Tak lama Unha datang bersama 5 ekor naga yang merupakan prajurit setia Binis. Ekspresi mereka berubah menjadi geram bercampur ketakutan, mereka salah satu saksi dari kengerian kekuatan Jillian beberapa hari yang lalu. Binis langsung menjelaskan sosok Jillian tapi 5 naga itu masih tampak kebingungan.
“Kalian melihat pertarungan kemarin, bukan? Tuan Jillian adalah Lord of Almighty yang baru. Perintah-Nya, kalian tak boleh menyebarkan kabar ini dan temani Tuan Jillian ke tempat Nows.”
“Kha?” Beberapa naga meraung pelan dengan kebingungan.
Jillian mulai melangkah ke depang dengan sikap angkuh yang menantang, “Apa kalian penakut?”
“Khaaa!” Mereka meraung dengan semangat.
Jillian bergegas naik ke pundak Unha dan mereka pun bersiap untuk terbang. Tapi tiba-tiba di mulut gua 3 balkanji mencegat mereka. Tampang mereka tampang lesu dan sedikit sedih.
“Apa yang terjadi?” tanya Jillian. Tiga ba
Salah seorang naga melangkah maju dari rombongan, ia memiliki tubuh dengan berbidang kotak, dan bahkan moncong rahangnya berbentuk kotak dan lebar. Lengannya berukuran besar dan berotot, tidak seperti lengan naga pada umumnya yang berbentuk kurus. Jillian membayangkan andai naga itu memiliki peran hunter seperti di bumi pastinya naga itu akan menjadi seorang tanker.Unha pun segera menyambut naga itu, mereka terlihat saling bercakap-cakap, tidak ada bahasa Semesta yang terucap, terkadang ada desisan atau raungan pelan.“Khaaa....!!!” Naga bertubuh kekar itu meraung dengan mendongakkan lehernya ke atas dan dengan sangat keras. Satu per satu dari belasan naga di belakangnya melakukan hal yang sama.“Khaaa....!!! Kha....!!!!”Unha pun berbalik dan dalam sekejap para naga mulai diam, mereka bergerak beberapa langkah ke depan, dan semua naga bersujud di depan Jillian.‘Sial!’ kutuk Jillian dalam hati. Bagaimanapun Jil
Unha tiba-tiba bertanya, “Tuan Jillian baik-baik saja?”“Ah, iya.” Jillian tak berniat menceritakan kejadian itu. Ia memang sering mengalami hal-hal aneh dalam hidupnya, mimpi buruk yang sering muncul, luka-luka yang sering sembuh lebih cepat, atau ia yang jarang sekali merasakan lelah. Kejadian tadi pun hanya dianggap angin lalu bagi Jillian.Jillian sedikit berbasa-basi dengan canggung, “Kamu bisa menciptakan gates bukan? Mengapa memilih terbang dari pada menciptakan gates?”“Ya Tuan, gates memberikan waktu yang sangat sikat menuju suatu tempat tapi mana yang dibutuhkan cukup besar. Semakin banyak yang masuk, maka semakin besar energi mana yang dibutuhkan meskipun gates sendiri sudah tercipta. Jadi terbang lebih hemat energi, lagi pula naga memiliki kemampuan terbang yang sangat cepat.” menjawab Unha.Unha terdiam beberapa saat dan mulai berkata-kata dengan sedikit gagap, “Apakah Tuan Jillian sangat
Kesedihan dan rasa bersalah menyelimuti Jillian, dengan berat hati Jillian bangkit dan melanjutkan langkahnya tanpa kata-kata. Balkanji-balkanji yang mengikutinya pun seolah tak ia pedulikan. Hutan pun telah dia lewati dan ia sampai di tempat pembantaian para naga, belasan hingga puluhan naga yang tak terhitung jumlahnya telah menjadi bangkai.Bau busuk mulai tercium tapi tak begitu menyengat, mungkin dalam setiap tubuh para naga ada rune stone yang berharga, tapi Jillian tak peduli. Mengorek bangkai-bangkai itu pasti membutuhkan waktu lebih lama, ia pun hanya berniat membawa senjata Sahura dan sedikit mengucapkan selamat tinggal pada Mika.Setelah beberapa saat berjalan, akhirnya Jillian sampai di depan makam Mika. “Aku janji akan kembali dan akan memberimu pemakaman yang lebih layak, Mika.”Sihir pedang hitam berbentuk claymore tercipta di tangan kanannya. Jillian melangkah ke dekat makam itu kemudian membalik pedang hitam itu dan menancapkannya ke
“Para kesatria bersiap!” teriak Kanta karena merespons kemunculan gate itu. Kepanikan terjadi di suku Seikalija, warganya yang tak mencapai 1500 orang begitu gempar melihat gate ukuran raksasa yang muncul di langit. Sebagian besar panik mengemasi barang-barang mereka, sebagian juga hanya terbengong melihat kengerian gate itu, dan para kesatria yang hanya sekitar 60 orang mulai mengambil senjata-senjata mereka dari dalam tenda-tenda. “Kesatria Seikalija! Siapkan senjata kalian! The Horn, kembalilah ke tenda-tenda kalian!” teriak Kanta dari depan tendanya. Ia pun bergegas masuk ke dalam tenda untuk mengambil kapak merahnya. Ketika keluar ia pun masih meneriakkan perintah yang sama, meminta kesiapan Kesatria Seikalija dan meminta para The Horn untuk menunggu tenang di tenda mereka. Kanta pun sampai di tempat para kesatria berkumpul, masing-masing dari mereka telah memegang senjata, dan rusa-rusa yang menjadi tunggangan andalan mereka pun telah siap. Kant
