“Eh, tumben pulang jalan kaki, Wur,” sapa mbak Yuyun, tetangga yang rumahnya tepat ada di samping rumah Wuri.
Wuri tersenyum ramah. “Motorku bannya bocor, mbak. Tadi sekalian aku tinggal di bengkelnya Bang Andre.”
“Oalah, tadi pulang bareng Siti?”
“Iya, bareng dia. Masuk dulu ya, mbak. Gerah banget pengen cepet-cepet mandi.” Pamit Wuri, buru-buru membuka pagar rumahnya.
Wuri tersenyum melihat mobil milik suami yang tentu saja ada di garasi rumah, tepat ada di samping motor Wina; adik kandungnya. Santai Wuri memutar knop pintu, tapi ternyata nggak bisa, pintunya dikunci. Wuri mengambil kunci pintu yang selalu ia bawa. Ada sesuatu yang janggal muncul dari dalam hati. di rumah ada orang, tapi kenapa pintunya harus dikunci?
Begitu pintu dibuka, Wuri melangkah pelan masuk ke dalam rumah.
“Makin montok kamu, yaang.”
Langkah kaki Wuri terhenti saat sebuah suara itu ia dengar dari dalam kamar adiknya. Dan dia sangat hafal siapa pemilik suara barusan.
“Tiap hari kan dicoel-coel terus sama kamu, gimana nggak jadi montok, iihh!”
Ini adalah suara Wina. Suara khas milik adiknya, tetapi untuk sekarang terdengar sedikit manja dengan desahan yang menyusul.
“Kita mulai ya, yaang, mumpung kakakmu belum pulang.”
Lalu desahan dari Wina mulai terdengar, begitu juga suara nyaring khas dua tubuh yang bentrok. Wuri hampir saja ambruk kalau saja tak ada kursi di belakangnya. Tangannya sampai gemetar karna sangat syok dengan apa yang sekarang dihadapkan. Pelan ia menjatuhkan bokong ke kursi meja makan. Menaruh kresek berisi sate kambing serta martabak telur bebek kesukaan suami dan adiknya.
Kedua tangan mengepal menahan perih hati yang sekarang terasa seperti belati. Kedua mata memanas, sesuai dengan aliran darah yang terasa bukan lagi seperti darah normal. Pelan Wuri memejamkan mata, membiarkan bulir mengalir di kedua pipi. Kehilangan seseorang yang paling dia sayangi, itu memang sakit, tetapi akan lebih sakit jika dia kehilangan dua orang sekaligus dalam hidupnya.
Tangisnya tak bisa lagi dibendung ketika desahan demi desahan itu semakin memenuhi pendengaran. Bayangan adegan demi adegan dari dalam kamar sana, sudah memenuhi kepala Wuri.
Kurang lebih 45 menit, terdengar lengkuhan panjang dari dua manusia di dalam sana. Semua menandakan jika apa yang tengah mereka lakukan sudah usai.
“Iihh, Mas, kok dikeluarin di dalam lagi sih. Gimana kalo aku hamil! Kamu, iihh!” Wina mengomel di dalam sana.
“Tanggal ini kamu lagi nggak subur kan, sayang?”
“Eh iya, ya. Kok kamu tau, mas?”
Terdengar kekehan dari lelaki bergelar suami yang membuat Wuri semakin meremas baju di bagian dada.
“Ya hafal dong. Aku mandi di kamarku aja.”
Wuri menghapus kedua mata serta wajahnya yang sudah basah. Tatapannya fokus menatap pada pintu bercat cokelat yang tepat ada di samping meja makan.
Ceklek!
Tepat saat pintu dibuka dari dalam, seorang lelaki berkulit putih dengan badan basah karena keringat muncul di sana. Kedua mata lelaki itu melebar, seperti akan keluar dari kelopaknya melihat sang istri yang duduk menatapnya. Mulutnya yang membulat sampai terlihat bergetar saking syok dan terkejut. Mirip banget seperti kucing yang ketahuan lagi maling ikan pindang di rumah tetangga.
Untuk sesaat tak ada yang memulai bicara. Bahkan Wuri tetap diam menatap suami tanpa beralih sedetik pun. Sementara suami Wuri terlihat salah tingkah, menunduk, menatap tubuhnya yang memang bagus dan cukup membuat kaum gadis terpesona.
