Share

Bab 5: Kapan Kalian Memberiku Cucu?

Sesampainya di rumah, Mark dan Viona melangkah ke dalam dengan suasana yang penuh ketegangan. Hati Viona berdegup tak karuan, rasa berdebar akibat ulah Mark yang telah mengemudikan mobilnya seperti dalam balapan.

Suara mesin mobil yang meraung-raung mengisi telinganya, seakan merobek kedamaian yang dia dambakan. Ketika pintu rumah akhirnya terbuka, Viona melangkah masuk terlebih dahulu, membiarkan langkahnya menghilang dalam kegelapan interior yang mewah.

“Tunggu, Viona!” teriak Mark, suaranya keras dan penuh komando, seolah petir di langit malam. Viona berhenti, tubuhnya terasa kaku di ambang pintu, tapi dia enggan menoleh, membiarkan suaranya mengisi ruang di sekitarnya.

“Ibu meminta kita untuk berkunjung ke rumahnya,” lanjut Mark dengan nada yang seperti es yang retak, “Jika kamu ingin membuat masalah, nanti saja setelah kembali dari rumah orang tuaku.”

Kata-kata Mark seperti belati yang menembus hati Viona. Mereka berada di ambang jurang, hubungan mereka terkatung-katung di tepi kehancuran, dengan percakapan tentang perceraian yang sering menghantui malam-malam mereka yang sepi dan dingin.

Setiap kata Mark seolah merupakan penjara yang mengikatnya pada realitas yang sangat tidak diinginkan.

Viona menatap Mark dengan tatapan kosong yang menyiratkan keputusasaan. Dia ingin menolak ajakan itu, ingin melawan keputusan yang terasa seperti hukuman, tetapi perintah Mark memiliki kekuatan yang tidak bisa dia lawan.

Dengan napas yang tersengal, Viona akhirnya menarik napas dalam-dalam dan berlalu menuju kamar tidurnya.

Dia mengganti pakaian dengan gerakan lambat yang menunjukkan betapa tertekan dan kesalnya dia. Tubuhnya bergetar halus, berusaha menahan gelombang emosi yang mengalir deras.

Ia menghela napas dalam-dalam sebelum akhirnya melangkah keluar dari kamar, meninggalkan perasaan hampa dan terluka yang menekan di dadanya.

Mark, yang telah menunggu di dalam mobil, tampak asyik memainkan jarinya di layar ponsel dengan wajah dingin yang tidak menunjukkan sedikit pun rasa empati.

Begitu Viona memasuki mobil, Mark menatapnya dengan tatapan yang seperti gunung es, keras dan tidak dapat ditembus. “Masuk!” titahnya dengan nada yang tidak memberikan ruang untuk perdebatan.

Viona, merasa seperti terjebak dalam labirin tanpa jalan keluar, berusaha duduk di kursi belakang. Namun, Mark dengan tegas melarangnya, membuatnya harus duduk di kursi depan yang terasa seperti panggung di mana dia harus memainkan perannya.

Viona tidak punya pilihan lain selain memasuki mobil dalam keheningan yang mencekam, tidak dapat mengeluarkan sepatah kata pun.

Mobil sport berwarna abu-abu itu melaju perlahan keluar dari gerbang mansion mewah, seperti binatang buas yang keluar dari sangkar.

Mark, dengan konsentrasi penuh, mengemudikan mobil sambil mendengarkan alunan musik klasik yang mengalun lembut di dalam kabin. Melodi yang tenang kontras dengan ketegangan yang menyelimuti mereka.

Sesekali, Mark melirik ke arah Viona, namun tatapannya hanya sekedar kilasan yang tidak memberikan ruang untuk perbincangan.

Viona, yang duduk dengan tubuh membeku di kursi penumpang, mencoba untuk menyembunyikan perasaan yang meluap di dalam hatinya. Setiap detik terasa seperti rentetan jam pasir yang jatuh dalam lambat, menambah rasa frustrasi yang menggerogoti jiwanya.

Saat mobil melewati jalan-jalan yang sepi, dengan lampu-lampu kota yang berkelap-kelip di kejauhan, suasana di dalam kabin mobil terasa semakin tegang.

Viona hanya bisa menatap keluar jendela, menyaksikan bayangan-bayangan yang melintas dalam gelap, berusaha menenangkan diri di tengah perasaan yang membara.

Mark, yang terus mengemudi dengan penuh ketelitian, tampak tidak terpengaruh oleh suasana yang membelit di sekelilingnya. Setiap gerakan jari di kemudi, setiap perubahan pada kecepatan mobil, menunjukkan betapa dia terfokus pada tugasnya.

Ketika mobil akhirnya mendekati tujuan mereka, rumah megah yang menjadi kediaman orang tua Mark, Viona merasakan beban yang semakin berat di pundaknya.

Rumah tersebut berdiri dengan megah, mencerminkan kemewahan dan tradisi, dan di dalamnya tersimpan banyak kenangan yang kini hanya membuat Viona merasa semakin terasing.

Mark, dengan sikap yang tidak bisa diganggu gugat, tetap memelihara keteguhan dalam setiap gerakannya. Sesaat sebelum mereka memasuki rumah, dia menoleh ke arah Viona dengan tatapan yang penuh perintah.

“Ingat, jangan sekali pun membahas perceraian di depan keluargaku,” peringatnya dengan nada yang penuh ancaman, “mereka tidak tahu apa-apa tentang masalah kita. Jangan membuat mereka kecewa karena keinginan gila kamu!”

Viona, dengan hati yang bergetar dan napas yang tersengal-sengal, hanya bisa mengangguk. “Jangan khawatir,” jawabnya dengan nada lembut namun penuh beban, “Jangan meragukan kemampuan aktingku di depan orang tuamu.”

"Mark! Senang sekali melihatmu! Aku sangat merindukanmu, Mark." Sarah merangkul Mark dengan hangat, kemudian melirik ke arah Viona, agak terkejut tetapi tetap tersenyum, meski senyum itu hanya sekadar senyum semu.

Viona lalu menyapa mertuanya itu, memberikan senyuman kecil, berusaha keras untuk menyembunyikan perasaan yang berkecamuk di dalam hatinya.

“Halo, Ibu. Senang bertemu denganmu,” ucapnya lembut. “Aku akan membuatkan makan malam untuk kita.”

Viona bergegas menuju dapur. Ia melihat banyak sekali bahan masakan yang sudah tersedia di sana.

Ia lantas memotong sayuran dan mengaduk panci. Ingin menyibukkan diri di dalam dapur, alih-alih melupakan kekesalannya pada sikap Mark yang dengan terang-terangan menolak berpisah dengannya.

Ketika makan malam tiba, mereka semua duduk di meja makan besar. Makanan yang disajikan adalah kombinasi sempurna dari tradisi dan sentuhan modern dari tangan Viona. Semua orang menikmati hidangan, dan untuk sejenak, suasana tampak normal.

Namun, saat suasana mulai hangat, Sarah melemparkan sebuah pertanyaan yang membuat udara mendadak terasa berat.

"Mark, Viona, kapan kalian akan memberiku cucu?"

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Voni Oktavia93
gimana mau ngasih anak kalau Mark aja dikeluarin dluar
goodnovel comment avatar
Shera Arista
gk sadar sadar pria ini hmmm....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status