“Para kesatria bersiap!” teriak Kanta karena merespons kemunculan gate itu. Kepanikan terjadi di suku Seikalija, warganya yang tak mencapai 1500 orang begitu gempar melihat gate ukuran raksasa yang muncul di langit.
Sebagian besar panik mengemasi barang-barang mereka, sebagian juga hanya terbengong melihat kengerian gate itu, dan para kesatria yang hanya sekitar 60 orang mulai mengambil senjata-senjata mereka dari dalam tenda-tenda.
“Kesatria Seikalija! Siapkan senjata kalian! The Horn, kembalilah ke tenda-tenda kalian!” teriak Kanta dari depan tendanya.
Ia pun bergegas masuk ke dalam tenda untuk mengambil kapak merahnya. Ketika keluar ia pun masih meneriakkan perintah yang sama, meminta kesiapan Kesatria Seikalija dan meminta para The Horn untuk menunggu tenang di tenda mereka.
Kanta pun sampai di tempat para kesatria berkumpul, masing-masing dari mereka telah memegang senjata, dan rusa-rusa yang menjadi tunggangan andalan mereka pun telah siap. Kant
Dalam sekejap Jillian melewati gate, pandangannya sempat silau oleh cahaya dalam gates. Ada keanehan yang dia alami kali ini, ketika pandangan kaburnya mulai menghilang, tiba-tiba cahaya menyilaukan kembali muncul. Dua kali Jillian merasakan silau cahaya yang mengaburkan pandangannya. Tiga balkanji di belakangnya pun ikut mengucek-ucek matanya karena silau oleh cahaya tadi. Langit tampak cerah dan berawan putih yang indah, bentang hutan luas terlihat tapi jelas berbeda dengan hutan hijau di Lohika. Jillian mulai bertanya-tanya di negara mana ia muncul? Mengapa tak ada asosiasi hunter yang bersiap? Apakah gerbang sebesar ini tak ada yang mendeteksinya? Jillian mulai menolehkan pandangannya ke bawah, sosok-sosok tak asing baginya terlihat, para The Horn dan termasuk sosok Kanta yang berbadan besar itu tengah bersujud pada seorang The Horn. “Sialan!” kutuk Jillian dalam hati. “Mengapa membawaku ke Zalen?” bentak Jillian pada Eryn. Naga itu pun menggerang
Soar melirikkan pandangannya ke bawah— tempat Kanta memanggil. Jillian pun menghilangkan segala pedang claymore yang mengancam dan menarik pedang galdius-nya. Soar pun kembali menatap Jillian seolah-olah sedang menilainya.“Apa niatmu kemari?” tanya Soar.“Aku tidak berniat kemari. Sudah kubilang bahwa naga sialan itu menyesatkanku,” ucap Jillian masih sedikit jengkel.Sorot mata The Horn itu masih tajam, ia langsung menimpal perkataan tadi, “Dan mengapa kau bisa bersama naga itu?”“Cerita itu rumit dan panjang, tapi jika kau ingin mendengarnya, kamu akan mendapatkan kabar tentang Lord of Pollution.”Ekspresi Soar kini berubah, ia terlihat sangat tertarik dengan perkataan Jillian. Soar dan Jillian pun turun dengan anggun. Ketika kaki mereka mendarat di tanah, Kanta dan para The Horn menghampiri. Tiga balkanji pun berlari untuk menghampiri tuannya. Eryn pun mulai bangkit, ia lekas terbang dan men
Lima belas hari setelah kepergian Tim Adam...“Oek..!” Tangis dari Mulan terdengar yang berarti dia telah bangun dari tidurnya. Arina yang sedang memasak di dapur segera bergegas mematikan kompornya dan menuju kamar Mulan. Bayi yang baru genap berumur satu tahun itu tengah duduk menangis di ranjang kecilnya sambil menanti Arina datang.“Kenapa? Ini Mama datang.” Arina pun segera mengendong Mulan untuk menenangkannya.Ia pun mulai bersenandung indah dan berjalan kembali ke dapur untuk menyelesaikan membuat sarapan. Ketika sampai di dapur pun Mulan telah berhenti menangis, kemudian Arina meletakkannya di kursi bayi. Putri kecilnya itu pun telah kembali tersenyum dengan mengemaskan.“Tebak kita sarapan dengan apa?” tanya Arina dengan nada manja untuk anaknya.“Da!” Mulan tersenyum saat menjawab Arina.Tiba-tiba Arina mendengar sebuah kursi di tarik. Saat berbalik karena kaget, ia melihat ayahnya t
Dua puluh enam hari setelah kepergian Tim Adam... Arina adalah perempuan yang suka membaca sejak kecil. Terutama setelah ibu dan kakaknya meninggal, sedangkan ayahnya terlalu sibuk mengurus pekerjaan berserta menutup gate yang muncul di Jepang. Ia pun lebih banyak menghabiskan waktunya dengan membaca buku. Di bangku sekolah menengah pertama dia adalah gadis pintar yang menguasai Bahasa Inggris. Di umur itu pula dia telah membaca sebagian besar dari karya Kenzaburo Oedan Yasunari Kawabata— novelis legendaris Jepang. Salah satu buku yang Arina sukai adalah Kojinteki na Taiken (A Personal Matter) yang ditulis Kenzaburo Oe. Buku itu menceritakan kisah seorang ayah muda yang harus menerima kenyataan bahwa putranya yang baru lahir mengalami cacat mental yang parah. Saat membacanya terkadang Arina merasa bahwa Ayahnya itu adalah si tokoh utama dalam novel itu dan rasa-rasanya Arina sendiri adalah seperti anak yang tak diinginkan lahir. S
