Desiran angin menerpa wajah Seina yang sedang duduk di balkon apartemen. Ia merasakan kegundahan dalam hatinya, entah karena cinta pertama atau cinta terakhirnya.
Seina menatap layar ponselnya, kemudian membuka blokiran nomor ponsel Arya, berharap pria tersebut menghubunginya.
Ponsel Seina bergetar menunjukkan nama Arya di sana. Seperti memiliki telepati, apa yang ada di hati Seina, langsung di jawab oleh Arya.
"Halo," sapa Seina.
"Halo sayang, kau sedang apa, apa harimu menyenangkan?" tanya Arya.
"Hm ... sangat menyenangkan, bagaimana pekerjaanmu?" jawabnya ketus.
"Baik, apa kita bisa bertemu?"
Seina diam sejenak, suasana hatinya sudah membaik. Ia berharap Arya tidak membahas lagi tentang masalah kemarin. Sebenarnya Seina masih sangat mencintai Arya, hanya sana ia ingin Arya memprioritaskan dia dari pada sahabatnya.
"Datanglah ke apartemenku," ucap Seina.
“Dua puluh menit lagi aku akan sampai ke sana. Tunggu aku, bye sayang ...."
Seina merapikan penampilannya untuk menyambut Arya. Ia sengaja menunggu Arya di taman apartemen, sambil menikmati malam di sana. Dua puluh menit kemudian Arya datang dengan membawa paper bag di tangannya.
"Hai sayang," sapanya.
Arya memeluk tubuh Seina, sudah hampir seminggu mereka tidak bertemu bahkan tak saling berkomunikasi. Seina membalas pelukan Arya, mencium aroma parfum yang selalu candu untuknya.
"Apa kau merindukan aku?" tanya Seina.
"Hm ... sangat merindukanmu sayang." Arya mencium pucuk kepala Seina, kemudian mencium dahinya dengan gemas. "Oh ya, aku membawakan ini untukmu."
Seina tersenyum lalu membuka paper bag yang di berikan Arya.
"Argh ... terima kasih, kau tahu kalau aku belum makan."
Mereka lalu duduk di bangku taman, Arya membantu membuka makanan untuk Seina serta membuka kemasan ice coffee latte yang ia bawa.
Seina begitu menikmati makanannya dengan lahap, sesekali ia menyuapi Arya yang terus memperhatikannya makan.
"Kau makan saja dulu, aku sudah makan," ucap Arya.
"Ah ... kau juga harus makan," ujar Seina.
Mau tidak mau Arya menerima lagi suapan dari tangan Seina. Tak lama ponsel Arya berdering, mata Seina melirik ke arah ponsel Arya, terlihat nama Laras di sana.
Seina berpura-pura tidak melihat, menunggu reaksi Arya ketika wanita yang selalu mengganggu keseruan mereka, kembai menggangu mereka berdua. Arya kemudian mereject panggilan Laras, memasukan ponselnya ke dalam saku.
"Siapa, mengapa kau tidak mengangkat teleponnya?" selidik Seina.
"Bukan siapa-siapa, aku tidak mau ada orang yang mengganggu kita lagi," ujarnya.
Arya mengusap sudut bibir Seina yang terkena noda. Ia mengusap lembut rambut Seina, memperlakukannya dengan baik seperti biasanya.
***
Suara gemericik air dari kamar mandi. Untuk pertama kalinya, Seina bangun lebih awal dari alarmnya yang tak lama berdering. Seina hankeluar dari kamar mandi, melilitkan handuk untuk menutupi tubuhnya. Dengan santainya ia keluar dari kamar, lalu membakar roti untuk sarapannya.
Tangan Seina meraih gelas dan mulai meracik kopi kesukaannya. Seina kemudian menyalakan musik K-Pop menjaga moodnya agar selalu stabil. Setelah selesai membuat sarapan Seina menyimpan di meja kerjanya.