“Mas, kamu kenapa? Katanya mau mandi, kok malah jadi patung di situ?” tanya Wina dari dalam sana.
“Astagfirullah ….” Wuri menutup mata melihat tubuh adiknya yang terlihat tanpa penutup di depan sana. Dia memukul dada semakin kencang, berharap rasa sesak di sana tidak membuatnya mati sekarang.
“Mbak Wuri,” seru Wina dengan sangat terkejut, sama seperti suami Wuri tadi.
Ifan, lelaki yang memang tampan dan cukup pintar ini bergerak menutup pintu. Dia melangkah, mengambil duduk tepat di sebelah Wuri. Dengan tak tau diri Ifan meraih tangan Wuri, membawanya dalam genggaman.
“Wur,”
Dengan cukup kasar Wuri mengibaskan tangan Ifan. Dia menatap tajam wajah tampan yang selalu membuatnya jatuh cinta setiap saat. Hati yang sejak tadi sudah perih, sekarang jadi semakin terasa perih. Dia memalingkan wajah, mengusap bulir yang menetes di kedua mata.
“Wur,” panggil Ifan lagi. “Maafkan aku.”
Wuri menunduk, menatap kedua tangannya yang bertumpu di atas meja. Bulir-bulir kembali jatuh tanpa bisa lagi ia bendung. Seharusnya tadi itu dia mengundang warga, menggerebek suami dan adiknya yang sedang berzina di dalam sana. Hanya saja, dia tak ingin menjadi bahan pembicaraan semua orang. Apa lagi dia yang hidup di kampung seperti ini. Apa saja, pasti akan menjadi bahan bibir.
“Sejak kapan, mas?” tanya Wuri dengan suara tertahan. Dia hanya berusaha untuk terlihat lebih kuat.
Ifan menunduk, terlihat meneguk ludah lebih dulu. “Baru tiga bulan ini. Aku bisa berhenti, Wur. Aku … aku khilaf. Aku nggak akan lagi seperti ini, aku janji.”
Wuri kembali mengibaskan tangan Ifan yang berusaha menggapai tangannya. Dia sampai menggeser sedikit kursi untuk menjaga jarak dari Ifan. “Dia adikku, kalau kamu lupa.”
“Ya, aku tau. Tapi … tapi … pliis, maafkan aku.”
Wuri kembali mengusap mata yang tak mau berhenti meneteskan bulir. “Apa yang akan kamu lakukan setelah aku memaafkanmu, mas?”
Ifan menatap wajah lelah Wuri yang sudah banjir air mata. Ya, dia memang sangat mencintai Wuri, tetapi itu dulu. Dulu saat dia belum mengenal Wina. Belum tergoda oleh yang namanya nafsu dan semua milik Wina yang ternyata lebih menarik dari pada Wuri. Terkadang dia sampai menyesali, kenapa harus bertemu dengan Wuri dahulu? Andai saja dia bertemu dengan Wina lebih dulu, pasti dia tidak akan selingkuh seperti ini.
“Wur,” panggilnya, mengusap bahu Wuri yang bergetar. Ada rasa sakit di dalam hatinya melihat tangis kekecewaan Wuri. “Aku … bagaimana jika … jika aku menikahi Wina secara diam-diam.”
Permintaan pendapat, atau lebih tepatnya pernyataan jika memang Ifan tak bisa meninggalkan Wina. Wuri menoleh cepat dengan kedua mata yang memerah.
“Kamu nggak lupa kalau kamu ini ASN kan, mas?” tanya Wuri dengan nada yang sedikit meninggi.
Ifan mengangguk. “Aku sudah merebut keprawanan Wina. Aku sudah melakukan itu lebih dari sekali. Kamu kakaknya, apa kamu rela jika aku meninggalkan adikmu demi pangkatku ini? Aku bukan lelaki yang egois, Wur.”
Wuri mendesah kasar, dia menarik nafas dalam, lalu membuangnya dengan sangat kasar melalui mulut. “Baiklah jika itu pilihanmu, mas, aku akan menerimanya.”
Wajah Ifan terlihat berbinar mendengar apa yang Wuri katakan.
“Aku yang akan mengurus perceraian kita, mas,” lanjut Wuri beberapa detik kemudian.
