihat diriku yang menangis.'Jangan sampai Pak Kevin liat,' batinku seraya menghapus air mata yang ada di pipiku. Aku tidak mau jika nanti aku akan diejek olehnya karena cengeng. Nanti malah teman-temanku yang menghinaku di s
Pemilik toko emas itu mengukur jari manisku dengan menggunakan alat yang aku tak tahu sama sekali."Ukuran jari manisnya 18, saya cari dulu cincinnya," ujar pemilik toko meninggalkan kami berdua."Pak, kita pulang yuk," ucapku sambil menarik ujung baju Pak Kevin."Saya belum kasih kamu cincin, Assyifa," tukas Pak Kevin menatapku. Aku memilih diam, melepaskan genggamanku pada ujung bajunya sambil mengerucutkan bibirku kesal.Tak berselang lama, pemilik toko datang membawa 1 papan yang berisi cincin."Silahkan dipilih," ucap pemilik pada kami."Ambil yang paling cantik menurutmu," tukas Pak Kevin padaku.Aku melihat papan yang berisi cincin-cincin yang sangat cantik. Tapi, aku tak bisa memilih karena semuanya sangat cantik. Aku pun merasa bingung."Saya gak bisa memilihnya, Pak. Ini semua cantik," ujarku sambil melihat cincin itu."Kalau menurut saya yang ini," tunjuk Pak Kevin mengeluarkan 10 cincin dari papan.
"Kamu jagain dia ya, rumah ini sedang kemalingan," ujar Pak Kevin pada Annisa. Aku masih memegang tangab kekarnya agar ia tak pergi dariku. Aku takut jika nanti akan terjadi apa-apa pada diri Pak Kevin. Aku tak ingin dia terluka."Masuk ke dalam," sambung Pak Kevin sambil mendorong tubuhku pelan."Saya mau nolongin Bapak aja," ujarku seraya memegang pintu untuk menahan tubuhku."Cepat lah," sarkas Pak Kevin mendorong tubuhku masuk ke dalam kamar Annisa dengan kuat.Pak Kevin menutup pintu kamar Annisa. Aku hanya bisa menatap nanar pintu kamar Annisa yang telah tak ada lagi kulihat Pak Kevin.Ting!Pak Kevin menguncinya dengan remote controlnya lagi. Aku mengembuskan napas gusar, takut jika nanti akan terjadi apa-apa dengan dirinya."Kita gak bisa keluar dari kamar ini," ucap Annisa lalu menarik tanganku untuk duduk di ranjangnya."Pak Kevin punya musuh atau gimana, sih?" tanyaku dengan air mata yang tetap turun ke pipi.&n
Ketika komputer menyala, aku segera me-refresh lalu berselancar ke aplikasi UC Browser untuk mencari materi tentang proposal yang dipegang oleh Bu Nurhalimah. Aku meng-copy tulisan tersebut lalu memindahkan ke microsoft word. "Di jadiin P*F gimana?" Aku menggaruk kepala tak gatal. "Kak!" teriakku karena dia tidak menjawab pertanyaan dariku yang membuatku sedikit emosi. "Sudah?" tanya Kak Kevin yang terdengar sampai ke dalam ruangan. "Caranya menjadikan file P*F gimana, sih?" tanyaku bingung. Aku beranjak dari kursi untuk menghampiri Kak Kevin. "Sudah selesai?" tanya Kak Kevin menatapku sekilas lalu fokus pada laptopnya. Aku hanya diam sambil berjalan menuju nakas di samping ranjang untuk mengambil ponselku lalu kembali ke ruang kerjanya. "D******d aja aplikasinya," ujarku seraya menjatuhkan kembali tubuhku di kursi empuk. Aku menyambungkan nomor WhatsAppku ke komputer agar filenya mudah di kirim tanpa me
"Baru saja Pak Kevin mengirim pesan pada saya jika ia tak bisa masuk hari ini. Di karenakan ada keperluan lain," jelas Bu Adelia seraya menatapku sekilas.Sementara diriku hanya menetapnya biasa saja dengan memangku dagu pada kedua telapak tanganku yang terangkat ke atas."Ya sudah, mari kita mulai pelajaran pagi ini," sambung Bu Adelia pada kami. Kami mengikuti pelajarannya sampai bel istirahat berbunyi.Teng ... teng ... teng ... bel istirahat berbunyi."Sampai di sini dulu pertemuan kita. Assalamualaikum," ujar Bu Adelia melangkahkan kaki keluar kelas."Yuk, kita ke kantin," ajak Nana padaku."Ah, gak Na. Kalian saja," tolakku sambil meletakkan kepala di atas meja."Ya sudah," ucap Nana seraya pergi meninggalkanku di kelas sendirian.Aku mengeluarkan ponsel yang berada di dalam tas. Terlihat ada pesan masuk di sana.Aku menggeser layar lalu mengetik passwordnya dan membuka pesan masuk.[Semangat untuk pag
