Share

262. Melamarmu

Penulis: Putri Cahaya
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-11 23:52:04
Ruang tamu di mansion utama keluarga Kusuma yang sangat luas itu tampak indah dengan beberapa ornamen bunga sebagai hiasannya.

Di bagian depan yang menjadi panggung utama terdapat dua kursi dan dekorasi sederhana bertuliskan ‘G & L’ pada dindingnya.

Ya, hari ini atau lebih tepatnya malam ini acara pertunangan Lora dengan Grissham akhirnya digelar. Acaranya berlangsung secara intimate yang hanya dihadiri oleh sanak saudara dan orang terdekat saja.

Beberapa tamu sudah mulai berdatangan karena memang acaranya dilaksanakan pukul tujuh dengan tujuan agar tidak kemalaman.

Sementara itu, sang pemeran utama masih berada di kamar sedang bersiap. Ia membiarkan MUA menyiapkan penampilannya di hari istimewa ini, mulai dari make-up hingga tatanan kerudung.

“Sudah selesai.”

“Cantik banget, Mbak Lora.”

Lora tersenyum menanggapi ucapan mereka dan mengucapkan terima kasih karena sudah dibantu bersiap-siap.

Ia menatap pantulan dirinya di depan cermin. Di sana dirinya tampak sangat cantik dengan
Putri Cahaya

Assalamu'alaikum, Teman-teman, selamat malam. Aku minta maaf kemarin nggak update. Ceritanya kemarin itu aku baca komentar2 kalian yg pada setuju Grissham bersatu sama Lora. Jujur aja aku agak ngeblank dan kepikiran, jadinya nggak fokus dibuat nulis. Aku akhirnya baca lagi beberapa bab dalam cerita ini. Dari situlah aku mempertimbangkan masukan kalian semua. Oh ya, jangan bosen2 untuk komen ya teman-teman. Kasih tau aku kalau ada beberapa plot yang belum terjawab atau masih janggal. Akan kujawab lewat adegan cerita jika memungkinkan atau lewat balas komentar. Terima kasih🙏🏻

| 13
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Rahman Nita
terimaaaa loraaaa. yok thor buat lora nerima, jgn ada si dhafin di acaranya lora&grisham-,- buat kak thor maap yaa jd bikin ngblank hehe, tp serius aku milih lora & sham bkn sm dhafin-_-
goodnovel comment avatar
Mifta Nur Auliya
Nah gini mau nerima orang baru lora,,semangat menyongsong kehidupan baru dengan orang baru,dan lupakan masa lalu
goodnovel comment avatar
Zidan Kasan
ok thor, tetap semangat, dan aku sangat setuju lora memilih grisham, biar ada kekurangan tapi grisham laki" setia dan penyayang juga hebat, jadi cocok bersanding sama lora yg baik dan lembut
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   263. Calon Istri

    Lora tidak langsung menjawab, melainkan berusaha mengendalikan debaran jantungnya yang menggila. Ia tak menduga Grissham bisa seromantis ini bahkan tanpa membawa teks.Dalam hati, wanita itu merasa terharu sekaligus dicintai sebegitu dalamnya. Sebelum menjawab, Lora mengalihkan tatapan ke arah orang tuanya. Mereka mengangguk kompak seakan memberi isyarat agar dirinya segera menjawab. Ia kembali menatap Grissham sambil menarik napasnya.“Bismillahirrahmanirrahim…. Dengan restu Ayah sama Ibun dan seluruh keluarga besar, aku bersedia menikah denganmu, Kak Sham,” ujarnya disertai senyuman.Seruan syukur terucap bebarengan hingga terdengar memenuhi ruangan. Lora menghembuskan lega, berhasil menyelesaikan bagiannya dengan lancar tanpa terbata-bata. Selanjutnya, ada pertukaran cincin. MC pun memanggil seseorang yang bertugas membawakan cincin itu. Tak lama, datanglah seorang gadis kecil berusia sekitar sepuluh tahun yang merupakan anak dari sepupu pertama Lora. Di tangannya membawa kotak

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-12
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   264. Ajarkan Aku Mencintaimu

