Gia pulang diantarkan oleh Bastian sampai kedepan pintu apartemannya seperti biasa. Ia terkejut saat melihat ada 2 orang berseragam hitam tengah berdiri di depan pintu apartementnya. Ia tak menyangka jika pria itu benar-benar mengirimkan orang untuk menjaga kediamannya.Setelah Gia menceritakan situasinya, Bastian memang segera memerintah anak buahnya untuk menjaga tempat tinggal Gia, setelah sebelumnya kesal karena ia baru tahu 1 minggu setelah beberapa kejadian terjadi."Jangan sembunyikan apapun dariku, aku sudah berjanji melindungimu dan keluargamu. Jadi jangan membuatku melanggarnya!" katanya saat itu setelah selesai menugaskan anak buahnya.Gia masuk kedalam rumahnya melihat ibunya yang tengah menonton televisi. "Sudah pulang, kau pulang cepat hari ini," kata ibunya."Iya, tidak banyak pekerjaan dikantor, jadi aku bisa pulang lebih cepat.""Aku tahu kau pekerja keras, tapi terlalu memaksakan diri juga tidak bagus untukmu, sayang.""Aku tidak memaksakan diri, Mama.""Oh iya, Mama
"Maaf! saya tidak sengaja," kata seorang pemuda muda yang berpakaian seperti perawat itu, sembari berjongkok memungut kertas-kertas yang berhamburan."Ouh!" Gia berjongkok untuk membanti memungut kertas-kertas itu, lalu bangkit dan memberikannya lagi padanya, "hati-hatilah, bisa bahaya jika yang kau tabrak pasien, 'kan?"Pemuda itu membungkuk sembari kembali meminta maaf lalu pergi. Gia baru saja berjalan beberapa langkah sampai suara bariton mengejutkannya."Siapa dia?""Astaga! kau mengejutkanku!" pekiknya benar-benar terkejut sembari memukul tangan Bastian membuat pemuda itu seolah bertanya-tanya apa yang baru saja ia lakukan? Gia membelalak saat menyadari apa yang baru saja ia lakukan, "Maaf pak, saya reflek karena anda mengejutkan saya," katanya sembari membungkukkan badan."Sudahlah, kenapa kau sebegitu takutnya? Apa aku terlihat seperti akan membakarmu hidup-hidup?"Dalam diam gadis itu mengiyakan ucapan Bastian, tetapi tentu saja ia tak bisa mengatakannya dengan gamblang, "Bu
Bastian memasuki sebuah ruangan dengan raut marah yang sangat terlukis jelas diwajahnya, seolah-olah berkata siapapun yang menahannya maka dia akan mati saat itu juga. Dia membuka paksa pintu ruangan tersebut, membuat seseorang yang ada di dalamnya memandangnya terkejut."Bisakah kau berhenti mengganggu milikku sejenak, David?!" ujar Bastian yang sudah sebisa mungkin menahan keinginannya untuk langsung memukuli pria dihadapannya itu.Laki-laki yang duduk di sebuah sofa itu memandang bergantian Bastian dan beberapa anak buahnya yang kini menatapnya takut. Laki-laki itu menghela napas, "Bukankah aku sudah bilang tidak ingin menerima tamu." Ucapan itu ia tujukan untuk anak buahnya."Maaf tuan, tapi tuan Bastian yang--"Prangg!Sebuah vas bunga meluncur melewati Bastian begitu saja, tepat terkena pemuda berpakaian hitam yang ada di belakanag Bastian, pemuda yang sesaat sebelumnya berbicara. "Siapa yang menyuruhmu bicara, bangsat?" tanyanya dengan santai, ia menghela napas, "pergilah kalia
BUGH! Bastian tersungkur saat sebuah benda tumpul menghantam punggungnya. Namun satu pukulan tak cukup untuk menumbangkannya, ia segera bangkit dan berbalik menghadap beberapa orang yang sudah siap untuk menyerangnya. Pemuda itu tersenyum simpul, "Trup, huh?" gumamnya. Bastian bersiap dengan posisi kuda-kudanya, siap menghabisi semua orang yang ada ditempat itu. Satu orang, dua orang, tiga orang, ia berhasil melumpuhkan setengah dari orang-orang itu dalam waktu singkat. Memukuli orang adalah bakatnya yang tak bisa dilihat oleh sembarang orang, ia sudah di didik dengan sedemikian rupa untuk menjadi pewaris keluarga konglomerat. Kini hanya tinggal beberapa orang saja dihadapannya, ia harus menyelesaikannya sesegera mungkin untuk bisa mencari keberadaan Gia yang sebenarnya.Satu pukulan terakhir, setelah ini ia akan segera pergi mencari Gia. Setidaknya itu yang ia rwncanakan sebelum matanya menangkap sosok Gia yang tengah di seret oleh seorang pria.Konsentrasinya buyar seketika membu
