Hello! Annyeong! Duh, jam tayangku sepertinya awut-awutan ya? Ekekekekek. Anyway terima kasih yaaaa yang sudah baca sampai bab sekiaaan! Terima kasih aku ucapin buat kakak-kakak readers yang baik hati. Semoga aja ada yang mau komen jadi biar aku makin semangat updatenya. Yuk, follow aku di IG : ceritadsl dan kita bersapa di sana yaa! Saranghae Fillah!
Agnia menatap lekat ke arah manik hitam pekat milik sang mantan suami itu. Terhenyak tetapi berusaha tenang, ia malah mendapati sebuah kesungguhan dan ketulusan di sana.Itu adalah pertama kali Agnia melihat Nibras seperti itu dan seketika menyentuh dan menghangatkan relung hatinya, tetapi miris sekaligus hadir mengingat selama dua tahun pernikahan hal itu tak pernah ditunjukkan oleh Nibras.Jemarinya yang berada di pangkuan saling meremas, berharap itu semua ada tipuan dan ia tidak ingin masuk dalam sebuah perangkap!Agnia berusaha mengusir rasa yang baru saja datang lalu menghela napas panjang."Nibras, aku sangat lelah. Aku sedang tidak punya energi untuk membicarakan ini sekarang. Bisakah kita melakukannya di lain waktu?" ucapnya sedikit memohon. "Aku tak ingin jika ini diteruskan akan menjadi percakapan yang tidak sehat.”Nibras ingin sekali protes tetapi kata-kata Gary selalu terngiang selalu mengingatkan untuk menahan diri. “Ya, tentu saja.” Sedikit kikuk, pria itu mengulas sen
Pertanyaan Gary tentang rencana Nibras untuk kembali menikahi Agnia, semalam sungguh mengusiknya hingga tidak dapat tidur dengan nyenyak. Bahkan hari ini, ia tidak dapat fokus pada pekerjaannya.Pikiran Nibras terus berputar-putar, mencari cara untuk memperbaiki hubungannya dengan Agnia. Pria itu bahkan tak mendengarkan dengan seksama apa yang dikatakan oleh Gunawan.Sudah hampir sepuluh menit asistennya itu berdiri di hadapannya, membaca jadwal kerja hari ini dan beberapa laporan penting.Nibras tersesat, terperangkap dalam berkas-berkas yang diberikan oleh Gunawan beberapa waktu lalu. Ia lebih sibuk dengan map yang berisikan daftar hal-hal yang disukai oleh Agnia. Kedua maniknya tak berhenti memindai, mencoba memikirkan hal mana yang harus ia lakukan terlebih dahulu."Pak Nibras. Apakah semua penjelasan saya sudah cukup jelas?" tanya Gunawan, suaranya penuh harap meski ia tahu atasannya tidak mendengarkan. Setidaknya, ia telah menjalankan pekerjaannya dengan benar!"Pak Nibras?" pan
Informasi mengenai keluarga Agnia yang Nibras terima dari Gunawan beberapa hari lalu membuatnya selalu resah nyaris tiap hari. Apalagi belum ada perkembangan lebih lanjut dari asistennya itu mapun Arjuna.Beruntung pekerjaan yang harus Nibras urusi di kantor cukup banyak sehingga pikirannya sering teralihkan meski terkadang masalah itu kembali muncul.Sejak mendengar kabar tersebut, ingin sekali Nibras menghubungi Agnia tetapi mengingat wanita itu bahkan belum memberikan reaksi atas permintaan maafnya membuat dirinya urung.Bisa-bisa Agnia kembali marah jika mengetahui dirinya melakukan penyelidikan tanpa sepengetahuan sang mantan istri.“Ah, tapi mengingat aku pernah membawakannya kue kesukaannya sepertinya Agnia juga tau jika aku melakukan itu,” gumam Nibras mengingat-ingat."Haah!" Pria itu membuang napas keras dan kasar sembari melepas kacamata dan meletakkannya di meja sedikit asal. Segera dilonggarkannya dasi, berharap penat yang
Entah helaan napas keberapa yang telah Agnia lakukan dalam hari ini. Benaknya tidak bosan-bosan memutar ulang momen Nibras meminta maaf padanya. Wanita itu ingin sekali tidak memikirkan hal tersebut tetapi dirinya selalu saja kalah hingga akhirnya menyerah dan membiarkannya.Masih terasa, getaran suara Nibras saat mengucapkan maaf padanya. Kalimat yang diucapkan begitu tulus dan jujur, sesuatu yang tidak pernah Agnia bayangkan akan keluar dari mulut pria itu yang selama ini ia kenal kaku dan dingin.Jika setelah perceraian itu terjadi, ia lebih memilih momen yang menyakitkan, entah mengapa kali ini Agnia malah mengingat-ingat kebaikan Nibras selama pernikahan dua tahun mereka, meski dapat dihitung dengan jari.Atau mungkin, Agnia yang tak ingin mengingatnya sebagai kebaikan?Perlahan, Agnia meraih ponsel yang ia letakkan di dekatnya lalu membuka histori komunikasi antara dirinya dan Nibras. Wanita itu menghela napas seraya meletakkan kembali benda pipih itu setelah tak menemukan apapu