Dalam sekejap Jillian melewati gate, pandangannya sempat silau oleh cahaya dalam gates. Ada keanehan yang dia alami kali ini, ketika pandangan kaburnya mulai menghilang, tiba-tiba cahaya menyilaukan kembali muncul. Dua kali Jillian merasakan silau cahaya yang mengaburkan pandangannya. Tiga balkanji di belakangnya pun ikut mengucek-ucek matanya karena silau oleh cahaya tadi. Langit tampak cerah dan berawan putih yang indah, bentang hutan luas terlihat tapi jelas berbeda dengan hutan hijau di Lohika. Jillian mulai bertanya-tanya di negara mana ia muncul? Mengapa tak ada asosiasi hunter yang bersiap? Apakah gerbang sebesar ini tak ada yang mendeteksinya? Jillian mulai menolehkan pandangannya ke bawah, sosok-sosok tak asing baginya terlihat, para The Horn dan termasuk sosok Kanta yang berbadan besar itu tengah bersujud pada seorang The Horn. “Sialan!” kutuk Jillian dalam hati. “Mengapa membawaku ke Zalen?” bentak Jillian pada Eryn. Naga itu pun menggerang
Soar melirikkan pandangannya ke bawah— tempat Kanta memanggil. Jillian pun menghilangkan segala pedang claymore yang mengancam dan menarik pedang galdius-nya. Soar pun kembali menatap Jillian seolah-olah sedang menilainya.“Apa niatmu kemari?” tanya Soar.“Aku tidak berniat kemari. Sudah kubilang bahwa naga sialan itu menyesatkanku,” ucap Jillian masih sedikit jengkel.Sorot mata The Horn itu masih tajam, ia langsung menimpal perkataan tadi, “Dan mengapa kau bisa bersama naga itu?”“Cerita itu rumit dan panjang, tapi jika kau ingin mendengarnya, kamu akan mendapatkan kabar tentang Lord of Pollution.”Ekspresi Soar kini berubah, ia terlihat sangat tertarik dengan perkataan Jillian. Soar dan Jillian pun turun dengan anggun. Ketika kaki mereka mendarat di tanah, Kanta dan para The Horn menghampiri. Tiga balkanji pun berlari untuk menghampiri tuannya. Eryn pun mulai bangkit, ia lekas terbang dan men
Lima belas hari setelah kepergian Tim Adam...“Oek..!” Tangis dari Mulan terdengar yang berarti dia telah bangun dari tidurnya. Arina yang sedang memasak di dapur segera bergegas mematikan kompornya dan menuju kamar Mulan. Bayi yang baru genap berumur satu tahun itu tengah duduk menangis di ranjang kecilnya sambil menanti Arina datang.“Kenapa? Ini Mama datang.” Arina pun segera mengendong Mulan untuk menenangkannya.Ia pun mulai bersenandung indah dan berjalan kembali ke dapur untuk menyelesaikan membuat sarapan. Ketika sampai di dapur pun Mulan telah berhenti menangis, kemudian Arina meletakkannya di kursi bayi. Putri kecilnya itu pun telah kembali tersenyum dengan mengemaskan.“Tebak kita sarapan dengan apa?” tanya Arina dengan nada manja untuk anaknya.“Da!” Mulan tersenyum saat menjawab Arina.Tiba-tiba Arina mendengar sebuah kursi di tarik. Saat berbalik karena kaget, ia melihat ayahnya t
Dua puluh enam hari setelah kepergian Tim Adam... Arina adalah perempuan yang suka membaca sejak kecil. Terutama setelah ibu dan kakaknya meninggal, sedangkan ayahnya terlalu sibuk mengurus pekerjaan berserta menutup gate yang muncul di Jepang. Ia pun lebih banyak menghabiskan waktunya dengan membaca buku. Di bangku sekolah menengah pertama dia adalah gadis pintar yang menguasai Bahasa Inggris. Di umur itu pula dia telah membaca sebagian besar dari karya Kenzaburo Oedan Yasunari Kawabata— novelis legendaris Jepang. Salah satu buku yang Arina sukai adalah Kojinteki na Taiken (A Personal Matter) yang ditulis Kenzaburo Oe. Buku itu menceritakan kisah seorang ayah muda yang harus menerima kenyataan bahwa putranya yang baru lahir mengalami cacat mental yang parah. Saat membacanya terkadang Arina merasa bahwa Ayahnya itu adalah si tokoh utama dalam novel itu dan rasa-rasanya Arina sendiri adalah seperti anak yang tak diinginkan lahir. S