Gia menarik pergelangan tangan Bastian kasar untuk segera keluar dari ruangan tersebut, setelah sedikit lebih jauh dari ruangan ibunya, ia menghempas cekalannya itu dan menghadap Bastian dengan kesal. “Kenapa anda bisa berbicara semudah itu didepan mama saya?”
“Aku hanya mempermudah urusan kita.”“Mempermudah? Saya bahkan tidak pernah setuju dengan itu.”Bastian memandang Gia aneh, “Bukankah itu juga menguntungkan untukmu? Aku tidak melakukannya untuk kepentinganku sendiri.”Gia mengusap wajahnya kasar, ia kesal dan lelah. Mengapa ia harus menghadapi manusia seperti Bastian untuk saat ini? Gadis itu menghela napas, “Sebaiknya anda pergi sekarang, pak. Bukankah anda ada urusan?”Bastian mengangguk, “Baiklah, aku tunggu kau besok pagi diruanganku.” Ia pun pergi meninggalkan Gia dengan perasaan yang masih dongkol itu.“Apalagi ini, Tuhan?”*****Gia berangkat kekantornya seperti biasanya, tetapi dengan perasaan yang berbeda. Untuk pertama kalinya ia merasa benar-benar enggan untuk berangkat kekantornya, terlepas dari kejadian semalam, tubuhnya pun terasa sangat lelah.“Hei, ada apa ini? Kenapa kau kusut sekali?” tanya seseorang dengan merangkul bahunya.“Jangan menggangguku, Carl,” kata Gia sembari melepas lengan Carlos dari bahunya.“Hoho… ada apa ini?”“Aku sedang malas bercanda saat ini.”Keduanya berdiri didepan lift menunggu pintu tersebut terbuka. Namun, ketika pintu terbuka gadis itu dibuat terkejut karena sudah ada Bastian didalam sana. Saat Carlos hendak melangkah ia tersadar jika Gia masih diam diposisi yang sama.“Kau tidak masuk?”“Sepertinya aku akan naik dengan tangga.”“Bukankah kau masih ingat aturanku, nona Gia,” timpal Bastian tiba-tiba membuat gadis itu mengurungkan niatnya.Gia masuk kedalam lift dengan enggan diikuti oleh Carlos. Hening, tak ada yang membuka suara sama sekali, bahkan Carlos yang sebelumnya biasa berisik pun kini hanya bungkam. “Nona Gia, bagaimana keadaan ibumu?” tanya Max mencoba untuk memecah keheningan.“Sudah cukup membaik, pak.”“Syukurlah. Oh ya, apakah temanku melakukan tugasnya dengan baik?” tanyanya lagi sembari melirik kearah Bastian yang masih fokus dengan tabletnya.“Ah, mungkin,” jawab Gia ragu-ragu.Lift berdenting di lantai 8 dan detik berikutnya pintu terbuka, Bastian segera keluar mendahulu anak buahnya yang lain dan diikuti Max, Gia dan Carlos. Gia terus mengikuti langkah kaki Bastian, sedangkan Carlos dan Max berbelok menuju ruangan mereka masing-masing.Gia meletakkan tasnya diatas meja, belum sempat ia duduk dan menyiapkan pekerjaannya telepon kantornya berdering. “Kau tak lupa yang ku bilang kemarin bukan?”“Baik pak.”Gia meletakkan teleponnya kembali, ia menghela napas panjang sebelum masuk keruangan bossnya. Setelah mengetuk pintu ia pun segera masuk dan berdiri dihadapan Bastian.“Duduklah,” kata laki-laki itu, tetapi tak direspon olehnya, “baiklah, aku hanya ingin memberikan perjanjian kita, kau bisa menambahkannya jika perlu tapi kau tak bisa menguranginya,” jelas laki-laki itu sembari menyerahkan dua lembar kertas berisi beberapa perjanjian hubungan yang sudah ia buat.Gia menerima surat itu, dan membacanya dengan seksama. Matanya sesekali membelalak, dan alisnyapun sesekali mengerut saat membaca perjanjian tersebut. “Kenapa saya harus memberitahu anda kemanaun saya pergi?” tanya gadis itu.“Untuk berjaga-jaga jika saja ibumu menanyakannya padaku.”