Deras hujan tak menghentikan langkah Seina untuk pergi dari restoran. Tubuhnya basah kuyup menerjang derasnya hujan di tengah jalanan Kota Bandung. Dua puluh menit perjalanan akhirnya Seina sampai di gedung apartemennya.
Dengan tubuh yang bergetar, Seina berjalan lewat pintu darurat. Ia tidak mau harus membersihkan air yang menetes dari pakaiannya yang basah. Perlahan tapi pasti akhirnya Seina sampai di lantai enam apartemennya.
Kakinya terasa kram menaiki anak tangga yang tak terhitung, Seina kemudian menekan password apartemennya lalu masuk ke dalam. Siena bergegas membersihkan tubuhnya, sepuluh menit kemudian Seina keluar dari kamar mandi lalu memakai pakaian yang hangat.
Seina hanya menatap layar ponsel yang bergetar, melihat nama Arya di sana. Iya, Seina begitu kecewa kepada tunangannya yang membatalkan makan malam mereka hanya karena sahabatnya yang bernama Laras, sakit.
“Ck! Sepenting itukah sahabatmu dari pada aku Rya, sepertinya kau harus menikahi dia bukan aku,” desis Seina.
Tidak ada wanita yang mau berbagi dengan wanita lain termasuk Seina, apa lagi ia harus berbagi dengan sahabat bukan lagi orang tua atau saudaranya.
Seina kemudian merebahkan tubuhnya, menarik selimut hingga menutupi kepalanya. Terdengar tangisan yang lolos dari mulut Seina, iya ... Seina menumpahkan semua kekesalannya dengan menangis sejadi-jadinya, sebelum akhirnya tangisan itu terhenti tergantikan oleh mimpi.
Bunyi bel serta dering ponsel saling bersautan membangunkan Seina yang masih terlelap tidur. Perlahan Seina membuka matanya, tangannya meraba nakas mencari ponsel yang di simpan di sana. Bola matanya memutar saat melihat nama Arya di ponselnya. Setelah panggilan berakhir, Seina membuka pesan dari Arya.
Arya : "Maafkan aku Seina, aku akan menjelaskan semuanya kepadamu. Kumohon angkat telepon dariku ...."
Seina : “Kau tidak perlu menjelaskannya, semuanya sudah jelas dan sebaiknya kita putus saja,” balas Seina.
Setelah mengirim pesan kepada Arya, Seina memblokir nomor ponselnya. Tekadnya sudah bulat, tak ingin melanjutkan hubungannya dengan Arya. Ia tidak ingin pernikahannya selalu diwarnai cekcok karena wanita lain.
***
Ketukan jari menyentuh keyboard menjadi irama yang indah bagi Seina. Seina merupakan seorang penulis yang sudah meraih banyak prestasi, bahkan bukunya pun selalu best seller. Saat ini ia bekerja sama dengan platform online untuk merilis novel yang di baca secara online.
Seina suka menulis dari usianya dua belas tahun, ia selalu menuangkan semua imajinasinya ke dalam sebuah tulisan. Di usianya yang kini sudah memasuki dua puluh tiga tahun, Seina tidak pernah bergaul dengan teman-teman sebayanya dan terlihat seperti gadis pengangguran.
Meski begitu ia memiliki tunangan bernama Arya Wijaya yang tak lain temannya saat masih kuliah dulu. Hubungan mereka terjalin sudah hampir dua tahun, tapi harus berakhir karena orang ketiga.
Bel kembali berbunyi, Seina masih tetap tenang di meja kerjanya. Ting tong ... konsentrasi Seina mulai goyah setelah bel berbunyi berkali-kali.
“Argh ...!” teriak Seina.
Seina berjalan dengan menghentak-hentakan kakinya karena kesal dengan orang yang berada di balik pintu. Ia lalu memutar knop pintu, membuak pintunya.
“Seina kita harus bicara,” ucap Arya kemudian menyilangkan kakinya untuk menghalangi Seina menutup pintu apartemennya.
“Apa lagi yang mau kau jelaskan!”
“Kenapa kau memutuskan pertunangan kita sepihak, apa salahku?”
“Hahaha ... kau lucu sekali Arya, kau bilang apa salahmu. Dengar baik-baik, kau mengajakku makan malam, tapi setelah aku menunggu selama dua jam di sana kau baru memberitahuku jika kau tidak bisa datang. Satu hal yang membuatku marah, kau membatalkan makan malam kita hanya karena sahabatmu itu!” ungkap Seina.
