“Apakah aku telah mati?”
Gelap. Jillian merasakan seluruh tubuhnya tertimbun oleh tanah. Ia mulai menggerak-gerakkan jari-jarinya dan merasakan tanah yang sedikit basah dan gembur. Perlahan ia menggerakkan lengannya, ternyata tanah yang menimbunnya tak terlalu tebal. Ia merasakan udara berhembus ketika tangannya terangkat.
Kemudian Jillian bangkit dari tidurnya, ia duduk dengan membersihkan tanah di mukanya. Cahaya terang mulai menyilaukan tapi beberapa saat kemudian penglihatannya kembali normal setelah terbiasa dengan suasana terang itu.
Ia mendongak ke atas, langit biru begitu cerah dan indah. Ketika Jillian mengembalikan pandangannya lurus ke depan, ia melihat bentang padang rumput hijau yang luas dan indah. Tanah tersubur dan terindah yang pernah Jillian lihat.
Di sisi kanannya, terdapat serumpun pepohonan, semak, dan berbagai pohon dengan berbeda ukuran. Tak tahu sebabnya, Jillian tertarik untuk menuju tempat itu. Dalam berapa langkah ia
“Oekk,” tangis bayi mulai terdengar.Jillian mulai membuka matanya dan melihat Arina yang sedang mencoba menenangkan Mulan dengan cara menyusuinya.“Apa Mulan membangunkanmu, Sayang?” tanya Arina dengan nada yang sangat lembut dan penuh senyuman. Ia mengenakan deres tanpa lengan dengan motif bunga sakura favoritnya. Sungguh rasanya Arina adalah wanita tercantik bagi Jillian, terlebih lagi ketika ia mengendong Mulan yang masih bayi. Lengkaplah kecantikan dan kebaikan Arina sebagai perempuan sejati.Jillian menggelengkan kepala, tangannya mengisyaratkan Arina untuk datang, “Kemarilah.”Arina pun tersenyum menjawab permintaan Jillian dan bahkan Mulan pun langsung terdiam dari tangisnya. Jillian merangkul Arina dengan penuh kasih sayang dan membiarkan cintanya agar terlelap.“Jillian, berjanjilah agar pulang dengan selamat ke mana pun kamu pergi. Okey?” Arina berkata cukup lirih agar tidak membangunkan Mu
illian terbangun dari tidurnya, ia sedikit bersyukur tidak bermimpi buruk atau bangun dengan sesosok balkanji di sampingnya. Tubuhnya benar-benar terasa pulih, tidak ada luka goresan yang dalam, dan luka dalam yang menyakitkan untuk bergerak kini telah hilang. Ia berjalan ke mulut gua, matahari tampak telah turun dan berada di garis horizon yang berarti hari hampir malam.Sesampainya keluar dari gua, Jillian melihat pemandang sore yang indah di Lohika. Cakrawala tampak penuh dengan hutan hijau yang subur, langit biru yang selalu cerah, dan gunung-gunung berbatu yang menjulang tinggi. Ketika menikmati semua pemandang indah itu, Jillian sadar bahwa di sedang berdiri di sebuah gunung berbatu tertinggi. Dari tempatnya, ia bisa melihat puncak gunung-gunung yang lain berada di bawahnya.Satu hal yang langsung terlintas di benak Jillian, ia tak pernah melihat gunung tertinggi ini dari tempat Mika dimakamkan, dan jika benar berarti jarak dengan lokasi makam itu pasti sangat ja
Binis mulai menceritakan dari hari ketika ia merasakan kehadiran gates— kemunculan Jillian, tapi ia tak tahu bila ada makhluk lain atau makhluk seperti apa yang muncul. Kala itu Binis mendapat kabar bahwa mata-mata musuh sedang mendekat, Unha yang kala itu dekat dengan keberadaan gates merasa penasaran, dan buruknya malah di kejar beberapa naga musuh.“Musuh?” spontan Jillian berucap dan mencocokkan perkataan Binis dengan ingatannya.‘Mungkinkah tiga naga yang menyerang Unha?’ pikir Jillian.“Ya, Tuanku. Lohika sedang dalam masa tegang. Setelah kepergian Lord of Dragon, Raja Naga Uz, yang tak kembali, terjadilah pemberontakan.”Jillian tak ingin tahu atau ikut campur pada masalah mereka. Ia sengaja menyela, “Kala itu... setelah kau menghajar musuh yang mengejar Unha, apakah kamu merasakan kehadiranku?”“Ya, Tuan. Maafkan aku.”Binis melanjutkan ceritanya. Kala itu ia merasakan