“Lalu, kenapa saya harus selalu menghadiri dinner yang keluarga anda adakan?”“Sandiwara ini aku ingin sesempurna mungkin, dan itulah upayanya.”Gia sedikit menggelengkan kepalanya, “Jadi sampai kapan perjanjian dan sandiwara ini berlangsung?”“Sampai aku bisa meyakinkan mereka jika aku tak butuh untuk menikah,” jawabnya, “jadi, apa ada yang ingin kau tambahkan?”“Saya akan memikirkannya nanti.” Gia berbalik sembari membawa kertas perjanjian itu.“Ah ya. Aku akan menjemputmu besok jam 3 sore,” ujar Bastian sebelum gadis itu keluar dari ruangannya.Gia tersenyum, “Baik, tuan Bastian,” katanya sembari menutup pintu ruangan itu.Gadis itu menghela napasnya sembari melihat suarat perjanjian aneh itu, ia pun kembali menuju ruangannya dan menghempas tubuhnya dikursi kerjanya. “Aku benar-benar bisa gila.”*****Keesokan harinya, Gia masih menemani ibunya yang masih menjalani perawatan. Gadis itu duduk disofa yang tak jauh dari tempat tidur ibunya. Di tangannya masih terus ia perhatian sebuah kertas yang berisi perjanjian yang Bastian berikan padanya, dengan sesekali helaan napas.“Ada apa, Gia? Kenapa kau terus-terusan menghela napas?”Gia menoleh kesumber suara, “Tidak apa-apa, mama.”“Benarkah?”Gadis itu mengangguk.Gia menyimpan kertas tersebut kedalam tas, lalu bangkit dan mendekat kepada ibunya. Gadis itu duduk di kursi yang ada disamping tempat tidur ibunya. “Nanti sore Carlos yang akan menjaga mama, aku harus pergi karena ada pekerjaan,” katanya.“Pekerjaan? Diakhir pekan seperti ini?”“Yeah, tidak bisa disebut pekerjaan kantor, tetapi aku ada urusan dengan pak Bastian.”“Ah, kau akan kencan rupanya,” timbal wanita itu seolah menggoda putrinya.Gia membulatkan matanya saat mendengar pernyataan ibunya, “B-bukan seperti itu, Mama,” elaknya.“Yahh, kalau bersama Bastian mama bisa apa? Jangan lupa percantik dirimu. Mama yakin dia pun sebenarnya bosan melihat penampilanmu itu.”“Memangnya ada apa dengan penampilanku?”“Mama memberimu saran padamu. Gunakan dress, berdandan dan gerai rambutmu itu” kata ibunya, “kau lebih cantik dengan rambut yang tergerai, Gia.”***Gia sudah siap dengan setelan dressnya, pada akhirnya ia pun memutuskan untuk pergi kesalon dan butik untuk mempercantik diri karena paksaan dari Vilya, sepupunya yang tiba-tiba saja datang untuk menjenguk ibu Gia. Tentu saja Wanita itu menceritakan semua kepada keponakannya sehingga kejadian pemaksaan terhadap Gia pun terjadi.“Kau sangat cantik, Gia. Aku yakin boss mu akan semakin tergila-gila denganmu,” ujar gadis itu.“Apa ini tidak berlebihan? Aku hanya pergi makan malam dengannya, bukannya ingin pergi ke pesta,” keluh gadis itu yang merasa risih melihat pakaian dan riasannya.“Sssstttt! Laki-laki itu suka memanjakan mata, salah satu caranya dengan ini. Meskipun hanya makan malam tapi hal seperti ini bisa membuat mereka senang dan merasa bangga karena berati dirinya dihargai olehmu, kau paham, Gia?” jelas gadis itu membuat Gia melongo. Apakah dia baru saja dinasehati oleh anak yang lebih muda darinya?“Kau sepertinya sudah sangat berengalaman, ya?”