Seina tidak bisa menahan degup jantung saat Darel membawa barang belanjaannya hingga sampai ke depan apartemennya.
"Terima kasih, apa kau mau masuk dulu?" ajak Seina.
"Tidak terima kasih, bye Seina," tolah Darel.
Seina dan Darel masuk ke dalam apartemen masing-masing. Seketika tubuh Seina luruh ke lantai, jika bisa di lihat oleh orang lain mungkin akan ada banyak kupu-kupu yang berkeliling di kepalanya.
Karena Darel, suasana hati Seina membaik. Ia begitu antusias menulis cerita baru untuk koleksi novel onlinenya.
"Kepentok Cinta Mantan ... apa Cinta Lama Belum Usai?" ucap Seina menulis judul ceritanya, sembari mulai mengetik di laptopnya.
Senyum mengembang di bibir Seina memikirkan apa yang baru saja ia alami dengan Darel, meski hanya jalan ke apartemen bersama, hal itu malah berkesan untuk Seina.
***
Sinar matahari menyoroti wajah Seina yang sedang tertidur pulas di meja kerjanya. Bunyi alarm di ponselnya terus berdering, tetapi sang empunya sepertinya masih betah di dunia mimpi.
Suara bel mengejutkan Seina sehingga ia membuka matanya. Seina meregangkan otot tubuhnya, lalu beranjak dari kursi. Dengan langkah kaki yang masih sempoyongan, ia berjalan ke arah pintu, lalu membukanya.
"Apa kau baru bangun?" tanya Darel sambil melihat jam tangannya.
Seina begitu terkejut melihat Darel berada di depan pintunya. Ia refleks menutup kembali pintu aparteme, berlari ke kamar mandi.
"Oh my God, kenapa dia harus melihatku seperti ini!" kesal Seina.
Ia lalu mengelap bekas air liur yang menempel di pipi serta membersihkan matanya yang masih penuh dengan kotoran.
Setelah selesai membersihkan wajahnya, Seina kembali membuka pintu apartemennya dan menangkap Darel yang masih menunggunya di depan pintu.
"Hanya tiga menit, kau pasti tidak menggosok gigimu!" cecar Darel.
Seina berniat menutup kembali pintu apartemennya, tetapi Darel menahannya.
"Bisa tolong antar aku ke suatu tempat?" tanya Darel.
"Kemana?" Darel tersenyum lalu menarik tangan Seina. "Tu-tunggu sebentar, beri aku waktu sepuluh menit, tidak lima belas menit untuk mengganti pakaianku."
Seina kembali menutup pintu apartemennya, berlari secepat kilat ke dalam kamarnya. Ia mengganti pakaian, mencocokan dengan style yang digunakan oleh Darel. Tak lupa Seina mengoleskan makeup di wajahnya, menyemprotkan banyak parfum karena ia belum sempat mandi.
Tepat lima belas menit, Seina membuka pintu apartemennya. Terdengar suara terengah-engah dari mulut Seina.
"Apa kau habis lari maraton?"
"Ah tidak, cepatlah ... waktuku tidak banyak."
Keduanya pun masuk ke dalam lift, tak lama pintu lift kembali terbuka. Seina mengikuti langkah Darel, lalu masuk ke dalam mobilnya.
Seina tidak tahu ke mana Darel mengajaknya pergi. Karena Darel selalu diam ketika Seina bertanya ke mana dia akan membawanya.
Tiga puluh menit perjalanan, akhirnya mobil mereka sampai di pelataran parkir SMA Pelita Bangsa.
"Untuk apa kita ke sini?" tanya Seina heran.
"Aku akan mengajar di sini selama beberapa bulan. Aku malu jika harus datang sendiri, maka dari itu aku mengajakmu ke sini," jawabnya dengan santai.
Seperti dejavu, perasaan baru kemarin mereka berlarian mengejar balon gas yang terbang di lapangan sekolah.
"Ya ... Darel, kau harus mengambil balon itu!" titah Seina.
"Kau saja yang ambil, kau sendiri yang melepaskannya bukan aku," terang Darel dengan napas yang tersengal-sengal karena mengejar balon.
Tanpa di duga, seorang siswa dari sekolah SMA Harapan, mengambilkan balon gas milik Seina.
"Ini."
Seina begitu terpesona dengan wajah pria yang telah membantunya mengambilkan balonnya.
