“Aku nggak mau nikah sama kamu. Gila apa. Ketemu aja baru sekali ini!” tandas Aileen emosional.
Ditatapnya Samuel dengan garang. Muka dan penampilan sih ok, puji gadis itu dalam hati. Tapi menjadi suami istri itu kan komitmen seumur hidup. Harus pengenalan lebih dulu. Mendalami karakter masing-masing. Lagipula kalau aku nikah sama dia, James mau dikemanakan? Kami sudah satu tahun pacaran. Dia pasti sedih sekali kalau kutinggal menikah dengan orang lain!
Samuel menghela napas panjang. Dia tak menyalahkan sikap gadis itu. Mereka tak pernah saling mengenal sebelumnya. Gadis mana yang mau begitu saja dijodohkan dengan laki-laki yang sangat asing baginya. Apalagi kalau dia tahu bahwa aku…, batin Samuel perih. Dia mendesah.
“Aku tahu papamu sudah membantu papaku melunasi hutangnya di bank. Terima kasih banyak. Tapi kalau papamu orang yang baik, dia pasti takkan meminta imbalan. Itu pamrih namanya!”
Hati Samuel sakit sekali bagaikan tertusuk sembilu. Bagaimanapun juga Papa hanya bermaksud membahagiakanku, anak semata wayangnya, pikir pemuda itu berusaha memaklumi. Orang tua mana yang tidak kuatir melihat putranya yang sudah cukup umur tetap melajang dan tak sedikitpun nampak tanda-tanda dekat dengan lawan jenis?!
“Begini saja,” kata pemuda itu kemudian. “Kita mengadakan perjanjian.”
Aileen mengerutkan kening. Gadis berambut panjang lurus berwarna kecoklatan tersebut tak mengerti maksud ucapan lawan bicaranya.
“Perjanjian apa maksudmu?” tanyanya menuntut penjelasan.
“Kamu sudah punya pacar belum?” balas Samuel balik bertanya.
Ekspresi wajah Aileen berubah. Gadis itu tampak terkejut. “Apa urusanmu aku punya pacar atau nggak?” sindirnya ketus. “Yang penting aku nggak mau menikah denganmu. Titik!”
“Dengar baik-baik, Gadis Manja!” seru Samuel penuh wibawa.
Ia tak sabar lagi menghadapi si nona rumah. Pemuda itu bangkit dari sofa ruang tamu dan berjalan maju mendekati lawan bicaranya. “Jangan besar kepala. Seolah-olah akulah yang menginginkan dirimu menjadi istriku. Ketahuilah, aku pun tak sudi memperistri perempuan yang tak pernah berarti apapun dalam hidupku. Tahu tidak, nasibku sebenarnya tak lebih baik darimu. Terpaksa memenuhi kehendak orang tua untuk menikah. Dengar itu? Aku terpaksa!”
Aileen kaget setengah mati. Dia tak menyangka Samuel yang sejak tadi pembawaannya tenang ternyata sanggup bersikap setegas itu. Gadis itu sampai mundur ketakuan hingga menabrak tembok di belakangnya.
Melihat paras lawan bicaranya yang berubah menjadi pucat pasi, Samuel akhirnya menurunkan nada bicaranya. “Ketahuilah, aku sendiri juga baru diberitahu tentang perjodohan kita kemarin sore. Aku tak kuasa mengelak. Karena kondisi kesehatan papaku kurang baik akhir-akhir ini. Sebagai anak tunggal, aku tak sanggup mengecewakan orang tuaku. Mengerti?”
Gadis di hadapannya mengangguk gugup. Mati aku, belum menikah dengannya saja sudah mati kutu begini, pikirnya panik. Gimana kalau tinggal serumah nanti? Bisa-bisa aku diatur-atur, disuruh-suruh, apapun itu demi menyenangan hati orang ini!
Tiba-tiba air mata mengalir membasahi pipi mulus Aileen. Semakin lama semakin deras. Dirinya merana membayangkan masa depannya yang terlihat suram.
Samuel terperangah. Dirinya paling tak tahan melihat orang menangis. Barangkali aku terlalu keras terhadap gadis ini, sesalnya dalam hati. Padahal kedatanganku kemari bertujuan untuk membicarakan solusi dari perjodohan ini. Agar masing-masing pihak tidak terlalu menderita….