“Kau tau bukan kota Paris seperti apa?”Setelah mengurus semua keperluan Gia, keduanya memutuskan untuk menunggu Bastian di butik tempat Gia membeli pakaian, karena sangat tidak mungkin jika mereka harus kembali ke rumah ataupun kerumah sakit.Tak berselang lama, sebuah mobil lamborgini biru dengan atap yang terbuka berhenti didean butik tersebut. Tanpa perlu menebak pun, Gia tahu jika itu adalah Bastian. Gia pun memutuskan untuk keluar dari butik tanpa sepupunya itu, lalu menghampiri pemuda yang sudah berdiri diluar mobil dengan setelah jas rapi berwarna biru gelap.“Maaf karena merepotkan anda, pak Bastian.”“Maaf karena merepotkan anda, pak Bastian,” ujar Gia setelah berhadapan dengan Bastian. Untuk beberapa detik Bastian dibuat terdiam melihat gadis yang kini ada di depannya, hingga membuat gadis itu merasa salah tingkah sendiri karena bossnya itu terus memandangnya dari ujung rambut hingga kaki. Gaun berwarna peach 5cm diatas lutut yang sangat cocok dengan warna kulit Gia yang putih, sepatu high hells yang tak terlalu tinggi, serta rambut yang kini tergerai bergelombang memberikan kesan fress pada dirinya. Penampilan yang tak pernah terbayangkan oleh Bastian. “Kau… sangat berbeda hari ini,” ujar Bastian tanpa sadar. “A-apa ini terlalu berlebihan? Saya bisa menggantinya dengan yang lebih sederhana lagi, jika anda mau,” kata gadis itu sedikit panik. “Tidak- tidak, maksudku kau cantik hari ini, eh… emh…, maksudku kau tak perlu menggantinya, itu cocok untukmu,” kata pemuda itu dengan gugup. “T-terimakasih, pak.” Entah mengapa Gia merasa kedua pipinya memanas sekarang, ia memegang kedu
“Jadi, kapan kalian akan menikah?”Ukhuk! Ukhuk! Ukhukk!Satu pertanyaan yang mampu membuat Gia terbatuk-batuk karena terkejut, Bastian segera menyerahkan segelas air kepada gadis itu dan meminumnya. “Kau tak apa-apa, sayang?” tanya Bastian yang dibalas anggukan oleh gadis itu.“Kau tak apa-apa, Gia? Maaf pertanyaan Mommy membuatmu terkejut,” kata wanita itu.“Mom, kami belum berpikir kesana,” kata Bastian.Gia meletakkan minumannya, “B-benar, Mom. Saya rasa itu terlalu cepat untuk kami?”“Apa lagi yang kalian tunggu?” tanya ayah Bastian.“Benar, Bastian sudah cukup mampu untuk menghidupi mu Gia, jadi kau tak perlu khawatir,” timpal wanita paruh baya itu.“Mom, sudahlah, aku dan Gia belum terpikir untuk menikah.”Wanita itu menghela napasnya menyerah dengan putranya, raut kecewa terpancar dari wajahnya membuat suasana yang hangat menjadi sedikit awkward. “Kalau begitu bagaimana jika kalian bertunangan saja?” celetuk wanita yang duduk bersebrangan dengan Gia.Semua pasang mata
Gia duduk berhadapan dengan kedua orang tua Bastian serta ibunya yang duduk di sampingnya dengan perasaan gugup. Gadis itu memainkan ujung bajunya awkward, meskipun sebenarnya keadaan tidak setegang itu, justru ibu Bastian dan ibunya sudah terlihat dekat. “Jadi bagaimana menurut anda?” tanya ayah Bastian. “Keputusan saya tergantung pada Gia, saya hanya ingin putri saya bahagia karena mungkin umur saya pun tak akan lama lagi,” ujar ibu Gia membuat gadis itu menoleh kearahnya seketika. “Ma! Mama ngomong apa sih?” Wanita yang dipanggilnya mama itu hanya tersenyum sembari mengusap kepala putrinya. “Jika Bastian bisa berjanji untuk membahagiakan Gia, maka saya akan suka rela menyetujuinya.” Gia memandang ibunya denga tatapan sedih dan bersalah karena sudah membohongi wanita itu. “Maafin Gia, Mama, jangankan bahagia kami bahkan sama sekali tidak saling mencintainya,” batinnya. “Anda tenang saja, meskipun anak itu terlihat kaku tetapi saya yakin dia akan membahagiakan Gia sepenuhnya.”