"Wah ... sejak kapan SMA Harapan memiliki pria tampan seperti ini," batin Seina tanpa berkedip. "Ma-makasih." Mata Seina melihat name tag yang menempel di baju siswa tersebut. "Arya Wiguna," desis Seina.
Arya kemudian tersenyum, meninggalkan Seina. Darel yang melihat adegan horor itu pun, memukul pundak Seina agar dia kembali sadar ke dunia nyata.
"Aw, kenapa kau selalu menggangguku!" teriak Seina.
Darel yang tidak mengerti apa salahnya, bergegas mengejar Seina yang kesusahan membawa balonnya.
Pulang sekolah, Darel sengaja menunggu Seina di depan gerbang. Ia berencana mengantar Seina ke rumahnya.
Tak berapa lama Seina beserta teman-temannya berjalan melewati gerbang. Darel kemudian menyalakan motor nya, berhenti tepat di depan Seina.
"Argh ...," teriak Seina serempak dengan teman-temannya.
"Kau ingin membunuhku!" hardik Seina.
"Ayo naik, ada yang mau aku bicarakan."
Tak mendengar ucapan Darel, Seina kembali berjalan tidak mempedulikannya.
Darel geram lalu menarik tangan Seina, mata Darel menatap teman-teman Seina agar mereka pergi meninggalkan Seina.
"Lepas!" hardik Seina.
Seina menepis tangan kanan Darel, tetapi tangan kirinya menarik tangan Seina.
"Ikut aku!" titah Darel.
Mau tidak mau Seina mengikuti perintah Darel. Darel lalu mengambil helm, membantu memakaikan ke kepala Seina.
Terlihat biasa, tetapi hal itu membuat hati Seina berdesir. Seina memalingkan wajahnya ketika bibir Darel hampir menempel di bibirnya.
Darel menyeringai. "Ayo, naik," ajak Darel.
Seina naik ke atas motor Darel, dalam hitungan detik Darel menarik pedal gas membuat Seina terkejut dan refleks memeluk Darel.
Darel sengaja mengambil jalan memutar, memperlambat waktu agar bisa bersama Seina. Sejak pertemuan pertama mereka, Darel mulai penasaran dengan sosok Seina.
Diam-diam, Darel mencaritahu tentang Seina. Ia bahkan sering menunggu Seina berangkat sekolah.
"Seina," ucap Darel.
"Kau bicara kepadaku?" tanya Seina.
"Sepertinya aku menyukaimu," ungkap Darel.
"Hah ... apa, aku tidak dengar!" Seina tidak bisa mendengar ucapan Darel dengan baik karena knalpotnya yang berisik.
"Oke, mulai hari ini kita jadian."
"Iya," jawab Seina. Ia tidak benar-benar mendengarkan ucapan Darel, yang Seina dengar Darel menanyakan arah rumahnya. "Darel, aku bilang belok kanan."
Seina memukul-mukul bahu Darel yang tidak mendengarkan ucapannya. Darel akhirnya membalikkan motornya, mengikuti arahan Seina.
Tak lama Darel memperlambat motornya, hingga Seina kesal di buatnya.
"Ayo, cepat Darel. Aku ingin ke kamar mandi."
Darel menghentikan motornya di depan rumah Seina. Dengan langkah seribu Seina masuk ke dalam rumahnya tanpa mempedulikan Darel yang diam terpaku di atas motornya.
Setelah selesai menuntaskan panggilan alam, Seina kemudian masuk ke dalam kamarnya, mengganti pakaiannya.
Ia lalu merebahkan tubuhnya di atas ranjang berukuran queen size, menghilangkan rasa cape2nya.
"Oh my God, Darel."
Seina berlari keluar dari kamarnya, dengan cepat Seina membuka pintu pagarnya. Tidak ada Darel di sana, iya Seina lupa jika dia belum berterima kasih kepada Darel karena sudah mengantarnya pulang.
***
Seina menunggu Darel di kursi depan kantor kepala sekolah. Matanya meneliti setiap kelas yang ada di sana. Banyak sekali perubahan di sana, bahkan kantor kepala sekolah pun terpisah tidak seperti dulu.
Ponsel Seina bergetar, terlihat nama Ana di sana.
"Halo, Mah. Ada apa?"
sapa Seina"Mamah hanya ingin memastikan, apa benar kau memutuskan pertunanganmu dengan Arya?" tanya Ana.