“Maafkan aku,” ucap pemuda itu lirih. Sorot matanya menunjukkan penyesalan yang mendalam. “Sebenarnya aku tak bermaksud menyakitimu. Cuma emosi saja mendengar kata-katamu tadi yang seolah-olah menyalahkan diriku atas perjodohan ini. Padahal…aku juga merasa menjadi korban. Sama sepertimu.”
Samuel lalu membalikkan badannya. Lalu berjalan menuju sofa dan duduk kembali. Diam-diam pemuda itu nyengir sendiri. Kok orang yang datang bertamu malah lebih galak daripada si nona rumah! Hehehe….
Aileen mengambil sehelai tisu lalu menghapus air matanya. Selanjutnya gadis itu duduk di sofa yang letaknya serong dengan yang diduduki Samuel.
“Maafkan aku juga,” ucapnya lirih. Perasaannya melunak. Hati kecilnya mengatakan bahwa tamunya ini bukan orang jahat. “Aku panik sekali mau dinikahkan dengan orang yang seratus persen asing bagiku. Itulah yang membuat sikapku jadi menjengkelkan seperti tadi. Sori, ya.”
Tatapan memohon gadis itu membuat hati Samuel semakin luluh. Pemuda itu mengangguk mengiyakan. “Ngomong-ngomong, umur berapa kamu sebenarnya?” tanyanya rileks. “Kata Papa sih, dua puluhan.”
Aileen membenarkan. “Iya. Umurku sekarang dua puluh dua tahun tepatnya. Baru lulus kuliah S1 Sastra Inggris. Kamu sendiri umur berapa?” balas gadis itu balik bertanya. Hatinya sudah semakin tenang sekarang.
“Dua puluh enam tahun,” jawab lawan bicaranya singkat. “Aku lulusan S1 Business Management di Ohio, Amerika. Sudah hampir tiga tahun ini bekerja membantu Papa di perusahaan. Aku anak tunggal.”
Aileen manggut-manggut. Kemarin ayahnya sudah memberitahunya bahwa orang tua Samuel adalah pemilik pabrik peralatan dapur terbesar di pulau Jawa. Panci, wajan, piring, mangkok, gelas, dan berbagai macam peralatan makan diproduksi secara massal lalu didistribusikan ke seluruh penjuru negeri ini.
Rupanya itu adalah perusahaan turun-temurun warisan keluarga. Reputasinya sangat baik dan kondisi finansialnya kuat sekali. Oleh karena itulah, ayah Samuel tak mengalami kesulitan melunasi hutang-hutang ayah Aileen pada bank yang jumlah nolnya fantastis!
Kedua orang tua itu saling mengenal sejak masih duduk di bangku SMA. Mereka berteman dekat kala itu. Keduanya lalu bertemu kembali sewaktu menghadiri reuni sekolah beberapa bulan yang lalu. Hubungan baik yang sempat terputus pun terjalin kembali.
Akhirnya Harris, ayah Aileen, memberanikan diri untuk mengutarakan kesulitan keuangan yang dihadapi bengkel mobilnya saat ini. Ruben, ayah Samuel, kemudian menawarinya jalan keluar dengan timbal-balik perjodohan di antara anak-anak mereka.
Harris yang semula merasa keberatan akhirnya berubah pikiran tatkala bertemu muka dengan Samuel. Pria yang telah banyak makan asam garam kehidupan itu tertarik pada kecerdasan, kesupelan, dan kebaikan hati yang terpancan pada diri pemuda itu. Dengan senang hati disetujuinya usul Ruben untuk menikahkan anak-anak mereka dalam waktu dekat.
“Aku juga anak tunggal,” cetus Aileen kemudian. “Tapi tak seperti dirimu, kemarin aku menolak habis-habisan permintaan Papa untuk dinikahkan denganmu. Kami sampai bertengkar hebat. Mama tak berdaya melerai kami berdua. Aku dan Papa baru berhenti setelah melihat Mama menangis tersedu-sedu….”
Samuel terkekeh. “Karaktermu keras sekali rupanya,” celetuknya spontan. “Pantas papamu buru-buru mau menikahkanmu. Hahaha….”
Suasana tegang mencair seketika. Aileen tersenyum. Dia mulai menyukai kepribadian pemuda di hadapannya.