Jillian terbangun keesokan harinya, ia menegak habis satu botol airnya, dan memakan setengah kaleng ransum terakhirnya. Ia lekas merangkul tasnya dan mengikat pedang miliki Mika di punggungnya.Tubuhnya telah segar, tenaganya telah pulih, dan tekadnya telah bulat untuk pulang hari ini. Satu rencana pulang yang sederhana, banyak para monster bisa menciptakan sebuah gate, dan ia menduga bahwa Binis bisa membantunya untuk menciptakan gate ke bumi.Saat berbalik, Jillian melihat tiga sosok balkanji itu di mulut gua, mereka membawa buah-buahan segar, dan langsung menghampiri Jillian seperti anak anjing yang bahagia.Mereka meletakan buah-buahan itu. Jillian memungut sebuah buah yang paling kecil dan berkata dalam bahasa Semesta, “Kalian bisa memahamiku?”Para balkanji mengangguk kegirangan.Jillian sengaja mengetesnya dalam bahasa Inggris, “Apa kalian mengerti perkataanku? Kalian mematuhi semua perintahku?”Para balkanji s
Tak lama Unha datang bersama 5 ekor naga yang merupakan prajurit setia Binis. Ekspresi mereka berubah menjadi geram bercampur ketakutan, mereka salah satu saksi dari kengerian kekuatan Jillian beberapa hari yang lalu. Binis langsung menjelaskan sosok Jillian tapi 5 naga itu masih tampak kebingungan.“Kalian melihat pertarungan kemarin, bukan? Tuan Jillian adalah Lord of Almighty yang baru. Perintah-Nya, kalian tak boleh menyebarkan kabar ini dan temani Tuan Jillian ke tempat Nows.”“Kha?” Beberapa naga meraung pelan dengan kebingungan.Jillian mulai melangkah ke depang dengan sikap angkuh yang menantang, “Apa kalian penakut?”“Khaaa!” Mereka meraung dengan semangat.Jillian bergegas naik ke pundak Unha dan mereka pun bersiap untuk terbang. Tapi tiba-tiba di mulut gua 3 balkanji mencegat mereka. Tampang mereka tampang lesu dan sedikit sedih.“Apa yang terjadi?” tanya Jillian. Tiga ba
Salah seorang naga melangkah maju dari rombongan, ia memiliki tubuh dengan berbidang kotak, dan bahkan moncong rahangnya berbentuk kotak dan lebar. Lengannya berukuran besar dan berotot, tidak seperti lengan naga pada umumnya yang berbentuk kurus. Jillian membayangkan andai naga itu memiliki peran hunter seperti di bumi pastinya naga itu akan menjadi seorang tanker.Unha pun segera menyambut naga itu, mereka terlihat saling bercakap-cakap, tidak ada bahasa Semesta yang terucap, terkadang ada desisan atau raungan pelan.“Khaaa....!!!” Naga bertubuh kekar itu meraung dengan mendongakkan lehernya ke atas dan dengan sangat keras. Satu per satu dari belasan naga di belakangnya melakukan hal yang sama.“Khaaa....!!! Kha....!!!!”Unha pun berbalik dan dalam sekejap para naga mulai diam, mereka bergerak beberapa langkah ke depan, dan semua naga bersujud di depan Jillian.‘Sial!’ kutuk Jillian dalam hati. Bagaimanapun Jil