Kedua mata Ifan melebar mendengar kata cerai yang keluar dari bibir Wuri. Ya, Wuri dan Wina memang kakak beradik, tetapi Wina memiliki body yang lebih bagus dan menantang dari pada Wuri. Wina juga sangat pintar merawat diri dari pada Wuri yang hampir tak pernah ada waktu untuk sekedar bersolek di depan cermin.Ifan mencekal lengan Wuri. “Jangan pernah katakan cerai, Wur. Aku nggak akan menceraikanmu.”Wuri tertawa disela tangis, sampai air mata terasa semakin deras mendengar penolakan Ifan. “Jangan egois, mas. Aku paling benci dengan pengkhianatan. Dan sekarang aku telah merasakan itu.”Wajah Ifan melemah, terlihat paling bersalah. “Maafkan aku, Wur. Sungguh, aku khilaf. Aku tak mencintai Wina, aku mencintaimu.” Ngakunya lirih.Wuri menutup wajah dengan kedua telapak tangan, mengusap air mata yang membuat wajah menjadi basah. Bayangan setiap kali dia pulang kerja dalam keadaan lelah. Lalu selalu menemukan suaminya yang baru saja selesai mandi. Begitu juga dengan adiknya yang rambutnya
Bagus Ifan Riyadi, lelaki berumur 30 tahun yang sudah memiliki pekerjaan tetap. Dia adalah seorang pegawai di kantor pertanian dengan status ASN. Ifan memang bukan lelaki yang pintar, tetapi dia sangat rajin bekerja dan cukup teliti dalam pekerjaan. Keberuntungan yang begitu bagus bisa mencapai di titik sekarang ini. Untuk kehidupannya yang di kampung, gaji yang ia peroleh sudah tergolong cukup besar dan sangat mampu menghidupi istrinya. Apa lagi mereka ini belum memiliki momongan. Hanya saja gaji Ifan sudah terpotong cicilan di bank dan cicilan mobilnya setiap bulan. Jadilah dia hanya menerima sedikit saja. Namun, karna dia masih ingat dengan tanggung jawabnya sebagai seorang lelaki, Ifan selalu memberikan sisa gaji itu ke Wuri, seluruhnya. Tapi dia tetap minta ke Wuri soal mengisi bensin dan beli kuota hape. Urusan bayar listrik, makan sehari-hari, tentu Wuri yang menanggungnya. Awalnya memang semua baik-baik saja. Ifan sangat menyayangi Wuri, mencintai istrinya yang memang sangat
Anggrek Wuriastuti, wanita berusia 23 tahun lebih beberapa bulan. Dia menikah diusia 21 tahun kurang beberapa bulan. Memilih lelaki bernama Ifan sebagai pendamping hidup, sandaran dan tumpuan hidupnya. Harapan seseorang saat menikah adalah bisa bersama selamanya, sampai menua, sampai hembusan nafas yang terakhir. Menapaki langkah menuju mimpi bersama dan bahagia bersama. Tidak pernah ada dalam bayangan Wuri tentang kesedihan, apa lagi pengkhianatan. Kedua orang tuanya adalah gambaran pasangan romantis dan bahagia. Jadi di dalam bayangan Wuri, sakit hati di dalam pernikahan itu sama sekali nggak ada. Melihat suami memegang tangan wanita lain, atau melihat nota belanjaan suami yang membelikan hadiah mantan pacarnya. Cckk, itu sakitnya belum seberapa. Wuri bahkan mendengar obrolan mesum suami dengan adik kandungnya. Adik kandung yang menjadi satu-satunya keluarga di dunia ini. Bukan hanya obrolan saja, tetapi menyimak pergulatan mereka berdua di rumahnya. Wuri bukan wanita polos, dia ju