“Maaf sayang, maaf karena aku telat memberitahumu. Saat itu Laras menghubungiku, memintaku untuk mengantarnya ke rumah sakit.”
“Aku mau tanya kepadamu, jika aku dan Laras di ikat di sebuah gedung, siapa yang akan kau selamatkan lebih dulu?”
Arya terdiam memikirkan sesuatu, “aku akan menyelamatkanmu lebih dulu.”
”Lalu kenapa kau malah menghampirinya dan membatalkan acara malam kita?”
“Seina aku tahu aku salah, aku mohon maafkan aku. Tolong singkirkan rasa cemburumu kepada Laras, hubungan kita hanya sahabat tidak lebih.”
“Dia bukan sahabatmu tetapi selingkuhanmu, aku tidak mau bersaing dengan orang yang jelas-jelas menghalangi hubungan kita dari awal. Jadi lebih baik kita akhiri saja, sebelum kau benar-benar berselingkuh dengannya.”
Brak!
Seina melempar pintu apartemennya dengan kencang. Ia mengepalkan tangannya menahan emosi yang memuncak di kepalanya. Seina kembali mengetik dengan kecepatan tinggi hingga tulisannya yang muncul di layar komputer menjadi tak karuan.
“Argh ... kau sangat menyebalkan Arya,” oceh Seina sambil membenturkan kepalanya ke meja.
***
Hari-hari Seina dihabiskan di ruang kerjanya, ia tidak pernah keluar dari apartemen selain belanja bulanan atau berkencan dengan Arya saat masih bersama. Semua pekerjaan rumah dikerjakan sendiri oleh Seina termasuk memasak.
Setiap pagi Seina akan membuang sampahnya ke belakang gedung apartemennya, karena pengelola apartemen tidak mengambil sampah hanya membersihkan lingkunganya saja. Emily keluar dari apartemennya, melihat pintu apartemen di sampingnya sudah berpenghuni.
“Akhirnya aku memiliki tetangga, semoga mereka tidak menyebalkan,” batin Seina melewati orang-orang yang sedang memindahkan barang di samping apartemennya.
Setelah dua tahun tinggal di apartemen, Seina tidak pernah memiliki tetangga. Akan sangat menyebalkan jika tetangganya berisik, dan mengganggu konsentrasinya dalam bekerja.
Sesampainya di lobby, Seina berjalan ke pintu belakang untuk membuang sampah memisahkan sampah organik dan non organik.
“Aku dengar penghuni baru di apartemen lantai enam memiliki wajah yang tampan,” ucap salah seorang wanita penghuni apartemen.
“Apa kau sudah melihatnya?” tanya temannya yang lain begitu antusias.
“Iya, tadi aku berpapasan saat dia mau masuk ke dalam lift. Aku mendengar pembicaraan dia dengan temannya ternyata penghuni baru lantai enam. Beruntung sekali tetangganya, pasti akan menyenangkan bertetangga dengan pria tampan,” ungkap wanita itu.
Seina memicingkan pendengarannya mendengarkan percakapan para wanita yang sedang bergosip.
“Pria tampan, wah aku jadi penasaran dengan wajah tetanggaku,” desis Seina sambil merapihkan kembali troli sampahnya.
Ketika kembali ke apartemen pintu tetangga barunya sudah tertutup, sepertinya ia sudah selesai pindahan.
Ponsel Seina bergetar menampilkan nomor baru di sana, ia lalu menggeser tombol hijau di layar ponselnya.
“Halo,” sapa Seina.
“Seina bisa kita bicara, aku tahu aku salah dan aku tidak mau membatalkan pertunangan kita.”
“Masih ada waktu tiga bulan lagi untuk berpikir ulang. Jika kau bisa merubah sifatmu dengan membatasi pergaulanmu dengan Laras, mungkin aku akan memaafkanmu.”
“Sayang ... Laras itu sahabatku dari kecil, mana mungkin aku menjauhinya. Aku mohon kamu mengerti.”
“Kau memintaku untuk mengerti tapi sahabatmu itu tidak mengerti perasaanku. Meski kalian bersahabat harusnya memiliki batasan! Setiap kita berkencan kau selalu mengajaknya, kau selalu membatalkan acara kita hanya karena dia. Menurutmu aku harus pengertian seperti apa lagi ...!” teriak Seina.