"Seina hanya memintanya untuk berpikir ulang, masih ada waktu dua bulan lagi sebelum kita resmi menikah," jelas Seina.
"Sayang, mamah memang tidak tau apa yang terjadi dengan kalian. Namun, mamah harap kalian bisa menyelesaikan masalah ini dengan kepala dingin,” ungkap Ana.
"Mamah tenang saja, semuanya akan baik-baik saja."
Seina kemudian mematikan panggilannya saat melihat Darel mendekat. Darel mendaratkan bokongnya di atas kursi, lalu menatap Seina.
"Mau keliling sekolah dulu?" tanya Darel.
"Boleh, sepertinya banyak sekali yang berubah di sini, jawabnya.
Seina dan Darel berkeliling sekolahnya, banyak sekali perubahan di sekolahnya jauh berbeda saat Darel dan Seina masih sekolah di sana.
Mereka pun berjalan ke kantin, sekarang kantin dua SMA ini bersebelahan tanpa sekat yang memisahkan.
"Sepertinya tidak ada tawuran lagi," oceh Seina.
"Hm, padahal sangat menantang ketika bersitegang dengan lawan. Bahkan gara-gara tawuran, aku bisa bertemu denganmu."
Mata keduanya saling bertatapan sebelum akhirnya Seina memalingkan wajahnya
Desiran angin menerpa wajah Seina yang sedang duduk di balkon apartemen. Ia merasakan kegundahan dalam hatinya, entah karena cinta pertama atau cinta terakhirnya.Seina menatap layar ponselnya, kemudian membuka blokiran nomor ponsel Arya, berharap pria tersebut menghubunginya.Ponsel Seina bergetar menunjukkan nama Arya di sana. Seperti memiliki telepati, apa yang ada di hati Seina, langsung di jawab oleh Arya."Halo," sapa Seina."Halo sayang, kau sedang apa, apa harimu menyenangkan?" tanya Arya."Hm ... sangat menyenangkan, bagaimana pekerjaanmu?" jawabnya ketus."Baik, apa kita bisa bertemu?"Seina diam sejenak, suasana hatinya sudah membaik. Ia berharap Arya tidak membahas lagi tentang masalah kemarin. Sebenarnya Seina masih sangat mencintai Arya, hanya sana ia ingin Arya memprioritaskan dia dari pada sahabatnya."Datanglah ke apartemenku," ucap Seina.“Dua puluh menit lagi aku akan sampai ke sana. Tunggu aku, bye sayang ...."Seina merapikan penampilannya untuk menyambut Arya. Ia
Kedua netra Seina dan Laras saling bertatapan."Aku tidak akan membiarkan kamu mengkhianati sahabatku," ucap Laras."Auh ... Aku takut, katakan apa yang ingin kau katakan kepada Arya. Perlu kau ingat, meski dia sahabatmu, kau tidak berhak mencampuri urusan pribadinya.""Jelas aku harus mencampuri urusan pribadinya karena dia sahabatku!" oceh Laras semakin panas."Kalau kau mau mengurusi urusan pribadinya, kenapa tidak sekalian kau urus cicilan mobil, apartemen, listrik, air dan hutangnya yang lain. Kau hanya ikut campur masalah hubungannya denganku. Kenapa, apa kau cemburu kepadaku?"Laras kehabisan kata-kata, temannya yang ada di sana mencoba menenangkan Laras dan menyuruhnya untuk kembali ke meja mereka. Sedangkan Seina menatap tajam ke arah Laras yang kembali duduk di kursinya.Darel tersenyum melihat wajah Seina yang penuh dengan emosi."Jadi siapa yang kalah?" tanya Darel. “Melihat wajahmu aku yakin dia yang kalah. Kau memang tidak pernah berubah.”"Kau tidak lihat tadi aku berub
Seina menikmati malam bersama Arya, sudah hampir seminggu mereka tidak saling berkomunikasi. Sekalinya bertemu semua cerita yang selama ini di tahan, diluapkan begitu saja.Seperti biasa Arya akan bercerita tentang masalahnya di kantor, sedangkan Seina akan menceritakan tentang pembaca yang berkomentar buruk di ceritanya."Kau tidak perlu khawatir, meskipun mereka berkomentar buruk, tapi mereka membaca ceritamu. Mereka itu penggemarmu berkedok haters.”Arya mencoba menyemangati Seina. Seina mencebikkan bibirnya mendengar pendapat Arya yang menurutnya tidak berpihak kepadanya. Arya melihat jam di tangannya yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam."Aku pulang dulu, kau juga harus istirahat jangan begadang hanya untuk mengejar target!" titah Arya.“Hm ...." Seina mendekatkan tubuhnya lalu memeluk Arya dengan erat. "Hati-hati di jalan sayang.”Arya mencium bibir Seina kemudian berjalan keluar. Seolah tak ingin berpisah, Seina terus memegang tangan Arya hingga ke pintu keluar. Pintu lif
