Indira tidak pernah menduga. Sekali jatuh cinta, maka ia merasakan kebahagiaan luar biasa selalu melingkupi dirinya bersama orang terkasih. Ia mencintai Liam, menerima semua kekurangan ... kesalahan yang pernah suaminya buat. Tapi apa pun itu, mereka sudah melangkah bersama, menata pecahan yang pernah menghunus tepat di hati.
Bahkan, Indira sudah membuang rasa salah tingkah tiap Liam mulai menggoda atau ingin bermesraan dengannya. Karena sejak malam itu, ia ingin menjadi perempuan yang bisa mengimbangi sikap dewasa Liam, ikut mesum dan tentunya ikut romantis!
Perempuan itu sedikit mendongak saat fotografer yang mereka sewa, memberikan aba-aba. Senyumnya semringah saat Liam memeluk pinggangnya dari samping, lalu membawa bibir basah itu ke leher istrinya. Mereka sudah menghabiskan banyak pose di tempat berbeda.
“Cium, dong,” pinta perempuan itu merona saat pelukan mereka terurai.
“Dari tadi kamu nggak pernah cium bibir aku,” gerutu I
Ketukan sandal, kedua tangan yang dilipat depan dadan serta sorot tajam itu membuat Liam menatap bingung istri kecilnya. Ia baru saja tiba di rumah pukul sembilan malam, sesuai perjanjian di antara dirinya dan Indira. Pria itu mendapatkan izin untuk mengikuti reuni dan pulang di saat acara belum selesai.Apa yang salah?Bahkan, selama mereka menikmati liburan bulan madu, Indira membebaskan Liam pergi datang ke reuni dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. Tidak sekali, melainkan beberapa kali dan satu hari mereka pulang ke Jakarta, Indira mengingatkan Liam.Ia sudah paham dan tidak akan membuat istrinya marah atau menangis lagi.Tapi belum sempat ia membuka pintu unit apartemen. Indira sudah berada di depannya, menunggu dengan raut wajah berbeda. Sebenarnya Liam sudah sangat ketakutan karena jika Indira marah ... maka ia harus menenangkannya. Liam pernah gagal untuk meluluhkan hati Indira ketika marah. Suasana hati istrinya kerap tidak terduga akan lulu
“Berengsek! Berani-beraninya lo sentuh gue!”Satu tamparan dilayangkan Indira pada Gio. Playboy di sekolah Indira yang sudah mengambil kesempatan untuk meremas salah satu bagian tubuhnya yang menggoda di bawah pinggul.Dirinya terlalu larut dalam hentakan musik di klub. Bahkan, ingar bingar tadi yang sempat mememakakan telinga, kini berhenti dan dirinya bersama pria berengsek itu mulai menjadi objek pandangan mereka semua.Tidak sedikit dari para pria di sekitar mereka mulai mengolok Gio yang masih memegang pipi kanannya setelah mendapatkan tamparan keras dari perempuan bertubuh semampai dengan rambut sedikit ikalnya. Bola mata dengan manik hitam itu terlalu menggoda pria lain untuk menatapnya lebih lama dan berfantasi liar saat pandangan mereka semakin turun menuju bibir ranum seksi itu.Usianya masih terbilang muda, tapi sudah mampu menarik perhatian pria sepertinya. Tubuh indah dengan tinggi 168 senti. Cu
“Semua ini sudah menjadi bukti akurat! Mau berbohong dengan alasan apalagi, Indira Aubrey anak Mama tersayang?!”Indira menunduk seperti tersangka dan mengatupkan rapat bibir saat namanya sudah dipanggil lengkap. Ia sudah tahu, tidak akan ada kata maaf saat nama lengkap disebut, penuh penekanan dan tatapan mengerikan dari sang Mama yang berkacak pinggang di hadapannya.“Ma-af, Ma ...” lirihnya semakin tertunduk dan tidak ingin memerhatikan lembaran foto tercetak dan wajahnya sudah memerah saking malunya.“Kalau Mama nggak paksa Naomi untuk mengaku, Mama nggak akan tau anak gadis Mama sudah disentuh pria lain. Iya, kamu nolak di sana. Jelas, CCTV itu sudah membuktikannya. Tapi kalau berlanjut atau dia bersikap kasar sama kamu, gimana?! Siapa yang rugi?!”“Semua orang yang sayang sama kamu, Nak! Terutama diri kamu sendiri!”“Ma. Kasihan anak kita,” sela Papa Indira yang melihat bahu putrinya sudah ber