    “Apa kau bahagia hari ini, Lora?” tanya Grissham menatap Lora yang tengah memandang ke arah langit malam.Keduanya sekarang ini duduk di salah satu kursi panjang taman samping mansion yang luas. Masih dengan memakai baju batik couple serta riasan yang belum di hapus.“Iya, aku bahagia, sangat.” Lora menatap Grissham sejenak disertai senyum manis lalu kembali menatap ke atas. “Jujur, ini pertama kalinya aku berada di momen ini. Dan aku merasa… berharga.”Grissham mengerutkan keningnya. “Pertama kali? Memangnya saat bersama Dhafin dulu kau tidak….” Ia langsung menghentikan perkataannya melihat Lora yang langsung melunturkan senyum. “Ah, iya, aku lupa.”Lora kembali menatap Grissham dengan wajah sedikit murung. “Kakak kan tau sendiri gimana pernikahanku sama Mas Dhafin. Mana ada acara lamaran kayak gini?”Grissham menjadi tidak enak. “Maaf, Lora, aku benar-benar lupa tentang itu.”Lora kembali mengulas senyuman. “Nggak papa. Makasih, ya, Kak, udah datang kemari dan menunjukkan keseriusa

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-13
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   265. Lunch Bersama

    “Assalamu'alaikum, Lora, calon istriku.”Lora yang semula fokus pada laptop mengangkat kepalanya lalu menyunggingkan senyum begitu melihat seseorang yang baru saja masuk. “Waalaikumsalam, Kak Sham.”Grissham berjalan menghampiri Lora yang duduk di kursi kerja dan berdiri di seberangnya. Ia menumpukan tangannya di atas meja dengan sedikit mencondongkan tubuh. “Tampaknya kau sangat sibuk. Apa kau sedang banyak pekerjaan, hm?” tanyanya.“Cuma ngecek laporan keuangan bulanan aja sih. Ini udah selesai kok.” Lora mengeluarkan semua tab dalam laptopnya lantas menekan tombol ‘Shutdown’ untuk menonaktifkan.Grissham tersenyum lebar dan menegakkan tubuhnya. “Baguslah, aku ingin mengajakmu makan siang bersama.”Lora menutup laptopnya setelah memastikan benar-benar mati. Ia beranjak dari duduknya lalu mendekati Grissham. “Boleh, mau makan dimana?”“Di sini saja agar tidak jauh-jauh. Untuk apa makan di luar kalau kita sendiri mempunyai restoran?” Grissham menggandeng tangan Lora, mengajak keluar

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-14
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   266. Perlakuan Manis

    Lora bergidik ngeri padahal Grissham mengatakannya dengan suara tenang seperti biasa. Namun, entah kenapa ia merasa merinding ketika mendengarnya. Seperti ada ancaman tersirat di dalamnya. Ia menggelengkan kepala dan memilih segera menghabiskan makanannya yang tersisa sedikit. Grissham tersenyum kecil melihat respon calon istrinya ini. Ia meletakkan sendok dan garpu ke dalam piringnya yang sudah kosong lantas mendorong ke tengah meja. Dengan tangan yang terlipat di atas meja, Grissham menatap Lora lekat-lekat. Ia memperhatikan setiap gerakan kecil wanita itu yang selalu menarik di matanya. Lora yang merasa ditatap pun menjadi salah tingkah dibuatnya meski sudah sering. Kepala tertunduk menghindari bertemu pandang dengan Grissham. “A-apaan sih, Kak? Kenapa menatapku seperti itu?” Grissham tidak menjawab melainkan mengulurkan tangannya lalu mengusap sudut bibir Lora yang terdapat sisa makanan. “Bibirmu sedikit belepotan. Rupanya kau tidak pernah berubah, ya.” Sontak, tubuh Lora m

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-14
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   267. Gosipan dalam Kamar Mandi

