Share

Bab 4

last update Last Updated: 2024-04-28 21:49:59

"Ina, darimana kamu semalam?" tanya Amin.

"Aku, darimana? Ya, nggak darimana-mana lah paman."

"Bohong! Kamu habis dari rumah Mbah Iwa kan? Ayok, ngaku kamu!" Amin berusaha memojokkan Ina.

Ina mengalihkan pandangan, ia juga gegas menyalakan mobilnya namun cepat sekali Amin mencabut kunci mobil dari luar mobil Ina. "Jawab. Ngapain lagi kamu ketempat Mbah Iwa. Kata kamu kan sudah insaf, kenapa kamu kembali lagi padanya?"

"Paman, diam! Ini urusan aku, bukan urusan paman.  Terserah aku dong mauku gimana, nggak usah ngatur hidup aku!" Ina merampas kembali kunci mobilnya dari tangan Amin dan ia pun melakukan mobilnya.

Amin beristighar, sebelumnya sudah berapa kali ia berusaha mengingatkan Ina untuk bahayanya berurusan dengan hal semacam itu namun Ina sangatlah bebal. Ia malah mengikuti jejak mendiang ayahnya.

"Ina, entah apa yang engkau rencanakan kali ini. Bagaimana pun, aku tak akan membiarkan kau merusak kehidupan siapa pun lagi."

Ina baru saja pulang berbelanja dari kota, ia dengan riang mencoba semua pakaian seksi yang telah ia beli sembari menari-nari di depan cermin almari.

"Apa kurangnya aku? Sudah cantik, seksi, awet muda lagi. Beda jauh lah sama si Galuh yang kucel itu, mana rata lagi. Iwhhh, entah pelet apa yang dia gunakan untuk memikat Angga." Ina bermonolog. "Oh iya, sebentar lagi Angga akan jadi milikku. Tapi, sebelum itu aku mau lihat gimana Galuh menangis karena dicampakkan oleh Angga. Hahaha... Mampus kau Galuh..."

Ina pun keluar dari kamar setelah mendengar Galuh yang sudah pulang dari menjemput Alif di sekolah.

Alif gegas bersembunyi di belakang Galuh setiap kali melihat Ina. "Ma, Alif takut."

"Alif, nggak boleh gitu. Itu Tante Ina, kamu harus sopan."

"Tapi, mukanya seram kayak hantu."

Ina duduk di sofa dengan santai dan menyalakan AC. " Emang ya mulut anakmu itu nggak pernah diskeolahkan apa? Galuh, kapan kamu akan pindah? Capek tahu aku setiap kali denger anakmu itu teriak-teriak nggak jelas tengah malam."

"Maaf, Ka. Entah kenapa Alif sekarang sering kerasukan. Apa mungkin emang bener rumah ini berhantu ya, Ka?"

Mendengar ucapan Galuh, Ina gegas menyorot dengan tatapan tajamnya. "Apa kamu bilang, berhantu? Aku aja yang puluhan tahun tinggal di sini nggak pernah nemu apa-apa. Kamu aja tuh yang nggak bisa jaga diri, kan jadi anakmu yang kena." bentak Ina.

Galuh hanya terdiam dengan ucapan kakaknya itu. Sejak dulu memang begitu, Galuh sudah kenyang dengan segala cacian dan bentakan Ina. Galuh pun meminta Alif untuk pergi ke kamar dan mengganti pakaian setelah meminta maaf pada Ina.

"Sebentar lagi ka, kata Mas Angga palingan seminggu lagi rumah kami jadi, maaf jika kedatangan kami mengganggu ketenangan kakak di sini."

"Nah gitu dong. Capek aku tau! Awas kamu ngadu sama Angga soal ini!" Setelah memberi ancaman pada Galuh, Ina pun beranjak pergi kembali masuk ke kamarnya.

Galuh pergi ke dapur, memasak untuk makan siang kali ini. Baru saja ia selesai measak, tiba-tiba Galuh mendapat telepon dari Amin karena ada sesuatu yang mendadak mengharuskan Galuh pergi dengan Alif ke rumah Amin segera.