“Kamu mau kupanggil apa? Mas atau langsung sebut nama aja?” tanyanya sopan.
“Langsung nama aja. Orang-orang biasa memanggilku Sam,” jawab sang pemuda ramah. “Jadi sudah jelas ya sekarang, Nona Aileen. Kita ini sama-sama korban. Bukan musuh.”
Si gadis mengangguk setuju. Dia lalu berkata, “Sesama korban harus saling support, Sam.”
Lawan bicaranya mengangguk setuju. “Sure!” jawab pemuda itu tangkas. “Begini rencanaku….”
Selanjutnya Samuel menjelaskan idenya, “Kupikir saat ini kita menuruti saja kehendak orang tua untuk menikah. Setelah itu kita kan, tinggal di rumah sendiri. Sudah nggak usah berpura-pura lagi. Kita jalani hidup kita masing-masing. Bagaimana?”Aileen mengerutkan kening. Ide bagus, cetus gadis itu dalam hati. Tapi mau sampai kapan bersandiwara seperti itu? Lalu bagaimana dengan James?“Kita cukup menikah dua tahun saja. Setelah itu bercerai,” lanjut Samuel seperti memahami kerisauan hati lawan bicaranya. “Akan lebih baik kalau pernikahan kita dikaruniai seorang anak….”“Hah?!” sergah si gadis terperanjat. “Dua tahun itu waktu yang nggak sebentar, Sam. Terus gimana cara kita punya anak?”“Ya kamu pura-pura hamil. Terus kita adopsi anak,” jawab sang pemuda enteng.“Gila! Nggak mungkin!” “Kenapa nggak? Kamu pakai aja bantal untuk membuat perutmu kelihatan besar seperti orang hamil. Beres, kan?”“Kalau mamaku mau menyentuh perutku gimana?” tanya Aileen panik. Samuel memandanginya sambil
Zaman modern begini kok masih ada perjodohan, protesnya dalam hati. Pemuda itu dongkol setengah mati.“Kita kabur aja, yuk,” ajaknya tiba-tiba. Ditatapnya sang kekasih penuh harap.“Hah?!” seru Aileen terkejut. “Kamu mengajakku kawin lari?” tanya sang kekasih tak percaya. Dia tak menduga James mempunyai ide senekad itu.“Siapa yang mengajakmu kawin lari?!” sergah pemuda itu. “Aku cuma mengajakmu minggat.”Aileen melongo. “Maksudmu kita kabur tanpa ikatan pernikahan begitu? Ogah, ah. Takut!” tolaknya tegas.Sang kekasih menatapnya jengkel. “Kenapa mesti takut? Kita ini kan sudah dewasa. Bukan anak ingusan lagi. Sudah cukup umur untuk menentukan jalan hidup sendiri.”“Tapi aku nggak mau menyakiti hati orang tuaku, James. Kalau aku minggat, Papa dan Mama pasti sedih sekali. Aku kan anak mereka satu-satunya,” ucap Aileen beralasan.Kekasihnya menatapnya tak senang. “Maksudmu orang tuaku nggak akan sedih kalau aku kabur? Mentang-mentang saudaraku banyak. Jadi papa-mamaku pasrah saja kalau
Si gadis yang waktu itu baru saja putus dengan pacarnya akibat menempuh studi S2 di Amerika Serikat, merasa terhibur dengan kehadiran James. Sikap pemuda itu yang cool namun pandai merayu membuatnya bagaikan melayang di awang-awang. Setelah dua bulan pendekatan, gadis itu memutuskan untuk move on dari patah hatinya dan menjalin hubungan percintaan yang baru dengan James.“James,” kata Aileen sungguh-sungguh. “Gimana kalau kamu kukenalin sama Samuel? Dia orangnya logis, kok. Bisa diajak ngomong. Kalian sesama kaum adam pasti bisa merasakan laki-laki yang dihadapi itu orang baik atau nggak.”“Nggak perlu,” tandas James tegas. Dia lalu membaringkan dirinya di atas tempat tidur. Matanya dipejamkan, seolah-olah bersiap-siap untuk masuk ke alam mimpi.“Sayang, jangan tidur, dong,” pinta kekasihnya sendu. Digoyang-goyangkannya bahu pemuda itu. Namun James tak menanggapi. Dia masih berlagak tidur. Aileen lalu menunduk. Didekatkanya wajahnya pada sang kekasih. Ia bermaksud membisikinya mesra.