Seharusnya, Agnia tidak usah merasakan apapun karena antara dirinya dan mantan suaminya itu memang tidak ada hubungan yang lebih selain kolega.Namun, tanpa diminta rasa pedih mulai menjalar dalam tubuhnya hingga meremas dadanya perlahan, begitu menyesakkan bahkan kedua maniknya sudah mulai mengabur karena genangan air mata yang tiba-tiba saja muncul.Sementara, pria yang menjadi pusat perhatian hanya dapat mematung di tempatnya. Wajah Nibras berubah tegang saat melihat Agnia dan Gunawan di pintu.Berbeda dengan Shania yang justru menampakkan senyum licik penuh kemenanganbahkan mempererat lingkaran tangan di leher pria itu. Ia tampak puas dengan kekacauan yang baru saja ia ciptakan.Tak ketinggalan, Gunawan menatap ke arah atasannya sedikit kecewa dan juga penuh tanda tanya. Meski berita perjodohan antara Nibras dan Shania sempat merebak, tetapi ia pikir Nibras akan lebih memilih mantan istrinya melihat segala tingkah dan sikap yang pria itu lakukan
Agnia melangkahkan kakinya lebar-lebar. Hatinya berdegup kencang kala itelingan masih sempat mendengar perdebatan yang terjadi antara Nibras dan wanita yang bersama pria itu tadi.Bergegas ia meraih ponsel yang ada di dalam tasnya dengan gemetaran lalu mencari nomor Bernard dan segera menghubunginya.“Halo. Ada apa Agnia?”“Maafkan saya. Tapi, sepertinya pertemuan dengan Pak Nibras hari ini harus dibatalkan. Bisakah Anda menjadwal ulang waktunya?” Agnia berkata tanpa berhenti berjalan. Ia ingin segera pergi dari tempat ini!‘Kenapa liftnya jadi jauh sekali?!’ runtuk wanita itu dalam hati, merasa lorong yang ia lewati tiba-tiba terasa panjang. Ia hanya khawatir Gunawan atau Nibras mengejarnya sebelum ia sempat turun.“Hey, are you okay? Apa ada masalah?” Bernard seketika berubah khawatir mendengar suara Agnia yang tidak biasa dan seperti menahan tangis.“Tidak, tidak. Saya &hel
Mau tak mau, Agnia membalikkan tubuhnya kembali menghadap sang mantan suami. Nibras telah menatap ke arahnya dengan penuh percaya diri. Kedua tangan yang masuk ke dalam saku celana membuat pria itu semakin tampak meremehkan dirinya.Agnia mendengkus sedikit kasar. “Apa hubungan Tuan Molloy dengan makan malam?”“Tak usah menyangkal jika kau dan pria itu memiliki hubungan khusus!” sindir Nibras, kali ini tatapannya mulai tak ramah.“Berapa kali harus aku bilang kalau dia hanya rekan kerja!” Agnia kembali mendengkus diikuti dengan kedua tangan yang sudah bersedekap.“Whatever. Apapun hubungan kalian, aku tidak suka!” ucap Nibras dengan nada rendah. Rahangnya yang mengetat sekilas disertai tatapan tajam membuat Agnia meremang sekaligus bertanya-tanya.“Apa ia benar-benar cemburu dengan Bernard?’“Lagipula kenapa aku harus mendengarkan pendapatmu soal hubungan kami? Aku masih ingat dengan jelas bagaimana kau menghinaku terakhir kali karena aku menerimanya sebagai tamu di rumah!” Agnia berk
“Serius?” tanya Gary menatap cukup terkejut ke arah Nibras yang sedang berkaca di depan cermin setinggi badan itu.Tak menoleh, Nibras hanya menyenggut lebih fokus pada pantulan dirinya. Pria itu berdecak pelan. “Kau tak punya baju yang lain? Ini terlihat lusuh sekali!”“Pulang sana ke apartemenmu sendiri!” gerutu Gary sembari melempar bantal sofa yang ada di kamarnya.“Apartemenmu lebih dekat dari restorannya. Aku malas pulang. Ck, sepertinya aku harus mampir ke butik dulu untuk membeli kemeja.”“Astaga! Kau ini hanya makan malam bukan ingin melamarnya!” Sepupunya itu kembali menggerutu tetapi kali ini mampu membuat pergerakan Nibras terhenti.Melihat itu, Gary pun tersadar akan ucapannya. “Jangan bilang kau memang …”“Aku ‘kan sudah pernah memintanya untuk menikah lagi denganku,” sahut Nibras santai tanpa rasa bersalah.“Itu bukan