Dua puluh enam hari setelah kepergian Tim Adam...
Arina adalah perempuan yang suka membaca sejak kecil. Terutama setelah ibu dan kakaknya meninggal, sedangkan ayahnya terlalu sibuk mengurus pekerjaan berserta menutup gate yang muncul di Jepang.
Ia pun lebih banyak menghabiskan waktunya dengan membaca buku. Di bangku sekolah menengah pertama dia adalah gadis pintar yang menguasai Bahasa Inggris. Di umur itu pula dia telah membaca sebagian besar dari karya Kenzaburo Oe dan Yasunari Kawabata— novelis legendaris Jepang. Salah satu buku yang Arina sukai adalah Kojinteki na Taiken (A Personal Matter) yang ditulis Kenzaburo Oe.
Buku itu menceritakan kisah seorang ayah muda yang harus menerima kenyataan bahwa putranya yang baru lahir mengalami cacat mental yang parah. Saat membacanya terkadang Arina merasa bahwa Ayahnya itu adalah si tokoh utama dalam novel itu dan rasa-rasanya Arina sendiri adalah seperti anak yang tak diinginkan lahir.
S
Arina duduk di kursi belakang mobil dan di depannya yang mengemudi adalah sekretaris kesayangan ayahnya, Sekretaris Toyoka. Ia adalah seorang pria paruh baya namun lebih muda dari pada ayahnya. Ia telah bekerja pada ayahnya sejak Arina kecil, dia juga seorang hunter, dan kini juga sering menemani ayahnya masuk ke dalam gate.Sejujurnya Arina sedikit canggung oleh laki-laki itu, sejak dulu Sekretaris Toyoka selalu saja datang dengan perintah buruk dari ayahnya. Sama seperti terakhir kalinya saat dulu ia menelepon, memintanya pergi jauh dari Jepang, dan memintanya untuk bekerja di WH Organization. Tapi rasanya Arina telah memaafkan sikap laki-laki itu yang selalu dingin.Selama perjalanan mereka pun tak berbicara sedikit pun, Mulan yang duduk dalam pangkuan Arina pun telah tertidur. Andai bukan karena rasa bahagianya membayangkan bertemu suaminya, pastinya Arina telah bosan.Ketika SMP, Arina pernah mendengar ada taman bunga mawar yang luas dan indah di Kota Naras
“Di mana, Jillian?” Air mata mulai mengalir di pipi Arina, hatinya hancur ketika melihat gate telah tertutup. Kebahagiaan dan rasa rindunya telah berubah menjadi bayangan buruk yang menimpa Jillian. Ponselnya terjatuh, ia tak memedulikan panggilan William di telepon, dan ia tak tahu harus menenangkan putrinya bagaimana. Arina tak memiliki kebahagiaan sedikit pun saat itu juga, hatinya sungguh hancur bahkan tak tahu harus berucap seperti apa untuk menenangkan Mulan.Arina bangkit dengan menggendong Mulan yang menangis. Ia mulai melangkah maju. Meski tiap langkahnya begitu berat, ia melewati semua orang yang terdiam di sana. Dua peti mati dan dua hunter yang pulang adalah kabar buruk yang mengagetkan bagi semua orang. Setelah melewati beberapa huter dan polisi yang berjaga di sana, akhirnya Arina berhasil menghadang barisan elf, dan yang berada di baris terdepan itu adalah Elma.“Di mana Jillian!” Arina bertanya dengan sangat panik.Elma di
