Beranda / Romansa / Mark Castello / Misi dan Harga Diri

Share

Misi dan Harga Diri

Sembari memikirkan cara, tiba-tiba Soni mengejutkan Mark dari belakang. Soni tampak kelelahan untuk mencari Mark hingga akhirnya bisa bertemu juga. Melihat wajah Soni, telah berhasil membuat Mark mendapatkan ide.

Ide itu muncul karena sifat Soni yang langsung to the point tanpa berfikir panjang telah menjadi inspirasi untuknya bertemu secara langsung dengan Nasya.

“Hei, Bro, kamu darimana saja sih, aku mencarimu ke sudut sana dan sini hingga akhirnya menemukanmu di tengah keramaian begini. Aku sangat lelah …  kiita harus pulang sekarang, ok!” ungkap Soni yang masih menstabilkan nafasnya yang sangat kelelahan.

Mark tidak menjawab pertanyaan dari Soni ataupun mengiakan permintaan dari Soni untuk pergi dari pesta itu. Bahkan Mark masih menatap tajam ke arah Soni yang diakhiri dengan senyum manisnya.

“Son, kamu sudah bertemu dengan wanita yang tadi sangat kamu kagumi di ruang VIP?” tanya Mark dengan segera.

“Hahaha, Bro-bro, kamu memang teman yang sangat setia pada teman sendiri. Ya, meskipun aku menyukainya akan tetapi aku tidak akan mencarinya karena aku percaya bahwa jodoh akan bertemu dengan sendirinya,” sombong Soni dengan sangat percaya diri dan terkagum akan perhatian yang diberikan oleh Mark yang sangat langkah itu.

“Tapi aku juga mengincar wanita yang kamu sukai itu,” ucap Mark yang menatap Soni dengan penuh percaya diri juga.

Soni yang masih merasa kebingungan dengan pernyataan dari sahabatnya itu telah membuat rasa lelahnya tiba-tiba hilang.

“Maksudmu, kita akan bersaingkah?” tanya Soni dengan nada rendah yang penuh tanya.

Mark kemudian melangkahkan kakinya menuju tempat dimana Nasya yang masih menikmati sesi foto bersama pengantin.

Tidak mau membuang-buang waktu yang sangat berharga itu, Mark langsung berdiri di samping Nasya dan ikut serta untuk berfoto bersama.

Soni yang masih terheran-heran melihat tingkah Mark yang tiba-tiba saja melangkahkan kakinya menuju pelaminan untuk berfoto bersama padahal itu bukanlah tipe dari seorang Mark. Bahkan hal seperti itu sangat ia tidak sukai.

Seketika melihat Mark yang berdiri dengan seorang wanita yang tampak familiar hingga kedua bola mata Soni menjadi bulat seperti bola karena wanita itu adalah wanita yang ia kagumi sebelumnya. Tidak ingin membuang-buang kesempatan juga, dengan segera Soni ikut serta bergabung dengan Mark.

“Kamu yang di dalam lift tadi ya?” tanya Nasya kepada Mark yang sedang berdiri di sampingnya.

“Oh, kebetulan sekali,” ungkap Mark yang berpura-pura tidak mengenali Nasya.

“Wah, cahaya yang sangat indah, Bro,” bisik kagum Soni kepada Mark saat melihat Nasya dari jarak yang sangat dekat.

“Sayangnya, cahaya itu tidak tertarik untuk menerangi rumah yang kumuh seperti wajah kamu,” balas Mark.

Mereka semua menghabiskan waktu dan menikmati sesi foto bersama.

“Akhirnya, waktu yang tersisa itu telah tiba, semoga saja lelaki itu berhasil,” ucap Septian setelah melihat jam di tangannya.

Waktu yang Septian maksud adalah waktu dimana Nasya akan segera meninggalkan acara itu karena dia memiliki janji lain. Septian berharap semoga Mark telah menemui Nasya dan mengatakan keinginannya.

Nasya memang sangat sulit untuk di ajak kerja sama, sehingga Septian dengan segera meninggalkan restoran itu untuk melihat secara langsung hasil dari perjuangan Mark baik itu berhasil maupun tidak.

Tepat di depan kasir restoran, Septian dihentikan oleh salah satu kasir yang bertugas dan memberitahukan bahwa Septian belum membayar segelas kopi yang telah ia minum.

Septian tentu merasa malu dan bingung karena sebelumnya, Mark mengatakan bahwa dia sudah membayarkan kopinya.

“Maaf, saya kebetulan ada keperluan mendadak jadi hampir kelupaan,” ungkap Septian ke Kasir yang bertugas itu dengan wajah yang amat sangat malu.

“Tidak masalah, kami hanya melakukan pekerjaan kami, dan hal ini sudah biasa terjadi,” balas Kasir perempuan itu.

Septian sempat merasa sangat kesal akan tetapi harus ia redahkan karena sifat dari Mark memang biasa seperti itu. Bahkan harapan yang sangat ia mimpikan agar bisa terwujud adalah Mark akan berubah menjadi orang yang lebih baik dari kenakalannya sekarang.