“Halo? Kamu masih ada di sana, Leen?” tanya Samuel setelah suasana menjadi hening selama beberapa saat. “Kenapa jadi diam?”“Sam…,” kata gadis itu parau. “Apakah rumah kita nanti harus sebesar tempat tinggalmu yang sekarang? Aku…aku nggak terbiasa memakai jasa pembantu rumah tangga. Nggak enak menyuruh-nyuruh orang lain mengerjakan hal-hal yang bisa kukerjakan sendiri. Aku merasa lebih nyaman tinggal di rumah yang biasa-biasa saja. Yang kukenal seluk-beluknya dengan baik. Takut kalau malam hari terasa sepi sekali. Lagipula pasti nggak cukup mempekerjakan satu orang pembantu di rumah sebesar itu. Bisa tiga atau empat orang. Lha, tuan rumahnya sendiri cuma dua orang. Nggak sepadan menurutku,” komentar Aileen panjang lebar. Begitulah kebiasaan gadis itu kalau bermaksud meyakinkan orang lain.Samuel akhirnya mengalah. “Baiklah. Akan kubicarakan hal ini dengan orang tuaku. Tapi apakah rumah kita nanti harus satu lantai juga seperti rumahmu?”“Kalau bisa begitu ya, lebih baik. Jadi aku ngg
Beberapa hari kemudian Samuel membawa calon istrinya ke sebuah rumah baru berlantai dua yang bernuansa serba putih. Luas tanahnya tidak besar. Hanya seratus lima puluh meter persegi.“Jadi ini rumah yang akan kita tempati setelah menikah?” tanya Aileen penasaran. Samuel mengangguk. Pemuda itu menerangkan, “Aku akhirnya bicara dengan orang tuaku mengenai permintaanmu. Ternyata mereka tidak keberatan. Papa dan Mama malah senang mempunyai calon menantu yang tidak materialistis dan mau mandiri melakukan pekerjaan rumah tangga.”“Hah?!” sergah calon istrinya tak percaya. “Benarkah begitu? Apa aku nggak salah dengar?”Pemuda di hadapannya terkekeh. “Papaku akhirnya mengaku kalau dia sengaja mencarikanku pasangan hidup gadis kelas menengah. Dia menyukai kepribadian Om Harris yang baik, rendah hati, dan rajin bekerja. Papa meyakini anak beliau mewarisi sifat-sifat yang sama….”Aileen tersenyum mendengar pujian yang diucapkan secara tidak langsung itu. Terselip kebanggaan dalam hatinya menja
Setelah urusan rumah dan interior beres, Samuel mengungkapkan kepada ayah dan ibunya bahwa Aileen sudah telanjur terikat kontrak untuk proyek penerjemahan novel online selama delapan bulan ke depan sehingga terpaksa tidak bisa menjalani bulan madu keliling Eropa setelah menikah.Saat itu sang pemuda sedang bercengkerama dengan kedua orang tuanya di ruang keluarga rumah mereka. Tina, sang ibu, langsung bangkit berdiri dan berkata dengan nada suara tidak senang, “Calon istrimu itu kok susah banget diajak menikmati hidup, ya? Mau dibelikan rumah besar malah ditolak. Terus dikasih hadiah paket honeymoon keliling Eropa juga nggak diterima. Mama jadi bingung. Kok ada perempuan kayak gitu.”Ditolehnya sang suami yang masih duduk tenang di atas sofa. Ditegurnya pasangan hidup yang telah menemaninya selama hampir tiga puluh tahun itu, “Kamu sih, Mas. Cari jodoh buat anak kita kok sembarangan. Kan lebih baik dari lingkungan pertemanan kita saja. Jadi seleranya sama dan nggak bikin masalah seper
