Hari ini, Kai sudah mendarat dengan selamat di Indonesia. Sejak berada di dalam pesawat, ia tak bisa berhenti untuk memikirkan seseorang yang begitu dirindukannya. Setelah sampai di rumah dan langsung membersihkan diri, Kai bergegas pergi ke rumah sakit sembari memasang senyum tipis. Tidak menyangka hari ini akan segera datang. Selesai memarkirkan mobil, Kai lantas berjalan dengan langkah pasti menuju ruangan di mana Nathalie berada. Membuka pintu di hadapannya itu setelah menghela napas pelan. Melirik sebentar pada bunga tulip yang ada di genggaman tangannya. Pertama kali masuk ke dalam ruangan ini setelah satu minggu berlalu, Kai tidak dapat menahan keterkejutan saat melihat wanita yang semula terbaring di atas ranjang itu kini sudah terduduk sembari mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Lantas berpaling untuk melihat siapa orang yang baru saja datang. Sambutan yang sangat berharga bagi Kai. Rasa lelah atas semua yang ia lakukan di Amerika seolah hilang begitu saja. "Kau su
Sudah sepuluh menit sejak Dokter keluar setelah melakukan pemeriksaan pada Nathalie. Dan beberapa saat kemudian, kedua kelopak mata yang semula tertutup itu kini perlahan terbuka. Memamerkan manik cokelat cerah yang indah. "Leon?" Nathalie memanggil nama pria itu dengan lemah. Dan Leon yang segera mendekat. "Apa aku baru saja pingsan?" Pria itu mengangguk. "Kau harus tenang. Jangan terlalu memikirkan hal yang berat. Kau harus segera sembuh, mengerti?" Nathalie menarik kedua sudut bibirnya dan membuat pria lain yang ada di ruangan ini menggertakkan gigi. Kai sangat marah. Ia sangat merah ketika melihat bagaimana Nathalie melihat Leon sebagai dirinya. Namun, ia harus bisa menekan perasaannya agar hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi. Namun, saat Leon kemudian mengulurkan tangannya untuk mengusap pucuk kepala Nathalie, Kai benar-benar tidak sanggup melihat semua ini. Ia beranjak dari tempat duduknya yang langsung ditahan oleh sebuah tangan yang memegang lengannya dengan ken
Melihat Nathalie yang memejamkan mata dan menunggunya, membuat Leon ingin melupakan sejenak perannya saat ini. Ia pun makin mendekatkan wajahnya dan hanya tinggal beberapa senti lagi, sebelum kemudian ia merasakan tarikan cepat dari seseorang yang kemudian memukul wajahnya dengan keras. Bugh!"Sialan kau!" Kai kembali melayangkan pukulan telak. Dan Leon sama sekali tidak memiliki waktu untuk menghindar."Bisa-bisanya kau memanfaatkan keadaannya untuk melakukan hal seperti ini! Dasar Bajingan!" Sedangkan Nathalie yang masih tak berkutik lantaran terkejut itu kemudian mendekati Leon dan memeluk pria itu untuk melindunginya. "Hentikan!" "Lepaskan dia, Thalia! Aku harus memberinya pelajaran karena telah menyentuhmu!" Nathalie menggeleng. Air matanya hampir keluar saat ia melihat wajah Leon yang penuh dengan lebam. Bahkan hidung pria itu mulai mengeluarkan darah. "Apa yang sebenarnya kau lakukan di sini?! Kenapa kau tiba-tiba memukulnya!" Nathalie menghadap Kai dan merentangkan ta