“Kost’annya ternyata udah penuh, Wur. Dua kamar itu udah di De-Pe sama orang. Mereka mulai nempati tiga hri lagi.” Dara menjelaskan hal yang sama seperti chat yang tadi pagi ia kirim ke nomor Wuri, Cuma emang belum dibaca sama yang punya nomor. Bibir Wuri melengkung ke bawah, patah harapan pastinya. Padahal udah sangat berharap kalau malam nanti dia bisa tidur di kost biar nggak liat muka suami dan adiknya. “Kenapa mau kost? Rumahmu jaraknya nggak begitu jauh.” Hani, teman yang ada dalam satu line ikut menimbrung. Siti yang juga nggak tau masalahnya, memilih diam. Dari teriakan suami Wuri pas dia menghampiri tadi, sudah cukup menunjukkan jika rumah tangga Wuri enggak baik-baik saja. “Uumm, nggak apa-apa sih. Lagi capek motoran aja. Pen yang praktis gitu, jalan kaki aja ke pabriknya.” Wuri nyengir, menunjukkan ke teman-temannya jika dia baik-baik saja. Semua mulai sibuk membersihkan mesin jahit dengan obrolan-obrolan ringan. Wuri sedikit mendekatkan tubuh ke Dara yang duduk tepat d
Wuri menghela nafas begitu motornya berhenti di halaman rumah. Tatapannya langsung tertuju ke arah garasi yang sudah pasti ada mobil dan motor milik dua orang keluarga yang menghuni rumah ini. Belum melihat wajah kedua orang di dalam sana, tapi keadaan dalam dada sana sudah seperti teremas. Sungguh, sakitnya seperti tak bisa hilang. “Wur, dari siang aku chat kamu, tapi nggak kamu baca.” Di ambang pintu sana Ifan muncul dan menyambut Wuri dengan sebuah curhatan. Wuri tak mengatakan apa pun. Dia melangkah masuk setelah Ifan memberinya jalan. Sempat saling beradu pandang dengan Wina, tapi hanya sebentar karna Wuri segera mengalihkan tatapan. Bayangan kejadian kemarin itu benar-benar nggak bisa hilang dari kepala Wuri. Bisa saja kan, mereka berdua tadi juga melakukan itu saat Wuri belum pulang. Aah, sudah lah, memang pilihan terbaik adalah mengalah saja. Toh, lelaki nggak Cuma Ifan saja. Ifan mengulurkan amplop cokelat ke Wuri. “Uang bulanannya.” “Enam ratus ribu, kan, mas?” tebak Wuri
Mendengar kalimat yang keluar dari mulut suami, Wuri mengepalkan tangan. Dia sampai membuka sedikit mulut untuk meredamkan rasa sesak di dada yang seperti akan membunuhnya.Andai saja Ifan berselingkuh bukan dengan keluarganya, bukan dengan satu-satunya orang yang dia pedulikan sejak dulu, Wuri akan membuat perhitungan. Mungkin dia sudah memukul, menjambak, memaki dan menyebarkan aib ini agar semua orang tau jika dia sedang terluka, dia dikhianati. Namun, dia memikirkan Wina, keluarganya, adik kandungnya. Aib Wina, sama saja juga aibnya.Wuri meneguk ludah lebih dulu, lalu menatap Ifan dan Wina yang menunggu kata darinya. “Memiliki dua istri itu enggak mudah. Jika menurutmu kamu sudah adil, tetapi tidak bagi kedua istrimu. Tetap saja akan melukai hati keduanya. Lalu kamu semakin berdosa karna tidak adil dalam hal apa pun.”“Aku yakin, Wur, pasti aku bisa adil untuk kamu dan Wina. Aku janji.” Ifan berucap dengan lantang, sangat meyakinkan.Wuri sampai beringsut untuk bisa melihat wajah
Wuri menghentikan motor di garasi tempat kostnya. Turun menjinjing tas besar tanpa melepaskan helm. Sempat mengulas senyum saat melewati kamar seorang wanita yang sedang duduk di ambang pintu, lagi ngobrol sama kamar sebelahnya yang jemur baju.“Pake kamar pojok, mbak?” tanya si embak yang berambut sebahu.Wuri mengangguk. “Iya, mbak. Nomor 15.”“Wahh, penuh juga akhirnya kost sini. Semoga betah, mbak. Bu Mah baik kok.” Embak yang lagi jemur baju menyahuti.“Aamiin, semoga.” Wuri mengulurkan tangan. “Aku Wuri, mbak.”“Rika.” Yang lagi jemur baju menjabat tangan Wuri.“Aku Erna. Kamu … uumm, kuliah atau kerja?” tanya wanita berambut sebahu ini yang ternyata bernama Erna.“Aku kerja di pabrik garmen.”“Pabrik garmen yang di sesudah lampu merah itu?” tanya Rika, memastikan.Wuri mengangguk saja, masih dengan bibir yang setia tersenyum.“Ambil kostnya kok jauh?” kembali Rika yang terlihat antusias.“Yang dekat udah penuh sih, mbak. Ada yang kosong, tapi nggak cocok lah sama harganya. Lebi