“Sempurna,” ucapnya. Seina lalu membuka lemari pakaian, memilih pakaian yang santai dan bersiap untuk bekerja. "Selamat pagi dunia ...." sapa Seina.
Menikmati secangkir kopi hangat serta roti bakar, merupakan ritual sehari-hari Seina. Seina beranjak dari kursinya ketika mendengar suara bel, iya yakin di balik pintu adalah Arya. Setelah semalam berbaikan dan meluruskan semua masalah.
"Hai Seina," sapa Darel
"Oh ... hai, ada apa?" tanya Seina.
"Apa kau sibuk, bisakah kau menemaniku ke toko buku?"
Seina berpikir sejenak sebelum akhirnya menyetujui permintaan Darel. "Baiklah, aku ambil tas dulu."
Bukan mengambil tas saja, Seina juga mengganti bajunya agar tidak membuat Darel malu jalan bersamanya. Lima belas menit menunggu, Seina keluar sembari membawa tasnya.
Mereka berdua pun akhirnya keluar dari gedung apartemen, lalu masuk kedalam mobil Darel. Diperjalanan, Seina mengeluarkan ponselnya memberi tahu Arya jika dirinya pergi ke toko buku.
Seina : "Sayang, aku mengantar teman ke toko buku."
Arya : "Baiklah, jangan lupa makan. Nanti malam aku menjemputmu."
Darel melirik Seina yang sedang tersenyum menatap ponselnya. Ia lalu menginjak pedal gas, melajukan mobilnya ke toko buku.
Tak lama mobil yang di kemudikan Darel sampai ke toko buku. Mereka lalu keluar dari dalam mobil menuju toko buku.
"Buku apa yang kau cari?" tanya Seina.
"Hm ... aku mencari buku Fisika," jawab Darel.
Mulut Seina menganga mendengar ucapan Darel. Bagaimana tidak, pria yang dulunya merupakan preman sekolah sekarang menjadi guru Fisika di sekolahnya.
Seina memberitahu Darel tempat buku-buku sekolah, sedangkan dirinya mencari novel yang menarik untuknya.
Senyum mengembang di bibir Seina ketika melihat bukunya di pajang di rak novel best seller. Ia lalu mengambil novel tersebut melihat nama pena-nya terpampang di sana.
"Ambillah, aku akan membelikannya untukmu," tukas Darel yang tiba-tiba saja muncul.
"Ah tidak usah, aku hanya melihat-lihat saja."
Seina menyimpan lagi novelnya ke dalam rak. Ia kemudian berjalan melihat novel-novel yang di pajang di sana.
Tanpa sepengetahuan Seina, Darel mengambil novel yang tadi di pegang oleh Seina. Tidak ada satu pun novel yang ingin Seina beli, ia memilih menunggu di luar saat Darel membayar buku yang ia beli.
"Oh ya, sebelum pulang kita makan siang dulu," ajak Darel.
"Baiklah, di sekitar sini juga ada restoran. Kita makan di sana saja agar kau tidak perlu memarkirkan lagi mobilmu."
Darel mengangguk menyetujui usulan Seina. Darel berjalan beriringan mengikuti langkah kaki Seina. Sampailah di restoran yang Seina maksud, merek berdua kemudian duduk di kursi yang sudah di sediakan.
"Selamat siang kak, mau pesan apa?" ucap Waiters yang baru saja datang.
"Aku ingin nasi goreng seafood dan orange jus," ucap Seina mulai memesan.
"Aku ingin Steak, spaghetti dan orange jus," pesan Darel.
"Baik kak saya ulang pesanannya, nasi goreng seafood satu, steak satu, spaghetti satu dan dua orange jus. Baiklah kalau begitu saya permisi, di tunggu ya kak."
Mata Seina mengamati sekeliling, tak lama ia menangkap seseorang yang dia kenal.
"Laras," desis Seina.