"Thalia, apa kau ingat tempat ini? Ini adalah tempat di yang kau datangi saat kau terlambat jam kuliah dan menangis sambil meneleponku untuk datang. Kau masih mengingatnya?"Nathalie mengerucutkan bibir. Lantas membuang pandangan dari pria yang ada di sampingnya dengan wajah menahan malu."Saat itu aku hanya tidak punya pilihan lain." Pria yang ada di sebelah Nathalie itu mengernyit, kemudian terkekeh pelan. "Aku pikir kau sudah melupakannya. Itu sudah beberapa tahun berlalu.""Mana mungkin aku melupakan kejadian memalukan itu?" Nathalie masih tidak menoleh. Membiarkan pria di sebelahnya itu kemudian menarik tangannya untuk berjalan bersama. Menggenggam tangannya dengan erat dan Nathalie yang kemudian tersenyum sembari menunduk dalam. "Lihat itu, matahari sebentar lagi akan tenggelam."Dan Nathalie kemudian mengalihkan pandangannya pada semburat jingga keorenan yang sedang ditunjuk oleh pria di sampingnya. "Indah ...." Nathalie bergumam pelan. Kembali memalingkan wajahnya pada pri
"Kau pikir ini menyenangkan?" Wanita yang kini terkurung di dalam penjara itu memegang kuat jeruji besi yang menjadi pembatas antara dirinya dan pria yang saat ini berdiri di hadapannya. Seorang pria dengan tatapan angkuh yang sialnya pernah ia cintai dengan sangat dalam. Dan seorang yang juga telah membawa dirinya pada keadaan seperti ini."Harusnya sejak awal aku sudah membunuhmu!" Kai tidak bereaksi apapun selain tatapannya yang masih datar tertuju pada wanita itu. Memandang Angelista yang terlihat sangat menyedihkan dengan surai pirangnya yang berantakan tak terawat. "Kau sudah berakhir," ujar Kai sembari memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Pandangannya mengikuti Angelista yang kemudian berdiri dengan kedua kakinya yang terlihat lemah. "Selama aku belum mati. Semua ini tidak akan pernah berakhir, Kai." Angelista menyeringai kejam.Namun, Kai tak mempedulikan wanita itu dan hanya menghela napas pendek. "Meski harus merangkak dengan penuh darah dan nanah. Aku akan
Nathalie keluar dari kamar mandi dengan handuk kecil di tangannya untuk mengeringkan rambutnya yang basah. Malam ini ia hanya menggunakan sweater hijau toska dengan celana pendek saja. Setelah rambutnya kering, Nathalie lantas berjalan menuju laptopnya yang ada di kamar dan memeriksa pekerjaan dirinya. Sampai beberapa saat kemudian, ponselnya kemudian berdering. Dan Nathalie tersenyum tipis saat mendapati panggilan dari Leon malam ini. "Ya? Tumben sekali kau meneleponku malam-malam begini." Nathalie terkekeh pelan. Memiringkan kepalanya ke samping dan sedikit menunduk. "Aku hanya ingin memberitahumu jika besok aku harus pergi."Nathalie mengangguk pelan sembari mengulum bibir bawahnya. "Kau bisa mengatakannya besok padahal." "Tidak. Karena aku besok akan sangat sibuk dan tidak sempat memegang ponsel." Leon terdiam sebentar. "Apa kau akan merindukanku?" Wanita itu mengerutkan alis. "Apa yang kau katakan? Kau bertanya padahal sudah tahu jelas jawabannya." Nathalie menipiskan bibi
"Malta. Dia berasal dari Malta."Nathalie mendesah pelan. Perkataan Rena sejak kemarin masih terbayang memenuhi isi kepala. Dengan sisa ingatannya sendiri yang masih sangat kurang, Nathalie sempat berpikir jika apa yang selama ini ia lakukan berada dalam kesalahan. Wanita itu menggelengkan kepalanya pelan. Ia akan berusaha untuk mengingat semuanya meski kenangan buruk di masa lalu pun. Setidaknya, ia jadi mengerti bagaimana seharusnya dirinya menjalani hidup. Dan sekarang, Nathalie tidak mengerti mengapa ia berhenti di sini. Di bawah pohon di dekat rumah megah yang tak terasa asing baginya. Saat melewati rumah ini, entah mengapa spontan ia menghentikan mobil yang dikendarainya dan diam di sini sejak sepuluh menit yang lalu.Nathalie menghela napas sesaat. Sebelum kemudian ia keluar dan bersandar pada mobil sembari memandangi rumah mewah di hadapannya. Sepertinya, ingatannya pernah membawanya kemari. Namun, sampai saat ini ia masih belum bisa memastikan apakah benar atau salah."Nath