Tanpa ia sadari, saat ini ada sepasang mata yang tengah menatap punggungnya serta menguping pembicaraannya dari belakang.
Seina melempar pintu apartemennya dengan kencang hingga ter dengar nyaring, meluapkan emosinya.
Suara bel berbunyi, Seina yakin jika orang di luar sana adalah Arya karena sebelum mematikan panggilannya dia mengatakan akan ke apartemennya. Tanpa pikir panjang Seina membuka pintu apartemen.
“Ya ... sudah ku bi--” ucapan Seina tertahan ketika seseorang yang berada di hadapannya bukan Arya.
“Maaf, aku tetangga baru di sini,” ujarnya sembari tersenyum ramah.
Netra Seina melebar, mulutnya menganga saat melihat seorang pria berdiri di hadapannya. Jantungnya pun berdegup dengan kencang ketika kedua netra mereka saling bertatapan.
Mata Seina tak berkedip melihat pria yang kini berada di hadapannya. Pria yang pernah menjadi sosok yang spesial di hati Seina."Seina ...." Seina diam terpaku mendengar pria tersebut memanggil namanya. "Hei ... Apa kau sudah lupa kepadaku?"Pria tersebut menggoyangkan tangannya di depan mata Seina, menyadarkan Seina dari lamunannya."Oh hai, Darel," sapa Seina.Iya ... pria tersebut bernama Darel, mantan kekasih Seina saat dia masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas."Sudah lama kita tidak bertemu, bagaimana kabarmu?""Baik, kenapa kau ada di sini, bukankah kau pindah ke Surabaya?" tanya Seina."Ada pekerjaan di Bandung, jadi untuk sementara waktu aku akan tinggal di sini," jawabnya santai."Oh." Seina hanya berohria mendengar jawaban Darel.Seina menatap mata Darel yang melihatnya dari ujung rambut hingga ke ujung kaki. Seina pun melihat penampilannya yang terlihat berantakan, berbeda sekali dengan penampilan Darel yang terlihat rapih dan tampan."Kalau begitu aku masuk dulu, by
Seina tidak bisa menahan degup jantung saat Darel membawa barang belanjaannya hingga sampai ke depan apartemennya."Terima kasih, apa kau mau masuk dulu?" ajak Seina."Tidak terima kasih, bye Seina," tolah Darel.Seina dan Darel masuk ke dalam apartemen masing-masing. Seketika tubuh Seina luruh ke lantai, jika bisa di lihat oleh orang lain mungkin akan ada banyak kupu-kupu yang berkeliling di kepalanya.Karena Darel, suasana hati Seina membaik. Ia begitu antusias menulis cerita baru untuk koleksi novel onlinenya."Kepentok Cinta Mantan ... apa Cinta Lama Belum Usai?" ucap Seina menulis judul ceritanya, sembari mulai mengetik di laptopnya.Senyum mengembang di bibir Seina memikirkan apa yang baru saja ia alami dengan Darel, meski hanya jalan ke apartemen bersama, hal itu malah berkesan untuk Seina.***Sinar matahari menyoroti wajah Seina yang sedang tertidur pulas di meja kerjanya. Bunyi alarm di ponselnya terus berdering, tetapi sang empunya sepertinya masih betah di dunia mimpi.Sua
Desiran angin menerpa wajah Seina yang sedang duduk di balkon apartemen. Ia merasakan kegundahan dalam hatinya, entah karena cinta pertama atau cinta terakhirnya.Seina menatap layar ponselnya, kemudian membuka blokiran nomor ponsel Arya, berharap pria tersebut menghubunginya.Ponsel Seina bergetar menunjukkan nama Arya di sana. Seperti memiliki telepati, apa yang ada di hati Seina, langsung di jawab oleh Arya."Halo," sapa Seina."Halo sayang, kau sedang apa, apa harimu menyenangkan?" tanya Arya."Hm ... sangat menyenangkan, bagaimana pekerjaanmu?" jawabnya ketus."Baik, apa kita bisa bertemu?"Seina diam sejenak, suasana hatinya sudah membaik. Ia berharap Arya tidak membahas lagi tentang masalah kemarin. Sebenarnya Seina masih sangat mencintai Arya, hanya sana ia ingin Arya memprioritaskan dia dari pada sahabatnya."Datanglah ke apartemenku," ucap Seina.“Dua puluh menit lagi aku akan sampai ke sana. Tunggu aku, bye sayang ...."Seina merapikan penampilannya untuk menyambut Arya. Ia