Mata Arya melihat ke sekeliling restoran, tidak ada tempat duduk yang kosong. "Kita take away saja ya," ucap Arya. "Makan di sini saja, kita bergabung sama temanku," tukas Seina. "Teman kamu yang mana?" tanya Arya. "Itu yang tadi mamanggil namaku, aku ke sana dulu ya," jawab Seina berjalan ke arah meja Darel. Seina berjalan ke meja Darel. "Hai Darel ... bolehkah aku bergabung di sini? Soalnya tidak ada tempat yang kosong. Boleh ya kak?" lirih Seina menatap Diana. "Boleh, duduk di sini saja," jawab Diana. "Makasih banyak." Seina melambaikan tangan ke arah Arya, tanpa permisi Seina duduk di samping Diana. Tak lama Arya datang sambil membawa makanan mereka. "Hai, kita boleh bergabung di sini kan?" ucap Arya. "Boleh, tadi pacarnya Darel sudah mengizinkan kita makan di sini. Oh iya kak, kenalin nama aku Seina," oceh Seina memperkenalkan diri. Diana menjabat tangan Seina dan berkata, "Namaku Diana, salam kenal." Arya yang juga memperkenalkan diri kepada Darel dan Diana. Setelahny
Seina menunggu Darel sadar, setelah dua orang perawat membersihkan lukanya. Pihak sekolah sudah menghubungi orang tua Darel untuk segera datang ke rumah sakit. Kasus ini pun di tangani pihak berwajib karena ada bukti serta saksi pengeroyokan.Seina melihat ke arah pintu ketika mendengar seseorang masuk ke dalam ruangan Darel. Seina hanya diam, ketika seorang wanita paruh baya berjalan melewatinya."Darel, ya Tuhan nak kenapa bisa jadi seperti ini!" lirih wanita paruh baya.Seina beranjak dari kursinya saat sadar jika yang ada di hadapannya adalah ibu Darel. Mata Seina dan wanita paru baya itu pun saling bertatapan."Ehm ... saya teman Darel, di perintahkan oleh pihak sekolah untuk menjaganya," jelas Seina."Ah iya, terima kasih banyak. Maaf sudah merepotkanmu, oh ya nama kamu siapa?" tanyanya."Seina bu, kalau begitu saya pamit pulang dulu, permisi." Seina mengambil tasnya, kemudian keluar dari ruangan Darel.Lima hari setelah pengeroyokan, tidak ada kabar dari Darel. Bahkan Darel tida
"Buka matamu, saat ini kau sedang berada di apartemenku," kesal Seina, kemudian pergi meninggalkan Darel yang masih mengumpulkan nyawanya. Perlahan Darel terduduk, ia memperhatikan ke sekeliling dan itu benar bukan apartemennya. Dengan tertatih Darel mencoba berjalan ke arah pintu. Seina yang berada di dapur melirik ke arah Bryan. Ada rasa iba di hatinya, Seina pun memanggil Darel dan menyuruhnya untuk duduk di kursi. "Minumlah, ini bisa mengurangi rasa pusingmu karena alkohol," ucap Seina. "Terima kasih." Darel meminum habis air lemon yang di racik oleh Seina. "Maaf Seina, apa semalam aku merancau tak jelas atau mengatakan sesuatu yang penting kepadamu?" "Sepertinya tidak, kau langsung merebahkan tubuhmu di lantai lalu tidur seperti orang mati." Darel memicingkan matanya menatap Seina yang asik mengolesi rotinya. Seina membungkus roti yang sudah ia beri selai untuk Darel. "Bawalah, sepertinya kau akan terlambat untuk bekerja." Seolah di ingatkan oleh Seina, Darel lalu melihat j