isinya cuma ada Ifan sama Wina yah.**“Gimana, Mas, diangkat nggak sama mbak Kak Wuri?” tanya Wina yang punggungnya menyadar di sandaran ranjang.Ifan menghela nafas, lalu menggelengkan kepala sembari menarik ponsel dari kuping. Jarinya menekan lagi tanda telpon di pojok bagian atas, lalu kembali pula dia menempelkannya ke kuping.“Assh!” Ifan mendesah kesal ketika nomor Wuri tak lagi bisa dihubungi.“Sudah lah, Mas. Aku yakin kak Wuri baik-baik saja.” suara Wina terdengar begitu tenang, lebih tepatnya sih nggak peduli. “Mas, perutku nggak enak banget lho rasanya,” rengek Wina untuk yang kesekian kali.“Mas, iihh, malah diem aja!” Wina memukul punggung Ifan.Ifan jadi mendesah, menoleh menatap wanita berstatus adik iparnya. “Kenapa sih, Win. Aku lagi pusing mikirin Wuri. Dia pergi dari rumah lho, sekarang dia ada di mana coba? Kamu nggak ada simpati-simpatinya sama kakak sendiri? Padahal dia sudah menghidupi kamu sejak ornag tua kalian nggak ada lho. Aneh kamu ini.”Kedua mata Wina j
Pengantin baru dan tidur nyenyak sampai pagi? Itu sama sekali tak ada! Yang ada, akan lelah sampai seminggu ke depan.Sama halnya seperti Angrgek yang sejak semalam tak bisa tidur nyenyak. Taka tak membiarkannya istirahat. Setelah pemanasan di kamar mandi, Taka meminta haknya di atas ranjang. Anggrek memang janda, tapi dia jarang disentuh. Bisa dikatakan miliknya tak beda jauh dari perawan. Dua dadanya pun terawat dan masih sangat kencang.Satu minggu berada di Jogja, Anggrek dan Taka kembali ke Jakarta setelah urusan pindah KTP terselesaikan. Wina menangis ditinggalkan, tapi merasa bahagia juga karna kakaknya telah bahagia.Dan sekarang Anggrek telah menempati rumah tinggal mama Rita, berada satu atap dengan mama mertua dan tentunya suami. Sudah terbiasa melakukan pekerjaan rumah sejak dulu, jadi di rumah mertua ini Anggrek sama sekali tidak merasa tertekan. Terlebih mertuanya yang pebisnis, jadi urusan rumah diserahkan ke Anggrek sepenuhnya. Terkadang Anggrek juga ikut ke butik untu
Sama seperti acara pernikahan pada umumnya. Usai akad, Anggrek dan Taka tidak bisa beristirahat. Apa lagi Anggrek yang tampilannya sangat berbeda dan mendapatan suami orang kaya dari kota. Ditambah suaminya sangat tampan dan wajahnya mirip artis-artis. Hampir orang satu kecamatan berbondong hanya untuk melihat secara langsung. Demi nama Anggrek dan tentunya nama perusahaan Taka, akun milik Wina yang dulu itu ditutup rapat. Tetapi tetap saja, seseorang yang mungkin sudah menyimpan vidio atau gambar telanjangnya, tetap akan memiliki itu selamanya. dan itu sudah ada di luar kemampuan Taka. “Serius, Wur, kamu kaya’ bidadari.” Dara, teman dekat Anggrek di pabrik dulu memuji. Dia sampai meremas tangan sendiri karna gemas melihat wajah cantik Anggrek yang begitu mulus dan glowing. “Aku masih ingat lho. Mbak Wuri dulu juga banyak jerawatnya. Sama kaya’ mukaku.” Ini Siti, tetangga Rt yang juga kerja di pabrik. Anggrek jadi tersenyum. Sudah tak heran dan sudah terbiasa dengan pujian orang te