    “Ikut! Mau ikut!”“Kalian di rumah aja sama Mbak, ya, sama Tante Oren juga,” ujar Lora melarang dengan halus.Si kembar dengan kompak menggeleng bersamaan. Mereka semakin mengeratkan pelukannya pada Grissham yang sudah berlutut. Keduanya tampak gelendotan tak ingin dilepas.“No! No! Mau ikut Mama ma Ayah.”“Pokokna ikut!”Lora menghembuskan napas kasar. Inilah alasannya ia jarang keluar rumah di malam hari. Dua bocilnya pasti akan ikut mengekor. Kalau keluarnya untuk bersenang-senang, Lora tidak masalah. Lah, ini ia akan menghadiri acara yang tidak memungkinkan membawa mereka ikut serta.Wanita itu merendahkan tubuhnya, berjongkok menyamakan tinggi dengan mereka. Ia mengusap belakang kepala Zora dan Azhar bergantian.“Sayang, Mama sama Ayah itu pergi ke acara bisnis, bukan untuk bersenang-senang. Kalian kalau ikut pasti akan bosan banget,” ucapnya memberi pengertian walaupun mereka belum mengerti apa itu acara bisnis.“Mama kelja?” tanya Azhar mulai mengendurkan pelukannya dan menata

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-15
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   268. Menerimamu Apa Adanya

    Lora melangkah dengan tenang dan mantap mendekati tiga perempuan muda yang tampak saling menyenggol itu.Ia tersenyum tipis lantas berbelok ke arah wastafel di samping mereka dan mulai mencuci tangannya.“Janda atau perawan, mereka sama-sama wanita. Zaman sekarang perawan rasa janda itu banyak.” Lora menatap lewat pantulan cermin. Ketiganya terlihat pias tanpa mampu membalas dan menatap balik. Entah kemana keberanian mereka tadi kala menghina dirinya. Rupanya mereka hanya berani berbicara di belakang.Lora mengambil tisu dan mengusap tangannya. Ia menghadapkan tubuhnya ke arah mereka. “Hati-hati dalam berkomentar, biasanya balik ke diri sendiri.”Setelah mengatakan itu, Lora menyunggingkan senyum tipis dan berbalik badan. Tangannya membuang bekas tisu lalu mulai melangkahkan kaki keluar dari kamar mandi.“Lora.”Pemilik nama yang dipanggil itu terlonjak kaget dan langsung menoleh ke arah sumber suara. Tak jauh dari posisinya, ada Grissham yang berdiri sambil memasukkan kedua tanganny

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-16
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   269. Dinner Romantis

    Grissham menarik kedua sudut bibirnya membentuk senyuman lebar melihat Lora yang tampak terpukau. Ia menuntun sang tunangan menuju meja makan di area tengah rooftop.Tiba di sana, tangannya menarik kursi hingga siap untuk diduduki oleh Lorai. “Silakan duduk, My Queen.”“Makasih, Kak.” Lora mendaratkan bobot tubuhnya di kursi itu. Ia sangat bahagia mendapatkan perlakuan istimewa yang belum pernah didapatkan sebelumnya.Grissham hanya mengangguk sebagai balasan lantas ikut duduk di kursi seberang. Ia memandang Lora mengedarkan pandangan ke sekeliling terlihat seolah-olah sedang menilai. “Bagaimana? Apa kau menyukainya?”Lora beralih menatap Grissham dan mengangguk antusias. “Bagus banget, Kak. Aku suka. Semua ini Kak Sham yang menyiapkan?”Grissham menganggukkan kepala masih dengan mempertahankan senyumnya. “Sure, spesial untukmu. Sebenarnya malam ini tujuan utamaku itu mengajakmu dinner.”“Oh ya? Terus kita yang ke acara tadi itu ngapain?” tanya Lora heran. Ia pikir Grissham mengajakny

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-18
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   270. Setelah Kita Menikah Nanti