Diam-diam Seina mendownload aplikasi penyadap yang terpasang dengan ponsel Arya. Ia sengaja melakukan itu, karena penasaran apa yang dilakukan Arya di belakangnya. Tak lupa Seina mematikan notifikasi perangkat yang terhubung agar Arya tidak sadar, jika ponselnya di sadap."Sayang ... sudah selesai?" Seina menghampiri Arya yang baru saja keluar dari toilet."Hm, kita mau kemana lagi?" tanya Arya.Seina melingkarkan tangannya di lengan Arya lalu berucap, "ini sudah malam, kau juga besok harus bekerja, jadi kita pulang saja.""Kau yakin?""Hm ... ayo kita pulang."Seina begitu menikmati kencannya bersama Arya, ia berharap setelah menikah pun Arya akan tetap bersikap baik kepadanya seperti sekarang ini.Sampainya di apartemen, Seina keluar dari lift sambil membawa barang belanjaannya. Matanya memutar saat melihat Darel berdiri di depan apartemen, menatapnya sambil tersenyum."Hai Seina ...," sapa Darel."Hai," jawabnya ketus."Maukah kau datang ke apartemenku?" tanya Darel yang membuat Se
Seina membuka ponselnya ketika mendengar notif pesan, terlihat nama Dino di sana. Dino : "Undangan terbuka bagi para alumni SMA Pelita Bangsa, agar menghadiri Acara Reuni yang akan di selenggarakan di Gedung Pakuwon. Hari Sabtu, 17 November 2022, jam 18.00 sampai dengan selesai." Seina menyimpan ponselnya, ia sama sekali tak berminat datang ke acara tersebut. Ia kembali fokus dengan pekerjaannya, mendengarkan musik yang di putar dengan suara yang begitu kencang. Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, matahari sudah kembali ke tempatnya di ganti terangnya bulan. "Apa telingaku bermasalah, sepertinya tadi ada bel berbunyi," gumam Seina. Bel kembali berbunyi, Seina yang masih asik menikmati dentuman musik yang mengalahkan bunyi bel. Sementara di depan apartemen, Arya berdiri menunggu Seina keluar dari apartemennya. Beberapa kali Arya menghubungi Seina, tapi panggilannya dialihkan. Seina akhirnya tersadar saat ponselnya mati, ia kemudian mengecek ponselnya yang ternyata ada panggila
Seina menatap pria yang sedang duduk sambil menikmati kopi di depannya. Sudah satu minggu lebih ia tak mendapat kabar dari Arya. Namun, sekalinya ia mendapat kabar dari sepupunya yang melihat Arya sedang bersama seorang wanita. "Brengsek ...!" gumam Seina sembari mengepalkan tangannya. Dengan langkah yang cepat Seina mendekati Arya. "Oh jadi gini kelakuan kamu di belakang aku. Wah ... jadi ini yang katanya sahabat, tapi selingkuh!" "Seina." Arya berusaha memegang tangan Seina, tapi dengan cepat Seina menepis tangan Arya. "Jangan sentuh aku. Ternyata selama ini kamu bohongin aku, tega kamu ya. Kalau kamu memang udah bosan sama hubungan kita, ngomong aja jangan seperti ini." Arya memegang erat tangan Seina mencoba menahannya, sedangkan Laras yang tak lain sahabat Arya sekaligus duri di hubungan mereka pun berjalan mendekati Arya. "Cukup Arya!" Laras menahan tangan Arya lalu menatap Seina dengan tajam. "Aku sedang hamil anak Arya." "Laras ...!" Bagai dihantam batu yang begitu bes
Hanya tinggal menghitung hari saja, Seina akan resmi berstatus menikah. Biasanya para pengantin sudah mulai mempersiapkan pernikahan mereka, tapi tidak dengan Seina. Ia begitu santai sampai banyak yang menduga jika pernikahan mereka batal meski undangan sudah disebar. “Ayo, pulang. Kau itu harus dipingit, supaya pas nikahan nanti terlihat pangling,” ucap sera terus membujuk Seina untuk pulang ke rumah orang tuanya. Seina tak bergeming, ia menikmati sarapannya dengan tenang. Sera yang melihat Seina bersikap acuh pun menyimpan sendoknya di atas piring lalu memegang dahi Seina. “Kenapa?” tanya Seina melihat sepupunya itu menyamakan suhu tubuhnya. Sera hanya bergumam lalu menyendok makanan ke mulutnya. “Ternyata suhu tubuhmu masih normal, aku pikir kamu sedang memikirkan Darel.” Seina berdecak. “Apa hubungannya!” kesal Seina yang sudah mulai terpancing emosi. Tak bisa di pungkiri sejak pertemuan semalam, wajah Darel terus berputar di pikiran Seina membuatnya ragu untuk menikah. Entah