"Ka Ina. Nanti kalau Mas Angga nyariin kamu berdua, tolong bilngin kalau kami ke rumah paman!" Galuh memberitahu Ina.

Sebelum azan zuhur menggema, Angga pulang ke rumah sehabis ikut gotong royong bebersih masjid.

"Galuh, Alif... Galuh.." Angga menciba mencari anak dan istrinya karena seharian ia tidak memegang ponselnya sama sekali.

Ina gegas keluar dari kamar dengan senang hati. Ia juga telah menunggu hadir Angga sedari tadi Galuh berpamitan dengannya.

"Angga, kamu nggak kerja?" tanya Ina basa-basi.

"Eh, Ka Ina. Aku kerja malam, Ka. Oh iya, Ka Ina ada lihat Galuh sama Alif nggak? Aku cariin di kamar mereka nggak ada."

"Nggak tahu aku. Tapi, kalau nggak salah sih tadi aku denger Galuh kayak lagi telponan sama laki-laki gitu. Tapi nggak tahu ya sama siapa." Ina pun pergi ke dapur, ia menyingkirkan semua masakan Galuh yang sudah tersedia di atas meja makan.

'Ini kesempatan emas untukku,' gumam Ina.

"Laki-laki?" ucap Angga bingung. Ia pun gegas menuju kamar mandi.

Setelah beberapa menit, Ina telah selesai dengan masakannya dan pula Angga pun sudah selesai mandi dan berpakaian.

"Angga, ayok makan dulu! Kamu pasti laper kan habis gotong-royong." Ina menyajikan beragam makanan di atas meja. Aromanya sungguh menggugah selera Angga yang memang merasa lapar itu.

"Wah, banyak banget ka makanannya," puji Angga.

"Iya, udah cepetan kamu makan nanti keburu dingin. Galuh sama Alif sudah aku sisihkan kok, nannti kalau mereka pulang bisa langsung makan." Ina tersenyum manis.

Angga pun duduk di kursi dan siap menyantap makanan yang telah Ina hidangkan itu. Entah apa yang merasuki Angga hingga ia lupa untuk membaca doa. Dia langsung saja melahap makananya dengan sangat nikmat.

'Makanlah, Angga. Makan sepuasnya! Sebentar lagi ku akan tunduk padaku!' Ina tersenyum culas. Ia tak meninggalkan dapur sampai Angga selesai menghabiskan makanannya.

Makanan yang Angga lahap terasa sangat nikmat, rasanya belum pernah ia makanan-makanan senikmat itu sebelumnya hingga ia makan habis hidangan yang hadir di atas meja. Membuat Ina merasa sangat puas dan bangga.

Angga merasa sangat kenyang, hingga azan zuhur menggema namun Angga rasanya sudah tak sanggup bangkit dari dudukannya, matanya sangat mengantuk hebat.

"Nggak papa Angga, sebaiknya kamu ke kamar pergi tidur! Aku akan bereskan ini semua." Ina mendayukan suaranya.

Angga yang tak pernah melewatkan waktu salat itu tanpa sadar bangkit dari kursinya, bukannya pergi ke masjid ia malah gegas menuju kamar Ina dan merebahkan badannya di sana.

Ina bertepuk tangan menyoraki keberhasilannya. "Lihatlah, Galuh! Suamimu hanya akan menuruti perintahku!"

***

"Gimana paman keadaan Acil(tante/bibi) Adah?" tanya Galuh serius.

"Sepertinya ada yang telah mengirimkan sesuatu, Galuh." Napas Amin tersengal. "Sejak tadi, Adah tak henti-hentinya memanggil namamu Galuh. Makanya paman panggil kamu ke sini."

"Astagfirullah, siapa yang telah tega melakukan ini pada Acil Adah, paman?"

"Entahlah, Galuh. Paman akan cari tahu siapa dalangnya. Sebaiknya kamu sama Alif pulang sekarang, Angga pasti sudah pulang ke rumah."

