"Thalia, apa kau ingat tempat ini? Ini adalah tempat di yang kau datangi saat kau terlambat jam kuliah dan menangis sambil meneleponku untuk datang. Kau masih mengingatnya?"Nathalie mengerucutkan bibir. Lantas membuang pandangan dari pria yang ada di sampingnya dengan wajah menahan malu."Saat itu aku hanya tidak punya pilihan lain." Pria yang ada di sebelah Nathalie itu mengernyit, kemudian terkekeh pelan. "Aku pikir kau sudah melupakannya. Itu sudah beberapa tahun berlalu.""Mana mungkin aku melupakan kejadian memalukan itu?" Nathalie masih tidak menoleh. Membiarkan pria di sebelahnya itu kemudian menarik tangannya untuk berjalan bersama. Menggenggam tangannya dengan erat dan Nathalie yang kemudian tersenyum sembari menunduk dalam. "Lihat itu, matahari sebentar lagi akan tenggelam."Dan Nathalie kemudian mengalihkan pandangannya pada semburat jingga keorenan yang sedang ditunjuk oleh pria di sampingnya. "Indah ...." Nathalie bergumam pelan. Kembali memalingkan wajahnya pada pri
"Kau pikir ini menyenangkan?" Wanita yang kini terkurung di dalam penjara itu memegang kuat jeruji besi yang menjadi pembatas antara dirinya dan pria yang saat ini berdiri di hadapannya. Seorang pria dengan tatapan angkuh yang sialnya pernah ia cintai dengan sangat dalam. Dan seorang yang juga telah membawa dirinya pada keadaan seperti ini."Harusnya sejak awal aku sudah membunuhmu!" Kai tidak bereaksi apapun selain tatapannya yang masih datar tertuju pada wanita itu. Memandang Angelista yang terlihat sangat menyedihkan dengan surai pirangnya yang berantakan tak terawat. "Kau sudah berakhir," ujar Kai sembari memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Pandangannya mengikuti Angelista yang kemudian berdiri dengan kedua kakinya yang terlihat lemah. "Selama aku belum mati. Semua ini tidak akan pernah berakhir, Kai." Angelista menyeringai kejam.Namun, Kai tak mempedulikan wanita itu dan hanya menghela napas pendek. "Meski harus merangkak dengan penuh darah dan nanah. Aku akan
Nathalie keluar dari kamar mandi dengan handuk kecil di tangannya untuk mengeringkan rambutnya yang basah. Malam ini ia hanya menggunakan sweater hijau toska dengan celana pendek saja. Setelah rambutnya kering, Nathalie lantas berjalan menuju laptopnya yang ada di kamar dan memeriksa pekerjaan dirinya. Sampai beberapa saat kemudian, ponselnya kemudian berdering. Dan Nathalie tersenyum tipis saat mendapati panggilan dari Leon malam ini. "Ya? Tumben sekali kau meneleponku malam-malam begini." Nathalie terkekeh pelan. Memiringkan kepalanya ke samping dan sedikit menunduk. "Aku hanya ingin memberitahumu jika besok aku harus pergi."Nathalie mengangguk pelan sembari mengulum bibir bawahnya. "Kau bisa mengatakannya besok padahal." "Tidak. Karena aku besok akan sangat sibuk dan tidak sempat memegang ponsel." Leon terdiam sebentar. "Apa kau akan merindukanku?" Wanita itu mengerutkan alis. "Apa yang kau katakan? Kau bertanya padahal sudah tahu jelas jawabannya." Nathalie menipiskan bibi
"Malta. Dia berasal dari Malta."Nathalie mendesah pelan. Perkataan Rena sejak kemarin masih terbayang memenuhi isi kepala. Dengan sisa ingatannya sendiri yang masih sangat kurang, Nathalie sempat berpikir jika apa yang selama ini ia lakukan berada dalam kesalahan. Wanita itu menggelengkan kepalanya pelan. Ia akan berusaha untuk mengingat semuanya meski kenangan buruk di masa lalu pun. Setidaknya, ia jadi mengerti bagaimana seharusnya dirinya menjalani hidup. Dan sekarang, Nathalie tidak mengerti mengapa ia berhenti di sini. Di bawah pohon di dekat rumah megah yang tak terasa asing baginya. Saat melewati rumah ini, entah mengapa spontan ia menghentikan mobil yang dikendarainya dan diam di sini sejak sepuluh menit yang lalu.Nathalie menghela napas sesaat. Sebelum kemudian ia keluar dan bersandar pada mobil sembari memandangi rumah mewah di hadapannya. Sepertinya, ingatannya pernah membawanya kemari. Namun, sampai saat ini ia masih belum bisa memastikan apakah benar atau salah."Nath
