Share

Part 2

Penulis: Aufa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Satu.

Dua.

Tiga.

Dalam hati aku menghitung, namun tak kunjung ada tanda-tanda si pemilik mobil tadi menghampiriku. Tepatnya, tidak ada suara jejak kaki orang mau menghampiriku yang saat ini sedang pura-pura pingsan.

Eh, tapi harusnya aku senang dong, karena itu berarti aku tidak akan dimarahi sama si empunya mobil, gara-gara kaca mobilnya aku lempari sepatu.

Sedang sibuk dengan pikiranku sendiri, tiba-tiba kudengar suara langkah kaki yang mendekat ke arahku. Hmm ... mungkin si pemilik mobil.

Mataku terus terpejam, sedangkan suara langkah kaki itu semakin mendekat.

Sebenarnya aku tidak tahan dengan posisi seperti ini, tapi mau bagaimana lagi, kalau tidak seperti ini, kemungkinan aku akan dimaki-maki, dan dimintai pertanggungjawaban.

"Walah, kok malah pingsan toh. Bukannya ini tadi yang lempar sepatu ke kaca mobil, ya?" Dari suaranya, aku bisa tebak kalau yang ngomong ini laki-laki yang sudah cukup berumur. Dan dari suaranya juga, aku yakin kalau aku tidak akan dimarahi, meskipun aku tidak pura-pura pingsan seperti ini.

"Pak Suyuti ...." Terdengar suara teriakan orang dari jauh. Aku tidak tahu siapa, kan aku sedang pura-pura pingsan.

"Iya, Tuan." Ooh, ternyata orang yang lagi melihatku ini namanya pak Suyuti. Aku tahu, karena orang ini menyahut panggilan itu.

"Ini orangnya pingsan, Tuan," adu pak Suyuti.

"Udah, biarin aja, paling cuma pura-pura. Ayo cepat berangkat," kata orang di sana yang dari tadi dipanggil 'tuan' oleh pak Suyuti. Ternyata si 'tuan' itu bisa tahu kalau aku cuma pura-pura pingsan.

"B-baik, Tuan," jawab pak Suyuti, yang kemudian berjalan menjauh dari posisiku pura-pura pingsan. Aku tahu, karena suara langkah kakinya terdengar menjauh.

"Haah ...." Aku bernapas lega. Akhirnya aktingku berhasil.

Setelah terdengar suara mobil melaju, aku pun membuka mata, dan langsung bangun dari kepura-puraan.

Tunggu ... ada sesuatu yang mengusikku dari tadi. Tepatnya semenjak mendengar suara seseorang yang dipanggil 'tuan' oleh pak Suyuti tadi. Kok sepertinya aku familiar dengan suara itu ya? Tapi siapa?

Bodo amat deh, yang penting aku selamat dari caci maki si pemilik mobil itu. Meskipun seharusnya sih, aku yang memaki-maki orang itu gara-gara sudah membuat bajuku basah.

=========Aufa=========

Pagi ini aku sudah rapi, dan bersiap-siap untuk pergi ke kantor tempat Alena kerja. Di sana aku akan melamar pekerjaan. Seperti yang dikatakan Alena kemarin, kalau di sana lagi buka lowongan.

Semalam aku sudah menyiapkan surat lamaran kerja, beserta berkas-berkas yang dibutuhkan. Aku juga melampirkan surat pengalaman kerja dari mantan kantor kemarin. Untungnya, kemarin pak Bambang bersedia memberi surat pengalaman kerja, sebelum aku meninggalkan kantor.

"Oke, Alula, you look so perfect," kataku di depan cermin dengan penuh percaya diri.

Dengan wajah yang lumayan good looking ini, membuatku tidak perlu bersusah payah untuk memakai berbagai macam make up. Lha wong sudah cantik dari lahir kok. Ditambah lagi warna kulitku yang pada dasarnya putih.

Eh, aku bukannya sombong ya, dengan mengaku kalau aku good looking. Tapi, memang banyak kok yang bilang begitu ke aku, terlebih kaum adam, dan barisan para mantan. Eh!

Aku cuma pakai krim siang sama sunscreen saja, ditambah lipstik berwarna soft. Simpel tapi cukup elegan. Ya, itu sih menurutku, tidak tahu kalau menurut orang lain.

Kemeja putih dengan dilapisi blazer berwarna hitam, serta celana bahan hitam panjang, menjadi outfit-ku hari ini.

Aku tipe orang yang tidak suka tampil terbuka, apalagi pakai rok di atas lutut, itu tidak pernah aku lakukan selama menjadi orang kantoran. Meskipun belum berhijab, setidaknya aku masih berpenampilan sopan.

Ponselku di atas meja bergetar, dan segera kumengambilnya, dan ternyata Alena yang menelpon.

"Iya, Len," ucapku setelah mengangkat panggilan.

"La, lo jadi nggak ngelamar kerja di tempat gue?" tanya Alena.