"Baik, paman. Kalau begitu, Galuh dengan Alif pamit pulang."

Galuh dan Alif pun kembali pulang ke rumah Ina. Dilihatnya sendal Angga yang telah berada di depan rumah menandakan Angga berada di dalam.

"Assalamu'alaikum," ucap Galuh dan Alif.

Tidak ada jawaban. Galuh pun meminta Alif untuk pergi ke kamar, mengecek keberadaan Angga, sedangkan Galuh pergi ke dapur karena ia juga habis berbelanja keperluan dapur. Namun, betapa kecewanya ia setelah melihat semua masakan yang telah ia masak berada di dalam tempat sampah. Galuh menahan isakan tangisnya, mencoba mengolah rasa yang tak dihargai ini. Siapalagi kalau bukan Ina pelakunya.

"Ya Allah, kuatkan Hamba." Sembari meneteskan bulir beningnya, Galuh mencuci semua piring dan mangkok kotor bekas wadah masakannya.

Related chapters

  • Mantra Cinta Kakak Ipar   Bab 5

    Galuh telah menyiapkan baju kerja milik Angga, sedari tadi ia menunggu hadir suaminya yang katanya pergi keluar mencari sesuatu itu. "Dimana Mas Angga, sebentar lagi dia harus segera berangkat kerja." Berulang kali Galuh mencoba menelpon Angga namun sama sekali tak ada satupun panggilan darinya yang dijawab. Suara hentak kaki mendekati kamar, Galuh sudah menduga jika itu adalah suaminya. "Mas, pakaian kamu!" Betapa terkejutnya Galuh karena bukanlah Angga yang datang, melainkan orang lain. "Astagfirullah," ucap Galuh. "E, Galuh. Kamu ada di sini?" tanya lelaki berbadan tinggi dengan rambut yang sedikit ikal itu. Dia adalah Ridwan, sepupunya Ina dan Galuh yang tinggal di Jawa. Ina memang sudah memberitahu Galuh akan hal itu jika sepupu mereka akan datang dan Ina juga memberitahu jika ia pergi untuk menjemput Ridwan ke bandara. "Iya, Ridwan. Baru mau sebulan aku di sini," jawab Galuh. "Oh iya, Kak Ina nya mana?""Nggak tahu aku. Aku ke sini naik ojek tadi. Tapi, Ina ada WA aku katan

    Last Updated : 2024-04-28
  • Mantra Cinta Kakak Ipar   Berita Duka

    Galuh menatap heran pada Ina yang tengah asyik menekan layar gawainya di sofa. Sesekali ia tertawa dan tersenyum ria. Nampak saja kebahagiaan dari sorot dua matanya. "Galuh, ngapain kamu liatin aku kayak gitu? Kenapa, nggak pernah lihat orang yang lagi pacaran, heh? Ke dapur sana, masakin makan malam buat Ridwan!" titah Ina. Galuh hanya mengangguk dan gegas pergi ke dapur. Ia pun mulai memasak. Tiba-tiba Ridwan mendatangi Galuh. "Wih, masak apa nih wangi bener." Ridwan menengok masakan yang masih beradu di dalam panci. Galuh tersenyum simpul. "Masak sop ayam," jawab Galuh. "Enak bener nih. Udah lama banget nggak makan sop ayam pakai kuah telur itik." "Hehe, sebentar lagi matang kok. Kamu tunggu aja dulu." "Siap!" Ridwan pun melenggang dari samping Galuh, ia gegas mengeluarkan gawainya yang berdering. 'Assalamu'alaikum, Paman. Ada apa?' Terlihat Ridwan tengah menempelkan gawainya ke telinga. 'Apa? Baik, Ridwan secepatnya ke sana.' Mendengar ucapan Ridwan dan ekspresi yang beru