Di kamar, aku duduk di meja belajar sambil mengunyah tanpa henti."Dulu dia bilang gak bakalan ulang lagi, janji," ujarku menahan emosi.Aku melihat tak ada tanda-tanda Kak Kevin menyusulku ke kamar untuk meminta maaf.Aku menghela napas kasar berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan tanganku.Selesai membersihkan tangan, aku melihat Kak Kevin yang sedang duduk di atas ranjang sambil memainkan ponselnya."Aish," umpatku berjalan menuju meja belajar sambil mengunyah kacang polong dan memainkan ponselku."Nanti malam jadi 'kan beli martabaknya?" tanya Kak Kevin membuatku muak mendengarnya."Gak perlu, gue bisa pergi sendiri. Urus aja Bu Adelia yang cantik itu," jawabku sinis.Aku beranjak dari kursi menuju lemari untuk mengambil jaket dan juga mengenakan jilbab."Mau kevmana?" tanya Kak Kevin padaku."Kepo banget sih," ucapku meninggalkannya yang ada di kamar.
"Yuk, kita ke kantin," ajakku pada Nana, Elvi dan Mey."Kajja," ucap Mey menggandeng tanganku."Bisa bahasa Korea juga?" tanya Nana pada Mey."Kemaren aku cari member BTS dan aku jatuh cinta sama Jungkook," jawab Mey membuat kami tertawa mendengarnya."Ayolah," ujar Elvi dan kami melangkahkan kaki keluar kelas menuju kantin."Aku malas makan bakso, nih. Kita beli roti aja yuk," tutur Nana pada kami."Okelah."Aku, Nana, Mey dan Elvi masuk ke dalam kantin lalu mengambil makanan serta minuman yang diinginkan dan membayarnya."Ayo, kita ke kelas," ajakku pada mereka. Kami melangkahkan kaki menuju kelas.***Kami masuk ke dalam kelas dan duduk di kursi masing-masing."Ah, hari ini panas banget," keluh Elvi saat kami masuk ke dalam kelas."Iya. Sampai aku keringetan," ujar Mey seraya mengelap keningnya."Kalian beli minuman dingin 'kan?" tanyaku dan mereka menganggukkan kepala sambil mengeluarkan m
PoV AuthorPagi ini, kelas Assyifa belajar matematika yang digurui oleh Kevin. Kevin yang membuat soal di papan tulis lalu dijawab oleh siswanya dengan semangat. Bagaimana tidak, penampilannya hari ini sangat memukau bahkan Juwita, Nana, Tania dan teman perempuannya sangat terkagum-kagum melihat Kevin dengan sangat charming itu. Kemeja hitam yang dipakainya hari ini tak seperti guru lainnya yang memakai seragam. Tapi, mereka bertingkah biasa-biasa saja. Poni Kevin yang begitu tampan dan postur tubuhnya yang proposional. Siapa yang tidak terpukau?"Siapa yang bisa menyelesaikan soal ini?" tanya Kevin pada mereka.Tania menganggkat tangannya."Silahkan," ujar Kevin meletakkan spidol di atas meja lalu Tania meraih spidolnya dan menulis jawaban di papan tulis."Bagus," ucap Kevin seraya mengambil spidol dari Tania.Tania berjalan duduk di kursinya."Ada yang bisa lagi?" tanya Pak Kevin lagi."Saya, Pak," ujar Nana mengangkat
"Ayo pulang," ajakku pada Nana.Nana menganggukkan kepalanya seraya meraih tanganku dan kami berjalan pulang ke rumah.Saat di perjalanan, aku masih memikirkan apa yang dibicarakan Pak Kevin dengan Bu Adelia pagi tadi di parkiran. Aku sangat pernasaran sampai mereka saling bersitatap. Di mata Bu Adelia, dia melihat Pak Kevin dengan mengaguminya. Terlihat dari pupil matanya yang membesar menatap Pak Kevinku. Eh, Pak Kevinku? Belum Assyifa. Jangan berpikir yang aneh-aneh dulu, ih."Jangan dipikirkan lagi. Nanti kamu 'kan bisa tanyain langsung ke Pak Kevin," sahut Nana yang seakan tau dengan pikirankanku."Gak mikirin itu," elakku pada Nana.Nana sangat tahu apa yang ada di kepalaku dan hatiku karena kami juga sudah lama bersahabat dan juga Nana sering tidur bersama di rumahku dan aku juga begitu pada Nana. Sering makan siang dan makan malam di rumahnya."Terserah kamu," ujar Nana yang tak mau berdebat denganku.