BRAK! Suara gebrakan pintu mengejutkan semua orang yang ada disana, tak lama puluhan orang berbaju hitam sudah mengepung tempat tersebut. "Apa-apaan ini?" tanya Bertho bingung sekaligus panik. Seorang pemuda yang berwajah sangat familiar segera menghampiri Bastian yang masih tersungkur dengan diikuti beberapa anak buahnya yang segera meringkus orang-orang suruhan Bertho dengan pemuda itu juga. "Brengsek! lepaskan aku! apa-apaan ini, Bas! kau menjebakku, Sialan!" Makinya sembari berjalan keluar dari gedung tersebut, bersama anak buah BAstian yang lain. "Kenapa kau lama sekali?" tanya Bastian pada Max yang kini mencoba membantunya bangkit. Detik berikutnya Gia pun menghampiri Bastian dan mencoba membantu pemuda itu untuk berdiri. Entah kenapa rasanya menyesakkan melihat Bastian meringis kesakitan seperti itu. "Tentu saja aku harus menikmati moment yang belum pernah ku lihat sebelumnya," jawabnya santai. "Kau baik-baik saja, Bas?" tanya Gia khawatir. "Bukankah seharusnya aku yang
Sudah satu minggu semenjak kejadian penculikan Gia terjadi, dan juga kini Gia dan ibunya sudah tinggal di apartement yang sama dengan Bastian, kamar mereka hanya bersebelahan. Mulai saat itu pula Gia dan Bastian selalu berangkat dan pulang kantor bersama.Meski terlihat romantis dan baik-baik saja, nyatanya hubungan mereka masih sangat canggung. Namun, juga banyak orang yang mendoakan dan mendukung hubungan mereka agar sampai dijenjang pernikahan, tentu saja tak sedikit manusia yang masih menghujat Gia yang tak pantas bersanding dengan seorang Bastian."Kau sudah memberitahu mama, jika nanti kita ada acara makan malam bersama keluargaku?" tanya Bastian."Sudah, nanti akan ku ingatkan lagi." Bastian mengangguk.*****Jam makan siang tiba, Gia hendak bangkit dari duduknya sebelum Bastian lebih dulu mengajaknya untuk makan siang di luar area kantor. Tentu saja gadis itu tidak bisa menolak ajakan pemuda itu. Setelah makan siang selesai, Bastian tidak mengajak Gia untuk kembali ke kantor t
"Jika bukan karena kita adalah tunangan, dia pasti sudah ku tendang keujung dunia!" ujarnya asal. Tak berapa lama, Gia menyusul Bastian yang sudah menunggunya diloby toko. Tanpa memperdulikan pemuda itu ia berlalu begitu saja keluar toko meninggalkan Bastian dibelakangnya. Bastian yang terkejut melihat tingkah Gia pun segera menyusul gadis yang kini sudah memasuki mobil itu. Setelah Bastian memasuki mobil, mereka pun melajukan kendaraannya. Tak ada satupun obrolan dikeduanya membuat suasanasemakin canggung, terlebih dengan wajah Gia yang terlihat tidak bersahabat. Pemuda itu teringat dengan penjelasan Max yag mengatakan wanita yang bisa berubah seperti singa sewaktu-waktu, apakah saat ini ia akan menjumpai sosok Gia yang seperti itu? "Ekhem." pada akhirnya Bastian mencoba untuk memberanikan diri untuk membuka obrolan, "ada apa denganmu?" tanya pemuda itu sembari sesekali melirik gadis yang hanya diam dengan tangan bersilang didepan dada dan wajah yang menatap keluar jendela. "Aku
Bastian berdiri dibarisan rak pembalut hanya diam memandang satu persatu produk-produk itu. Ia agak menyesali dirinya karena tidak bertanya apa yang biasa ia gunakan, dan juga ia masih mempertanyakan didalam otaknya bagaimana bisa pembalut wanita memiliki sayap? "Sayap? Apa dia akan terbang?" gumamnya, "merk apa yang harus aku belikan untuknya?" monolognya lagi, "Akh. Kubelikan saja semua merk biarkan dia memilih sendiri apa yang dia mau." Final, pada akhirnya Bastian membeli 1 pembalut setiap merk dan setiap kemasan yang berbeda. Sekembalinya Bastian dari swalayan, ia segera mencari keberadaan Gia dengan membawa satu kantong belanja full yang hanya berisi pembalut, membuat Gia membelalakkan matanya terkejut terheran-heran dengan laki-laki satu ini. "Bas! kamu mau membuka toko, kenapa beli sebanyak ini?" Laki-laki itu menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "Aku tidak tahu apa yang biasanya kau gunakan, dan apa maksud dari pesanmu yang bersayap." Gia memijat pelipisnya, "Kau kan