    Last Updated : 2024-05-09
  • Mantra Cinta Kakak Ipar   Pemakaman

    Pemakaman dilaksanakan malam ini jua, digiring banyak orang menuju liang lahad. Amin mengikuti setiap rangkaian pemakan, ia juga mengazankan istrinya di tempat peristirahatan terakhir istrinya. Alunan azan yang dibubuhi dengan nada yang menyayat hati, membuat semua yang hadir juga merasakan kesedihan yang bertengger di hati Amin. "Ummi, kenapa nenek Adah nangis?" tanya Alif yang langsung membuat Galuh kaget. "Nak, kamu lihat nenek? Di mana?" tanya Galuh penasaran. Sedangkan mayat Adah sudah masuk ke dalam liang lahad. "Itu, Ummi." Alif menunjuk ke arah dekat Amin. Galuh menelan berat salivanya, getaran di dadanya memacu dan menderu. 'Acil, apakah ada sesuatu yang membuat acil tidak tenang?' Kesedihan menghujam kembali hati Galuh. Proses pemakaman pun selesai setelah talkin dan doa dibacakan. Perlahan, orang-orang pun beranjak pergi kembali menuju rumah mereka masing-masing. Tinggallah Amin, Ridwan, Galuh dan Alif. Amin masih menatap lekat onggokan tanah yang telah menimbun seluruh

    Last Updated : 2024-05-10
  • Mantra Cinta Kakak Ipar   Amukan Angga

    Sesampainya Galuh di rumah, nampak Angga sedang tengah menunggu Galuh dan Alif, sorot matanya panas. "Assalamu'alaikum, mas," ucap Galuh yang baru saja turun dari mobil. Angga tak menjawab salam, ia menatap ke arah Ridwan yang tak turun dari mobil. "Masuk!" titah Angga pada Galuh dan Alif. "Ayok, Nak. Kita masuk!" "Hey, Angga. Lama tidak bertemu!" sapa Ridwan dari mobil. Angga hanya menjawab dengan anggukan. "Aku kembali ke rumah paman," ucapnya. "Iya," jawab Angga singkat. Mobil pun beranjak dari depan rumah. Angga melengos masuk ke rumah dan menutup pintu dengan keras, sedangkan Galuh dan Alif sudah masuk ke dalam kamar. Galuh yang melihat ekspresi Angga yang tidak begitu enak dipandang itu pun meminta Alid untuk pergi ke kamar mandi. Khawatir jika terjadi sesuatu yang todak pantas untuk disaksikan oleh anak kecil. "Alif, kamu cuci kaki sama tangan dan gosok gigi sama ambil wudhu dulu ya sebelum tidur!" ucap Galuh sangat lembut. "Iya, ma." Gegas Alif

    Last Updated : 2024-05-11
  • Mantra Cinta Kakak Ipar   Tangisan Tengah Malam

    Angga telah kembali ke kantornya karena memang jadwalnya bekerja malam. Galuh tak bisa memejamkan mata, rasa sakit hatinya tak jua menuntunnya untuk pergi ke dunia mimpi. Sesak di dada tak jua pudar, Galuh hanya bisa meneteskan air mata tanpa suara isak dari kedua bibirnya. 'Mas, kenapa kamu berubah?' pertanyaan yang sama selalu menghantui pikiran Galuh kala ini jua. Jam telah menunjukkan pukul satu malam. Suara isakan terdengar mendayu, Galuh gegas menajamkan gendang telinganya. "Kak Ina?" Galuh bermonolog. Galuh pun mengambil jilbab dan memasangnya, gegas ia menuju kamar Ina. Ia pun mengetuk pintu kamar Ina perlahan. "Kak, Kakak. Kak Ina.." Berulangkali Galuh berusaha memanggil Ina, namun tak ada jawaban. Suara tangisan itu juga tiada terdengar lagi setelah Galuh keluar dari biliknya. Galuh pun meraih knop pintu kamar Ina, namun ternyata pintunya tidak dikunci. Dengan penuh pertimbangan, Galuh pun akhirnya memberanikan diri membuka pintu kamar Ina. Gelap, tidak ada cahaya sed