    Lora kembali menatap ke depan dan menghela napas berat. “Di sana banyak banget kenanganku bersama Oma, Kak. Aku nggak tau apakah aku akan sanggup tinggal di sana atau nggak.”Dari jawaban itu, Grissham tahu bahwa Lora keberatan tinggal di sana lagi. “Aku mengerti perasaanmu, Lora. Namun, siapa lagi yang tinggal di sana kalau bukan kita?”“Ada Om Albern.”“Ayah sekarang memang lebih banyak tinggal di sana, tetapi sendirian. Tidak mungkin selamanya akan tinggal sendiri, bukan? Ayah membutuhkanku untuk menemani di hari tuanya.”Lora merenung membenarkan perkataan Grissham. Pak Albern saat ini hanya memiliki Grissham sebagai putra tunggalnya. Terkesan sangat jahat bila tidak menemani beliau dan malah mengikuti keinginan istri.“Sayang, dengarkan aku.” Grissham menepuk tangan Lora membuat sang empunya menoleh. “Rumah itu sudah sepenuhnya milik Ayah yang nantinya akan diwariskan kepadaku.”“Jika kita memilih tinggal di tempat lain, rumah itu akan kosong apalagi jika Ayah telah tiada. Aku ti

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-18

Bab terbaru

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   304. Kolaborasi yang Berbuah Manis

    Waktu terus bergerak ke depan, tak bisa diulang walau hanya satu detik. Hari-hari melaju cepat seolah-olah tak mengenal lelah, membiarkan matahari terbit dan tenggelam tanpa jeda.Hubungan Grissham dan Lora perlahan kembali ke titik terang. Tak ada lagi salah paham yang menyesakkan, tak ada lagi diam-diaman yang mendinginkan hati. Kalimat-kalimat yang sempat tersendat, kini telah mengalir kembali, jujur dan penuh pemahaman. Keduanya saling belajar menurunkan ego dan lebih memilih tenang daripada menang.Grissham mulai menerapkan satu per satu nasihat dari sang ayah. Ia menyampaikan isi hatinya pada Lora dalam sebuah percakapan yang tenang dan terbuka. Lora mendengarkan, lalu mengangguk pelan, seolah mengamini langkah baru mereka.Keduanya pun sepakat untuk lebih fokus pada pekerjaan masing-masing agar bisa mengambil cuti panjang menjelang hari bahagia mereka.Hari-hari selanjutnya dipenuhi oleh kesibukan. Jadwal mereka mulai tumpang tindih, membuat pertemuan menjadi hal yang langka.

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   303. Di Balik Senyum Grissham

    Pak Albern menyunggingkan senyum lebih lebar, bangga melihat kematangan yang mulai tumbuh dalam diri putranya. “Bagus itu,” ujarnya sembari mengangguk. “Kau boleh saja marah, cemburu, atau bahkan mendiamkan Lora. Tapi jangan terlalu lama.” Ia menyandarkan punggung ke sofa, kedua tangannya bertaut di atas paha, ekspresi wajahnya berubah serius namun tetap hangat. “Ingat, Grissham.” “Jagalah baik-baik hubunganmu dengan Lora. Jaga pula komunikasi di antara kalian, walau hanya lewat pesan singkat. Itu sangat penting dalam sebuah hubungan.” Nadanya mengendur, seolah mengajarkan sesuatu yang lahir dari pengalaman panjang hidupnya. “Kelak dalam kehidupan rumah tangga, sembilan puluh persen masalah bisa diselesaikan atau justru bertambah rumit karena komunikasi. Kalau dari awal sudah retak, bagaimana nanti kedepannya?” Pak Albern menoleh, menatap Grissham dengan mata penuh kebapakan. “Kalau ada yang mengganjal di hatimu, ungkapkan semuanya. Bicarakan baik-baik dan cari solusi bersama.”

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   302. Nasehat Seorang Ayah