Kedua netra Seina dan Laras saling bertatapan."Aku tidak akan membiarkan kamu mengkhianati sahabatku," ucap Laras."Auh ... Aku takut, katakan apa yang ingin kau katakan kepada Arya. Perlu kau ingat, meski dia sahabatmu, kau tidak berhak mencampuri urusan pribadinya.""Jelas aku harus mencampuri urusan pribadinya karena dia sahabatku!" oceh Laras semakin panas."Kalau kau mau mengurusi urusan pribadinya, kenapa tidak sekalian kau urus cicilan mobil, apartemen, listrik, air dan hutangnya yang lain. Kau hanya ikut campur masalah hubungannya denganku. Kenapa, apa kau cemburu kepadaku?"Laras kehabisan kata-kata, temannya yang ada di sana mencoba menenangkan Laras dan menyuruhnya untuk kembali ke meja mereka. Sedangkan Seina menatap tajam ke arah Laras yang kembali duduk di kursinya.Darel tersenyum melihat wajah Seina yang penuh dengan emosi."Jadi siapa yang kalah?" tanya Darel. “Melihat wajahmu aku yakin dia yang kalah. Kau memang tidak pernah berubah.”"Kau tidak lihat tadi aku berub
Seina menikmati malam bersama Arya, sudah hampir seminggu mereka tidak saling berkomunikasi. Sekalinya bertemu semua cerita yang selama ini di tahan, diluapkan begitu saja.Seperti biasa Arya akan bercerita tentang masalahnya di kantor, sedangkan Seina akan menceritakan tentang pembaca yang berkomentar buruk di ceritanya."Kau tidak perlu khawatir, meskipun mereka berkomentar buruk, tapi mereka membaca ceritamu. Mereka itu penggemarmu berkedok haters.”Arya mencoba menyemangati Seina. Seina mencebikkan bibirnya mendengar pendapat Arya yang menurutnya tidak berpihak kepadanya. Arya melihat jam di tangannya yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam."Aku pulang dulu, kau juga harus istirahat jangan begadang hanya untuk mengejar target!" titah Arya.“Hm ...." Seina mendekatkan tubuhnya lalu memeluk Arya dengan erat. "Hati-hati di jalan sayang.”Arya mencium bibir Seina kemudian berjalan keluar. Seolah tak ingin berpisah, Seina terus memegang tangan Arya hingga ke pintu keluar. Pintu lif
Mata Arya melihat ke sekeliling restoran, tidak ada tempat duduk yang kosong. "Kita take away saja ya," ucap Arya. "Makan di sini saja, kita bergabung sama temanku," tukas Seina. "Teman kamu yang mana?" tanya Arya. "Itu yang tadi mamanggil namaku, aku ke sana dulu ya," jawab Seina berjalan ke arah meja Darel. Seina berjalan ke meja Darel. "Hai Darel ... bolehkah aku bergabung di sini? Soalnya tidak ada tempat yang kosong. Boleh ya kak?" lirih Seina menatap Diana. "Boleh, duduk di sini saja," jawab Diana. "Makasih banyak." Seina melambaikan tangan ke arah Arya, tanpa permisi Seina duduk di samping Diana. Tak lama Arya datang sambil membawa makanan mereka. "Hai, kita boleh bergabung di sini kan?" ucap Arya. "Boleh, tadi pacarnya Darel sudah mengizinkan kita makan di sini. Oh iya kak, kenalin nama aku Seina," oceh Seina memperkenalkan diri. Diana menjabat tangan Seina dan berkata, "Namaku Diana, salam kenal." Arya yang juga memperkenalkan diri kepada Darel dan Diana. Setelahny