    Last Updated : 2024-05-12
  • Mantra Cinta Kakak Ipar   Kembalinya Jati Diri

    Kejadian menyedihkan itu telah berlalu seminggu lamanya, kian hari Angga semakin berubah kembali sikapnya semula. Angga datang dari kantornya, tak lupa makanan ia bawa untuk istri dan anaknya setelah lebih dari seminggu ini ia tak membawanya. "Assalamu'alaikum, sayang," ucap Angga. Tapi yang ia dapati ternyata Galuh sedang tertidur dengan Alif. Angga tersenyum simpul lalu mengecup lembut rambut Galuh, membuat Galuh terbangun dari tidurnya. "Maaf sayang Mas ganggu tidur kamu ya?" ucap Angga. Gegas Galuh bangkit. "Mas, kamu udah pulang. Astaghfirullah, maaf mas, Galuh ketiduran." Galuh mengucek kedua matanya. "Nggak papa. Itu Alif nggak sekolah?" tanya Angga seraya melepas jaket dan baju kerjanya. Mengganti pakaian. Galuh turun dari ranjang, ia gegas mengambil kerudung dan memasangnya. "Katanya Alif nggak enak badan, Mas. Udah seminggu ini badannya dingin. Makanya aku nggak izinin dia buat sekolah dulu hari ini." "Demam?" tanya Angga. "Enggak, Mas. Aku sudah bu

    Last Updated : 2024-05-13
  • Mantra Cinta Kakak Ipar   Tumbal

    Malam hari dengan rembulan yang menyinari gelapnya bumi, tepat malam ke-15 yang mana bulan bersinar terang. Ina tengah mengendap-endap, menuju rumah Mbah Iwa. "Huhh, akhirnya..." "Ina," ucap mbah Iwa yang mengagetkan Ina. "Mbah, ngagetin aja!" "Kenapa kamu kemari lagi?" tanya mbah Iwa sembari berjalan menuju tempat duduknya yang diikuti oleh Ina. "Mbah, kenapa Angga kembali lagi pada jati dirinya? Bukannya kata mbah kalau aku berhasil kasih makam dia dengan pirundukku, Angga hanya akan mendengarkan ucapanku? Tapi, tadi pagi aku lihat dia mesra-mesraan sama Galuh, mbah." Mbah Iwa membuka penutup kendi keramatnya. "Kamu yang salah, Ina. Kamu tidak memenuhi persyaratan yang sudah aku katakan padamu." Ina menatap menyelidik. "Persyaratan mana yang tidak aku lakukan mbah?" nada bicara Ina merendah. "Bukannya aku sudah bilang untuk memberinya makanan yang kotor-kotor darimu," jelas mbah Iwa. Ina menyimak dengan seksama. "Iya, mbah. Sulit bagi Ina untuk melakukan persyarata

    Last Updated : 2024-05-14
  • Mantra Cinta Kakak Ipar   Koma

    Galuh duduk lesu di bangku tunggu, badannya lemas tak berdaya setelah dokter mengatakan jikalau penyakit anaknya tidak diketahui oleh medis, dokter masih berusaha mencari tahu gejala apa yang sedang Alif alami dan Alif masih belum sadarkan diri, terbaring di ruangan inap. Ia kembali ditangani oleh dokter setelah kejang-kejang dan tubuhnya berwarna kemerahan. "Sayang, kamu istirahat dulu ya. Nanti kamu juga sakit," ucap Angga lembut. Galuh masih menatap kosong ke arah lantai. Tak ada gerakan dari bibirnya. Angga menggenggam tangan Galuh pelan. "Sayang, jangan gini. Ingat Allah, jangan putus asa!" Angga masih berusaha menguatkan istrinya. "Sakit!!!" teriak dari dalam ruangan yang membuat Angga dan Galuh terperangah. "Alif," ucap keduanya. "Mas, Alif Mas!" Galuh semakin khawatir mendengar teriakan Alif yang kesakitan. Begitu pun Angga, ia berusaha tegar namun batinnya tersiksa. Tiba-tiba penglihatan Galuh menguning, sekian detik semakin menggelap, dan brukkk.... Galuh pingsan di t

