"Apa?! Udah gila, ya?! Berani-beraninya kamu bilang begitu sama anak saya!"Keributan itu tidak bisa terelakkan.Sofia yang memang pada dasarnya mudah terbawa emosi, tidak bisa menahan gejolak dalam dirinya untuk terus membalas ucapan para tamu yang dianggapnya sangat tidak masuk akal.Dia merasa terhina karena ucapan tamu yang kesannya mudah sekali mengambil kesimpulan. Apa lagi hanya karena sebuah cincin yang Amora perlihatkan.Keluarga Kusuma, Fajar dan Aulia melihat insiden itu. Percekcokan antara besan mereka dan para tamu.Tidak hanya itu, Rehan dan istrinya pun tampak terkejut. Terlebih Rehan yang tidak menyangka kalau ibunya ikut andil untuk mengacaukan pesta pernikahan ini."Rehan, bagaimana sama ibumu? Apa yang terjadi?!" Olivia panik. Wanita yang memakai gaun pengantin berwarna silver itu bahkan menutup mulutnya saat melihat sang ibu mertua mendorong tamu hingga korbannya jatuh tersungkur di lantai.Amora berhasil melancarkan aksinya. Ini jauh lebih dari yang dia pikirkan s
“Aku—” Amora terlihat canggung ingin memperkenalkan dirinya pada orang yang sudah menjadi mantan kakak iparnya.“Aku hanya kebetulan tahu tentang Anda.”Raut wajah pria itu acuh tak acuh kembali pada bukunya.“Yeah tidak heran kamu mengenalku. Bagaimana pun kamu adalah mantan istri Rehan “Amora langsung menatapnya dengan wajah cemberut.Ucapan mantan kakak iparnya tidak bisa berbasi-basi langsung menusuk titik sakitnya.“Apa Anda datang untuk mengunjungi keluarga Anda?”Amora tidak pernah bertemu Giandra secara langsung. Tapi dia tahu bahwa mantan kakak iparnya tidak pernah pulang selama 10 tahun di keluarga Dwipangga.Lelaki itu tidak menjawab. Dia mengambil buku catatannya dari Amora, kemudian menuliskan sesuatu yang entah apa.Amora masih sibuk menerka.Hari ini adalah hari pernikahan Rehan dan Olivia.Apakah Giandra datang le pernikahan adiknya? Setelah bertahun-tahun?Tapi, tunggu. Kenapa lelaki ini justru naik pesawat di hari yang sama? Amora yakin pesta pernikahan tadi belum s
Posisi Amora saat ini tepat di samping lelaki itu, jadi dia kebagian terhalang hujan karena payung Giandra."Ini taksiku," kata pria bermantel kelabu itu."Eh?""Makanya perhatikan baik-baik."Amora baru saja akan menjawab, tetapi lelaki itu lebih mengabaikannya dengan menarik pintu taksi. Refleks dia memundurkan langkah karena pintunya hampir mengenai tubuhnya. Karena hal itu juga pakaiannya basah.Kesialannya tidak sampai di sana saja, tubuh Amora hilang keseimbangan karena pijakannya yang licin akibat hujan.Amora pikir dirinya akan jatuh dan bermandikan hujan, tetapi pria berpayung itu dengan sigap menahan pinggangnya.Tidak ada yang membuka suara untuk beberapa saat. Akal Amora mendadak melompong, sedangkan Giandra tidak bereaksi apa pun.Sampai suara guntur menyadarkan mereka. Amora mengambil posisi normal seperti biasa. Doa berdehem canggung. "Maaf. Te-terima kasih juga karena sudah menahanku agar tidak jatuh.""Taksimu belum datang juga?" tanyanya tak memedulikan ucapan Amora