“Kenapa lo bersikap jadi orang asing semalam, kalau akhirnya lo udah kenal gue?”“Memangnya siapa yang mengatakan kalau aku kenal sama kamu?”“Ih! Mami lo bilang, udah tau siapa gue dari foto yang saling dikasih antara nyokap kita?”Liam terkekeh pelan melihat bagaimana Indira begitu menggebu berbicara padanya tanpa menyesuaikan lagi intonasi dan tarikan napas yang perempuan itu gunakan.“Aku kenal kamu lewat foto, bukan secara langsung. Jadi, aku nggak salah sama sekali,” jelasnya melipat kedua tangan di atas meja dan menatap lekat perempuan berparas cantik dengan rambut sedikit ikalnya.“Siapa tau, wajah di foto sama aslinya berbeda. Tapi, aku rasa memang beneran berbeda. Kamu terlihat lebih cantik dibandingkan foto yang diberikan Mami padaku,” ungkapnya membuat Indira tersedak.Pria itu melihat tingkah lucu Indira menatapnya tajam. “Dasar pria tua yang mesum! Jangan harap pernika
“Mama ... Kenapa sepatu Dira nggak ada di rak?”Suara Indira sudah membuat heboh di pagi hari. Ia berteriak, menatap bingung sekaligus khawatir rak sepatu yang biasanya ia taruh sepatu andalannya. Tapi tidak ada dan kurang dari tiga puluh menit lagi, jam masuk sekolah sudah di depan mata.Indira panik.“Mama ... Sepatu Dira di mana?”“Ck! Kamu lupa taruh di dalam kotak sepatu kemarin? Tuh, di kotak warna marun bekas sepatu olahraga kamu,” cetus Mama Dira dari belakang.Ia gemas sendiri dengan kelakuan putri kecilnya yang sudah beranjak remaja sesungguhnya.Indira dengan cepat menuruti instruksi sang Mama dan betapa malunya, di sisi lain rak pada tumpukan kotak sepatu dan jenisnya melihat sepatu sekolahnya di dalam sana. Ia nyengir menatap Mama yang kini terlihat datar.“Dira lupa abis minta cuci Bi Inah, Ma,” cetusnya terkekeh pelan menampilkan semburat merah saking
“Lo kenal dia?”Naomi langsung memukul bahu Indira dan saking gemasnya, ia lupa jika pukulannya cukup keras. Nyatanya, Indira memekik dan mengumpati perempuan yang sudah menjadi sahabatnya itu.“Remuk tau!”“Lo bodoh!” seru Naomi yang langsung membuat Indira menatapnya tidak mengerti.“Ngapain lo ngatain gue bodoh?! Salah gue apa, Naomi tersayang?” gemasnya tersenyum palsu.“Indiraku tersayang ... kamu emang beneran bodoh. Kenapa nggak bilang kalau tunangan lo tajir begitu?”“Tajir apaan sih? Gue tau dari nyokap gue, kalau dia bekerja di perusahaan orangtua dan menjabat sebagai General Manajer,” jelasnya menatap Naomi dengan dengkusan sebal.“Lo tau? Impian gue kayak di novel-novel. Ketemu CEO ganteng, kaya tujuh turunan ataupun lebih dan liburan ke luar negeri.”Naomi menggeplak kening Indira dengan gemas. Perempuan itu berteriak sakit,