    Last Updated : 2024-05-15

Latest chapter

  • Mantra Cinta Kakak Ipar   TAMAT

    Berbulan-bulan telah berlalu, Galuh merasa sangat tenang tinggal di rumah Ustaz yang menampungnya saat ini. Ia juga ikut salat berjamaah dengan para jamaah perempuan dan berinteraksi dengan orang-orang yang sangat lemah lembut dan beragama yang kuat. Hari ini ustaz beserta rombongan pergi lagi ke kampung tempat Sari berada dan ini bukan kali pertama namun sudah yang kesekian kalinya. Galuh tidak bisa diam sembari menanti kabar. “Tenang, mbak Galuh. In syaa Allah semuanya akan baik-baik saja.” Istri ustaz menenangkan Galuh. “Iya, bu ustazah. Semoga saja semuanya baik-baik saja.” Tidak berapa lama suara gesekan kaki terdengar. “Assalamu’alaikum.” “Waalaikumussalam,” jawab orang yang berada di dalam rumah. “Nah itu pasti mereka,” tebak istri ustaz. Galuh beserta yang lain pun gegas berdiri dan tidak sabar dengan berita yang akan mereka terima. Benar saja, rombongan yang tadi pagi berangkat itu sudah kembali dengan jumlah yang lengkap bahkan jumlah mereka bertambah, sumringa

  • Mantra Cinta Kakak Ipar   Doa Yang Panjang

    “Assalamu'alaikum,” ucap Galuh mengetuk pintu. Tidak berapa lama ada jawaban dari dalam. “Waalaikumussalam.” Pintu pun terbuka, nampaklah sosok perempuan yang mengenakan hijab labuh dan lebar yang sedang tersenyum pada Galuh. “Nyari siapa ya, mbak?” tanyanya. Galuh mengeluarkan kertas yang sudah Sari berikan padanya. “Saya Galuh, mbak. Temennya Sari.” Galuh pun menyerahkan kertas tersebut. “Sari?” ucapnya sembari membaca kertas dari Galuh itu. “Mas, sini mas!” panggilnya. Hingga munculah sosok lelaki dengan wajah teduh dan basah dengan air wudhu. “Kenapa, sayang? Eh, ada tamu. Kenapa ndak disuruh masuk?” “Astagfirullah, kelupaan. Maaf ya, mbak. Silakan masuk!” “nggih, makasih.” Galuh pun masuk ke dalam rumah. “Ini loh, Mas. Sari, ada kabar dari Sari.” “Sari..” Keduanya pun nampak serius membaca kertas tersebut. Setelah itu pun mereka meminta Galuh menceritakan semua yang telah Sari ceritakan padanya sebagaimana sesuai dengan instruksi Sari sebelumnya. “Jadi begitu, ya Allah

  • Mantra Cinta Kakak Ipar   Melarikan Diri

    Mereka berdua kembali melanjutkan perjalanan mereka, hingga akhirnya mereka sampai pada sebuah gerbang yang bertuliskan “kuburan muslimin” Galuh pun menatap ke arah Sari. “Ada yang mau aku ziarahi, mau ikut ke dalam atau nunggu di sini?” tanya Sari. “Jika dibolehkan aku ikut,” jawab Galuh. “Tentu saja boleh, Galuh. Mari!” Galuh dan Sari pun masuk ke dalam gerbang itu, hamparan tanah luas yang sudah mulai sesak dengan batu nisan dan gundukan tanah memenuhi pandangan mata. Sari menuju satu pekuburan yang berada dekat pohon besar yang diikat dengan kain berwarna kuning paling pojok pekuburan. Ia duduk bertelimpuh kaki dekat kuburan itu yang diikuti oleh Galuh. Sari nampak sedang menabur bunga di atas kuburan serta air doa, Galuh yang tak ingin memgganggu itu pun hanya diam dan mendoakan dalam hatinya. “Galuh, kita sama-sama tahu rasanya kehilangan orang yang sangat kita sayangi. Kamu pastinya mengeetj bagaimana perasaaku,” tutur Sari yang mana rona di wajahnya berubah menjadi sendu.