5 tahun kemudian ....Hari ini adalah hari pertama bagi Amora memulai masa magangnya.Dia mendapat tempat yang bagus untuk memulai karirnya sebagai dokter. Lima tahun berjalan dengan baik, tentu tidak semuanya berjalan dengan lancar. Ada berbagai rintangan untuk sampai pada titik ini, terutama untuk sampai pada fase dirinya benar-benar menjadikan masa lalu, Rehan, sebagai satu hal yang tidak menghalanginya agar terus melangkah.Sesuai dengan bidang yang dipilihnya, dia berada di departemen ahli syaraf. Bersama dua rekannya yang satu angkatan, ketiga mendatangi ruangan yang akan menjadi tempat mereka."Aku dengar Dokter pembimbing kita ini sangat galak," kata wanita seusia Amora, wajahnya kecil dan berambut pendek sebahu."Hm. Aku dengar juga begitu," sambung perempuan lain. Dia memiliki ciri khas dengan warna kulit pucat, seperti orang china. Namun, dia berasal dari negara yang sama dengan kedua rekannya.Karena persamaan itu juga mereka bisa berkomunikasi dengan nyaman satu sama la
Giandra Dwipangga, mantan kakak iparnya, adalah dokter pembimbing yang kata temannya sangat terkenal. Persetan, tampan? Lupakan saja. Saat ini Amora merasakan kecemasan dan gelisah yang entah mengapa bisa hadir dalam hatinya."Hari pertama magang udah telat?" Tanpa menjawab sapaan magang bimbingannya, dia lebih memilih melempar sarkasme dan tatapan tajam.Amora mengernyit bingung. Apa mungkin Giandra tidak mengenalinya? Kenapa lelaki itu terkesan seperti tidak melihat keberadaannya? Fokus mata Giandra hanya tertuju paada dua rekan kerjanya."Telat? Saya rasa tidak, Dok." Wanita berkulit pucat itu melirik jam tangan. "Tepat pukul delapan lebih tiga puluh ... dua menit," jelasnya.Dia meringis saat melihat jarum jam yang panjang sedikit melewati angka enam."Terlambat untuk memberi kesan bahwa kalian membutuhkan perkejaan ini!" Giandra meninggikan suaranya di kata terakhir.Hal itu sukses membuat tiga perempuan di depannya berjengit kaget.Amora sendiri mengusap dadanya yang mendadak
Amora berusaha untuk mengabaikan tatapan dari Giandra. Dia mengambil posisi bersama teman-temannya untuk mengantre makanan."Menurutmu, apakah kita bisa bertahan dengan dokter Giandra?"Amora yang mendadak mendapat pertanyaan itu jadi terkejut."Eh? Maksudmu kita?"Temannya kembali membuang nafas."Wajahnya bisa mengalihkan duniaku, tetapi sikap dan cara bicaranya itu--""Orangnya sedang melihat ke kita." Amora yakin kalau teman-temannya itu tidak sadar atau dengan kehadiran orang yang sejak tadi mereka bicarakan."Dokter Giandra?""Sudah. Lupakan saja. Jangan biarkan nasib kita di sini hanya ditentukan oleh satu orang saja. Dia juga Dokter di sini, hanya dapat tambahan tugas untuk membimbing kita." Sebenarnya itu kalimat yang dia tujukan pada diri sendiri.Jujur saja, Amora merasa tidak nyaman. Dia pikir pertemuannya dengan Giandra saat di pesawat adalah kali pertama dan terakhir mereka. Sudah 5 tahun lamanya dia tinggal di Singapura, tetapi sekalipun tidak pernah melihat sosok itu l
Sore itu Amora pulang tepat waktu, saat dia menuju ke parkiran untuk mengambil mobil tidak sengaja dia melihat Giandra yang sedang berdiri di salah satu pilar basement.Awalnya Amora heran mengapa lelaki itu bisa berdiri di sana, sampai dia melihat pergerakan Giandra yang membuka tempat sampah otomatis dan membuang sesuatu ke sana. Dengan langkah santai, pria tersebut pergi menuju ke mobilnya sendiri.Awalnya Amora tidak begitu tertarik, tetapi karena merasa curiga akhirnya dia menghampiri tong sampah tadi.saat itulah dia yakin bahwa Giandra benar-benar pria berhati dingin dan tidak berperasaan.Hidangan pencuci mulut yang tadi siang diberikan oleh seorang suster kepada Giandra masih tampak berisi penuh sudah masuk le tempat sampah."Kakak dan adik sama saja!" Amora mencibir, kemudian berlalu tampak peduli dan menuju pulang ke apartemennya.Saat dia berbalik, betapa terkejutnya Amora ketika mendapati Giandra yang sudah ada di depannya. “Astaga!” pekiknya.Berbeda dengan wanita itu, G