Kedua mata mereka pun saling bertatapan. Seina yakin wanita ular itu akan memberitahu Arya tentang apa yang dia lihat. Dan benar saja, tak lama Arya menghubungi Seina.
"Halo ...."
"Kau di mana?" cecar Arya.
"Aku sedang makan siang bersama temanku. Bukannya kau tau, siapa orang yang sedang bersamaku saat ini. Sepertinya Laras memberitahumu tentang apa yang dia lihat dan mungkin dia juga mengirimkan foto kami."
Suara Arya tercekat, apa yang dikatakan Seina bener. Arya tidak bisa berkutik lagi, ia tidak bisa melarang Seina untuk berteman dengan siapa pun termasuk dengan seorang pria. Karena dia sendiri berteman baik dengan wanita yang saat ini sedang memata-matai Seina
"Baiklah, aku akan kembali bekerja. Suruh temanmu untuk mengantarmu sampai ke rumah," titah Arya.
"Hm, akan ku sampaikan kepadanya."
Darel yang berada di sana mencoba menguping pembicaraan Seina dan Arya, ia yakin pria di sebrang ponsel itu kekasih Seina.
Tak lama makanan datang, sesekali Darel melirik Seina berniat menanyakan statusnya.
"Ehm ... apa kekasihmu marah karena kau pergi bersamaku?" tanya Darel merasa tidak enak.
"Tidak, dia tidak marah. Hanya saja dia terusik karena seseorang yang sedang memata-matai kita."
Mata Darel memicing melihat satu persatu orang yang berada di restoran tersebut.
"Apa pekerjaanmu sampai di mata-matai orang lain, kau bukan bandar judi atau bandar obat terlarangkan?" oceh Darel memastikan.
Seketika tawa Seina pecah mendengar ucapan Darel. Dengan lantangnya Seina menunjuk Laras yang sedang melihat ke arahnya, memberitahu Darel siapa yang memata-matainya.
"Wanita itu diam-diam memotret kita dan mengirimkannya kepada kekasihku."
"Benarkah."
"Iya, dia tokoh antagonis di dunia nyata. Namun sayangnya, semua yang ada di otaknya aku bisa menebaknya dengan baik."
Kini giliran Darel yang menertawakan Seina, ia tidak yakin dengan ucapan Seina.
“Aku ke toilet dulu,” ucap Seina. Seina beranjak dari kursinya saat melihat Laras pergi ke toilet. Menunggu wanita ular itu keluar dari toilet. "Apa kau gemar menghancurkan hubungan orang lain!" ungkap Seina.
Laras yang baru saja keluar dari toilet berhenti melangkah kakinya, mendengar ucapan Seina.
"Apa maksudmu?" elak Laras.
Seina kemudian mendekati Laras lalu berkata, “Jangan jadi benalu di hubungan orang lain, kau mengerti!"