Sudah hampir sepuluh menit Nathalie berjalan bersama dengan Kai di sebelahnya. Dan selama sepuluh menit itu Nathalie hanya terdiam. Sesekali memandang pada kaktus yang baru saja ia beli dan tak sengaja bertemu dengan pria ini."Anu ... Kai. Bolehkah aku bertanya satu hal?" tanya Nathalie, menggigit bibir bawahnya pelan dan melirik pria itu sekilas. "Tanyakan saja." Kai menjawab dengan tenang. "Bukankah waktu itu kau mengatakan jika kekasihmu tidak jadi datang. Jadi, kau memberikan bunga tulip itu padaku. Kau ingat?" Pria itu tampak tertegun mendengar apa yang Nathalie ucapkan."Ah ... aku mengatakannya." Kai mengangguk pelan.Dan Nathalie makin tidak mengerti. Padahal, tadi wanita yang ada di dalam toko bunga tersebut berkata jika Kai selalu membeli bunga tulip berwarna putih untuk kekasihnya yang sedang sakit. Namun, waktu itu Kai berkata seolah kekasihnya sedang pergi dan tidak jadi datang menemuinya. Wanita muda yang menjual bunga tersebut terlihat tidak sedang berbohong. Jadi
Nathalie memejamkan mata saat mencium aroma lezat dari hidangan yang ada di hadapannya. Ia lantas tersenyum lebar. Menatap Leon dengan raut wajah kagum. "Aku tidak percaya kau bisa memasak!" pujinya sembari mengacungkan kedua jempol yang membuat pria yang duduk di hadapannya itu terkekeh pelan. "Makanlah," ujar Leon sembari mengambilkan beberapa lauk yang baru saja ia sajikan itu ke piring Nathalie. Dan wanita itu lantas mengangguk pelan. Mencicipi makanan buatan Leon dengan senang."Sejak kapan kau bisa memasak?" tanya Nathalie. "Sudah lama. Aku pernah bekerja di Restoran sebelumnya." Leon menipiskan bibir. Dan Nathalie hanya mengangguk. Beberapa saat berlalu, dan mereka telah menyelesaikan makanannya. Kini keduanya berada di balkon yang ada pada apartemen Leon. Pemandangan kota yang gemerlap tampak indah dari sini. Nathalie menghela napas pelan. Menoleh ke samping saat ia menyadari ada seseorang yang mendekat ke arahnya. "Minum?" Pria itu memberikan segelas cokelat hangat p
Sudah sejak lima belas menit yang lalu, Nathalie merenung. Ia tak berkedip sembari memikirkan perkataannya kemarin. Lantas mendesah pelan saat menyadari sebuah notifikasi muncul pada layar komputernya dan ia kembali bergerak untuk mengecek."Rapat akan diadakan dalam sepuluh menit." Nathalie memberitahukan pada kedua rekan kerjanya yang ada di dalam ruangan tersebut. Dan kemudian ia menyiapkan beberapa hal yang ia perlukan dalam rapat setelah ini. ..."Tuan, Anda baik-baik saja?" Hans masuk ke dalam ruangan Kai dan melihat raut wajah atasannya itu yang tampak lelah. Membuat Hans berpikir apakah Kai terjaga semalaman?"Aku baik." Kai menjawab singkat. Menerima beberapa dokumen yang Hans berikan padanya. "Jam sepuluh Anda akan ada pertemuan dengan para pemegang saham." Sebagai sekretaris yang baik, Hans memberitahu agar Kai dapat beristirahat meski hanya sebentar. "Hn." Dan jawaban singkat yang Hans dapatkan membuat pria itu menghela napas pelan. Lantas pamit undur diri. Terseny
"Anakku hanya satu, Kai. Xavier Viankai." Sontak Nathalie tak dapat menahan kedua manik matanya yang melebar dengan sempurna. Terlalu terkejut dengan apa yang baru saja Yuan Nuan ungkapkan."Bagaimana mungkin ...?" Nathalie bergumam pelan. Tubuhnya seolah terpaku di tempat. "Nathalie ... kau baik-baik saja?" tanya Yuan Nuan. Ia melemparkan tatapan heran saat melihat keadaan Nathalie saat ini. Berpikir apa yang terjadi dengan Nathalie sampai wanita itu terlihat terkejut dan bersikap aneh.Pandangan Nathalie kembali naik. Menatap Yuan Nuan dan bibirnya mulai bergetar."Paman ... apakah-"Pembicaraan Nathalie terputus saat ia mendapati pintu terbuka lebar. Dua kepala dalam ruangan tersebut menoleh dan menemukan Kai dengan napas putus-putus datang dan langsung melayangkan tatapan tajam. Pria itu melirik ayahnya sebelum kemudian berganti pada Nathalie."Kai?" Yuan Nuan tampak tak percaya jika anaknya itu akan datang. Kai berjalan masuk. "Sama seperti sebelumnya. Kali ini pun kau datang