Pagi ini adalah pagi yang sial. Mungkin efek dari kecipratan genangan air hujan dari mobil dokter tampannya.Amora ingin mengadu pada matahari yang terbit terlalu cepat hari ini—hanya ungkapan bagi mereka yang terlambat bangun.Benar, Amora terlambat. Ini benar-benar sial. Tidak habis pikir saja, dirinya bukanlah anak sekolahan yang bisa terlambat di hari pertama masuk sekolah.Amora menganggap ini sebagai hari pertamanya karena kemarin hanya pengenalan saja.Amora mendapat shift pagi di bagian Accident and Emergency (A&E) dan dia baru bangun 20 menit sebelum masuk jadwalnya.Ini gila, sungguh.Perjalanan menuju rumah sakit saja hampir 15 menit.Dia cemas, terburu-buru hingga kakinya menabrak kaki kursi saat akan mengambil segelas air putih untuk sarapan. Ya, paling tidak ini bisa sedikit menyokong daya konsentrasinya selagi menuju ke rumah sakit.Belum apa-apa, Amora merasa kalau dirinya akan mati saat baru menginjakkan kaki di halaman rumah sakit. Aura mematikan dari Dokter Giandr
“Sayang? Udah bangun?"Amora yang baru saja akan membuka matanya dari tidur, sedikit terkejut dengan suara suaminya. Terdengar sangat serak dan dekat. Tatkala ia menoleh, senyum tampan suaminya menyambut dirinya.Giandra tertawa kecil. Laki-laki dewasa yang baru saja kembali dari kantin itu sedang menggendong sang buah hati. Tampaknya juga bayi lucu yang menurun dari ibunya sedang ikut tertidur juga. Terlihat dari mata kecil yang tertutup rapat. Dan bibir yang maju ."Kamu haus nggak?" tanya Giandra sembari berjalan ke arah box bayi dan menempatkan kembali putranya di sana. Kemudian berbalik dan duduk di sisi kanan ranjang rumah sakit istrinya. Rambut lepek di atas dahi ia usap lembut."Sedikit," jawab Amora dengan senyum manis. Senyumnya semakin sumringah ketika Giandra dengan cepat mengambilkan minum untuknya."Mau duduk dulu?" tawar Giandra yang di balas anggukan lemah dari Amora. Setelah mendudukkan diri, barulah Amora meminum air yang disodorkan oleh Giandra."Kamu mau pulang sek
Giandra benar-benar menjadi ayah dan suami siaga saat ini. Bahkan istrinya saja sampai bosan melihat wajahnya dan berulang kali meminta agar dokter tersebut pergi.“Ini jam istirahat, lebih baik kamu makan siang,” bujuk Amora yang khawatir dengan kesehatan suaminya.“Aku ingin bersama anak kita dulu,” jawabnya.Laki-laki itu menggendong sang buah hati dan memainkan pipi Ghazam yang masih merah. Ia benar-benar dibuat gemas dengan bayi mungil tersebut.Saat tengah menggendong tiba-tiba bayi itu menangis dan membuat Giandra panik bukan main. Amora yang reaksi suaminya lantas tertawa pelan.“Ghazam, lapar, ya?” tanya Giandra seraya menyerahkan bayi tersebut ke Amora.“Makan siang, lalu ke sini kalau sudah tidak ada pasien lagi,” ujar Amora dan dengan terpaksa akhirnya Giandra setuju. Sebelum makan siang Giandra menyempatkan diri mencium kening istrinya terlebih dahulu, lalu pergi.Giandra tampak seperti orang sinting saat ini karena suasana hatinya benar-benar baik. Ia menyapa beberapa pe