“Bye, Dira!”“Makasih untuk traktirannya, Kak Liam!” sambung Naomi menyeringai puas, melambai pada Indira dan Liam yang berada di dalam mobil.Liam mengangguk dengan senyum hangatnya. Sedangkan Indira tidak mengubah ekspresi lebih baik setelah akhirnya ia tahu harus pasrah, membiarkan Liam mengantarkan Naomi pulang duluan.Padahal, jika ditelisik dengan rute, rumah Indira memakan waktu lima belas lebih cepat. Ini sudah salah dan tidak wajar mengantarkan Naomi.“Kenapa dari tadi diam aja? Bibir kamu nggak ada bedanya sama bebek. Monyong gitu.”Indira mendelik kesal, lalu menurunkan kedua lipatan tangan yang sejak tadi berada di dadanya. “Lo sengaja antar Naomi pulang duluan, kan? Biar gue makin eneg satu mobil sama lo?”Liam mendengkus geli. “Lebih tepatnya, biar aku ada waktu untuk lebih dekat dengan calon istriku.”“Nggak mau gue jadi ca
Liam memarkirkan mobilnya ke dalam garasi dan memasuki rumah dari pintu penghubung. Ia mengulum senyum mendapati Kakak, Adik serta Iparnya duduk bersama di ruang tamu, meliriknya dengan tatapan yang berbeda.“Benar, kan! Mami bilang, calonnya Kak Liam tuh masih anak SMA. Gila ... Masa calon kakak iparku lebih mudaan?”“Jadi yang kamu bilang kemarin beneran, Sayang?”“Itu info paling akurat!” sahut perempuan bermata sipit yang menatap serius suaminya yang berada di sampingnya.Sedangkan pria berdarah Indonesia itu melirik ke sebelahnya. Kakak iparnya bernama Xavier Ogawa—Kakak Liam—sibuk bermain game di ponsel.“Kak? Masa kita kalah sama Kak Liam? Kita nikah sama yang seumuran. Lah, sekali dapat Kak Liam justru nikah sama yang masih polos.”“Nggak iri, Kak?” tanya adik iparnya dengan selisih empat tahun itu.“Ih, Putra! Maksud kamu apa, bilang kamu
Ketukan sandal, kedua tangan yang dilipat depan dadan serta sorot tajam itu membuat Liam menatap bingung istri kecilnya. Ia baru saja tiba di rumah pukul sembilan malam, sesuai perjanjian di antara dirinya dan Indira. Pria itu mendapatkan izin untuk mengikuti reuni dan pulang di saat acara belum selesai.Apa yang salah?Bahkan, selama mereka menikmati liburan bulan madu, Indira membebaskan Liam pergi datang ke reuni dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. Tidak sekali, melainkan beberapa kali dan satu hari mereka pulang ke Jakarta, Indira mengingatkan Liam.Ia sudah paham dan tidak akan membuat istrinya marah atau menangis lagi.Tapi belum sempat ia membuka pintu unit apartemen. Indira sudah berada di depannya, menunggu dengan raut wajah berbeda. Sebenarnya Liam sudah sangat ketakutan karena jika Indira marah ... maka ia harus menenangkannya. Liam pernah gagal untuk meluluhkan hati Indira ketika marah. Suasana hati istrinya kerap tidak terduga akan lulu
Indira tidak pernah menduga. Sekali jatuh cinta, maka ia merasakan kebahagiaan luar biasa selalu melingkupi dirinya bersama orang terkasih. Ia mencintai Liam, menerima semua kekurangan ... kesalahan yang pernah suaminya buat. Tapi apa pun itu, mereka sudah melangkah bersama, menata pecahan yang pernah menghunus tepat di hati.Bahkan, Indira sudah membuang rasa salah tingkah tiap Liam mulai menggoda atau ingin bermesraan dengannya. Karena sejak malam itu, ia ingin menjadi perempuan yang bisa mengimbangi sikap dewasa Liam, ikut mesum dan tentunya ikut romantis!Perempuan itu sedikit mendongak saat fotografer yang mereka sewa, memberikan aba-aba. Senyumnya semringah saat Liam memeluk pinggangnya dari samping, lalu membawa bibir basah itu ke leher istrinya. Mereka sudah menghabiskan banyak pose di tempat berbeda.“Cium, dong,” pinta perempuan itu merona saat pelukan mereka terurai.“Dari tadi kamu nggak pernah cium bibir aku,” gerutu I