Seina menunggu Darel sadar, setelah dua orang perawat membersihkan lukanya. Pihak sekolah sudah menghubungi orang tua Darel untuk segera datang ke rumah sakit. Kasus ini pun di tangani pihak berwajib karena ada bukti serta saksi pengeroyokan.Seina melihat ke arah pintu ketika mendengar seseorang masuk ke dalam ruangan Darel. Seina hanya diam, ketika seorang wanita paruh baya berjalan melewatinya."Darel, ya Tuhan nak kenapa bisa jadi seperti ini!" lirih wanita paruh baya.Seina beranjak dari kursinya saat sadar jika yang ada di hadapannya adalah ibu Darel. Mata Seina dan wanita paru baya itu pun saling bertatapan."Ehm ... saya teman Darel, di perintahkan oleh pihak sekolah untuk menjaganya," jelas Seina."Ah iya, terima kasih banyak. Maaf sudah merepotkanmu, oh ya nama kamu siapa?" tanyanya."Seina bu, kalau begitu saya pamit pulang dulu, permisi." Seina mengambil tasnya, kemudian keluar dari ruangan Darel.Lima hari setelah pengeroyokan, tidak ada kabar dari Darel. Bahkan Darel tida
"Buka matamu, saat ini kau sedang berada di apartemenku," kesal Seina, kemudian pergi meninggalkan Darel yang masih mengumpulkan nyawanya. Perlahan Darel terduduk, ia memperhatikan ke sekeliling dan itu benar bukan apartemennya. Dengan tertatih Darel mencoba berjalan ke arah pintu. Seina yang berada di dapur melirik ke arah Bryan. Ada rasa iba di hatinya, Seina pun memanggil Darel dan menyuruhnya untuk duduk di kursi. "Minumlah, ini bisa mengurangi rasa pusingmu karena alkohol," ucap Seina. "Terima kasih." Darel meminum habis air lemon yang di racik oleh Seina. "Maaf Seina, apa semalam aku merancau tak jelas atau mengatakan sesuatu yang penting kepadamu?" "Sepertinya tidak, kau langsung merebahkan tubuhmu di lantai lalu tidur seperti orang mati." Darel memicingkan matanya menatap Seina yang asik mengolesi rotinya. Seina membungkus roti yang sudah ia beri selai untuk Darel. "Bawalah, sepertinya kau akan terlambat untuk bekerja." Seolah di ingatkan oleh Seina, Darel lalu melihat j
Seina menatap pria yang sedang duduk sambil menikmati kopi di depannya. Sudah satu minggu lebih ia tak mendapat kabar dari Arya. Namun, sekalinya ia mendapat kabar dari sepupunya yang melihat Arya sedang bersama seorang wanita. "Brengsek ...!" gumam Seina sembari mengepalkan tangannya. Dengan langkah yang cepat Seina mendekati Arya. "Oh jadi gini kelakuan kamu di belakang aku. Wah ... jadi ini yang katanya sahabat, tapi selingkuh!" "Seina." Arya berusaha memegang tangan Seina, tapi dengan cepat Seina menepis tangan Arya. "Jangan sentuh aku. Ternyata selama ini kamu bohongin aku, tega kamu ya. Kalau kamu memang udah bosan sama hubungan kita, ngomong aja jangan seperti ini." Arya memegang erat tangan Seina mencoba menahannya, sedangkan Laras yang tak lain sahabat Arya sekaligus duri di hubungan mereka pun berjalan mendekati Arya. "Cukup Arya!" Laras menahan tangan Arya lalu menatap Seina dengan tajam. "Aku sedang hamil anak Arya." "Laras ...!" Bagai dihantam batu yang begitu bes
Hanya tinggal menghitung hari saja, Seina akan resmi berstatus menikah. Biasanya para pengantin sudah mulai mempersiapkan pernikahan mereka, tapi tidak dengan Seina. Ia begitu santai sampai banyak yang menduga jika pernikahan mereka batal meski undangan sudah disebar. “Ayo, pulang. Kau itu harus dipingit, supaya pas nikahan nanti terlihat pangling,” ucap sera terus membujuk Seina untuk pulang ke rumah orang tuanya. Seina tak bergeming, ia menikmati sarapannya dengan tenang. Sera yang melihat Seina bersikap acuh pun menyimpan sendoknya di atas piring lalu memegang dahi Seina. “Kenapa?” tanya Seina melihat sepupunya itu menyamakan suhu tubuhnya. Sera hanya bergumam lalu menyendok makanan ke mulutnya. “Ternyata suhu tubuhmu masih normal, aku pikir kamu sedang memikirkan Darel.” Seina berdecak. “Apa hubungannya!” kesal Seina yang sudah mulai terpancing emosi. Tak bisa di pungkiri sejak pertemuan semalam, wajah Darel terus berputar di pikiran Seina membuatnya ragu untuk menikah. Entah