Sesi foto bersama telah selesai, Nasya yang memang akan pergi dari pesta itu tengah bersiap-siap untuk pergi. Sedangkan Mark masih memantau Nasya dari kejauhan.

Waktu yang di tunggu-tunggu oleh Mark dimana Nasya akan turun menggunakan lift telah tiba. Seperti mengulang sejarah, dengan segera Mark menghentikan pintu lift itu yang di dalamnya hanya Nasya sendiri.

“Maaf, bolehkah saya ikut bergabung?” tanya Mark.

“Maaf, tapi lift ini milik saya dan kebetulan saya tidak ingin diganggu oleh siapapun!” tegas Nasya yang terlihat sedang memegang selembaran kertas.

“Oh … silahkan,” kesal Mark.

Sifat Mark yang selalu menang sendiri, dan tidak mau merasa dikasihani oleh siapapun membuatnya lupa akan misi yang harus ia capai. Ibarat pepatah dimana nasi telah menjadi bubur, Mark tidak bisa lagi bergabung di dalam lift itu. 

Tidak lama kemudian, Tamara dan Soni pun menghampiri Mark yang masih dalam emosi yang cukup tinggi atas kegagalan dan tolakkan pahit dari Nasya yang berujung telah  menjatuhkan harga diri seorang CEO perusahaan yang sangat terkenal itu.

Mark hanya menatap ke arah Tamara dan Soni dengan sinis, lalu masuk ke dalam lift itu tanpa sepatah katapun, meski Tamara dan Soni telah bertanya kepadanya beberapa kali.

Perasaan yang sedang tidak baik-baik saja pada diri Mark telah membuat suasana di dalam lift itu menjadi sangat tegang. Bagaimana tidak, Soni dan Tamara yang biasanya hampir disetiap menit selalu bertengkar menjadi diam tanpa sepatah kata pun dan hanya saling  kebingungan satu sama lainnya.

Tiba di lantai satu, tepat dimana Mark, Tamara, dan Soni keluar dari lift itu, Septian sengaja telah menunggu mereka di samping pintu lift. 

“Sepertinya aku memang lebih cocok menjadi pewaris tunggal,” ucap Septian setelah menghela nafas dan menggelengkan kepalanya ketika melihat Mark dan yang lainnya.

Rasa kesal yang dialami oleh Mark semakin menjadi setelah mendengar ucapan dari Septian yang seolah memukul mentalnya dari yang salama ini selalu sukses di berbagai persaingan kini gagal hanya karena seorang wanita yang baru ia kenal.

Soni dan Tamara hanya terdiam melihat tatapan Mark dan Septian. Setelahnya, Mark mulai melangkahkan kakinya untuk pergi meninggalkan Septian yang sangat membuat kesal itu. Namun, belum jauh melangkah, Septian menghentikan langkah Mark dan memberikan selembar kertas. 

“Jangan lupa berterima kasih dan jangan menyia-nyiakan kesempatan ini!” tegasnya saat memberikan selembar kertas itu ke tangan Mark lalu pergi meninggalkan mereka semua.

Mark kemudian membuka lembaran kertas yang diberikan oleh Septian kepadanya. Hal yang ada di dalam kertas itu tidak membuat Mark menjadi senang atau sebagainya melainkan membuatnya kembali marah lalu dengan segera pergi ke parkiran mobil.

Tamara dan Soni masih saja mengikuti kemana Mark melangkah. Sesampainya dimana Mark memarkir mobilnya, Mark kemudian masuk ke dalam mobil tanpa sepatah kata pun untuk Tamara.

“Hem … mungkin dia memang tidak ingin melihatmu apalagi berbicara denganmu,” ejek Soni kepada Tamara.

Soni kemudian menghampiri mobil Mark untuk pulang bersama dan meninggalkan Tamara setelah ejekan yang ia berikan.

“Mark, pintunya ngak sengaja kamu tutup kan?” tanya Soni yang tidak bisa membuka pintu mobil Mark.

Tidak menjawab pertanyaan dari Soni, Mark dengan tanpa bersalah pergi meninggalkan Soni dan Tamara.

“Orang yang tidak ingin dilihat dan tidak ingin diajak berbicara ternyata kamu bukan aku!” teriak Tamara lalu pergi kearah mobil dimana ia memarkirnya.

Hidup memang tidak selalu baik-baik saja, bagaimana tidak, orang yang mengajaknya untuk pergi ke pesta pernikahan itu telah pergi meninggalkannya begitu saja. Bahkan sebelum pergi, Soni sangat berusaha untuk menolak permintaan dari Mark akan tetapi hubungan persahabatan yang sangat solid itu tidak bisa membuat Soni menolak permintaan dari Mark. 

Meskipun juga memiliki sebuah perusahaan yang cukup terkenal, akan tetapi kondisinya saat itu sedang tidak membawa mobil sendiri. Sehingga dengan rasa yang sangat berat hati, Soni menghampiri Tamara untuk meminta tumpangan di mobilnya.

“Statusnya aja yang kaya, nasibnya menyedihkan,” sindir Tamara.

“Eh, ini telinga masih mendengar dengan jelas kata-kata yang baru saja kamu ucapkan ya, wanita baper,” ucap Soni.

Bersambung ...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status