Keesokan paginya, Arina terperanjat bangun karena merasa dirinya bangun kesiangan. Ia bergegas mengambil ponselnya di meja untuk mengecek jam, tapi ponselnya mati. Ia pun bersyukur ketika ingat bahwa ponselnya terjatuh atau hilang karena kemarin dia sempat panik. Mulan masih terlelap dalam tidurnya, tadi malam pun putrinya tidak bangun atau menangis sekali pun. Sungguh Arina merasa terlambat untuk membuat sarapan dan ia pun bergegas keluar kamar. Ia sedikit kaget ketika menjumpai Anatasia di tangga.“Aku harus segera membuat sarapan,” ucap Arina pada Anatasia.“Santailah Arina, Ayahmu sudah mengurus soal sarapan. Maaf sepertinya aku menginap lagi di sini.”“Tak apa-apa, aku senang kamu tinggal di sini. Apa Issac juga di sini?”“Ya, dia sedang berbicara dengan Ayahmu tentang konferensi pers nanti.”“Aku ingin sedikit bertanya pada Issac.”“Tentu, tapi marilah kita sarapan dahul
Meski ini kedua kalinya para elf menaiki kendaraan dan menikmati pemandangan jalan di Tokyo, mereka masih memancarkan kekaguman pada kota tersebut. Tak dipungkiri segala aspek perkotaan di Manaearth dan di Anora sangat berbeda. Bahkan jika nantinya dibandingkan dengan kota-kota di Frat, kota di Manaearth lebih terlihat modern.Di samping Elma, Komandan Ebr pun duduk dengan menghadap ke jendela, dan Elma yakin bahwa komandan itu tengah mengagumi keindahan kota meski tampangnya terlihat penuh kewaspadaan. Bus mulai berhenti di sebuah gedung berbentuk kubah yang sangat besar dan berhenti tepat di depan puluhan wartawan yang menanti.Seorang bersetelan jas hitam yang sedari tadi menemaninya mulai berdiri dan memberitahukan untuk segera turun. Elma dan Komandan Ebr pun melangkah berdua di paling depang, satu per satu enam belas kesatria elf di bis itu juga turun. Mereka menembus wartawan tanpa satu kata pun, cahaya kamera terus menembaki mereka, pertanyaan-pertanyaan terus
Suasana ruang konferensi pers pun riuh seketika, lontaran-lontaran pertanyaan terus diajukan tapi tak satu pun dijawab oleh Issac Hamis. Sebenarnya Elma tahu semua jawaban itu, tapi ia juga setuju pada sikap Issac Hamis yang tak menjawab. Jika jawaban yang didapat hanya menimbulkan kegemparan dan keresahan massal, lebih baik tak disampaikan saja jawaban itu.“Kami harap tenang,” Shido Katsuko mengambil alih podium dan seketika para wartawan menjadi bungkam.“Aku persilahkan perwakilan elf untuk menyampaikan informasi mereka.”Elma langsung berdiri, ia merasa semua mata tertuju padanya dalam setiap langkah menuju podium.Ia berbalik untuk menghadap dan berbicara, “Perkenalkan, namaku Elma...”Pandangan Elma fokus ke depan, tapi tak sengaja ia melihat Arina, dan mereka pun saling bertatapan untuk sejenak. Perempuan itu sepenuhnya berubah tapi tidak untuk perasaan Elma.“Beberapa orang telah mengenalku,
Sejak siang itu media gempar dan terus membicarakan hasil konferensi pers tersebut. Seluruh dunia merasa kehilangan, mereka berduka pada Tim Adam yang meninggal, mereka khawatir pada Jillian dan Mika yang menghilang, dan mereka mempertanyakan keadaan Wylus yang sedang dirawat di Frat.Banyak media yang terus mengkritik keputusan Jillian, bagaimana pun keputusan Jillian berdampak buruk pada Tim Adam dan bahkan pada dunia per-hunter-an. Jepang, Inggris, Prancis, dan Israel kehilangan hunter terkuat mereka.Di televisi yang menyala, seorang pembawa berita tengah menyampaikan analisis kekuatan Tim Adam kini. “Jika ke lima hunternya dianggap tidak mampu bertugas, mungkinkah posisi kosong Tim Adam akan diisi oleh beberapa hunter dari Tim Henokh? Mungkinkah Issac Hamis akan memimpin Tim Adam kelak? Simak pendapat dari Hunter Eric Novic setelah pesan-pesan berikut.”Arina yang sedang menggendong Mulan, melihat William yang mematikan televisi dengan kesal.