Unha tiba-tiba bertanya, “Tuan Jillian baik-baik saja?”“Ah, iya.” Jillian tak berniat menceritakan kejadian itu. Ia memang sering mengalami hal-hal aneh dalam hidupnya, mimpi buruk yang sering muncul, luka-luka yang sering sembuh lebih cepat, atau ia yang jarang sekali merasakan lelah. Kejadian tadi pun hanya dianggap angin lalu bagi Jillian.Jillian sedikit berbasa-basi dengan canggung, “Kamu bisa menciptakan gates bukan? Mengapa memilih terbang dari pada menciptakan gates?”“Ya Tuan, gates memberikan waktu yang sangat sikat menuju suatu tempat tapi mana yang dibutuhkan cukup besar. Semakin banyak yang masuk, maka semakin besar energi mana yang dibutuhkan meskipun gates sendiri sudah tercipta. Jadi terbang lebih hemat energi, lagi pula naga memiliki kemampuan terbang yang sangat cepat.” menjawab Unha.Unha terdiam beberapa saat dan mulai berkata-kata dengan sedikit gagap, “Apakah Tuan Jillian sangat
Kesedihan dan rasa bersalah menyelimuti Jillian, dengan berat hati Jillian bangkit dan melanjutkan langkahnya tanpa kata-kata. Balkanji-balkanji yang mengikutinya pun seolah tak ia pedulikan. Hutan pun telah dia lewati dan ia sampai di tempat pembantaian para naga, belasan hingga puluhan naga yang tak terhitung jumlahnya telah menjadi bangkai.Bau busuk mulai tercium tapi tak begitu menyengat, mungkin dalam setiap tubuh para naga ada rune stone yang berharga, tapi Jillian tak peduli. Mengorek bangkai-bangkai itu pasti membutuhkan waktu lebih lama, ia pun hanya berniat membawa senjata Sahura dan sedikit mengucapkan selamat tinggal pada Mika.Setelah beberapa saat berjalan, akhirnya Jillian sampai di depan makam Mika. “Aku janji akan kembali dan akan memberimu pemakaman yang lebih layak, Mika.”Sihir pedang hitam berbentuk claymore tercipta di tangan kanannya. Jillian melangkah ke dekat makam itu kemudian membalik pedang hitam itu dan menancapkannya ke
“Kita harus pergi ke sana,” ucap Jillian yang langsung melepaskan pelukannya. Akan tetapi, genggaman tangan Arina semakin kencang mencengkeram baju Jillian.“Aku mohon, jangan pergi,” ucap Arina yang menahan Jillian untuk bergerak. Dia mendongakkan kepalannya dengan mata yang berkaca-kaca.“Kamu baru pulang. Kamu belum ada sehari di sini. Biarkan WH Organization yang mengurusnya. B-bahkan kamu tak memilik tim lagi, Sayang. A-aku khawatir kamu pergi sendiri,” ucap Arina mencari-cari alasan.Jillian menghela nafasnya, ia tiba-tiba senang melihat Arina yang penuh kepedulian. Akan tetapi, ia juga sedikit merasa bersalah karena membuat Arina khawatir. Beberapa ucapan istrinya benar, ia baru saja pulang dan lagi pula ia tak memiliki sebuah tim.“Apa ada kabar dari WH Organization?” tanya Jillian pada William.“Aku belum mendapat kabar jika mereka akan bergerak. Mereka baru saja kehilangan Eric Novic,
William menangis tanpa tersedu-sedu ketika mendengar cerita tentang Mika yang tewas. Air matanya hanya mengucur dengan deras, dia mencoba tetap tegar di hadapan Jillian, meski tak dipungkiri bahwa dia sangat merasa kehilangan atas Mika.“Maaf, aku tak bisa menyelamatkannya,” ucap Jillian yang masih merasa bersalah.“T-tidak, Bos. Ini bukan salahmu.” William mulai mengusap air matanya.“Jadi bagaimana soal Rusia, Anatasia, dan Issac?” tanya Jillian.Ponsel William tiba-tiba berdering, dengan masih mengusap sisa air matanya Willliam mengangkat panggilan di teleponnya. “Permisi, Bos. Ini dari Edbert.”Arina terlihat kembali bersedih, dia menempelkan tubuhnya pada suaminya. Jillian pun mulai merangkul Arina karena merasakan kesedihan istrinya. Jadi, ia mengecup rambut Arina. “Tak apa-apa,” bisik Jillian.“Tapi bagaimana dengan Ana dan Issac? Aku khawatir,” ucap Arina yang me