  • Mantra Cinta Kakak Ipar   Curhat

    Kejanggalan mulai lebih terasa oleh Galuh, terlebih bentuk gangguan dari makhluk sebelah yang membuat Galuh bahkan tidak bisa memejamkan matanya hingga kokokan ayam subuh menggema. Bukan hanya itu, ia juga sering kali mendengar Indah yang berteriak di tengah malam namun tidak ada satupun yang menghiraukan. "Ridwan," panggil Galuh dari balik pintu. Tidak berapa lama Ridwan dengan muka bantalnya membuka pintu. "Ada apa Galuh? Kamu lihat hantu lagi?" tanya Ridwan setelah menguap. "Maaf mengganggu waktu tidurmu, tapi tadi aku denger tante Indah teriak. Takutnya dia kenapa-napa," jelas Galuh. Ridwan membalasnya dengan seutas senyuman. "Ibu memang seperti itu kalau jam segini, Galuh. Maaf kalau teriakkan ibu mengganggu tidurmu, kamu ndak perlu khawatirin ibu, dia ndak kenapa-napa kok." "Tapi, Wan." "Tapi apa, Galuh? Ya sudah, aku bilangin ibu dulu ya jangan teriak-teriak biar kamu bisa tidur." "Ndak, bukan gitu, Wan. Aku cuman takut terjadi apa-apa aja ke tante." Ridwan mena

  • Mantra Cinta Kakak Ipar   Melihat Hantu

    Di tengah malam yang sangat sunyu, suara gonggongan anjing memekak telinga, Galuh yang masih terjaga lantas saja membaca doa. Sudah dua malam ini dia tinggal di rumah Ridwan, sangat sulit baginya untuk memejamkan mata. Ketakutan menghantui Galuh setiap kali ia menuju alam mimpi, mimpi buruk memenuhi alam bawah sadarnya. Pula, terdengar bisikan memanggil nama Galuh tepat di samping telinganya, namun tiada siapapun ia dapati. Galuh menaruh mushaf kecilnya ke atas nakas, perlahan ia membuka pintu agar tidak menimbulkan suara berisik yang dapat membangunkan penghuni rumah. Tenggorokan Galu terasa kering dan botol air yang tersedia di kamarnya sudah tiada berisi. Ia dengan terpaksa keluar kamar mengambil air ke dapur. Setelah mengambil air dan berniat untuk kembali ke kamar, terdengar suara aneh dari dalam kamar Indah. Galuh merasa penasaran, namun ia juga tidak berani bertindak semena-mena di rumah orang. "Galuh, jangan! Ini bukan rumahmu. Cepat pergi ke kamar!" gumam Galuh pada meme

  • Mantra Cinta Kakak Ipar   Penyakit Kiriman

    Tatkala kamar terbuka, sebuah aroma busuk mulai menyeringai masuk ke rongga hidung. Galuh berusaha menahan rasa tidak sukanya, terlebih ia sedang mengandung yang mana tidak bisa mencium bau aneh apapun. Kamar dengan cahaya redup, tidak ada cahaya dari celah jendela atau pun dari celah ventilasi udara, sangat pengap dan berhawa panas. Semakin masuk ke dalam, terdengar suara rintihan kecil yang semakin meninggi. Galuh dengan erat memegangi ujung jilbabnya, ada gelitik rasa takut di dadanya namun ia tetap harus melangkah maju mengekori budhe yang sedang berjalan di depannya. "Galuh, kamu mual?" tanya budhe yang tiba-tiba menghentikan langkah kakinya. Galuh menelan ludah dengan pelan. "Tidak, budhe." "Jangan bohong, kamu sekarang sedang hamil pasti sangat mual kan? Sebentar lagi ya, kita tidak akan lama di sini. Setelah bertemu dengan Indah, sudah bertahun-tahun ia ingin bertemu denganmu." Akhirnya, mereka sampai pada kain tipis tembus pandang berwarna kuning yang dibuat