Pandangan mereka saling bertemu, Gia memandang pemuda itu terkejut sedangkan tatapan tajam Bastian tujukan pada gadis yang ada dihadapannya itu. “Sesuai perjanjian yang kita sepakati, aku akan memperlakukanmu sebagaimana mestinya. Aku memang brengsek, nona Gia, tapi aku bisa memegang janjiku, jadi jangan pernah kau mencoba untuk kabur lagi dariku. Mengerti?” Semua kata-kata yang keluar dari mulut pemuda itu seakan menjadi mantra penghipnotis untuk Gia. Gadis itu hanya mengangguk pelan masih terkejut dengan jarak yang sedekat itu dengan Bastian. Jantungnya pun tak bisa berbohong jika ia pun berdebar cukup kencang. Cklek! Bastian menjauhkan tubuhnya dan kembali ke posisi semula, setelah memasangkan sabuk pengaman pada gadis itu. Gia merasa wajahnya memanas, dan mengalihkan pandangannya keluar jendela. Pemuda itu memasang kembali sabuk pengamannya sedangkan gadis yang duduk disebelahnya itu, masih memalingkan wajahnya dengan sesekali menyentuh kedua pipinya dan beralih memegang dada
Disebuah ruang makan terdapat 3 orang yang sedang menikmati acara makan malam mereka. Tepat 30 menit setelah Gia dan ibunya selesai memilih gaun pertunangan mereka, Bastian sampai bermaksud untuk menjemput Gia dan mengantarnya pulang. Namun, pada akhirnya ia pun juga harus tertahan atas permintaan ibunya untuk makan malam bersama. Selesai makan malam, keduanya memutuskan untuk pulang tentu saja Bastian yang akan mengantar Gia kembali ke kediamannya dengan selamat. Baru saja Bastian menjalankan mobilnya menjauh dari kediaman tersebut, protesan Gia sudah masuk menyapa indra pendengarannya."Anda sudah tahu kalau pertunangan kita dipercepat?" Bastian hanya melirik sekilas gadis itu tanpa menjawab, "kenapa anda tidak memberitahu saya?" "Untuk apa aku memberitahumu, toh mommy juga akan memberitahumu," jawab Bastian santai."Tetap saja! Seharusnya kalian juga membicarakannya dengan saya, 'kan. Huhh! apa semua konglomerat seperti ini?""Ibumu sudah menyetujuinya, beliau bilang lebih cepat
2 hari setelah acara pertunangan, Gia kembali masuk ke kantor untuk bekerja seperti biasa. Namun, sialnya, baru saja ia melangkah memasuki halaman kantor, semua tatapan mata tertuju padanya. Tatapan mata dan bisik-bisikan orang-orang membuatnya seakan ingin segera menghilang dari tempat tersebut.Gia memang sengaja diberikan waktu cuti oleh Bastian untuk beristirahat, dan ia pun sudah mengira jika kabar tentang pertunanagannya yang mendadak dengan Bastian akan menyebar. Namun, ia tak menyangka jika akan tersebar secepat ini.Gia memilih untuk menggunakan tangga darurat untuk menjauhi kerumunan orang yang masih bergosip tentangnya. "Huh! kenapa bisa tersebar secepat ini?" gumamnya sembari mempercepat langkahnya menaiki satu persatu anak tangga.Gia sampai dilantai ruangannya berada, gadis itu mempercepat langkahnya setengah berlari, ia bisa malu jika berpapasan dengan rekan kerjanya yang lain. Namun, tiba-tiba saja gadis itu menghantam sesuatu hingga membuatnya terhuyung ke belakang.
5 Hari kemudian. Sesuai yang dikatakan Bastian sebelumnya, ia akan mengumumkan secara resmi tentang pertunangan yang dirumorkan selama beberapa hari kebelakang.Ia pun menegaskan jika hubungan mereka pure karena rasa suka dan cinta, yang terjalin karena lamanya mereka bekerja sama. Tentu saja berita yang bukan hanya rumor itu mematahkan hampir semua wanita yang ada di perusahaan tersebut. Melihat orang yang mereka puja sudah memiliki pasangan.Setelah itu pula, perubahan sikap dari rekan kerjanya gadis itu temukan. Ada yang menjadi sangat baik padanya sampai orang yang terang-terangan mengatakan jika ia tidak layak bersanding dengan Bastian. Yah, ia juga tidak terlalu memperdulikannya."Kau tidak usah berlagak karena menjadi tunangan, Boss. Aku yakin kau hanya salah satu boneka untuknya," kata seorang rekannya yang memang sudah menginginkan posisi sekretaris sejak awal ia menjabat."Benarkah? Sepertinya anda sangat berpengalaman ya, nona Julia," balas Gia. Ya, ia memang bukan wanita
Gia merebahkan tubuhnya diatas sofa di kediamannya, gadis itu baru bisa keluar dari rumah utama keluarga Da Franch pada pukul 9 lewat. Ia menghela napas, Gia merasa hari ini cukup melelahkan, padahal ia hanya perlu duduk dan mengobrol bersama keluarga Bastian. Namun, entah kenapa itu membuat energinya terasa terkuras.Gadis itu menoleh saat merasa seseorang tengah berjalan mendekatinya, "Mama belum tidur?" tanyanya kepada wanita yang kini sudah duduk disampingnya."Lembur lagi?" Pertanyaan yang bahkan bukan jawaban dari yang di lontarkan Gia.Ia menggeleng, "Gia baru dari rumah Bastian, mamanya minta buat Gia kesana.""Kalian baik-baik saja? bukankah hari ini pengumuman pertunangan kalian?""Ya, kami baik-baik saja."Ibunya tersenyum lalu mengusap rambut putrinya itu, "Mama senang kalau kalian baik-baik saja. Mama harap kalian akan bahagia, dan Bastian bisa melindungi dan menyayangi kamu, dengan begitu mama bisa tenang buat ninggalin kamu juga Dion, nantinya," kata wanita itu membuat