Anggrek menepuk kaki Taka dengan bibir yang mengerucut. dia mengingsut duduk, menatap ke lain arah. Tangannya bergerak mengacak rambut panjangnya yang terurai. Terakhir bersetubuh dengan Ifan pun sudah tak ingat. Yang jelas semenjak Ifan sering main sama Wina, Anggrek terabaikan. Dia juga tidak pernah meminta haknya karna tubuhnya yang sudah lelah bekerja lebih memilih tidur dari pada melakukan aktifitas yang semakin membuatnya capek.Lalu sekarang, melihat milik Taka yang memang menonjol dibalik celana pendek warna cream itu, pori-porinya langsung meremang. Bayangan seperti apa bentuk milik lelaki langsung terlintas nyata di kepala. Lalu kegiatan suami istri yang dulu pernah dia lakukan sama Ifan muncul, berganti dengan wajah dia dan Taka.Dengan tangan yang masih mengusap barangnya dari luar celana, Taka melirik Anggrek. Dia tertawa kecil melihat kekasihnya memukul kepala sendiri. Udah paham apa yang sedang Anggrek pikirkan. Sengaja banget, Taka menggeser pantat, memepet Anggrek.“T
Dua lelaki, Nuri dan Tri di masukkan ke dalam penjara atas kasus pemerkosaaan dan penganiayaan. Di off-kan-nya jadwal Anggrek ini seperti sesuatu yang sudah direncanakan oleh Tuhan. Seharian, hampir malam dia sibuk mengurusi masalah yang dibuat oleh Ifan dan Wina.Masih harus menunggu pemeriksaan dari rumah sakit untuk meneruskan kasus Wina yang dianiaya dan diperkosaa ini. Lalu kedua wanita ini ada di sini, di kamar rawat Zaskia.“Kamu belum makan kan, Win? Ayok, makan dulu.” Anggrek membukakan sebungkus nasi yang dia beli secara delivery.Di samping ranjang Zaskia sini Wina tak berhenti menangis melihat kondisi anaknya yang ternyata mengalami gizi buruk dan perkembangan yang lambat. Ada penyesalan yang amat-amat sangat menyesal dan tak bisa dia jelaskan seperti apa rasa sakitnya di dalam hati sana.Anggrek mengusap lembut punggung adiknya yang sekarang sudah pakai baju bersih. Baju yang baru dibelikan oleh Anggrek. Karna ukuran baju mereka berbeda. Tubuh Wina berukuran lebih besar d
Wina berlari dengan terseok-seok. Dia menyembunyikan tubuh semoknya di balik gardu yang tak jauh dari gapura masuk kampung. Menyandarkan punggungnya di tembok gardu itu, lalu merosot. Terduduk di tanah dengan isakan yang tertahan. Wina memeluk tubuhnya erat, mencengkeram kedua lengan bahunya sendiri dengan tangis yang tak lagi bisa dia bendung.Hal sensitifnya di bagian bawah sana sudah tak terkira sakitnya. Untuk pertama kali ada yang menyentuh barangnya itu selain Ifan. Dua orang memakainya bersamaan, bergantian. Tak ada seorang pun yang mempedulikan tangisnya. Mulutnya disumpal dengan kain, lalu ditutup dengan lakban. Dan kedua lelaki itu dengan puas menggerayahi sekujur tubuhnya, semaunya tanpa peduli dengan sakit yang Wina teriakkan.Lalu bayangan wajah Ifan yang membuangnya, meninggalkannya begitu saja. Bahkan menyerahkannya secara Cuma-Cuma pada dua lelaki bajingaan itu membayangi kepala. Tangan Wina makin erat mencengkeram lengan bahu sendiri.‘Kamu memang lelaki nggak tau dir
Awalnya memang masih ingin merahasiakan status Anggrek dan masa lalunya. Tetapi di saat yang sudah terjebak seperti ini, Taka memutuskan untuk mengungkapkan kebenaran tanpa mengarang cerita atau memanipulasinya. Bukankah perjalanan di depan akan terasa lebih ringan jika tidak ada kebohongan yang mengikuti?Di sini, di depan gedung apartemen tempat tinggal Anggrek, beberapa wartawan dan orang biasa yang kepo, ikut berkumpul. Termasuk Ifan yang dengan begitu percaya diri berdiri di sisi Ifan. Beberapa kali Anggrek melirik Ifan yang justru cengar-cengir nggak merasa khawatir sedikit pun dengan keadaan anaknya. Padahal Zaskia kritis di rumah sakit. Seperti ini kah keseharian yang Zaskia alami?Astaga ….“Oke, karna saya tidak ingin semua orang sibuk mengunjing atau berbicara sesuai dengan pemikirannya tanpa tau kebenaran, jadi hari ini saya memutuskan untuk memberi penjelasan ke semuanya.” Taka yang berbicara.“Tanyakan satu-satu apa yang ingin kalian tanyakan,” lanjut Taka setelah detik b