Mobil berhenti di sebuah kompleks gedung perindustrian yang luas, Arina tak asing dengan tempat ini, dan mereka telah sampai di Departemen Penanggulangan Gates Nasional. Bangunan-bangunan di sana lebih mirip dengan hanggar pesawat yang memiliki bentuk atap melengkung yang lebar.Mulan yang ada dalam gendongan Arina, terlihat terpana dengan kemegahan bangunan di sana.“Bagus bukan?” bisik Arina pada Mulan.Kemudian pintu hanggar yang sangat besar mulai terbuka, seorang yang tak asing di mata Arina mulai terlihat. Mitshuhiro tampak berpenampilan seperti sebelumnya, celana dan bajunya tampak kusut, raut wajahnya seperti orang yang kurang tidur, dan rambutnya acak-acakan seperti tak pernah mandi. Yang membuatnya sedikit berbeda kali ini hanya jas laboratorium putih yang dia kenakan.Ia langsung menghampiri kami dan berjabat tangan, “Aku sudah menunggu kalian, selamat datang. Oh Mulan, manis sekali bayi ini.”“Maaf membawa
Arina dan Elma saling menghentikan langkah dan rombongan pun perlahan meninggalkan mereka. Ada beberapa hal yang menganjal dan ingin ia tanyakan pada Elma. Rasa-rasanya elf itu punya rencana yang dirahasiakan atau mungkin cerita dan informasi yang tak di ungkap tentang Jillian. “Apa mungkin Jillian kembali?” Arina mengulangi pertanyaannya sama seperti ketika konferensi pers. “Mungkin. Tapi cara dia kembali mungkinkah terjadi?” Elma menjawab dengan nada yang berbeda dibandingkan saat di konferensi pers. Mendengar jawaban itu, Arina sedikit terkejut. Sedangkan Mulan mulai mengintip ke sumber suara itu dengan memberanikan diri. Arina benar-benar tak mengerti pemikiran Elma, di satu sisi seolah-olah elf itu ingin membantu tapi di sisi lain terkadang seperti tak ingin membantu. “Dengarlah, satu-satunya cara Jillian pulang adalah dengan dia menciptakan gate itu sendiri,” kata Elma. Jawaban itu terdengar pahit bagi Arina, tak ada satu pun manusia yan
“Kita harus pergi ke sana,” ucap Jillian yang langsung melepaskan pelukannya. Akan tetapi, genggaman tangan Arina semakin kencang mencengkeram baju Jillian.“Aku mohon, jangan pergi,” ucap Arina yang menahan Jillian untuk bergerak. Dia mendongakkan kepalannya dengan mata yang berkaca-kaca.“Kamu baru pulang. Kamu belum ada sehari di sini. Biarkan WH Organization yang mengurusnya. B-bahkan kamu tak memilik tim lagi, Sayang. A-aku khawatir kamu pergi sendiri,” ucap Arina mencari-cari alasan.Jillian menghela nafasnya, ia tiba-tiba senang melihat Arina yang penuh kepedulian. Akan tetapi, ia juga sedikit merasa bersalah karena membuat Arina khawatir. Beberapa ucapan istrinya benar, ia baru saja pulang dan lagi pula ia tak memiliki sebuah tim.“Apa ada kabar dari WH Organization?” tanya Jillian pada William.“Aku belum mendapat kabar jika mereka akan bergerak. Mereka baru saja kehilangan Eric Novic,
William menangis tanpa tersedu-sedu ketika mendengar cerita tentang Mika yang tewas. Air matanya hanya mengucur dengan deras, dia mencoba tetap tegar di hadapan Jillian, meski tak dipungkiri bahwa dia sangat merasa kehilangan atas Mika.“Maaf, aku tak bisa menyelamatkannya,” ucap Jillian yang masih merasa bersalah.“T-tidak, Bos. Ini bukan salahmu.” William mulai mengusap air matanya.“Jadi bagaimana soal Rusia, Anatasia, dan Issac?” tanya Jillian.Ponsel William tiba-tiba berdering, dengan masih mengusap sisa air matanya Willliam mengangkat panggilan di teleponnya. “Permisi, Bos. Ini dari Edbert.”Arina terlihat kembali bersedih, dia menempelkan tubuhnya pada suaminya. Jillian pun mulai merangkul Arina karena merasakan kesedihan istrinya. Jadi, ia mengecup rambut Arina. “Tak apa-apa,” bisik Jillian.“Tapi bagaimana dengan Ana dan Issac? Aku khawatir,” ucap Arina yang me