Sudah hampir sepuluh menit Nathalie berjalan bersama dengan Kai di sebelahnya. Dan selama sepuluh menit itu Nathalie hanya terdiam. Sesekali memandang pada kaktus yang baru saja ia beli dan tak sengaja bertemu dengan pria ini."Anu ... Kai. Bolehkah aku bertanya satu hal?" tanya Nathalie, menggigit bibir bawahnya pelan dan melirik pria itu sekilas. "Tanyakan saja." Kai menjawab dengan tenang. "Bukankah waktu itu kau mengatakan jika kekasihmu tidak jadi datang. Jadi, kau memberikan bunga tulip itu padaku. Kau ingat?" Pria itu tampak tertegun mendengar apa yang Nathalie ucapkan."Ah ... aku mengatakannya." Kai mengangguk pelan.Dan Nathalie makin tidak mengerti. Padahal, tadi wanita yang ada di dalam toko bunga tersebut berkata jika Kai selalu membeli bunga tulip berwarna putih untuk kekasihnya yang sedang sakit. Namun, waktu itu Kai berkata seolah kekasihnya sedang pergi dan tidak jadi datang menemuinya. Wanita muda yang menjual bunga tersebut terlihat tidak sedang berbohong. Jadi
Nathalie menutup dan meletakkan majalah fashion yang ada di tangannya saat melihat Kai telah pulang. Ia tersenyum tipis, lantas berjalan mendekati suaminya tersebut dan kemudian membantu Kai melepas jas yang dipakainya. "Kau pulang cepat," ujar Nathalie sembari menggenggam jas milik Kai."Aku hanya khawatir seseorang terlalu merindukanku di rumah." Pria itu menyeringai tipis. Dan Nathalie hanya bisa memutar bola matanya pelan. Membuat Kai terkekeh samar dan kemudian mengecup dahi wanita itu sedikit lama. "Kau terlihat cantik," puji pria itu dan kembali menciumi semua sisi wajah dari Nathalie."Jangan kau pikir bisa mengalihkan perhatian." Nathalie mendorong pria itu pelan. "Kau tidak makan siang, kan?" Sedangkan Kai hanya tersenyum sampai kedua matanya menyipit. Ia pikir, dirinya perlu untuk memotong gaji Hans bulan depan. Entah sejak kapan sekretaris yang paling ia percaya itu kemudian berkhianat dan berada di pihak Nathalie. Bahkan, sekarang Hans secara terang-terangan berani me
Sudah beberapa minggu sejak Nathalie dan Kai menghabiskan bulan madu mereka di Venice. Sekarang, mereka berdua telah kembali ke Indonesia dan menjalani aktivitas seperti biasanya. Namun, sedikit berbeda bagi Nathalie. Sejak Kai meminta dirinya untuk berhenti bekerja, ia menjadi suka merasa bosan di rumah. Meski Meii telah kembali ke sini, bahkan masih belum bisa menghilangkan rasa bosannya.Kadangkala, ia membantu Meii untuk sekadar menyiapkan makanan atau membersihkan rumah ini. Meski harus sedikit memaksa agar Meii memperbolehkannya. Dan pada akhirnya, Nathalie tetap menyibukkan diri dengan menulis artikel. Mungkin memang tak seberapa, namun ia tak bisa menghilangkan kebiasaan menulisnya itu dengan mudah. Sembari menunggu Kai pulang, ia kadang juga mengunjungi Irine atau sekadar pergi ke Supermarket bersama Meii untuk belanja bersama. Ia tidak ingin hanya berada di rumah saja dan menunggu waktu berganti sampai bertemu dengan Kai kembali. "Nyonya, biar saya yang mengaduk adonan in