Ruben merangkul istrinya. Pria setengah baya itu menghela napas panjang. “Bukankah ini siklus yang akan dilalui setiap orang dalam hidup ini, Sayang? Menjadi anak, suami atau istri, orang tua, lalu kakek-nenek. Kita berdua sudah melalui ketiga tahap awal itu. Tinggal tahap yang terakhir, yaitu menjadi kakek dan nenek. Sudahlah, jangan bersedih. Masih ada aku yang akan selalu menemanimu di rumah ini.”Tina mengangguk. Direbahkannya kepalanya pada dada suaminya yang bidang. Ruben membelai-belai punggung wanita itu mesra. Pasangan suami-istri romantis itu tak menyadari bahwa putra semata wayang mereka tengah memperhatikan dari void lantai dua. Ekspresi wajah pemuda itu tampak terharu menyaksikan kemesraan orang tuanya yang tak lekang oleh waktu.Kapan aku bisa merasakan kehangatan seperti itu? batinnya pedih. Terbayang olehnya wajah Aileen, gadis yang tak lama lagi akan menjadi pendamping hidupnya. “Ah, jangan konyol, Samuel Manasye!” cetusnya pada dirinya sendiri. “Perkawinan kalian n
Demikianlah Aileen kemudian mencoba beberapa gaun pengantin pilihan calon ibu mertuanya. Gadis itu akhirnya menyadari bahwa gaun yang tampak indah dilihat belum tentu nyaman dipakai. Juga belum tentu sesuai dengan bentuk tubuh maupun karakter pemakainya. Setelah bersabar berganti-ganti gaun, keluar-masuk ruang ganti, dan berdiri di depan Samuel, Tina, dan Ernie untuk meminta pendapat mereka, gadis itu akhinya jatuh hati dengan gaun putih polos ala Meghan Markle, istri Pangeran Harry dari kerajaan Inggris. Kain gaun tersebut halus sekali dan terasa sangat lembut di kulit tubuhnya. Modelnya yang simpel sesuai dengan kepribadian Aileen yang praktis dan apa adanya. Ibunya sendiri langsung bersorak gembira begitu menyaksikan sang putri muncul dengan langkahnya yang lemah gemulai mengenakan gaun tersebut.“Wah, gaun ini sepertinya paling pas buatmu, Nak. Sederhana tapi kelihatan anggun dan elegan sekali,” puji wanita itu spontan. Ekspresi wajahnya tampak berseri-seri memandang aura kecanti
Samuel menganggukkan kepalanya. Dia lalu mengeluarkan sejumlah uang dari dalam dompetnya. Diberikannya pada James sebagai biaya untuk pengobatan luka-lukanya. James menerimanya sembari mengucapkan terima kasih. Kedua laki-laki itu sudah tak lagi menyimpan beban. Permasalahan di antara mereka kini sudah selesai.Samuel menutup pintu taksi. Dikatakannya pada sopir agar segera mengantar James dan Sheila ke rumah sakit terdekat. Tak lama kemudian mobil taksi itu meluncur meninggalkan rumah tersebut. Samuel merangkul istrinya mesra. Diajaknya wanita itu masuk ke dalam rumah.Begitu pintu ditutup, pasangan suami-istri itu saling berpelukan erat. “Sori ya, Sam,” ujar Aileen meminta maaf. “Aku memberimu kejutan yang tak menyenangkan seperti ini. Ini sebenarnya adalah ide dari psikiater yang kudatangi….”“Apa?!” seru suaminya kaget. “Kamu menemui psikiater?”Aileen mengangguk mengiyakan. Dia lalu menjelaskan, “Aku menemui jalan buntu, Sam. Nggak tahu lagi gimana caranya memulihkan kejantananmu
Suatu sore Samuel pulang dari kantor dalam keadaan lelah sekali. Hari ini perundingan dengan pihak supplier bahan baku pabrik peralatan dapur miliknya berjalan alot dan belum mencapai kata sepakat. Persaingan penjualan di pasar semakin ketat. Pembeli semakin jeli dalam memilih produk. Harga dan kualitas menjadi poin utama dalam membeli produk peralatan dapur. Oleh karena itulah selama beberapa tahun ini perusahaan milik Ruben tak menaikkan harga jual produk dengan tujuan agar tidak ditinggalkan konsumen. Meskipun margin yang dihasilkan tipis sekali, tapi mereka tetap berusaha menghasilkan produk dengan kualitas terbaik namun dengan harga terjangkau. Sayangnya tadi pihak supplier berkata bahwa ketersediaan bahan baku semakin menipis dan biaya transportasi untuk memperolehnya semakin mahal. Oleh karena itu mereka terpaksa harus menaikkan harga jual bahan baku kepada pabrik milik Ruben. Karena tak tercapai kesepakatan, maka perundingan dengan pihak supplier tersebut harus dilanjutk