Mengingat apa yang dilakukan Darel semalam cukup membuat Seina takut bertemu dengannya. Bukan karena hal itu saja, ia juga merasa harus menjauh dari Darel karena sebentar lagi akan menikah dengan Arya. "Apa dia sudah berangkat kerja?" gumam Seina selihat dari lubang intip yang menempel di pintunya. Perlahan Nidya membuka pintu apartemennya sembari membawa sampah. Ia pun menutup pintu sepelan mungkin agar Darel tidak mendengar suaranya. Dengan cepat ia melangkah ke lift berharap segera turun ke lantai dasar. Seina bernapas lega karena ia tidak bertemu dengan Darel. Saat lift berhenti di lantai dasar Seina bersiap untuk keluar, tapi saat pintu terbuka ia diam meatung karena tepat di depannya ada pria yang ia hindari sedang berdiri di depannya. 'Darel,' batinnya. Keduanya kompak mengalihkan pandangan mereka lalu melangkah keluar dan masuk ke dalam lift secara bersamaan. Hati Seina berdesir ketika berpasan dengan Darel, ia terus berjalan mencoba mengabaikan Darel dan perasaannya. "
Sesaat keduanya saling berpandangan sebelum akhirnya dering ponsel menyadarkan keduanya. Darel menggeser"Halo, Mah. Ada apa?""Kamu yakin mau membatalkan pertunangan kamu dengan Diana?" tanya Mira yang tak lain Ibu Darel. Darel menoleh ke arah Seina yang masih ia genggam tangannya dengan erat. "Mah, diantara kita tidak ada kecocokan. Lagian aku hidup di zaman modern, aku tidak mau mengikuti perjodohan.""Iya tapi, ini semua janji antara Papah dan Ayahnya Diana." Mira masih ngotot agar Darel mau menikahi"Yang membatalkan pertunangan ini dari pihak Diana, bukan aku mah berarti yang memiliki masalah dengan kita itu mereka bukan aku."Darel mematikan panggilannya sepihak, ia menyandarkan punggungnya diatas sofa. Seina menepis tangan darel. Ia tak ingin bertanya, tetapi mulutnya gatal ingin mengeluarkan kata-kata yang sinkron dengan otaknya."Apa pertunangan kamu dengan Diana batal?" tanya Seina dengan hati-hati."Iya, pertunangan kami batal," jawab Darel."Apa kamu tidak mau mempertahan
"Tenang semuanya tenang," teriak Arya mencoba menenangkan. Namun bukannya tenang, penyusup tersebut malah melakukan hal-hal yang merugikan mahasiswa. "Den perintahkan semua mahasiswa kita untuk mundur, ada penyusup di antara kita." "Oke," ucap Deni. Tangan Arya masih tertaut dengan tangan Seina. Seina mencoba melepaskan tangannya dari pria itu, tetapi Arya malah merekatkan pegangannya membawa Seina pergi dari sana. "Kamu enggak apa-apa Seina?" Seina terdiam ketika melihat seorang pria yang tidak pernah ia lihat sebelumnya, tetapi dia tau namanya. "Kamu mengenalku, apa kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Seina. "Apa kamu lupa denganku?" ucap Arya. "Ah, aku pria yang membayar buku yang kamu beli di mini market tak jauh dari SMA Harapan." "Ka-kamu ... Arya." Arya tersenyum bahagia karena Seina ternyata masih ingat dengannya. Pribahasa dunia tak selebar daun kelor, ternyata sangat cocok dengan kehidupan Senia, Darel dan Arya. Sebelumnya mereka pernah dipertemukan dan terlibat