Kedua netra Seina dan Laras saling bertatapan."Aku tidak akan membiarkan kamu mengkhianati sahabatku," ucap Laras."Auh ... Aku takut, katakan apa yang ingin kau katakan kepada Arya. Perlu kau ingat, meski dia sahabatmu, kau tidak berhak mencampuri urusan pribadinya.""Jelas aku harus mencampuri urusan pribadinya karena dia sahabatku!" oceh Laras semakin panas."Kalau kau mau mengurusi urusan pribadinya, kenapa tidak sekalian kau urus cicilan mobil, apartemen, listrik, air dan hutangnya yang lain. Kau hanya ikut campur masalah hubungannya denganku. Kenapa, apa kau cemburu kepadaku?"Laras kehabisan kata-kata, temannya yang ada di sana mencoba menenangkan Laras dan menyuruhnya untuk kembali ke meja mereka. Sedangkan Seina menatap tajam ke arah Laras yang kembali duduk di kursinya.Darel tersenyum melihat wajah Seina yang penuh dengan emosi."Jadi siapa yang kalah?" tanya Darel. “Melihat wajahmu aku yakin dia yang kalah. Kau memang tidak pernah berubah.”"Kau tidak lihat tadi aku berub
Seina menikmati malam bersama Arya, sudah hampir seminggu mereka tidak saling berkomunikasi. Sekalinya bertemu semua cerita yang selama ini di tahan, diluapkan begitu saja.Seperti biasa Arya akan bercerita tentang masalahnya di kantor, sedangkan Seina akan menceritakan tentang pembaca yang berkomentar buruk di ceritanya."Kau tidak perlu khawatir, meskipun mereka berkomentar buruk, tapi mereka membaca ceritamu. Mereka itu penggemarmu berkedok haters.”Arya mencoba menyemangati Seina. Seina mencebikkan bibirnya mendengar pendapat Arya yang menurutnya tidak berpihak kepadanya. Arya melihat jam di tangannya yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam."Aku pulang dulu, kau juga harus istirahat jangan begadang hanya untuk mengejar target!" titah Arya.“Hm ...." Seina mendekatkan tubuhnya lalu memeluk Arya dengan erat. "Hati-hati di jalan sayang.”Arya mencium bibir Seina kemudian berjalan keluar. Seolah tak ingin berpisah, Seina terus memegang tangan Arya hingga ke pintu keluar. Pintu lif
Mata Arya melihat ke sekeliling restoran, tidak ada tempat duduk yang kosong. "Kita take away saja ya," ucap Arya. "Makan di sini saja, kita bergabung sama temanku," tukas Seina. "Teman kamu yang mana?" tanya Arya. "Itu yang tadi mamanggil namaku, aku ke sana dulu ya," jawab Seina berjalan ke arah meja Darel. Seina berjalan ke meja Darel. "Hai Darel ... bolehkah aku bergabung di sini? Soalnya tidak ada tempat yang kosong. Boleh ya kak?" lirih Seina menatap Diana. "Boleh, duduk di sini saja," jawab Diana. "Makasih banyak." Seina melambaikan tangan ke arah Arya, tanpa permisi Seina duduk di samping Diana. Tak lama Arya datang sambil membawa makanan mereka. "Hai, kita boleh bergabung di sini kan?" ucap Arya. "Boleh, tadi pacarnya Darel sudah mengizinkan kita makan di sini. Oh iya kak, kenalin nama aku Seina," oceh Seina memperkenalkan diri. Diana menjabat tangan Seina dan berkata, "Namaku Diana, salam kenal." Arya yang juga memperkenalkan diri kepada Darel dan Diana. Setelahny