Sampai di kamar, aku melihat Pak Kevin duduk di ranjang sambil menatap ke ponselnya.Aku meletakkan tas di atas meja belajar dan berjalan menuju kamar mandi.Setelah selesai mandi, Pak Kevin masih saja duduk di atas ranjang."Bisa keluar dulu gak, Pak? Aku mau ganti baju," ujarku pada Pak Kevin sambil mengeringkan rambutku dengan handuk kecil dan menggosok-gosokkan di kepalaku.Pak Kevin beranjak dari ranjang sambil berjalan keluar kamar tanpa melirikku ataupun berbjcara. Setidaknya dia berdehem saja itu sudah cukup bagiku.'Dia lagi PMS?' batinku menatap kepergian Pak Kevin. Aku menggelengkan kepala menatap tingkahnya. Mungkin saja Pak Kevin sedang PMS sekarang.Aku membuka lemari lalu mengambil baju tidur.Setelah selesai, aku menyisir rambutku di meja rias sambil memikirkan perkataan Nana waktu kami berjala menuju sekolah."Apa Pak Kevin udah capek ya, dengan tingkahku?" tanyaku sambil menyisir rambutku menatap wajahku
"Kamu tetap di mobil saja ya," ujar Pak Kevin padaku."Iya," ucapku lalu Pak Kevin memberikan kunci mobilnya dan keluar dari mobil menuju toilet untuk mengambil wudu.Sedangkan aku berada di dalam mobil lalu mengunci semua pintu depan dan belakang. Lalu kembali duduk seperti semulaKruk!"Aduh, pake acara lapar lagi," keluhku karena baru terasa perut sudah keroncongan. Aku mengelus perutku yang berbunyi akibat keroncongan dan belum terisi."Tunggu Pak Kevin selesai sholat aja, deh," ujarku seraya mengeluarkan ponsel di dalam koper untuk menghilangkan rasa suntuk. Aku mulai berselancar di aplikasi facebook untuk menghilangkan rasa boringku.Sekitar sepuluh menit kemudian, barulah Pak Kevin keluar dari mesjid berjalan menuju mobil."Maaf ya, lama," ujar Pak Kevin setelah ia masuk ke dalam mobil."Pak, kita ke indomaret dulu ya. Perut aku sakit," keluhku.Pak Kevin langsung mengeluarkan mobilnya
"Aku hanya melakukan tugas dari Pak Kevin," ucap Annisa padaku.Aku tersenyum ke arahnya walau separuh nyawaku masih tersimpan di bantal. Ya, aku baru saja bangun tidur dan mataku masih terada sangat lengket. Rasanya aku ingin tidur kembali."Pak Kevin mana?" tanyaku pada Annisa."Sedang lari pagi," jawab Annisa.Aku hanya ber oh ria lalu beranjak dari ranjang berjalan menuju kamar mandi."Assyifa," panggil Annisa menghentikan langkahku."Baju-bajumu sudah kumasukkan ke dalam lemari," ujar Annisa seraya melangkahkan kaki ke luar kamar. Semetara aku terdiam di tempatku.'Besok 'kan aku mau pulang,' gumamku masuk ke kamar mandi.***Setelah selesai mandi, aku tak menemukan keberadaan Pak Kevin di kamarnya.'Apa masih di luar?' batinku sambil membuka lemari dan mengambil baju kaos polos warna putih bergaris hitam di padukan dengan celana kulot warna coklat berbahan tebal.Setelah selesai, aku berjalan ke dapur