Arya mengetuk pintu kamar Seina, ia mencoba untuk merayunya agar dia membukakan pintu untuknya."Sayang, kita harus bicara. Aku jauh-jauh datang ke sini cuma mau nyelesain masalah kita. Please sayang ... aku enggak mau hubungan kita semakin kacau."Seina yang berada di balik pintu hanya diam, ia juga tak mengerti dengan perasaannya yang benar-benar kacau. Di satu sisi dia ingin menikah dengan Arya, di sisi lain ia mulai mencintai Darel. Egois memang, tapi semuanya terjadi begitu saja. Rasa yang dulu telah hilang, kini hadir kembali dengan versi yang berbeda."Sayang ...!"Seina membuka pintu kamarnya, ia berjalan melewati Arya, lalu duduk di sofa. Arya mengikuti langkah Seina, duduk di sampingnya."Kita harus bicara dengan kedua orang tua kita tentang pengunduran acara pernikahan kita. Apa kamu yakin dengan keputusanmu?""Aku sangat yakin, melihat tingkahmu dibelakangku dengan Laras, membuatku hampir membatalkan pernikahan ini. Aku enggak mau terus menerus cemburu, bukan aku yang haru
"Apa kamu capek, biar aku turun saja," ucap Seina merasa tidak enak. Darel diam, lalu membenarkan posisi Seina di punggungnya. Semua mata wanita yang ada di sana menatap iri kepada Seina, mereka saling berbisik membicarakan keharmonisan mereka berdua. "Aku malu, mereka terus menatap," bisik Seina di telinga Darel. "Mereka menatapmu karena iri, karena di gendong pria tampan sepertiku." Seina mencubit bahu Darel hingga ia mengaduh kesakitan. "Aku senang karena bisa menikmati waktu denganmu, Sei." "Perasaan apa ini, kenapa aku juga senang bisa bersama Darel." batin Seina. Tangannya mengeratkan pegangannya lalu bersandar di bahu pria yang sedang mengendongnya. *** Dua jam perjalanan akhirnya Arya sampai di Bandara-Bandung. Ia bergegas naik taksi untuk mengantarkannya ke apartemen Seina. Arya mengeluarkan ponselnya berniat menghubungi tunangannya, tetapi ia urungkan karena ingin memberi kejutan untuknya. Sementara itu, mobil yang di kemudikan Darel baru saja sampai di apartemen mere
Arya tidak bisa berkonsentrasi dengan baik, pikirannya terus berputar memikirkan Seina. Ia tidak mau pernikahannya batal hanya karena masalah foto dan pekerjaannya. "Hei, Arya. Apa kamu baik-baik saja?" tanya atasannya melihat Arya terhuyung ke belakang. "Tidak apa-apa pak, hanya saja saya belum terbiasa berdiri lama disorot matahari langsung seperti ini," kilah Arya. "Kalau begitu ikut aku," ajak atasan Arya. Arya mengikuti langkah atasannya yang berhenti di sebuah basecamp. "Ehm ... aku dengar kamu akan menikah?" tanya atasannya memulai percakapan. "Benar, Pak. Tanggal dua puluh lima bulan depan saya akan menikah," jelas Arya. "Begini, soal permintaan saya waktu itu. Sepertinya kamu bisa melihat sendiri jika hanya kamu yang bisa aku percaya dan menyelesaikan proyek ini. Jadi, bisakah kamu mengundur pernikahan kalian?" Arya benar-benar menyesal mengikuti ucapan atasannya, semua yang dia ucapkan hanya demi keuntungannya semata. Arya mencoba berbicara dengan lembut agar atasanny
Makan malam bersama Darel membuat Seina lupa akan segalanya, bahkan dia tidak sadar jika saat ini ada seseorang yang menunggu kabarnya. Arya terus mengirim pesan untuk Seina, ia juga mengirimkan gambar saat Seina sedang makan malam bersama seorang pria. Arya : "Ternyata selama ini kamu berselingkuh dibelakangku. Kamu marah kepadaku melimpahkan semua kesalahan kepadaku, padahal ka,u sendiri yang ingin pisah dariku." Arya : "Angkat panggilanku Seina." Arya : "Beginilah caramu mengakhiri pertunangan kita, hah?" Arya : "Seina!" Arya : "Kumohon angkat panggilanku!" Entah berapa pesan yang Arya kirim untuk Seina dari yang marah hingga berakhir dengan pasrah. Ia terus menanti Seina menghubunginya. Hingga akhirnya pesan Arya terlihat telah masuk ke ponsel Seina. Iya Seina membuka blokiran nomor Arya setelah ia membuka chatan Arya dengan Laras. Hingga saat ini Arya masih belum sadar jika ponselnya disadap oleh Seina. Seina : "Lalu apa hubunganmu dengan Laras? Kamu lebih mempercayai wani