Seina menunggu Darel sadar, setelah dua orang perawat membersihkan lukanya. Pihak sekolah sudah menghubungi orang tua Darel untuk segera datang ke rumah sakit. Kasus ini pun di tangani pihak berwajib karena ada bukti serta saksi pengeroyokan.Seina melihat ke arah pintu ketika mendengar seseorang masuk ke dalam ruangan Darel. Seina hanya diam, ketika seorang wanita paruh baya berjalan melewatinya."Darel, ya Tuhan nak kenapa bisa jadi seperti ini!" lirih wanita paruh baya.Seina beranjak dari kursinya saat sadar jika yang ada di hadapannya adalah ibu Darel. Mata Seina dan wanita paru baya itu pun saling bertatapan."Ehm ... saya teman Darel, di perintahkan oleh pihak sekolah untuk menjaganya," jelas Seina."Ah iya, terima kasih banyak. Maaf sudah merepotkanmu, oh ya nama kamu siapa?" tanyanya."Seina bu, kalau begitu saya pamit pulang dulu, permisi." Seina mengambil tasnya, kemudian keluar dari ruangan Darel.Lima hari setelah pengeroyokan, tidak ada kabar dari Darel. Bahkan Darel tida
"Buka matamu, saat ini kau sedang berada di apartemenku," kesal Seina, kemudian pergi meninggalkan Darel yang masih mengumpulkan nyawanya. Perlahan Darel terduduk, ia memperhatikan ke sekeliling dan itu benar bukan apartemennya. Dengan tertatih Darel mencoba berjalan ke arah pintu. Seina yang berada di dapur melirik ke arah Bryan. Ada rasa iba di hatinya, Seina pun memanggil Darel dan menyuruhnya untuk duduk di kursi. "Minumlah, ini bisa mengurangi rasa pusingmu karena alkohol," ucap Seina. "Terima kasih." Darel meminum habis air lemon yang di racik oleh Seina. "Maaf Seina, apa semalam aku merancau tak jelas atau mengatakan sesuatu yang penting kepadamu?" "Sepertinya tidak, kau langsung merebahkan tubuhmu di lantai lalu tidur seperti orang mati." Darel memicingkan matanya menatap Seina yang asik mengolesi rotinya. Seina membungkus roti yang sudah ia beri selai untuk Darel. "Bawalah, sepertinya kau akan terlambat untuk bekerja." Seolah di ingatkan oleh Seina, Darel lalu melihat j
Diam-diam Seina mendownload aplikasi penyadap yang terpasang dengan ponsel Arya. Ia sengaja melakukan itu, karena penasaran apa yang dilakukan Arya di belakangnya. Tak lupa Seina mematikan notifikasi perangkat yang terhubung agar Arya tidak sadar, jika ponselnya di sadap."Sayang ... sudah selesai?" Seina menghampiri Arya yang baru saja keluar dari toilet."Hm, kita mau kemana lagi?" tanya Arya.Seina melingkarkan tangannya di lengan Arya lalu berucap, "ini sudah malam, kau juga besok harus bekerja, jadi kita pulang saja.""Kau yakin?""Hm ... ayo kita pulang."Seina begitu menikmati kencannya bersama Arya, ia berharap setelah menikah pun Arya akan tetap bersikap baik kepadanya seperti sekarang ini.Sampainya di apartemen, Seina keluar dari lift sambil membawa barang belanjaannya. Matanya memutar saat melihat Darel berdiri di depan apartemen, menatapnya sambil tersenyum."Hai Seina ...," sapa Darel."Hai," jawabnya ketus."Maukah kau datang ke apartemenku?" tanya Darel yang membuat Se
Seina membuka ponselnya ketika mendengar notif pesan, terlihat nama Dino di sana. Dino : "Undangan terbuka bagi para alumni SMA Pelita Bangsa, agar menghadiri Acara Reuni yang akan di selenggarakan di Gedung Pakuwon. Hari Sabtu, 17 November 2022, jam 18.00 sampai dengan selesai." Seina menyimpan ponselnya, ia sama sekali tak berminat datang ke acara tersebut. Ia kembali fokus dengan pekerjaannya, mendengarkan musik yang di putar dengan suara yang begitu kencang. Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, matahari sudah kembali ke tempatnya di ganti terangnya bulan. "Apa telingaku bermasalah, sepertinya tadi ada bel berbunyi," gumam Seina. Bel kembali berbunyi, Seina yang masih asik menikmati dentuman musik yang mengalahkan bunyi bel. Sementara di depan apartemen, Arya berdiri menunggu Seina keluar dari apartemennya. Beberapa kali Arya menghubungi Seina, tapi panggilannya dialihkan. Seina akhirnya tersadar saat ponselnya mati, ia kemudian mengecek ponselnya yang ternyata ada panggila