‘Ingat, Dira Sayang. Sekarang kamu udah tau bagaimana isi hati kamu dan ternyata ... kamu juga sangat mencintai suamimu. Jadi, lupakan semua hal yang bisa membuat kamu malu dengan keadaan sebelumnya dan jadilah perempuan yang terlihat dewasa untuk merayu pria tampan.’‘Keberhasilanmu kali pertama adalah bagian terpenting yang bisa membuat Liam terus mengenang hal mendebarkan sama kamu, Nak.’‘Jangan kecewakan suamimu yang sudah menunggu kamu selama ini. Lakukan penuh cinta dan sayang yang kamu pancarkan dengan ketulusan hati.’Indira berdebar.Perempuan cantik itu memegang bagian di mana jantungnya berdetak kuat. Ia merasakan kedua pipi memanas saat di hadapannya ... ia terlihat sedikit lebih dewasa dari usianya dan juga bagaimana ia merias diri; memperlihatkan bagian yang harus terkesan sensual.Bibir kemerahan oleh lipstik dan juga riasan yang tidak terlalu tebal. Selama tinggal dalam satu unit yang sama. Indir
Tidak ada hari yang membuat mereka lelah untuk menciptakan kebersamaan yang manis. Liam dan Indira membuktikan, jika hal kecil bisa sangat berarti dan membuat komunikasi di antara keduanya terjalin kuat.Setelah pulang bekerja atau Indira yang memang kerap pulang cepat karena dalam masa ujian, mereka akan menyiapkan makan malam. Baik Indira ataupun Liam sudah saling mengerti dan memusatkan status mereka sebaik mungkin.Mereka akan menonton bersama di sore hari dan di tiap malam, Liam akan menjadi tutor bagi Indira dalam mengulas materi apa pun untuk besok harinya.Hmm, lebih tepatnya tutor tampan. Suami yang merangkap sebagai guru private sangat menyenangkan bagi Indira. Ia bisa meminta hadiah istimewa dan mendebarkan. Apalagi jika bukan sebuah ciuman panjang. Karena akhir-akhir ini Liam terlalu jual mahal.Dari mereka kembali bersama ke unit, sepertinya Indira yang memperlihatkan sisi agresif. Setiap malam pun ia sengaja memeluk Liam dan membawa satu kak
“Gimana? Jawabannya udah benar semua, kan?”Indira tampak nyaman melingkarkan kedua tangannya di leher Liam, merangkul pria itu dari belakang seraya membiarkan suaminya duduk memeriksa materi yang mereka ulas bersama di meja belajar Indira.Malam sudah menunjukkan pukul sembilan. Tapi ditemani suaminya, Indira tetap semangat untuk ujian nasional di hari pertama besok. Harinya berlanjut dengan bahagia tanpa beban dan belajar ... tentu saja ia memahami dengan baik, tanpa berpikir hal pelik seperti beberapa waktu lalu.Omong-omong, suami ya? Tentu saja! Indira dengan perasaan berdebar melirik cincin di jemari tangannya. Ia mengulum senyum, menghadirkan rona merah yang begitu kentara. Pun, jemari tangan Liam di atas meja belajar Indira yang sesekali membuka lembaran materi, memperlihatkan jemari itu tetap tersemat cincin pernikahan mereka.Keduanya memberikan simbol cinta dengan cincin pernikahan yang tidak akan mereka lepas, kecuali untuk sementa