Anatasia bergegas lari ke belakang untuk menghampiri Presiden Alferov. Ia menyapanya dengan rasa kekhawatiran, “Tuan Presiden, apa yang sedang Anda lakukan di sini?”Presiden Alferov telah mengenakan pakaian hunternya, Anatasia tahu bahwa dulunya dia seorang hunter juga. Dia melepaskan helm hunter-nya. “Aku juga seorang hunter, Nona Prikodov.”“Tapi, tempat ini sangat berbahaya,” tutur Anatasia.“Di sini tempat terakhir kita bertahan. Kita gagal di sini, Rusia tidak akan terselamatkan. Apa kau pikir aku sudi berlarian dan bersembunyi dari kejaran monster?” ucap Presiden Alferov. Dia kemudian berbalik dan menghadap ke ribuan hunter lainnya.“Kita adalah hunter! Kita akan melawan!” teriak Presiden Alferov membangkitkan semangat juang setiap hunter di sana. Akan tetapi kehadiran Presiden Alferov membuat Antasia menjadi khawatir.Anatasia bergegas berbalik ke garis terdepan, ia mencari seseora
Lev Mashkov mengetuk pintu dan segera membuka pintu ruangan Presiden Alferov. Ia berdiri di hadapan Presiden Alferov yang sedang memandang layar gadgetnya, ia yakin presiden itu sama stresnya memikir bencana yang sedang melanda negara Rusia.“Aku kemari untuk melaporkan situasinya,” ucap Lev Mashkov.Presiden itu mulai memandang Lev Maskhov untuk mendengarkannya, “Apa sangat buruk?”“Dengan Alyesye Prikodov, kita baru saja kehilangan 4 hunter tingkat S. Zagoskin Prikodov, Artov Koneki, dan Alexander Gurvich.”“Bahkan Zagoskin Prikodov?” Mata Presiden Alferov membulat karena terkejut. Artinya pula hanya menyisakan Anatasia Prikodov sebagai hunter berkemampuan paling tinggi.Lev Mashkov mengangguk, “Kurang dari 4 jam lagi, gerombolan monster akan mencapai perimeter pertahanan di kota Pereslavl-Zalessky. Hal buruk akan terjadi, Tuan Alferov.”“B-bisakah kita menang atau mun
Suara mesin truk di jalan yang kasar membangunkan Anatasia. Bintang di langit malam tampak bergerak dan begitu indah. Langit tampak cerah meski malam masih gelap gulita. Ia mencoba bangkit, tapi kepalanya terasa pening dan badannya terasa remuk.‘Apa yang terjadi?’“S-seorang.” Bibir Anatasia terasa berat untuk berkata-kata.“Dia bangun. Kau baik-baik saja?” Suara seseorang menjawab. Anatasia mengenali suara dan wajah yang kemudian mendekat itu. Dia adalah Nestikov si hunter beastmaster.“Apa yang terjadi?”“Kamu pingsan, Nona Anatasia,” jawab Nestikov.“Di mana yang lain?” Anatasia mencoba bangkit tapi seluruh tubuhnya terasa kaku.Nestikov menjawab dengan raut wajah penuh kesedihan. “Kami semua mundur sesuai perintahmu. Ledakkan itu... menewaskan Pavel dan Grigory.”Perasaan Anatasia terasa tertusuk sangat dalam. Ia tak menyangka telah k