Suara bising para pengunjung restoran terdengar begitu nyaring di telinga Darel, ia hanya diam menyeruput secagkir kopi yang ada di hadapannya. Sesekali Darel melihat ponselnya, menunggu pesan dari seseorang. “Sorry telat ...,” ucap Dino yang baru saja datang. Ia kemudian mengangkat tangannya memanggil waiters. “Selamat siang Kak, ada yang bisa saya bantu,” sapa waiters. “Aku pesan ice moccacino," ucap Dino. Waiters tersebut menulis pesanan Dino dan berucap, “Ada tambahan kak?" "Tidak ada." "Baik, jika tidak ada, saya permisi.” Dino hanya tersenyum, kemudian menatap Darel yang sibuk dengan ponselnya. Sepintas ide jahilnya muncul, Dino mengeluarkan ponsel kemudian menghubungi Darel yang berada di hadapannya. “Kau terlalu sibuk dengan ponselmu sampai lupa jika aku berada di depanmu. Oh ya, apa kau mau datang ke acara reuni sekolah?” tanya Dino. “Entahlah, siapa saja yang datang?” ucap Darel tanpa menoleh. “Hampir semuanya datang, hanya tinggal beberapa orang saja termasuk Sei
Seina menatap pria yang sedang duduk sambil menikmati kopi di depannya. Sudah satu minggu lebih ia tak mendapat kabar dari Arya. Namun, sekalinya ia mendapat kabar dari sepupunya yang melihat Arya sedang bersama seorang wanita. "Brengsek ...!" gumam Seina sembari mengepalkan tangannya. Dengan langkah yang cepat Seina mendekati Arya. "Oh jadi gini kelakuan kamu di belakang aku. Wah ... jadi ini yang katanya sahabat, tapi selingkuh!" "Seina." Arya berusaha memegang tangan Seina, tapi dengan cepat Seina menepis tangan Arya. "Jangan sentuh aku. Ternyata selama ini kamu bohongin aku, tega kamu ya. Kalau kamu memang udah bosan sama hubungan kita, ngomong aja jangan seperti ini." Arya memegang erat tangan Seina mencoba menahannya, sedangkan Laras yang tak lain sahabat Arya sekaligus duri di hubungan mereka pun berjalan mendekati Arya. "Cukup Arya!" Laras menahan tangan Arya lalu menatap Seina dengan tajam. "Aku sedang hamil anak Arya." "Laras ...!" Bagai dihantam batu yang begitu bes
Hanya tinggal menghitung hari saja, Seina akan resmi berstatus menikah. Biasanya para pengantin sudah mulai mempersiapkan pernikahan mereka, tapi tidak dengan Seina. Ia begitu santai sampai banyak yang menduga jika pernikahan mereka batal meski undangan sudah disebar. “Ayo, pulang. Kau itu harus dipingit, supaya pas nikahan nanti terlihat pangling,” ucap sera terus membujuk Seina untuk pulang ke rumah orang tuanya. Seina tak bergeming, ia menikmati sarapannya dengan tenang. Sera yang melihat Seina bersikap acuh pun menyimpan sendoknya di atas piring lalu memegang dahi Seina. “Kenapa?” tanya Seina melihat sepupunya itu menyamakan suhu tubuhnya. Sera hanya bergumam lalu menyendok makanan ke mulutnya. “Ternyata suhu tubuhmu masih normal, aku pikir kamu sedang memikirkan Darel.” Seina berdecak. “Apa hubungannya!” kesal Seina yang sudah mulai terpancing emosi. Tak bisa di pungkiri sejak pertemuan semalam, wajah Darel terus berputar di pikiran Seina membuatnya ragu untuk menikah. Entah