Mengingat apa yang dilakukan Darel semalam cukup membuat Seina takut bertemu dengannya. Bukan karena hal itu saja, ia juga merasa harus menjauh dari Darel karena sebentar lagi akan menikah dengan Arya. "Apa dia sudah berangkat kerja?" gumam Seina selihat dari lubang intip yang menempel di pintunya. Perlahan Nidya membuka pintu apartemennya sembari membawa sampah. Ia pun menutup pintu sepelan mungkin agar Darel tidak mendengar suaranya. Dengan cepat ia melangkah ke lift berharap segera turun ke lantai dasar. Seina bernapas lega karena ia tidak bertemu dengan Darel. Saat lift berhenti di lantai dasar Seina bersiap untuk keluar, tapi saat pintu terbuka ia diam meatung karena tepat di depannya ada pria yang ia hindari sedang berdiri di depannya. 'Darel,' batinnya. Keduanya kompak mengalihkan pandangan mereka lalu melangkah keluar dan masuk ke dalam lift secara bersamaan. Hati Seina berdesir ketika berpasan dengan Darel, ia terus berjalan mencoba mengabaikan Darel dan perasaannya. "
Sesaat keduanya saling berpandangan sebelum akhirnya dering ponsel menyadarkan keduanya. Darel menggeser"Halo, Mah. Ada apa?""Kamu yakin mau membatalkan pertunangan kamu dengan Diana?" tanya Mira yang tak lain Ibu Darel. Darel menoleh ke arah Seina yang masih ia genggam tangannya dengan erat. "Mah, diantara kita tidak ada kecocokan. Lagian aku hidup di zaman modern, aku tidak mau mengikuti perjodohan.""Iya tapi, ini semua janji antara Papah dan Ayahnya Diana." Mira masih ngotot agar Darel mau menikahi"Yang membatalkan pertunangan ini dari pihak Diana, bukan aku mah berarti yang memiliki masalah dengan kita itu mereka bukan aku."Darel mematikan panggilannya sepihak, ia menyandarkan punggungnya diatas sofa. Seina menepis tangan darel. Ia tak ingin bertanya, tetapi mulutnya gatal ingin mengeluarkan kata-kata yang sinkron dengan otaknya."Apa pertunangan kamu dengan Diana batal?" tanya Seina dengan hati-hati."Iya, pertunangan kami batal," jawab Darel."Apa kamu tidak mau mempertahan
"Tenang semuanya tenang," teriak Arya mencoba menenangkan. Namun bukannya tenang, penyusup tersebut malah melakukan hal-hal yang merugikan mahasiswa. "Den perintahkan semua mahasiswa kita untuk mundur, ada penyusup di antara kita." "Oke," ucap Deni. Tangan Arya masih tertaut dengan tangan Seina. Seina mencoba melepaskan tangannya dari pria itu, tetapi Arya malah merekatkan pegangannya membawa Seina pergi dari sana. "Kamu enggak apa-apa Seina?" Seina terdiam ketika melihat seorang pria yang tidak pernah ia lihat sebelumnya, tetapi dia tau namanya. "Kamu mengenalku, apa kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Seina. "Apa kamu lupa denganku?" ucap Arya. "Ah, aku pria yang membayar buku yang kamu beli di mini market tak jauh dari SMA Harapan." "Ka-kamu ... Arya." Arya tersenyum bahagia karena Seina ternyata masih ingat dengannya. Pribahasa dunia tak selebar daun kelor, ternyata sangat cocok dengan kehidupan Senia, Darel dan Arya. Sebelumnya mereka pernah dipertemukan dan terlibat