“Bagaimana keadaannya, dok?” tanya Anggrek begitu dokter keluar dari pintu ugd.“Mari masuk dan bicara di dalam,” ajak dokter, dia balik badan dan melangkah masuk ke dalam ruang ugd.Tanpa ragu Anggrek mengikuti, melangkah masuk dan mendudukkan diri di depan dokter perempuan yang sudah duduk di mejanya.“Uumm, mbak Anggrek yang dari perusahaan ZLD?” tanya dokter wanita dengan name teks Zaeya.Anggrek mengangguk dengan ragu. “Uumm,” gumamnya dengan tangan yang meremas kain jaket yang dia pakai. Karna panik dan khawatir sama Zaskia, dia sampai lupa dengan statusnya. “Di—dia … dia tadi sama bapaknya, Dok. Kata bapaknya, dari semalam sudah nggak minum susu. Dan … dan dikasih susu kotak sama bapaknya.”“Astaga,” pekik dokter Zae dengan wajah terkejut juga. “Pantas saja keadaannya sangat menghkawatirkan. Beruntung dia bertemu dengan mbak Anggrek, jadi langsung dibawa ke sini. Jika sampai terlambat, akan berpengaruh sangat buruk pada tumbuh kembangnya nanti. Dan mungkin juga pada saraf-saraf
Karna beberapa hari ini jadwalnya di off-kan, setiap pagi Anggrek selalu sibuk dengan kegiatan membersihkan tempat tinggalnya ini. mulai dari guras kamar mandi, ngepel lantai dan memembersihkan seluruh ruangan sampai debu-debunya benar-benar menyingkir jauh. Pukul 9.00am Anggrek baru keluar dari kamar mandi setelah menyelesaikan semua pekerjaan dan tentunya sarapan pagi. Dia duduk di tepi ranjang, mengambil hp yang berkedip dan menampilkan sebuah panggilan telpon dari nomor Taka. “Hallo,” sapanya sembari menempelkan hp itu ke telinga. “Huufft ….” Terdengar sentaan nafas dari seberang sana. “Kamu kemana aja sih, sayang? Aku chat dari semalam nggak dibales, ditelpon juga nggak diangkat. Sibuk ngapain, hn?” Anggrek tersenyum mendengar protesnya Taka. “Bebersih rumah. Baru selesai, jadi baru pegang hp. Ada apa?” tanyanya, melangkah ke arah kaca tinggi yang menghadap ke jalan raya sana. “Nanti jam sebelas aku jemput. kita makan siang bareng. Aku ada kabar bahagia buat kamu. Uumm, buat
Dengan tak hormat Wina serta Ifan diturunkan dari mobil Gilang. “Lho, Mas! kamu tidak bisa begini dong!” teriak Wina yang tentu saja tak terima. Apa lagi ada beberapa lelaki mesum di area sini. “Mas! Mas! mas!” teriak Wina ketika mobil warna putih itu melaju pergi meninggalkan dia dan suaminya. Dan tentu saja dengan Zaskia yang tetap berada di gendongannya. “Mas Ifan, ini kita sekarang bagaimana?” rengek Wina, tak tenang. “Oh, kita kira tadi itu pelanggan mbak Mawar juga. Jadi kan kita bisa sekalian join. Ternyata bukan ya?” Nuri dengan wajah yang sedikit merasa bersalah berucap. Dada Wina naik turun, dia tidak berani mendekat ke dua lelaki yang memang baru pertama kali dia temui ini. Bersembunyi di belakang tubuh Ifan untuk melindungi diri. “Mas, tasku tadi kamu bawa, kan?” tanyanya ke Ifan. Lalu mulai celingukan melihat kedua tangan Ifan yang kosong. “Tadi kan tasmu di belakang. Mana aku tau lah!” jawab Ifan yang sudah pasti tak mau disalahkan. Kedua mata Wina seperti akan meng