Mengingat apa yang dilakukan Darel semalam cukup membuat Seina takut bertemu dengannya. Bukan karena hal itu saja, ia juga merasa harus menjauh dari Darel karena sebentar lagi akan menikah dengan Arya. "Apa dia sudah berangkat kerja?" gumam Seina selihat dari lubang intip yang menempel di pintunya. Perlahan Nidya membuka pintu apartemennya sembari membawa sampah. Ia pun menutup pintu sepelan mungkin agar Darel tidak mendengar suaranya. Dengan cepat ia melangkah ke lift berharap segera turun ke lantai dasar. Seina bernapas lega karena ia tidak bertemu dengan Darel. Saat lift berhenti di lantai dasar Seina bersiap untuk keluar, tapi saat pintu terbuka ia diam meatung karena tepat di depannya ada pria yang ia hindari sedang berdiri di depannya. 'Darel,' batinnya. Keduanya kompak mengalihkan pandangan mereka lalu melangkah keluar dan masuk ke dalam lift secara bersamaan. Hati Seina berdesir ketika berpasan dengan Darel, ia terus berjalan mencoba mengabaikan Darel dan perasaannya. "
Sesaat keduanya saling berpandangan sebelum akhirnya dering ponsel menyadarkan keduanya. Darel menggeser"Halo, Mah. Ada apa?""Kamu yakin mau membatalkan pertunangan kamu dengan Diana?" tanya Mira yang tak lain Ibu Darel. Darel menoleh ke arah Seina yang masih ia genggam tangannya dengan erat. "Mah, diantara kita tidak ada kecocokan. Lagian aku hidup di zaman modern, aku tidak mau mengikuti perjodohan.""Iya tapi, ini semua janji antara Papah dan Ayahnya Diana." Mira masih ngotot agar Darel mau menikahi"Yang membatalkan pertunangan ini dari pihak Diana, bukan aku mah berarti yang memiliki masalah dengan kita itu mereka bukan aku."Darel mematikan panggilannya sepihak, ia menyandarkan punggungnya diatas sofa. Seina menepis tangan darel. Ia tak ingin bertanya, tetapi mulutnya gatal ingin mengeluarkan kata-kata yang sinkron dengan otaknya."Apa pertunangan kamu dengan Diana batal?" tanya Seina dengan hati-hati."Iya, pertunangan kami batal," jawab Darel."Apa kamu tidak mau mempertahan
"Tenang semuanya tenang," teriak Arya mencoba menenangkan. Namun bukannya tenang, penyusup tersebut malah melakukan hal-hal yang merugikan mahasiswa. "Den perintahkan semua mahasiswa kita untuk mundur, ada penyusup di antara kita." "Oke," ucap Deni. Tangan Arya masih tertaut dengan tangan Seina. Seina mencoba melepaskan tangannya dari pria itu, tetapi Arya malah merekatkan pegangannya membawa Seina pergi dari sana. "Kamu enggak apa-apa Seina?" Seina terdiam ketika melihat seorang pria yang tidak pernah ia lihat sebelumnya, tetapi dia tau namanya. "Kamu mengenalku, apa kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Seina. "Apa kamu lupa denganku?" ucap Arya. "Ah, aku pria yang membayar buku yang kamu beli di mini market tak jauh dari SMA Harapan." "Ka-kamu ... Arya." Arya tersenyum bahagia karena Seina ternyata masih ingat dengannya. Pribahasa dunia tak selebar daun kelor, ternyata sangat cocok dengan kehidupan Senia, Darel dan Arya. Sebelumnya mereka pernah dipertemukan dan terlibat
Arya mengetuk pintu kamar Seina, ia mencoba untuk merayunya agar dia membukakan pintu untuknya."Sayang, kita harus bicara. Aku jauh-jauh datang ke sini cuma mau nyelesain masalah kita. Please sayang ... aku enggak mau hubungan kita semakin kacau."Seina yang berada di balik pintu hanya diam, ia juga tak mengerti dengan perasaannya yang benar-benar kacau. Di satu sisi dia ingin menikah dengan Arya, di sisi lain ia mulai mencintai Darel. Egois memang, tapi semuanya terjadi begitu saja. Rasa yang dulu telah hilang, kini hadir kembali dengan versi yang berbeda."Sayang ...!"Seina membuka pintu kamarnya, ia berjalan melewati Arya, lalu duduk di sofa. Arya mengikuti langkah Seina, duduk di sampingnya."Kita harus bicara dengan kedua orang tua kita tentang pengunduran acara pernikahan kita. Apa kamu yakin dengan keputusanmu?""Aku sangat yakin, melihat tingkahmu dibelakangku dengan Laras, membuatku hampir membatalkan pernikahan ini. Aku enggak mau terus menerus cemburu, bukan aku yang haru