Setelah mengatakan hal itu, mantan kekasih James tersebut menghela napas panjang. Terbayang kembali dalam benaknya ketika pertama kali memergoki pemuda itu berjalan dengan mesra sambil merangkul Yashinta. Selang beberapa waktu kemudian eh, dia bertemu kembali dengan pasangan itu tapi dalam keadaan digiring pihak yang berwajib akibat dugaan kepemilikan narkoba!Benar-benar ironis. Apakah ini hukuman yang harus dijalani James akibat menelantarkannya dalam keadaan hamil?Ah, tapi dia kan nggak tahu aku hamil, cetus Aileen dalam hati berusaha pikiran buruk dalam benaknya. Sudahlah. James adalah masa lalu bagiku. Tak berarti apa-apa lagi, batin wanita itu memutuskan. Fokusku sekarang adalah mencari kesembuhan buat suamiku.Akhirnya Aileen tak lagi membahas tentang pemuda itu dengan psikiater. Dia kembali mengeluarkan uneg-unegnya tentang Samuel.“Meskipun kondisi suami saya itu sudah berlangsung lama, tapi saya punya keyakinan masih ada harapan untuk membuatnya menjadi laki-laki seutuhnya
Ah, sudahlah, pikir Aileen tak peduli. Cuek aja kalau aku nanti melewati restoran James. Nggak usah noleh kanan-kiri. Jalan santai aja. Pandangan lurus ke depan. Kayak pake kacamata kuda!Demikianlah perempuan itu menguatkan batinnya untuk melewati tempat kerja pemuda yang pernah mengisi relung hatinya yang terdalam. "Let's go!" tegasnya pada dirinya sendiri.Sesampainya di ujung eskalator, dia lalu melangkah dengan mantap dan penuh rasa percaya diri. Dilewatinya koridor mal yang kanan-kirinya terdapat restoran-restoran yang menjual berbagai menu masakan kelas menengah keatas. Pengunjung tidak terlalu ramai karena waktu itu sudah lewat jam makan siang.Tiba-tiba pandangan Aileen terarah pada sebuah restoran di sebelah kiri depan yang dikerumuni beberapa orang laki-laki berbadan tegap. Pakaian yang dikenakan orang-orang itu biasa saja. Tapi sikap mereka yang sangat serius begitu menarik perhatian.Seketika itu juga perasaan Aileen menjadi tidak enak. Dia menyadari bahwa restoran terseb
Begitu keluar dari ruang ibadah, Aileen berjalan menuju ke kantin. Dia merasa haus dan ingin membeli minuman. Ketika melewati papan pengumuman gereja, perempuan itu berhenti sejenak untuk mengetahui informasi terkini yang berkaitan dengan tempat ibadahnya tersebut. Tiba-tiba pandangannya terarah pada sebuah poster berwarna biru terang yang berjudul Tips-tips Jitu Menjaga Keharmonisan Pasutri. Judul tersebut membuat Aileen semakin tertarik untuk membaca lebih lanjut. Ternyata poster itu merupakan promosi tentang seminar rumah tangga yang akan diadakan di aula gereja pada hari Minggu depan. Narasumbernya adalah seorang psikiater yang berpengalaman dalam menangani persoalan-persoalan yang kerap dihadapi pasangan suami-istri.Aileen menatap foto wajah psikiater tersebut dengan rasa ingin tahu. Seorang perempuan berusia sekitar lima puluh tahunan dengan rambut pendek sebahu, wajah tirus, dan sorot mata bijaksana. Senyuman yang tersungging dari bibirnya tampak pas. Tidak terlalu lebar nam