Setelah perceraian Rehan dan Olivia, Giandra dan Amora akhirnya memutuskan meninggalkan keluarga Dwipangga. Awalnya keluarga Dwipangga tidak setuju dan dia bertengkar hebat dengan Sofia. Tapi tidak ada yang bisa mengalahkan kekeraskepalaan Giandra. Dia membawa Amora kembali ke Singapura meninggalkan semuanya di Indonesia.Beberapa bulan kemudian.Amora menahan keluh saat kakinya mulai sakit. Ia tetap kelihatan kuat walau kakinya pegal luar biasa, lagi pula ini adalah salahnya yang ingin berbelanja di saat umur kandungannya sudah memasuki usia sembilan bulan.“Kamu tidak apa-apa?” tanya Giandra yang sepertinya paham dengan keadaan istrinya tersebut.“Tidak apa-apa, Giandra,” jawabnya dengan tersenyum manis.Laki-laki tampan tersebut menghela nafas berat, ia berjalan cepat hingga membuat Amora terkejut karena wanita itu tidak dapat mengikutinya, tapi tidak lama Giandra kembali dengan membawa kursi plastik.“Duduk dulu,” kata Giandra dan Amora menurut. Laki-laki tersebut berjongkok di de
Akhirnya proses perceraian Olivia dengan Rehan berjalan lancar. Tampaknya tidak ada yang merasa sedih atau berat hati jika keduanya berpisah. Sofia malah tampak senang. Jelas saja, karena wanita itu memang sudah lama ingin agar Rehan bercerai dengan Olivia. Sisanya tidak ada yang berkomentar sama sekali.Sementara Oliver yang masih tidak paham kalau kedua orang tuanya sudah bercerai juga santai-santai saja ketika melihat Olivia pergi meninggalkan mansion sambil menyeret dua buah koper. Sepertinya faktor terbiasa ditinggal pergi oleh Olivia membuat anak itu berpikir kalau ibunya pergi dalam rangka melakukan liburan, bukan karena telah berpisah dengan ayah sambungnya.Setelah menanda tangani surat perceraian itu, Rehan tidak pulang semalaman dan baru pulang esok harinya setelah menghabiskan waktu dengan mabuk-mabukan di bar. Ia mabuk bukan karena sedih akan bercerai dengan Olivia, tentu ia juga akan dengan senang hati menceraikan wanita itu jika saja tak ada Oliver yang membuat pria itu
Olivia masih yakin kalau suaminya itu sedang bersama dengan Anna. Tentu pemikiran ini muncul karena dia merasa Rehan sedang membalas dendam karena dirinya yang tidak pulang beberapa hari guna menghabiskan waktu bersama Randika, dan tentu saja pria itu tidak akan sudi jika hanya berdiam diri di rumah saja dan menunggu kepulangannya. Jadi, memang lebih masuk akal jika Rehan menghabiskan waktunya di luar bersama dengan wanita lain, dan tentu wanita itu adalah Anna. Memang siapa lagi wanita yang saat ini sedang dekat dengan Rehan?Lagi pula, sejak kepulangannya, tidak hanya Rehan yang tak tampak, Anna juga tidak datang ke mansion ini. Sesuatu yang patut dicurigai oleh Olivia.Ketika sarapan tadi pagi pun yang hadir di meja makan hanya Olivia dan kedua mertuanya. Amora dan Giandra absen hadir di meja makan karena alasan kesehatan Amora yang sedang tidak bagus. Wanita itu kembali mengalami mual yang hebat dan membuat Giandra jadi mengambil cuti guna merawat istrinya yang tengah hamil muda i
Setelah menunggu semalaman sampai pagi tiba, Olivia tidak juga mendapati Rehan berada di mansion ini. Ia curiga kalau pria itu sengaja tidak pulang untuk menghindarinya. Atau bisa saja pria itu memang pergi untuk bersenang-senang dengan wanita lain.“Apa dia menghabiskan waktu dengan dokter itu dan saking senangnya dia sampai tidak berniat pulang lagi? Atau jangan-jangan mereka sudah merencanakan pernikahan?” tanya Olivia kepada diri sendiri.Wajar jika Olivia berpikir begitu, karena malam ketika Anna berpamitan kepada keluarga Dwipangga ini Olivia tidak berada di rumah, wanita itu begitu sibuk menghabiskan waktunya di tempat tinggal Randika. Berada di rumah dengan kehadiran Anna sesekali ke rumah itu, terlebih saat Giandra masih sakit dan cuti bekerja membuat Olivia jadi gerah.Dia beralasan ingin menjenguk Giandra, tapi tujuannya tentu saja untuk mencuri-curi waktu bersama Rehan dan mengambil hati wanita tua itu yang ingin sekali menjadikannya menantu, batin Olivia jika teringat bag