"Apa kamu capek, biar aku turun saja," ucap Seina merasa tidak enak. Darel diam, lalu membenarkan posisi Seina di punggungnya. Semua mata wanita yang ada di sana menatap iri kepada Seina, mereka saling berbisik membicarakan keharmonisan mereka berdua. "Aku malu, mereka terus menatap," bisik Seina di telinga Darel. "Mereka menatapmu karena iri, karena di gendong pria tampan sepertiku." Seina mencubit bahu Darel hingga ia mengaduh kesakitan. "Aku senang karena bisa menikmati waktu denganmu, Sei." "Perasaan apa ini, kenapa aku juga senang bisa bersama Darel." batin Seina. Tangannya mengeratkan pegangannya lalu bersandar di bahu pria yang sedang mengendongnya. *** Dua jam perjalanan akhirnya Arya sampai di Bandara-Bandung. Ia bergegas naik taksi untuk mengantarkannya ke apartemen Seina. Arya mengeluarkan ponselnya berniat menghubungi tunangannya, tetapi ia urungkan karena ingin memberi kejutan untuknya. Sementara itu, mobil yang di kemudikan Darel baru saja sampai di apartemen mere
Arya tidak bisa berkonsentrasi dengan baik, pikirannya terus berputar memikirkan Seina. Ia tidak mau pernikahannya batal hanya karena masalah foto dan pekerjaannya. "Hei, Arya. Apa kamu baik-baik saja?" tanya atasannya melihat Arya terhuyung ke belakang. "Tidak apa-apa pak, hanya saja saya belum terbiasa berdiri lama disorot matahari langsung seperti ini," kilah Arya. "Kalau begitu ikut aku," ajak atasan Arya. Arya mengikuti langkah atasannya yang berhenti di sebuah basecamp. "Ehm ... aku dengar kamu akan menikah?" tanya atasannya memulai percakapan. "Benar, Pak. Tanggal dua puluh lima bulan depan saya akan menikah," jelas Arya. "Begini, soal permintaan saya waktu itu. Sepertinya kamu bisa melihat sendiri jika hanya kamu yang bisa aku percaya dan menyelesaikan proyek ini. Jadi, bisakah kamu mengundur pernikahan kalian?" Arya benar-benar menyesal mengikuti ucapan atasannya, semua yang dia ucapkan hanya demi keuntungannya semata. Arya mencoba berbicara dengan lembut agar atasanny
Makan malam bersama Darel membuat Seina lupa akan segalanya, bahkan dia tidak sadar jika saat ini ada seseorang yang menunggu kabarnya. Arya terus mengirim pesan untuk Seina, ia juga mengirimkan gambar saat Seina sedang makan malam bersama seorang pria. Arya : "Ternyata selama ini kamu berselingkuh dibelakangku. Kamu marah kepadaku melimpahkan semua kesalahan kepadaku, padahal ka,u sendiri yang ingin pisah dariku." Arya : "Angkat panggilanku Seina." Arya : "Beginilah caramu mengakhiri pertunangan kita, hah?" Arya : "Seina!" Arya : "Kumohon angkat panggilanku!" Entah berapa pesan yang Arya kirim untuk Seina dari yang marah hingga berakhir dengan pasrah. Ia terus menanti Seina menghubunginya. Hingga akhirnya pesan Arya terlihat telah masuk ke ponsel Seina. Iya Seina membuka blokiran nomor Arya setelah ia membuka chatan Arya dengan Laras. Hingga saat ini Arya masih belum sadar jika ponselnya disadap oleh Seina. Seina : "Lalu apa hubunganmu dengan Laras? Kamu lebih mempercayai wani