    Mentari jingga tergelincir ke ufuk barat. Cahaya senja yang meredup memantulkan semburat keemasan di lantai marmer ketika Grissham menapakkan kaki di kediaman keluarga Steward. Langkahnya terlihat gontai, seolah ada beban tak kasat mata yang mengikat kedua kakinya. Gurat kelelahan tergambar jelas di wajahnya yang rupawan tanpa mampu disembunyikan. “Assalamu'alaikum,” ucapnya begitu memasuki rumah. Kebiasaan kecil itu sudah melekat dalam dirinya. Sebuah ajaran sederhana yang diwariskan Lora—katanya, dari almarhum sang nenek. Ia selalu melafalkannya, setiap kali melewati ambang pintu, entah ada orang di dalam atau tidak. Bahkan di kantornya, kebiasaan itu tetap ia lakukan. “Waalaikumsalam.” Grissham tersentak kaget. Langkahnya otomatis terhenti. Suara balasan itu terdengar jelas, membuatnya cepat menoleh ke arah sumbernya. Di sofa ruang tamu, di bawah cahaya temaram senja, seorang pria paruh baya duduk santai. Salah satu kakinya bertumpu pada kaki yang lain, sementara kedua matany

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   301. Jangan Terlena

    Grissham mengangkat kepala perlahan. Tatapannya bertemu dengan Lora, masih dengan wajah yang sedikit mengerut, seperti anak kecil yang baru saja mengakui kesalahan tapi tetap ingin dimengerti.Katakanlah ia kekanak-kanakan. Hanya karena cemburu, dirinya memilih mendiamkan Lora selama tiga hari.Namun... apakah salah jika ia merasa seperti itu? Lora miliknya walaupun belum sepenuhnya. Ia pun punya hak untuk cemburu.Selama ini, Grissham menahan. Selalu berusaha mengalah. Ia memang mengizinkan Lora tetap berhubungan baik dengan mantan suaminya demi anak-anak. Namun, bukan berarti ia tak terluka. Ada bagian dari hatinya yang terasa diabaikan setiap kali melihat Lora tersenyum bersama pria itu.Lora tampak terlalu menikmati kebersamaan mereka seakan lupa bahwa ada hati yang harus dijaga.Karena itulah Grissham memilih bersikap seperti itu, membiarkan jarak terbentang agar Lora menyadari sendiri. Dan nyatanya, wanita itu datang. Tiga hari cukup untuk membuat Lora bertanya-tanya dan akhir

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   300. Cemburunya Grissham

    Ruangan luas nan mewah itu terdiam bisu, seolah ikut menahan napas. Hembusan lembut dari pendingin ruangan menyusup ke sela-sela, membuat udara di dalamnya terasa membeku. Detik demi detik terdengar jelas dari dentingan jarum jam di dinding, mengisi keheningan yang seakan menanti sang pemilik ruangan untuk angkat bicara. Lora duduk diam. Matanya tak berkedip, menatap Grissham lekat-lekat. Tatapan itu menyimpan rasa penasaran yang terus menggelembung di dalam dada. Jemarinya saling menggenggam, mengguratkan kegelisahan yang coba ia redam lewat kehangatan dari dirinya sendiri. Grissham menghembuskan napas panjang. Matanya tak menoleh, tetap terpaku ke satu titik di hadapan, seolah dinding polos itu lebih pantas ia tatap daripada wanita yang duduk di sampingnya. Kedua tangannya bertumpu di lutut, jari-jarinya mengepal lalu mengendur, seirama dengan napas yang berat. “Aku sedang banyak pekerjaan yang harus segera kuselesaikan dalam waktu dekat ini,” ucapnya datar, seperti seda

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   299. Berubah

    Beberapa hari berlalu tanpa terasa. Kini, hanya tersisa dua bulan lagi menuju hari pernikahan Lora dan Grissham.Segala persiapan nyaris rampung, dibantu penuh oleh keluarga besar yang turut antusias menyambut hari bahagia mereka.Gedung hotel megah milik keluarga Kusuma telah dipastikan dan dijadwalkan menjadi tempat berlangsungnya momen sakral itu.Gaun pengantin berpotongan anggun tergantung rapi di balik tirai kaca LaCia Boutique, menanti hari di mana Lora akan mengenakannya. Seragam keluarga pun telah selesai dijahit, lengkap dalam berbagai ukuran. MUA ternama yang menjadi incaran para pengantin sudah dibooking sejak beberapa bulan lalu. Jadwalnya dikunci, tak bisa diganggu gugat.Dan yang tak kalah penting, mereka memutuskan untuk mempercayakan seluruh rangkaian acara kepada wedding organizer profesional. Mulai dari acara siraman hingga resepsi, semua diserahkan kepada tangan-tangan berpengalaman.Rapat demi rapat digelar. Lora dan Grissham selalu hadir, duduk berdampingan den

