Agnia menatap rumah mewah di depannya dengan tatapan penuh kepedihan.Di balik keindahan bangunannya, rumah itu menyimpan kenangan pahit yang terus menghantuinya.Setiap sudut rumah tersebut seolah berbisik tentang masa lalu yang ingin ia lupakan, tetapi tak pernah benar-benar bisa ia lepaskan.Di tempat itulah, rasa takut pertama kali merasuk ke dalam jiwanya, menancap seperti duri yang terus-menerus melukai.Ingatan tentang perlakuan kejam dari ibu tiri dan kakak tirinya, Tiara dan Lyman, masih segar dalam benaknya, seolah baru terjadi kemarin. Tidak ada obat yang cukup mujarab untuk menyembuhkan luka tersebut.Dari dalam taksi yang disewanya, Agnia hanya bisa menatap rumah itu dengan perasaan hampa.Hatinya dipenuhi rasa sesak yang mengerikan, seperti lubang hitam yang menelan habis semua kebahagiaan miliknya.Wanita itu masih ingat betul saat Hadi, ayahnya, dengan dingin menyuruhnya pergi ke Australia setelah perceraiannya dengan Nibras."Kamu butuh waktu untuk menenangkan diri,"
“Terima kasih atas kehadiran Anda, Tuan.” Dengan penuh senyum, Nibras menjabat pria di depannya. Ia baru saja menyelesaikan dengan salah satu perusahaan yang cukup ternama di negeri ini dan berhasil ia gandeng untuk menjadi partnernya.Setelah berbincang ringan sebentar, tamu tersebut pamit dan keluar ruangan diikuti oleh asistennya. Saat telah sendirian, Nibras menghela napas sebentar sembari mengusap tengkuknya yang ia rasa sedikit penat. Ia ingin segera kembali ke ruangannya untuk duduk sebentar, menghilangkan letih.Pria itu sedang membereskan barang-barangnya saat Gunawan masuk ke ruang rapat. Kedatangannya yang sedikit tergesa menarik perhatian sang atasan.“Ada apa?” tanya Nibras dengan dahi sedikit berkerut.“Ada Tuan Brogan di ruangan Anda,” jawab Gunawan membuatnya sedikit terkejut.Nibras pun meraih barangnya begitu saja lalu segera melangkahkan kakinya ke sana diikuti oleh asistennya. “Mengapa i
Mendapat pertanyaan seperti itu, Agnia mau tak mau kembali melihat ke arah mantan suaminya. Tatapan mereka kembali beradu dan kali ini terjadi cukup lama. Namun, lagi-lagi dirinya yang harus menjadi pihak yang memutus terlebih dahulu dengan menundukkan kepala. Melihat suasana yang semakin canggung, Stuart segera mengambil alih pembicaraan. Nibras masih saja terus-terusan menatap ke wanita di sampingnya dengan aura yang cukup mengintimidasi. Semakin lama, Stuart merasa jika Nibras dan Agnia memiliki hubungan yang tidak biasa karena Nibras akhir-akhir ini terlalu frontal jika berkaitan dengan wanita ini. “Sebenarnya kedatangan kami...” Stuart sengaja menjeda kalimatnya hingga perhatian Nibras kembali padanya. Pria yang duduk tepat di seberang Stuart menunjukkan ekspresi yang masih sulit dibaca, menyimak setiap kata yang keluar dari mulut Stuart. Stuart menarik napas sejenak sebelum melanjutkan. "Sebenarnya kedatanganku bersama Agnia tak lain adalah untuk meluruskan kesalahpa
Setelah Stuart meninggalkan ruangan Nibras, keheningan segera menguasai dua insan yang pernah disatukan dalam ikatan pernikahan itu. Agnia duduk dengan kegugupan penuh di depan mantan suaminya, mencoba menjaga ekspresi wajahnya tetap tenang meskipun hatinya penuh gejolak. Ruangan itu terasa seperti perangkap yang dibangun oleh kenangan masa lalu dan ketegangan masa kini. Pernikahan singkat mereka meninggalkan bekas yang tidak bisa diabaikan. Sekarang, mereka berdiri di sisi yang berbeda, bukan lagi sebagai pasangan yang saling mencintai, melainkan sebagai dua individu dengan kepentingan yang bertentangan. Agnia menunggu dengan cemas, berharap Nibras akan segera berbicara. Namun, pria itu hanya menatapnya, matanya tajam dan penuh penilaian, seolah sedang menyelidiki setiap pikiran yang tersembunyi di dalam dirinya. Wanita itu merasa terjebak di bawah tatapan sang mantan suaminya, tetapi ia tahu bahwa ini adalah bagian dari permainan Nibras. Pria itu selalu tahu cara membuat