  • Mantra Cinta Kakak Ipar   Bau di dalam kamar

    Setelah subuh, Galuh gegas untuk mengambil sapu dan menyapu lantai. Ia sibuk dengan pekerjaan rumahnya. "Galuh, sudah. Biar aku saja, kamu ndak perlu repot- repot gini." Tiba-tiba Ridwan datang dari pintu belakang. "Nggak papa, Wan. Lagian aku capek kalau cuman duduk diam nggak ngelakuin apa-apa. Boleh ya aku bantuin bersih-bersih rumah, masak dan kalau ada yang bisa aku bantu-bantu aku bakal ngerasa lebih nyaman." Galuh memegangi erat batang sapu sembari memohon kepada Ridwan. Ridwan menghela napas panjang, kemudian ia tersenyum dan mengangguk. "Ya sudah kalau itu mau kamu. Anggap aja ini rumah kamu, kamu boleh ngelakuin apa saja yang bisa bikin kamu senang dan nyaman. Tapi ingat, jangan sampai kecapean!" "Siap. Makasih, Wan." Galuh dengan senang hati melakukan segala kegiatan yang telah ia rancang. Saat Galuh asyik membereskan rumah serta mengumpulkan sampah-sampah yang tidak terbuang dari sudut-sudut rumah, tiba-tiba ia terhenti tatkala mendengar suara perempuan yang

  • Mantra Cinta Kakak Ipar   Telah Lama Sakit

    Saat Galuh merebahkan badannya, ia teringat akan isi tas yang sedari tadi ia jaga. Galuh kembali bangkit fan mengambil tas miliknya yang ia taruh di atas nakas, ia pun membawa tas tersebut bersamanya ke atas ranjang, Galuh duduk di bibir ranjang dan perlahan membuka tas miliknya. Galuh mengeluarkan kotak kecil pemberian Salma padanya, menatapnya perlahan dan menaruhnya kembali ke dalam tas. "Aku masih penasaran dengan maksud Salma. Apa yang akan aku ketahui nantinya tentang Ridwan?" gumamnya yang kemudian ia mengambil ponselnya yang juga berada di dalam tas itu. "Astagfirullah sudah jam segini. Aku harus segera melaksanakan sholat." Galuh gegas kembali berdiri dan menaruh kembali tasnya di atas nakas. Galuh pun berjalan menuju dapur karena sudah diberitahu oleh budhe di mana tempatnya. Langkah kaki Galuh nampak pelan agar tidak membuat keributan menapak lantai semen tanpa kramik. Saat ia menyibak kain yang menjuntai di tengah pintu yang menjadi pembatas antara ruangan teng

  • Mantra Cinta Kakak Ipar   Selama Perjalanan

    Mereka berdua sudah sama-sama berada di dalam mobil taksi. "Wan, kamu sudah sampaikan permintaan maafku?" tanya Galuh yang duduk di samping Ridwan, namun dipisah tas besar yang berada di tengah mereka berdua. "Sudah, Galuh. Aku sudah sampaikan permintaanmu pada paman. Kata paman, pasti akan dia sampaikan. Kamu tenang saja," jawab Ridwan. Galuh pun menghembuskan napas pelan, kemudian menyandarkan punggungnya sembari memejamkan mata. Ridwan melirik pelan ke arah Galuh, lalu tersenyum dengan lembut. 'Ridwan sangat baik, aku nggak akan bisa berpikiran yang aneh-aneh padanya. Salma, mungkin prasangkamu telah salah,' gumam Galuh dalam hatinya. "Galuh, kamu yakin ndak mau ziarah ke makam Alif dulu sebelum pergi?" tanya Ridwan. Galuh gegas membuka matanya, kemudian menilik ke arah Ridwan yang berada di sebelah kirinya. Perlahan kepalanya mengangguk. "Aku takut, Wan. Kalau aku ke sana aku bakalan ngerasa sedih lagi dan pingsan lagi. Jadi, aku rasa lebih baik begini. Tapi, doa

DMCA.com Protection Status