"Iya jadilah, ini gue udah siap-siap, bentar lagi berangkat," jawabku.

"Ya udah, lo tunggu gue jemput ya."

"Eh, nggak usah, Len, gue bisa berangkat sendiri kok. Lagian kost-an lo kan udah deket ke kantor, masa mau jemput gue dulu, entar lo bisa telat lho," tolakku. Bukan bermaksud untuk menolak rezeki tumpangan, hanya saja aku tidak mau merepotkan Alena.

"Nggak papa kali, kek sama siapa aja. Kost lo tuh jauh dari kantor, La. Lo juga nggak ada kendaraan kan? Jadi lebih baik gue jemput aja."

"Ya udah deh, terserah lo." Kalau Alena sudah memaksa, aku tidak akan bisa untuk menolak.

Oke, aku tidak akan menolak rezeki dari orang yang mau memberi tumpangan. Mungkin ini salah satu berkah di pagi hari.

=========Aufa=========

"Wah, ternyata kantor lo udah berubah ya, Len. Dulu kan belum segede gini waktu gue sering lewat sini," ucapku setelah sampai di parkiran kantor tempat Alena bekerja.

"Bukan kantor gue, La," kata Alena sambil ngaca di spion motor miliknya.

"Ya, maksudnya kantor tempat lo kerja, Alena ...!" geramku.

"Hehehe ... bercanda aja kali, La. Udah yuk masuk, entar gue tunjukin ke resepsionis." Alena menggandeng tanganku, dan kami pun mulai memasuki kantor.

"Permisi Mbak Nela yang cantik," ucap Alena ketika kami sampai di depan meja resepsionis.

"Iya, Alena, ada apa?" Si mbak resepsionis yang bernama Nela itu tersenyum ramah.

"Ini Mbak, ada temenku yang mau ngelamar kerja di sini." Alena menunjukku, dan aku pun tersenyum ke arah mbak Nela.

"Ooh, mau melamar kerja ya?" Aku mengangguk.

"Silakan duduk dulu ya, Mbak, soalnya bagian HRD yang mau interview belum datang." Mbak Nela menunjukkan sebuah sofa panjang di sebelah meja resepsionis.

"Terima kasih, Mbak." Aku pun menuju sofa itu lalu mendudukinya.

"La, gue masuk kerja dulu ya. Selanjutnya lo bisa ngikutin arahan dari mbak Nela," ujar Alena.

"Ya udah sana. Kerja yang rajin ya, jangan mikirin jodoh mulu."

Alena mencebik tanpa menjawab gurauanku, lalu ia mulai pergi meninggalkanku di sini.

==========Aufa==========

"Saudari Alula Maheswari, betul?" tanya orang di depanku, si ketua HRD di kantor ini.

Aku mengangguk. "Iya, Pak, saya Alula."

"Selamat Alula, kamu diterima bekerja di sini. Dan kamu bisa mulai bekerja esok hari."

Aku dibuat melongo seketika.

Beginikah cara masuk di perusahaan Alexander Corp? Tanpa tes atau wawancara terlebih dulu? Bahkan baru sekitar semenit yang lalu aku masuk ke ruangan ini.

"Bagaimana, Alula, kamu bersedia kan, bekerja di perusahaan ini?"

"Eh? Oh, ya jelas bersedia dong, Pak, saya kan lagi butuh kerjaan. Tapi kok, Bapak nggak interview saya dulu sih, cuma lihat CV saya doang," ucapku melontarkan unek-unek.

"Iya, saya nggak perlu interview kamu lebih lanjut. Dengan melihat berkas lamaran kamu yang disertai pengalaman kerja di perusahaan Wijaya Company, saya yakin kamu ini orang yang cukup kompeten. Jadi tanpa pikir panjang, kamu saya terima bekerja di sini."

Senyumku mengembang. Ternyata modal surat pengalaman kerja dari kantor lama tempatku bekerja kemarin, memudahkanku untuk diterima di sini.

"Serius nih, Pak?" tanyaku memastikan.

Si bapak ketua HRD itu mengangguk mantap.

Yeye ... akhirnya dapat kerja lagi, dan nggak jadi jadi pengangguran.

=============Aufa==========

"Hah? Serius lo langsung diterima gitu aja tanpa ditanyain macem-macem?" tanya Alena setelah aku ceritakan tentang kabar diterimanya aku bekerja di perusahaan yang sama dengannya.

"Iya, sebenarnya gue juga heran sih, masa cuma bermodal surat pengalaman kerja dari Wijaya Company aja, udah bikin gue diterima kerja dengan mudahnya."

"Ye ... Wijaya Company kan perusahaan gede, La. Lo aja dulu berjuang mati-matian kan, biar bisa kerja di sana."