“Katakanlah. Selama itu bukan pengunduran diri, aku akan mempertimbangkannya,” balas Nibras dengan nada datar, mencoba menjaga kendali atas situasi. Namun, Agnia tahu bahwa Nibras tidak sepenuhnya bersikap acuh tak acuh. Ada sesuatu yang lebih dalam di balik sikapnya yang tenang. Agnia menatap Nibras dengan penuh tekad. “Aku ingin kita merevisi sistem kerjasama antara FutureIt yang diwakilkan olehku, dan kau sebagai pemilik HS Holding.” Tubuh Nibras tampak memaku sejenak mendengar permintaan Agnia. Sejenak, raut wajah pria itu berubah menjadi ekspresi yang sulit diartikan. Tangannya terkepal di atas kedua paha, menunjukkan bahwa dia tidak menyangka permintaan ini akan datang. Agnia bisa melihat perubahan yang ditunjukkan oleh mantan suaminya dan ia tahu bahwa kali ini, ia memiliki kesempatan untuk membuat Nibras berpikir ulang. Nibras, yang biasanya begitu percaya diri dan dominan, tampak sedikit terpekur. Namun, pria itu dengan cepat menguasai dirinya sendiri. 'Dia buka
Nibras menghela napas panjang, lalu perlahan mengangguk. “Baiklah. Aku akan menghapus poin itu dari perjanjian kita.” Agnia terkejut saat Nibras menyatakan persetujuannya tanpa harus melewati drama terlebih dahulu. Melihat kesempatan yang langka itu, ia pun melanjutkan permintaan. "Berikut dengan penambahan poin-poin yang akan aku jelaskan nanti." Terdiam sembari menatap lekar Nibras pada sang mantan istri. Merasa bahwa wanita itu tampak memanfaatkan situasi dan keputusannya, ia sangat ingin membatalkan semuanya jika tidak teringat akan pesan Gary dan segala egonya. Helaan napas lagi terlolos dari pria itu. "Dan juga poin-poin yang akan ditambahkan oleh Nona Agnia." Sungguh, Agnia tak dapat lagi menahan perasaan lega sekaligus bahagianya meskipun ke depannya ia akan masih menghadapi situasi yang tidak mudah. Namun, setidaknya untuk saat ini, rencana yang cukup menakutkan baginya telah dibatalkan dengan kesepakatan. “Terima kasih,” balasn
Alasan mengapa Agnia memutuskan untuk kembali ke Indonesia tanpa sepengetahuan siapapunmasih menjadi pertanyaan tak terjawab hingga sekarang.“Ehm, kemarin saya sempat memantau pergerakan Nona Agnia.” Suara pelan Gunawan mampu menarik atensi Nibras hingga mengangkat kepalanya untuk menatap asistennya itu.“Lalu?”“Saya mendapati Nona Agniadiam-diam mengunjungi rumah Pak Hadi, tetapi tidak berniat untuk masuk ke dalamnya.”Dahi Nibras seketika berkerut dalam. “Dia tidak masuk?” Membeo dirinya sembari otaknya berpikir alasan yang mendorong mantan istrinya bertindak seperti itu.Hubungansang mantan istri dengan keluarganya sendiri memang selalu menjadi isu sensitif, tetapi tindakan itu membuat Nibras berpikir bahwa ada masalah yang lebih serius yang sedang Agnia coba sembunyikan."Dia tidak melakukan apapun dan pergi begitu saja?" tanya Nibras dengan suara lirih, tetapi tetap den
Agnia tergugu entah untuk berapa lama. Seketika tubuhnya menegang seiring dengan lidahnya yang turut kelu dan juga otaknya membeku.Alih-alih memberi jawaban, wanita itu malah memandangi jalanan yang bergerak pelan dari jendela mobil Bernard. Ia benar-benar tak menyangka jika pria di sebelahnya ini akan bertindak seberani ini.Agnia tahu pertanyaan Bernard tidak hanya sekadar basa-basi. Ada ketegangan dalam suaranya, sebuah keseriusan yang sulit diabaikan.Namun, apa yang harus Agnia katakan sebagai jawaban? Perasaannya sendiri begitu kabur, seolah terjebak dalam kabut tebal yang sulit ditembus. Bahkan apa yang terjadi antara dirinya dengan Nibras saja masih belum selesai!"Tentang itu, aku tidak akan menceraikannya jika aku masih mencintainya," jawab Agnia akhirnya, dengan senyum yang terlihat dipaksakan. Meski ia sendiri tak yakin, apakah itu adalah kenyataan yang sebenarnya atau bukan.Senyuman itu tidak menutupi kekalutan yang menyelimuti pikirannya. Agnia merasa seolah dirinya se