Liam tersenyum miris saat pandangannya sangat lekat memandang foto pernikahan yang ia diam-diam simpan dengan rapi di galeri. Ruang khusus dengan nama yang tertera ringkas ‘Pernikahan’, entah kenapa pernah ia pisahkan dan membuat folder sendiri.“Setelah pernikahan kita yang aku ingat hanya untuk terus sadar kalau waktu itu aku udah punya kamu. Aku nggak menjalani hari sebagai pria lajang dan ada seorang perempuan yang menjalani komitmen bersamaku.”Liam mengulas senyum manis, meskipun perih dan gemuruh dalam dadanya kian menguat seiring jemari tangan mengusap lembut layar ponsel. Foto pernikahan ia dan Indira yang terlihat banyak orang manis. Tapi Liam tahu, dalam hati Indira menatap dirinya dengan umpatan yang terlalu banyak.Ia tertawa kecil, membayangkan kemarahan Indira yang memantik bagian terdalam hatinya. Pria itu tidak pernah menemukan kesan seringan dan semanis ini saat berkomunikasi dengan seorang perempuan.Itu yang mem
Bianca mengalihkan pandangan saat wanita itu menatapnya lurus, meskipun ia tahu jika ada air mata di pelupuk matanya. Diam-diam, jemari tangan itu mengepal di bawah meja, membawa dirinya pada keadaan yang tidak diinginkan.“Pernikahan putri Tante hancur, Bi. Kamu tau hal itu, kan?”Rahang Bianca mengetat ketika suara itu bergetar. Nyaris berupa bisikan dan itu sangat membuat Bianca kian mengepalkan kedua tangan, membuat buku jemari tangannya memutih. Ia membenci jika yang membawanya ke mari adalah Mama Indira.Ia tidak sengaja bertemu wanita itu di supermarket dan sekarang? Bianca terjebak dalam percakapan yang serius dan wanita itu adalah sosok pertama yang akan melindungi Indira.“Pernikahan Dira sudah berada di ujung tanduk,” lanjut wanita itu.Bianca langsung menatap manik mata Mama Indira dengan sorot tegasnya. Ia seolah tersudut ... dipojokkan dengan sangat tidak adil. Senyumnya tertarik sedikit, tampak menatap dan mem
Tangis Indira pecah saat ia memeluk erat wanita yang telah melahirkan dan meyakinkan Indira tentang suaminya sendiri. Ia mengatakan semua ... tanpa ada satupun yang ditutupi mengenai keretakan hubungan di antara dirinya dan Liam.Bahkan, Mama Indira membungkam mulutnya, nyaris bergetar saat Indira mengatakan hubungan asmara yang sempat dijalin antara Liam dan Bianca.Wanita itu hanya duduk tenang bersama suaminya di ruang tengah. Sampai ia mendengar satu tamu yang datang magrib, ia langsung membuka dan mendapati Indira memeluknya erat dalam mata sembab dan air mata yang tidak berhenti usai.Orangtua Indira kaget, mengenai hal yang tidak pernah perempuan itu ungkapkan sama sekali.Namun, bukan hanya air mata Indira yang terus saja membawa pilu dan sesak dalam hati orangtuanya. Mama Indira dan Papanya pun tampak sakit ... ketika Indira membuang begitu saja kue ulang tahun yang telah disiapkan pria itu untuknya.“Naomi datang ke unit Dira dan Li
‘Maaf, Indira. Aku harus pergi sebelum kamu bangun. Pagi tadi Xavier minta aku temani dia ke Bandung dan kami berdua akan balik lagi ke Jakarta setelahnya. Kamu pergi ke sekolah sendiri, ya. Sarapan paginya udah aku siapkan.’Indira menggerutu sebal dan melempar asal secarik kertas di tempel bagian depan kulkas. Ia menaruhnya di atas meja dapur, lalu duduk di sana dengan mengembuskan napas lelah.“Kenapa, sih?”“Giliran kemarin bangun pagi, dia masih tidur dan suasananya aman-aman aja. Sekarang harus ditinggal, tepat di saat gue ulang tahun,” sahutnya mengusap wajahnya yang masih kusut.Indira pikir, ia kembali berada di posisi Liam kemarin. Perempuan itu baru bangun jam enam kurang lima belas menit dan beranjak terlebih dulu keluar kamar saat tidak mendapati Liam berada di sisi ranjang.Namun, kenyataannya Liam memang tidak ada di unit dan sudah pergi duluan.Indira menilik piama tidurnya. “Ya udah,