Anatasia bergegas lari ke belakang untuk menghampiri Presiden Alferov. Ia menyapanya dengan rasa kekhawatiran, “Tuan Presiden, apa yang sedang Anda lakukan di sini?”Presiden Alferov telah mengenakan pakaian hunternya, Anatasia tahu bahwa dulunya dia seorang hunter juga. Dia melepaskan helm hunter-nya. “Aku juga seorang hunter, Nona Prikodov.”“Tapi, tempat ini sangat berbahaya,” tutur Anatasia.“Di sini tempat terakhir kita bertahan. Kita gagal di sini, Rusia tidak akan terselamatkan. Apa kau pikir aku sudi berlarian dan bersembunyi dari kejaran monster?” ucap Presiden Alferov. Dia kemudian berbalik dan menghadap ke ribuan hunter lainnya.“Kita adalah hunter! Kita akan melawan!” teriak Presiden Alferov membangkitkan semangat juang setiap hunter di sana. Akan tetapi kehadiran Presiden Alferov membuat Antasia menjadi khawatir.Anatasia bergegas berbalik ke garis terdepan, ia mencari seseora
Lev Mashkov mengetuk pintu dan segera membuka pintu ruangan Presiden Alferov. Ia berdiri di hadapan Presiden Alferov yang sedang memandang layar gadgetnya, ia yakin presiden itu sama stresnya memikir bencana yang sedang melanda negara Rusia.“Aku kemari untuk melaporkan situasinya,” ucap Lev Mashkov.Presiden itu mulai memandang Lev Maskhov untuk mendengarkannya, “Apa sangat buruk?”“Dengan Alyesye Prikodov, kita baru saja kehilangan 4 hunter tingkat S. Zagoskin Prikodov, Artov Koneki, dan Alexander Gurvich.”“Bahkan Zagoskin Prikodov?” Mata Presiden Alferov membulat karena terkejut. Artinya pula hanya menyisakan Anatasia Prikodov sebagai hunter berkemampuan paling tinggi.Lev Mashkov mengangguk, “Kurang dari 4 jam lagi, gerombolan monster akan mencapai perimeter pertahanan di kota Pereslavl-Zalessky. Hal buruk akan terjadi, Tuan Alferov.”“B-bisakah kita menang atau mun
Suara mesin truk di jalan yang kasar membangunkan Anatasia. Bintang di langit malam tampak bergerak dan begitu indah. Langit tampak cerah meski malam masih gelap gulita. Ia mencoba bangkit, tapi kepalanya terasa pening dan badannya terasa remuk.‘Apa yang terjadi?’“S-seorang.” Bibir Anatasia terasa berat untuk berkata-kata.“Dia bangun. Kau baik-baik saja?” Suara seseorang menjawab. Anatasia mengenali suara dan wajah yang kemudian mendekat itu. Dia adalah Nestikov si hunter beastmaster.“Apa yang terjadi?”“Kamu pingsan, Nona Anatasia,” jawab Nestikov.“Di mana yang lain?” Anatasia mencoba bangkit tapi seluruh tubuhnya terasa kaku.Nestikov menjawab dengan raut wajah penuh kesedihan. “Kami semua mundur sesuai perintahmu. Ledakkan itu... menewaskan Pavel dan Grigory.”Perasaan Anatasia terasa tertusuk sangat dalam. Ia tak menyangka telah k
Mobil kembali melaju dengan kencang. Satu per satu monster babau mulai datang, dengan sigap Anatasia dan lainnya mengalahkan monster setengah kelelawar itu. Mereka belum terlihat kewalahan, akan tetapi gerak mobil tiba-tiba berkelok-kelok, dan Pytor diserang seekor monster babau tanpa bisa melawan.“Pytor!” teriak Anatasia.“Tolong aku!” Tubuh Pytor hampir tertarik keluar, genggamannya di setir telah terlepas. Dengan cepat, Anatasia menembakkan anak panahnya dan mengenai monster babau yang mencoba menarik tubuh Pytor.Brug! Mobil menabrak sebuah tiang listrik di pinggir jalan. Anatasia dan lainnya terpental dari mobil, sedangkan Pytor jatuh berguling sendirian. Pening dirasakan oleh Anatasia, tapi ia mencoba langsung bangkit.Zagoskin dan Nestikov tampak baik-baik saja, mereka berdua telah bangkit dan menghadapi monster-monster babau yang berdatangan. Sedangkan Pavel Prikodov, Grigory Lesky, dan Zhelesky mulai bangkit. Mereka