Arya mengetuk pintu kamar Seina, ia mencoba untuk merayunya agar dia membukakan pintu untuknya."Sayang, kita harus bicara. Aku jauh-jauh datang ke sini cuma mau nyelesain masalah kita. Please sayang ... aku enggak mau hubungan kita semakin kacau."Seina yang berada di balik pintu hanya diam, ia juga tak mengerti dengan perasaannya yang benar-benar kacau. Di satu sisi dia ingin menikah dengan Arya, di sisi lain ia mulai mencintai Darel. Egois memang, tapi semuanya terjadi begitu saja. Rasa yang dulu telah hilang, kini hadir kembali dengan versi yang berbeda."Sayang ...!"Seina membuka pintu kamarnya, ia berjalan melewati Arya, lalu duduk di sofa. Arya mengikuti langkah Seina, duduk di sampingnya."Kita harus bicara dengan kedua orang tua kita tentang pengunduran acara pernikahan kita. Apa kamu yakin dengan keputusanmu?""Aku sangat yakin, melihat tingkahmu dibelakangku dengan Laras, membuatku hampir membatalkan pernikahan ini. Aku enggak mau terus menerus cemburu, bukan aku yang haru
"Apa kamu capek, biar aku turun saja," ucap Seina merasa tidak enak. Darel diam, lalu membenarkan posisi Seina di punggungnya. Semua mata wanita yang ada di sana menatap iri kepada Seina, mereka saling berbisik membicarakan keharmonisan mereka berdua. "Aku malu, mereka terus menatap," bisik Seina di telinga Darel. "Mereka menatapmu karena iri, karena di gendong pria tampan sepertiku." Seina mencubit bahu Darel hingga ia mengaduh kesakitan. "Aku senang karena bisa menikmati waktu denganmu, Sei." "Perasaan apa ini, kenapa aku juga senang bisa bersama Darel." batin Seina. Tangannya mengeratkan pegangannya lalu bersandar di bahu pria yang sedang mengendongnya. *** Dua jam perjalanan akhirnya Arya sampai di Bandara-Bandung. Ia bergegas naik taksi untuk mengantarkannya ke apartemen Seina. Arya mengeluarkan ponselnya berniat menghubungi tunangannya, tetapi ia urungkan karena ingin memberi kejutan untuknya. Sementara itu, mobil yang di kemudikan Darel baru saja sampai di apartemen mere
Arya tidak bisa berkonsentrasi dengan baik, pikirannya terus berputar memikirkan Seina. Ia tidak mau pernikahannya batal hanya karena masalah foto dan pekerjaannya. "Hei, Arya. Apa kamu baik-baik saja?" tanya atasannya melihat Arya terhuyung ke belakang. "Tidak apa-apa pak, hanya saja saya belum terbiasa berdiri lama disorot matahari langsung seperti ini," kilah Arya. "Kalau begitu ikut aku," ajak atasan Arya. Arya mengikuti langkah atasannya yang berhenti di sebuah basecamp. "Ehm ... aku dengar kamu akan menikah?" tanya atasannya memulai percakapan. "Benar, Pak. Tanggal dua puluh lima bulan depan saya akan menikah," jelas Arya. "Begini, soal permintaan saya waktu itu. Sepertinya kamu bisa melihat sendiri jika hanya kamu yang bisa aku percaya dan menyelesaikan proyek ini. Jadi, bisakah kamu mengundur pernikahan kalian?" Arya benar-benar menyesal mengikuti ucapan atasannya, semua yang dia ucapkan hanya demi keuntungannya semata. Arya mencoba berbicara dengan lembut agar atasanny
Makan malam bersama Darel membuat Seina lupa akan segalanya, bahkan dia tidak sadar jika saat ini ada seseorang yang menunggu kabarnya. Arya terus mengirim pesan untuk Seina, ia juga mengirimkan gambar saat Seina sedang makan malam bersama seorang pria. Arya : "Ternyata selama ini kamu berselingkuh dibelakangku. Kamu marah kepadaku melimpahkan semua kesalahan kepadaku, padahal ka,u sendiri yang ingin pisah dariku." Arya : "Angkat panggilanku Seina." Arya : "Beginilah caramu mengakhiri pertunangan kita, hah?" Arya : "Seina!" Arya : "Kumohon angkat panggilanku!" Entah berapa pesan yang Arya kirim untuk Seina dari yang marah hingga berakhir dengan pasrah. Ia terus menanti Seina menghubunginya. Hingga akhirnya pesan Arya terlihat telah masuk ke ponsel Seina. Iya Seina membuka blokiran nomor Arya setelah ia membuka chatan Arya dengan Laras. Hingga saat ini Arya masih belum sadar jika ponselnya disadap oleh Seina. Seina : "Lalu apa hubunganmu dengan Laras? Kamu lebih mempercayai wani