Tak terasa sudah lima hari Nathalie berada di Vanesia. Beberapa tempat indah yang ada di kota ini sudah hampir ia datangi bersama dengan Kai. Mulai dari Piazza San Marco yang adalah sebuah lapangan umum namun sering dikunjungi banyak oang. Sampai ke Gallerie Dell’Accademia untuk melihat-lihat lukisan yang ada dalam galeri seni paling bergengsi di kota ini. Hari ini, Nathalie dan Kai berjalan menyusuri Pasar Rialto yang menyediakan beberapa makanan tradisional dan barang-barang sederhana khas Italia. Tak sedikit pula Nathalie mencoba membeli apa yang menarik perhatiannya di sini. Sesekali ia membiarkan Kai mencicipi beberapa jajanan sederhana yang kadang membuat dahi Kai terlipat samar. "Kalian orang Asia, ya?" tanya seorang nenek dengan menggunakan bahasa Italia. Nathalie benar-benar tidak mengerti selain menunggu Kai menjelaskan padanya."Ya. Indonesia." Kai menjawab sembari mengambil sebuah gantungan kunci dari kayu ukir berbentuk Gondola. Tersenyum tipis dan memperlihatkan apa ya
"Kai! Lihat sini!" Nathalie memanggil pria yang berjalan satu langkah lebih awal darinya itu sembari terkekeh pelan. Sementara Kai kini terlihat enggan untuk memalingkan wajahnya pada Nathalie yang tengah memegang ponsel dan menghidupkan kamera."Hey! Apakah kau sedang menyia-nyiakan wajah tampan mu itu? Kau harus banyak mengambil gambar untuk dijadikan kenangan."Wanita itu menarik tangan Kai dengan sedikit tenaga dan mau tak mau pria itu beralih menatapnya. Dan-Cekrek!Satu foto wajah pria itu Nathalie dapatkan. Akhirnya ia mendapat potret Kai dari depan. Nathalie juga tidak mengerti. Meskipun Kai selalu percaya diri menyombongkan kelebihan yang ia miliki- termasuk wajahnya yang tampan. Namun, ada kalanya juga Kai merasa malu. Tepat hari ini, adalah hari ke dua mereka berada di Vanesia. Dan saat ini, mereka berdua tengah berjalan bersama di atas Jembatan Rialto. Dengan pemandangan kota Vanesia yang indah. Nathalie mengatakan kota ini unik karena memang sesuai dengan apa yang kin
"Thalia ...." Kai memanggil nama wanita yang berbaring di pangkuannya itu dengan lembut. Tangan kanannya tak berhenti mengusap surai panjang wanita itu dengan pelan. Dan Nathalie yang sedang mengamati kuku-kuku miliknya yang belum sempat ia potong itu menjawab dengan gumaman pelan."Hm?" "Ada tempat yang kau inginkan untuk berbulan madu?" Nathalie juga bingung. Ia pikir Kai sudah memutuskan akan memilih untuk pergi ke mana. Hampir sebagian tempat di dunia ini pernah ia kunjungi bersama dengan pria itu. "Apa kau ada usul? Aku juga bingung." Wanita itu terkekeh pelan. Merubah posisi miring menjadi terlentang agar bisa menatap Kai dari bawah.Pria itu tersenyum tipis. Menunduk padanya. "Venice?"Alis Nathalie mengerut tipis. "Italia?" Kepala Kai teranguk. Nathalie pikir, ia juga belum pernah ke tempat tersebut. Hanya pernah melihat dalam ponselnya bagaimana keindahan kota unik itu."Boleh juga." Mungkin kali ini akan terasa berbeda karena Nathalie akan pergi bersama Kai dengan s
Nathalie memandang bunga-bunga yang bermekaran di taman yang ada pada rumah Kai. Ah, Nathalie pikir ia sudah bisa memanggilnya sebagai rumah kita. Rumah di mana dirinya dan Kai tinggal dengan status yang resmi menjadi suami istri. Wanita itu tersenyum tipis. Lantas kembali menyiram bunga dengan berbagai warna dan bentuk tersebut dengan ceria. Hari ini adalah tepat hari ke tiga setelah Nathalie dan Kai melangsungkan pernikahan. Pengantin baru yang harusnya sedang memandu kasih dan pergi bulan madu seperti yang biasa dilakukan, namun tidak dengan Nathalie. Karena pekerjaan Kai yang tak bisa ditinggalkan, waktu berbulan madu mereka menjadi tertunda. Meski Nathalie sedikit kecewa. Namun, ia tak menyesalinya. Wajar saja hal ini terjadi. Karena pekerjaan Kai bukanlah pekerjaan yang sembarangan harus ditinggalkan. Dan Nathalie memilih untuk menunggu sebentar lagi sampai pria itu benar-benar menyelesaikan semuanya. Tiba-tiba saja Nathalie merasakan seseorang memeluknya dari belakang. Kedu