Setelah beberapa hari ini Amora tidak diserang rasa mual yang hebat seperti sebelum-sebelumnya, sekarang rasa mual itu mulai datang lagi. Sejak pagi Amora sudah berkali-kali ke kamar mandi, berusaha memuntahkan isi perutnya. Namun tidak ada yang ke luar selain cairan bening yang terasa pahit di tenggorokannya. Giandra yang tidak tega melihat Amora yang berbaring lemas di ranjang menjadi dilema untuk pergi kerja atau izin libur agar bisa merawat Amora.Giandra akhirnya membatalkan niatnya untuk pergi kerja dan memelepon ke rumah sakit. Sebenarnya sebelum Amora diserang rasa mual yang hebat itu Giandra sudah berpakaian rapi seperti biasanya. Namun, saat ini jasnya sudah tergeletak di sofa di kamarnya, lengan baju yang sudah dikancingnya pun sudah digulung sampai siku, dan dasinya sudah dilepas, bahkan kancing kerah bajunya juga sudah dicopot. Giandra kini bertransformasi menjadi suami yang siaga. Dia memijat tengkuk Amora ketika lagi-lagi perempuan itu merasakan perutnya bergejolak.“Ma
Randika membolakan matanya saat mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Olivia. Sebenarnya bukan baru kali ini saja dia mendengar Olivia mengucapkan kata kalau ia ingin cerai dengan Rehan, Randika sudah mendengarnya berulang kali. Tapi, saat ini yanh membuat Randika cukup terkejut adalah karena dari raut wajahnya tampak kalau Olivia tidak main-main dengan apa yang diucapkannya. Wanita itu kelihatan sangat serius dan sudah yakin kalau akan meminta cerai dari Rehan."Kau yakin dengan apa yang kau ucapkan itu, Honey?" tanya Randika dengan kening mengernyit.Olivia mengangguk yakin. Wajahnya terlihat begitu tegas dan tidak sedikit pun tampak kebimbangan atau kecengengan di sana, sangat jauh berbeda dengan Olivia yang ketika pertama kali mengatakan ingin bercerai itu menyampaikan kepada Randika sambil menangis. "Ya, aku sangat yakin," tegas Olivia.Randika bangkit dari tidurnya dan duduk menghadap ke arah Olivia. Kemudian dia meyakinkan wanita itu untuk memikirkan ulang keputusannya dan
Sebenarnya Giandra tak punya rencana untuk mengajak Amora pergi ke rumah ibu Anna. Mana mungkin di saat perasaan bersalah yang dideritanya karena merasa telah mengkhianati Amora sebab Anna yang menyatakan cinta kepadanya membuat pria itu mengambil keputusan untuk mengajak sang istri bertemu dengan orang tua wanita itu? Giandra tak segila itu.Namun, entah bagaimana ceritanya, pagi-pagi sebelum Amora mengatakan kepadanya kalau wanita hamil itu ingin makan seblak, sebuah pesan mendarat di handphone nya. Pesan dari Anna.Dokter AnnaPagi Dokter GiandraMaaf jika membuat Dokter tidak nyamanSaya hanya ingin menyampaikan maaf dan terima kasih sekali lagiTerutama untuk AmoraOh iya, tadi saya sudah menyampaikan kepada ibu kalau Amora ingin makan seblakDan Ibu meminta agar Dokter Giandra dan Amora datang ke rumahIbu bilang akan membuatkan seblak sebagai rasa terima kasihSemoga Dokter berkenan menerima kebaikan kamiGiandra menghela napas. Saat pesan itu datang kepadanya, jelas dia tidak