Percobaan ketiga itu lagi-lagi berujung pada hal yang sama seperti percobaan-percobaan sebelumnya. Kejantanan Samuel sama sekali tidak bangkit. Pria itu pun lagi-lagi menstimulasi bagian-bagian intim tubuh Aileen agar istrinya itu mencapai puncak kenikmatan.Hebatnya Aileen tak putus asa. Beberapa hari kemudian wanita itu membuatkan suaminya ramuan jamu yang menurut testimoni para pria di internet mampu membangkitkan kejantanan mereka hingga membuat pasangan klepek-klepek."Apa ini, Sayang?" tanya sang suami saat disodori satu gelas besar minuman berwarna tidak jelas. Bagaikan kombinasi antara coklat muda dengan hijau tua. Samuel menatap cairan tersebut dengan perasaan jijik."Jamu ajaib buatmu, Sayang," jawab Aileen sembari menatap lembut suami tercintanya itu.Tatapan khas istrinya itu selalu membuat hati Samuel tersentuh. Haizzz..., keluhnya dalam hati. Penampakan ramuan itu saja sudah membuatku merinding. Gimana harus meminumnya? Bisa-bisa aku mual dan muntah-muntah!"Aku sudah m
Dua hari kemudian Samuel memberitahu istrinya bahwa dia ditugaskan sang ayah untuk mengunjungi klien-klien besar dan loyal mereka di Bali selama tiga hari."Ini merupakan kunjungan rutin setiap tahun, Sayang," kata pria itu menjelaskan. "Biasanya Papa sendiri yang pergi. Tujuannya untuk memantau kinerja manajer marketing sekaligus menjalin hubungan baik dengan hotel-hotel, restoran-restoran, dan kafe-kafe yang biasa membeli produk-produk peralatan dapur pabrik kita. Persaingan di bisnis ini semakin ketat sekarang. Jadi menjalin tali silaturahmi yang intens dengan klien-klien berpotensi mempertahankan loyalitas mereka untuk tetap memakai produk-produk buatan kita."Aileen manggut-manggut tanda mengerti. Apalagi kalau yang datang berkunjung adalah anak si bos yang merupakan pewaris tunggal perusahaan? Klien-klien itu pasti lebih merasa dihargai daripada sekadar dikunjungi oleh manajer marketing biasa! pikir wanita itu jeli."Kamu pergi saja, Sayang. Aku nggak apa-apa kok, tinggal sendir
Hari-hari selanjutnya Aileen semakin bersikap mesra terhadap Samuel. Dalam hati wanita itu sama sekali tak ada perasaan merendahkan suaminya yang belum mampu menunjukkan keperkasaannya sebagai seorang laki-laki itu.Perempuan itu cukup bahagia menikmati stimulasi-stimulasi dari sang suami dalam bentuk lain. Dia senang pria itu berusaha membuatnya mencapai puncak kepuasan dengan berbagai cara meskipun tanpa melibatkan pedang pusakanya.Akan tetapi tak pelak perasaan rendah diri Samuel masih tergambar jelas di raut wajahnya setiap kali berhubungan intim dengan sang istri. Hal itu justru membuat Aileen semakin terpacu untuk mencoba cara lain demi memulihkan kemampuan 'adik kecil' pria yang dicintainya itu.Pada suatu malam Samuel dikejutkan lagi oleh Aileen. Istrinya itu mengajaknya menonton film porno!"What?! Kamu dapet dari mana?" seru pria itu terperanjat.Matanya terbelalak lebar. Tak disangkanya sang istri yang kelihatannya alim itu bisa mengakses tontonan semacam itu.Aileen menye
Setengah jam kemudian Samuel memasuki kamar tidur utama di lantai dua. Kamar yang dulu ditempatinya sendirian, namun akhirnya dihuninya berdua dengan Aileen semenjak pulang kembali dari rumah orang tua istrinya itu. Ketika Samuel membuka pintu kamar, penerangan di dalamnya tampak remang-remang. Hanya beberapa lampu downlight yang dinyalakan.Harum bunga lavender menggugah indra penciumannya. Suami Aileen itu sangat menyukainya. Wanginya lembut namun seksi. Selanjutnya tatapan pria itu mengarah pada ranjang yang sudah ditata dengan rapi. Kelopak-kelopak bunga mawar merah dirangkai dengan indah membentuk hati besar di tengah-tengah peraduan. Samuel tersenyum penuh sukacita. Senang sekali rasanya melihat sang istri berupaya maksimal di malam pertama mereka akan melakukan hubungan intim. Dia menoleh kesana-kemari. Memanggil-manggil nama Aileen dengan nada suara yang teramat mesra.Tiba-tiba muncullah sosok orang yang dicari-carinya. Aileen keluar dari dalam kamar mandi dengan berlenggak-