Hans mengangguk. Mengambil dokumen yang baru saja selesai Kai tandatangani. "Tuan, sudah waktunya makan siang." Sementara Kai hanya menghela napas pelan. Lantas bergumam pelan. "Aku akan keluar sebentar lagi." Kai memandang Hans sekilas. Dan kemudian sekretarisnya itu undur diri untuk keluar dari ruangan ini. Sampai di depan pintu, Hans sedikit terkejut kala melihat Nathalie ada di hadapannya. Hendak masuk ke dalam ruangan kerja Kai."Nona?" Ah, Hans mengutuk dirinya sendiri. Apakah ia seharusnya memanggil Nyonya?Sementara Nathalie yang masih berdiri di hadapan sekretaris Kai itu tersenyum tipis."Apa dia ada di dalam?""Ya. Tuan ada di dalam." Dan Nathalie mengangguk. "Terima kasih." Setelah itu, ia berjalan meninggalkan Hans yang kemudian melangkah pergi. Dari kedua netranya, Nathalie dapat melihat Kai yang masih sibuk berkutat dengan pekerjaan. Pria itu bahkan tidak menyadari seseorang masuk ke dalam sebelum kemudian Nathalie berdeham pelan.Sontak Kai mengalihkan pandanga
"Selamat ulang tahun, Thalia."Nathalie masih terpaku di tempat. Tidak pernah terpikirkan Kai akan melakukan hal ini. Ia yang bahkan lupa dengan tanggal ulang tahunnya sendiri merasa terkejut dengan hal yang tiba-tiba ini."Kai ...." Pria di hadapannya itu tersenyum tipis. Mendekatkan ujung lilin pada wanita itu "Buat permohonan," ucapnya pelan. Dan Nathalie mengangguk. Memejamkan matanya sesaat sebelum kembali membukanya dan meniup lilin kecil di atas kue tersebut. Pandangannya lantas beralih pada Kai yang nasih berdiri di hadapannya dengan tegak. Pria itu lalu meletakkan kue yang ada di tangannya dan membuka kedua tangannya lebar-lebar. Membiarkan Nathalie berhambur ke pelukannya."Terima kasih, Kai. Kau sudah mengingatnya."Nathalie mengeratkan pelukannya pada pria tersebut. Sebelum kemudian menarik kepalanya dan menatap kekasih tampannya lekat-lekat. Berjinjit dan melayangkan kecupan di bibir tipis Kai yang membuat pria itu tersenyum tipis. Melepaskan pelukannya dan berdeham p
Nathalie menyandarkan kepala pada bahu lebar yang ada di sebelahnya. Masih berusaha untuk mengatur napasnya lantaran baru saja selesai bermain air dengan pria yang kini duduk di sampingnya sekarang.Ia tersenyum tipis. Memandang matahari yang sebentar lagi akan tenggelam di ujung laut yang ada di depan mata mereka. Perlahan cahaya di sekitar mereka mulai meredup dan tergantikan oleh gelap. Sedangkan Kai yang ada di samping wanita itu hanya melirik Nathalie sekilas. Tak bisa menahan diri untuk tersenyum samar. Lantas, menarik wanita itu untuk semakin dekat ke arahnya.Waktu berlalu begitu cepat. Tak terasa sudah dua bulan sejak ingatan Nathalie kembali. Dan saat ini, mereka berdua tengah ada berada di salah satu pantai di Bali. Menikmati waktu berdua saja. Sebelum beberapa saat kemudian Kai menggeser kepala wanita itu dan berdiri di hadapannya. Mengulurkan tangan yang membuat Nathalie mengerutkan dahi."Ayo kita kembali," ajak Kai. Dan Nathalie lantas mengangguk. Menerima uluran tanga