Arina duduk di kursi belakang mobil dan di depannya yang mengemudi adalah sekretaris kesayangan ayahnya, Sekretaris Toyoka. Ia adalah seorang pria paruh baya namun lebih muda dari pada ayahnya. Ia telah bekerja pada ayahnya sejak Arina kecil, dia juga seorang hunter, dan kini juga sering menemani ayahnya masuk ke dalam gate.Sejujurnya Arina sedikit canggung oleh laki-laki itu, sejak dulu Sekretaris Toyoka selalu saja datang dengan perintah buruk dari ayahnya. Sama seperti terakhir kalinya saat dulu ia menelepon, memintanya pergi jauh dari Jepang, dan memintanya untuk bekerja di WH Organization. Tapi rasanya Arina telah memaafkan sikap laki-laki itu yang selalu dingin.Selama perjalanan mereka pun tak berbicara sedikit pun, Mulan yang duduk dalam pangkuan Arina pun telah tertidur. Andai bukan karena rasa bahagianya membayangkan bertemu suaminya, pastinya Arina telah bosan.Ketika SMP, Arina pernah mendengar ada taman bunga mawar yang luas dan indah di Kota Naras
“Di mana, Jillian?” Air mata mulai mengalir di pipi Arina, hatinya hancur ketika melihat gate telah tertutup. Kebahagiaan dan rasa rindunya telah berubah menjadi bayangan buruk yang menimpa Jillian. Ponselnya terjatuh, ia tak memedulikan panggilan William di telepon, dan ia tak tahu harus menenangkan putrinya bagaimana. Arina tak memiliki kebahagiaan sedikit pun saat itu juga, hatinya sungguh hancur bahkan tak tahu harus berucap seperti apa untuk menenangkan Mulan.Arina bangkit dengan menggendong Mulan yang menangis. Ia mulai melangkah maju. Meski tiap langkahnya begitu berat, ia melewati semua orang yang terdiam di sana. Dua peti mati dan dua hunter yang pulang adalah kabar buruk yang mengagetkan bagi semua orang. Setelah melewati beberapa huter dan polisi yang berjaga di sana, akhirnya Arina berhasil menghadang barisan elf, dan yang berada di baris terdepan itu adalah Elma.“Di mana Jillian!” Arina bertanya dengan sangat panik.Elma di
Keesokan paginya, Arina terperanjat bangun karena merasa dirinya bangun kesiangan. Ia bergegas mengambil ponselnya di meja untuk mengecek jam, tapi ponselnya mati. Ia pun bersyukur ketika ingat bahwa ponselnya terjatuh atau hilang karena kemarin dia sempat panik. Mulan masih terlelap dalam tidurnya, tadi malam pun putrinya tidak bangun atau menangis sekali pun. Sungguh Arina merasa terlambat untuk membuat sarapan dan ia pun bergegas keluar kamar. Ia sedikit kaget ketika menjumpai Anatasia di tangga.“Aku harus segera membuat sarapan,” ucap Arina pada Anatasia.“Santailah Arina, Ayahmu sudah mengurus soal sarapan. Maaf sepertinya aku menginap lagi di sini.”“Tak apa-apa, aku senang kamu tinggal di sini. Apa Issac juga di sini?”“Ya, dia sedang berbicara dengan Ayahmu tentang konferensi pers nanti.”“Aku ingin sedikit bertanya pada Issac.”“Tentu, tapi marilah kita sarapan dahul
Meski ini kedua kalinya para elf menaiki kendaraan dan menikmati pemandangan jalan di Tokyo, mereka masih memancarkan kekaguman pada kota tersebut. Tak dipungkiri segala aspek perkotaan di Manaearth dan di Anora sangat berbeda. Bahkan jika nantinya dibandingkan dengan kota-kota di Frat, kota di Manaearth lebih terlihat modern.Di samping Elma, Komandan Ebr pun duduk dengan menghadap ke jendela, dan Elma yakin bahwa komandan itu tengah mengagumi keindahan kota meski tampangnya terlihat penuh kewaspadaan. Bus mulai berhenti di sebuah gedung berbentuk kubah yang sangat besar dan berhenti tepat di depan puluhan wartawan yang menanti.Seorang bersetelan jas hitam yang sedari tadi menemaninya mulai berdiri dan memberitahukan untuk segera turun. Elma dan Komandan Ebr pun melangkah berdua di paling depang, satu per satu enam belas kesatria elf di bis itu juga turun. Mereka menembus wartawan tanpa satu kata pun, cahaya kamera terus menembaki mereka, pertanyaan-pertanyaan terus