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   298. Keputusan yang Tak Bisa Diganggu Gugat

    Wajah Bu Anita seketika berubah. Ada gurat kecewa yang perlahan menyusup. Sorot matanya tampak meredup, senyum yang tadi sempat mengembang perlahan menghilang. “Kamu udah memikirkan keputusan ini matang-matang, Nak?” tanyanya pelan dengan mata yang menatap lurus. “Udah, Ma,” jawab Lora dengan lirih tapi tegas. “Bahkan sejak awal aku memilih Kak Sham.” Ia menunduk sejenak, menahan tarikan emosi yang bergolak di dadanya. “Sekali lagi, aku minta maaf, Ma.” Keheningan menggantung beberapa saat. Lora menanti, menebak-nebak reaksi yang akan keluar. Raut datar di wajah Bu Anita membuat pikirannya mulai liar, mencari-cari makna dari setiap helaan napas wanita itu. Ia tahu betul watak ibunya Dhafin. Kini, muncul satu pertanyaan. Apakah keputusan ini akan diterima… atau akan menjadi awal dari jarak yang semakin renggang? Lora menunggu tanggapan Bu Anita dengan sedikit cemas. Melihat dari ekspresinya, sudah pasti beliau akan sangat marah, lalu memaksa agar permintaannya dipenuhi.

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   297. Perhatian yang Timpang

    Pertanyaan itu menggantung di udara. Dhafin tak langsung menjawab, dan dari keheningannya itu saja Lora sudah tahu jawabannya.“Aku nggak menyangkal,” akhirnya Dhafin bicara, suaranya tenang tapi berat. “Tapi itu juga bukan alasan utama. Aku beneran kangen anak-anak. Bukan cuma karena kamu, tapi karena aku ayah mereka.” Ia menarik napas lagi, lalu memalingkan wajah, menatap ke arah rumah tempat tawa si kembar kini terdengar samar. “Kejadian kemarin… bikin aku sadar. Aku nggak cuma kehilangan kamu, tapi juga mereka. Rasanya hampa banget.”Dhafin kembali menatap Lora, sorot matanya kali ini serius dan penuh harap. “Aku nggak minta banyak. Aku cuma pengen kamu izinkan aku tetap ada di hidup mereka. Walau kamu udah punya kehidupan sendiri.”Lora terkekeh pelan, suara tawanya lirih namun mengandung makna. Sudut bibirnya terangkat, tetapi sorot matanya menyiratkan sesuatu yang lebih dari sekadar geli.“Aku dari awal udah membebaskanmu bertemu anak-anak. Aku nggak pernah membatasi,” ujarnya

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   296. Permintaan Maaf

    “Papa!”Dua bocah kembar itu melesat turun dari mobil. Kaki-kaki mungil mereka menapak cepat di jalan setapak.Suara langkah kecil berpadu dengan teriakan riang, menciptakan simfoni rindu yang tak terbendung.Mereka langsung menghambur ke dalam pelukan ayahnya yang berdiri di teras dengan tangan terbuka dan mata yang tampak sedikit berembun.Begitu tubuh kecil itu memeluknya, Dhafin menunduk dan mendekap mereka erat seolah tak ingin melepaskan.Tangannya membelai rambut keduanya, mencium pipi mereka satu per satu dengan tawa kecil yang tertahan. Hatinya mencelos, penuh sesak oleh rasa bersalah yang belum juga reda. Terakhir ia melihat wajah mereka adalah di rumah sakit saat menjenguk ibunya.Sejak pertengkaran panas itu, Lora benar-benar menjauh. Dan ia... hanya bisa menyesali semuanya dalam diam.“Papa kangen banget sama kalian.” Suaranya bergetar, tetapi hangat.Ia mendaratkan ciuman bertubi-tubi di wajah mereka, membuat anak-anak itu tertawa geli sambil memegangi pipi mereka. “Kal

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status