Mobil kembali melaju dengan kencang. Satu per satu monster babau mulai datang, dengan sigap Anatasia dan lainnya mengalahkan monster setengah kelelawar itu. Mereka belum terlihat kewalahan, akan tetapi gerak mobil tiba-tiba berkelok-kelok, dan Pytor diserang seekor monster babau tanpa bisa melawan.“Pytor!” teriak Anatasia.“Tolong aku!” Tubuh Pytor hampir tertarik keluar, genggamannya di setir telah terlepas. Dengan cepat, Anatasia menembakkan anak panahnya dan mengenai monster babau yang mencoba menarik tubuh Pytor.Brug! Mobil menabrak sebuah tiang listrik di pinggir jalan. Anatasia dan lainnya terpental dari mobil, sedangkan Pytor jatuh berguling sendirian. Pening dirasakan oleh Anatasia, tapi ia mencoba langsung bangkit.Zagoskin dan Nestikov tampak baik-baik saja, mereka berdua telah bangkit dan menghadapi monster-monster babau yang berdatangan. Sedangkan Pavel Prikodov, Grigory Lesky, dan Zhelesky mulai bangkit. Mereka
#131 Lebih Cepat!Hati Anatasia tertusuk oleh kesedihan yang cukup dalam. Lagi-lagi ia kehilangan seorang rekannya dan bahkan seorang anggota keluarga Prikodov-nya. Ia segera bangkit karena sadar tak bisa terus bersedih, ia menoleh ke arah barisan pasukan undead yang berbaris rapi. Undead itu tak lagi memegang dua tombaknya. Salah satu tombaknya hilang dan pastinya tombak yang menancap pada tubuh Nezhnov Prikodov.Sosok Komandan March kembali terbayang dalam undead itu. Anatasia kembali mengamati dengan serius undead berkuda itu. Ia tak mengenali wajahnya yang telah membusuk tapi dari paras tegapnya saat berkuda sangat mirip dengan Komandan March.‘Tidak mungkin itu Komandan March.’ Undead itu kembali mengangkat tangannya yang memegang tombak. Gerak pasukan undead di belakangnya tiba-tiba berubah, pasukkan undead bertombak mengarahkan tombaknya ke depan, beberapa undead yang lain menarik pedangnya. Ketika undead itu menurunkan tombaknya, ia seperti m
Zagoskin tampak sedang bergulat dengan salah satu monster yang menyerupai ular, Nestikov masih mencabik-cabik undead di baris depan. Zehelesky juga masih menghajar monster-monster yang muncul dengan belatinya. Pavel Prikodov dan Grigory Lesky pun masih menghunuskan tombak dan pedang untuk membunuh para undead. Sedangkan Anatasia, tangannya masih terus menarik tali busur dan menciptakan anak panah, akan tetapi pikirannya tak bisa fokus.‘Di mana Pytor dan Nezhnov Prikodov?’ Anatasia tidak melihat keberadaan mereka berdua.Dua puluh menit pertarungan berlalu, gerombolan monster undead pun tak terlihat berkurang sedikit pun. Puluhan hingga ratusan bangkai monster mulai bertumpuk, tapi gerombolan monster yang muncul dari arah barat tak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Jika gerombolan monster itu menerjang seperti ombak laut, maka artinya para hunter hanya menciduk airnya dan membuangnya ke pasir pantai. Mereka membunuh para undead seperti membasahi pasir
Ivon Zhelesky yang merupakan seorang hunter tanker di tim itu, bersiaga di paling depan dengan perisai besarnya. Di balik tubuh besar Zhelesky, Ivan Nestikov berlari dengan tangan kosong dan menghadang ogre besar itu. Tongkat pemukul ogre itu diayunkan namun Nestikov dengan mudah menghindar.Tangan kosong Nestikov berubah sedikit membesar, lengannya menjadi berbulu putih, dan jemarinya menjadi cakar yang cukup panjang. Ia merupakan hunter dengan class beastmaster jadi wajar sebagian tubuhnya berubah menjadi monster. Ia pun langsung menyerang balik ogre itu. Tak butuh waktu yang lama, cakar-cakar Nestikov mengoyak tubuh ogre itu hingga membunuhnya.Beberapa orang bersorak penuh bangga ketika melihat pertarungan singkat itu. Rasa cemas dan khawatir mereka hilang untuk sesaat. Truk-truk militer pun mulai bergerak pergi meninggalkan warga-warga yang masih terkagum-kagum.“Pergi! Tinggalkan kami! Tempat ini berbahaya!” teriak Anatasia pada kerumunan itu,