#131 Lebih Cepat!Hati Anatasia tertusuk oleh kesedihan yang cukup dalam. Lagi-lagi ia kehilangan seorang rekannya dan bahkan seorang anggota keluarga Prikodov-nya. Ia segera bangkit karena sadar tak bisa terus bersedih, ia menoleh ke arah barisan pasukan undead yang berbaris rapi. Undead itu tak lagi memegang dua tombaknya. Salah satu tombaknya hilang dan pastinya tombak yang menancap pada tubuh Nezhnov Prikodov.Sosok Komandan March kembali terbayang dalam undead itu. Anatasia kembali mengamati dengan serius undead berkuda itu. Ia tak mengenali wajahnya yang telah membusuk tapi dari paras tegapnya saat berkuda sangat mirip dengan Komandan March.‘Tidak mungkin itu Komandan March.’ Undead itu kembali mengangkat tangannya yang memegang tombak. Gerak pasukan undead di belakangnya tiba-tiba berubah, pasukkan undead bertombak mengarahkan tombaknya ke depan, beberapa undead yang lain menarik pedangnya. Ketika undead itu menurunkan tombaknya, ia seperti m
Zagoskin tampak sedang bergulat dengan salah satu monster yang menyerupai ular, Nestikov masih mencabik-cabik undead di baris depan. Zehelesky juga masih menghajar monster-monster yang muncul dengan belatinya. Pavel Prikodov dan Grigory Lesky pun masih menghunuskan tombak dan pedang untuk membunuh para undead. Sedangkan Anatasia, tangannya masih terus menarik tali busur dan menciptakan anak panah, akan tetapi pikirannya tak bisa fokus.‘Di mana Pytor dan Nezhnov Prikodov?’ Anatasia tidak melihat keberadaan mereka berdua.Dua puluh menit pertarungan berlalu, gerombolan monster undead pun tak terlihat berkurang sedikit pun. Puluhan hingga ratusan bangkai monster mulai bertumpuk, tapi gerombolan monster yang muncul dari arah barat tak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Jika gerombolan monster itu menerjang seperti ombak laut, maka artinya para hunter hanya menciduk airnya dan membuangnya ke pasir pantai. Mereka membunuh para undead seperti membasahi pasir
Ivon Zhelesky yang merupakan seorang hunter tanker di tim itu, bersiaga di paling depan dengan perisai besarnya. Di balik tubuh besar Zhelesky, Ivan Nestikov berlari dengan tangan kosong dan menghadang ogre besar itu. Tongkat pemukul ogre itu diayunkan namun Nestikov dengan mudah menghindar.Tangan kosong Nestikov berubah sedikit membesar, lengannya menjadi berbulu putih, dan jemarinya menjadi cakar yang cukup panjang. Ia merupakan hunter dengan class beastmaster jadi wajar sebagian tubuhnya berubah menjadi monster. Ia pun langsung menyerang balik ogre itu. Tak butuh waktu yang lama, cakar-cakar Nestikov mengoyak tubuh ogre itu hingga membunuhnya.Beberapa orang bersorak penuh bangga ketika melihat pertarungan singkat itu. Rasa cemas dan khawatir mereka hilang untuk sesaat. Truk-truk militer pun mulai bergerak pergi meninggalkan warga-warga yang masih terkagum-kagum.“Pergi! Tinggalkan kami! Tempat ini berbahaya!” teriak Anatasia pada kerumunan itu,