Aku mengangguk. "Hu'um, gajinya juga gede, makanya gue betah kerja di sana. Sayangnya, si direkturnya itu yang ganjen. Andai kalau gue tau siapa sebenarnya owner perusahaan itu, udah gue aduin tuh sikap semena-menanya direktur t*a b**gka itu, dan pastinya sekarang gue masih kerja di sana."

"Ya udahlah, La, lupain aja, yang penting kan sekarang lo udah dapet kerjaan lagi, sekantor lagi sama gue. Coba lo inget deh, udah tiga tahun semenjak kita lulus kuliah, kita udah jarang sama-sama lagi, La," ujar Alena.

"Iya juga, ya." Aku membenarkan perkataan Alena.

"Eh, La, mending sekarang lo siap-siap, terus bawa baju buat kerja besok sama perlengkapan-perlengkapan yang lainnya."

Aku mengernyitkan dahi. Bingung dengan ucapan Alena. "Buat apa? Emangnya kita mau ke mana?"

"Ke kost gue. Malam ini mendingan lo nginep di tempat gue. Gue kangen pengin ngobrol panjang lebar sama lo."

"Ck! Ya, tinggal lo yang nginep di sini aja, napa jadi gue yang repot," protesku.

Alena memutar bola matanya. "Tempat kost gue lebih deket ke kantor, dan besok hari pertama lo masuk kerja, jadi mending lo nginep di tempat gue aja, biar besok gue nggak jemput lo dulu ke sini."

"Ya, lo nggak perlu jemput gue besok," kataku yang masih ogah-ogahan menuruti kemauan Alena.

"Lo mau berangkat kerja naik angkot? Di hari pertama masuk? Serius?"

Aku mengangguk mantap. "Iyalah, emang mau naik apa lagi? Motor gue kan udah di kampung."

"Oh, ayolah Alula, temen gue yang banyak mantannya. Gue tau lo itu kurang disiplin, apalagi kantor cukup jauh dari sini. Gue yakin kalau lo besok bisa telat kalau berangkat dari sini."

Si*lan Alena, masih saja ingat kebiasaan burukku.

"Oke, deh, gue ikut lo sekarang." Akhirnya aku menerima, dan ikut kata Alena.

Tanpa membuang waktu lagi, aku pun menyiapkan apa-apa saja yang dibutuhkan bekerja esok hari.

Setelah semua siap, aku dan Alena pun pergi meninggalkan kost-anku menuju tempat Alena.

Sepulang kerja tadi, Alena langsung mampir ke kost-anku, sedangkan aku langsung pulang ketika selesai bertemu dengan ketua HRD tadi, tanpa menunggu Alena. Ya kali menunggu Alena selesai kerja sampai sore, bisa jamuran aku.

=========Aufa=========

"Len, lo bawa motornya santai amat sih," protesku sedikit berteriak. Maklumlah, ini lagi di jalan raya, banyak suara kendaraan, ditambah lagi Alena juga pakai helm, takutnya tidak dengar aku bicara apa.

"Lo kayak nggak tau aja, La. Gue kan masih takut bawa motor semenjak kecelakaan waktu itu," jawabnya.

"Ya udah sini, biar gue aja yang bawa motor. Kita menepi dulu," usulku.

"Nggak, nggak, nggak. Gue paham betul kalau lo bawa motornya kayak setan. Takutnya lo malah bikin kita kecelakaan," tolak Alena.

"Ck! Dasar lo! Kalau kek gini, kapan sampainya coba?"

"Udah, lo nikmati aja, anggep lagi nikmati pemandangan sore hari," jawab Alena santai.

Dasar nih orang! Untung dia sahabatku.

Akhirnya dengan sangat terpaksa, aku ikut saja sama si empunya motor. Kalau aku yang membawa motor, sudah pasti sampai di tempat dari tadi.

Karena ada lampu merah, Alena pun menghentikan motornya.

Aku menoleh ke samping kanan, dan ... ya ampuun ... kok ada mobil mewah yang kemarin sih? Aku masih ingat betul mobil itu

Bagaimana ini?

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Edmapa Michael Pan
Mantap senang kerja dan kerja.
goodnovel comment avatar
Aisha Arkana
maksud aku Alula...
goodnovel comment avatar
Aisha Arkana
Aluna ngga sombong,cuma lebay bahasa nya...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Mantan Jadi BosĀ Ā Ā Part 3

    . Aku mengedipkan mata, mencoba memastikan, benarkah mobil yang berhenti di sebelahku ini adalah mobil yang kemarin. Eh, tapi yang punya mobil mewah seperti itu kan bukan cuma orang yang kemarin saja, tentu ada banyak orang yang bisa memiliki mobil seperti itu kan? Lagi pula, aku tidak hafal plat nomornya. Bodo amatlah itu mobil orang yang kemarin atau bukan, yang pasti, untuk menghindari sesuatu yang tidak diinginkan, lebih baik aku segera memalingkan wajah ke sisi kiri. Beruntung, tak lama kemudian traffic light berubah jadi warna hijau, dan Alena pun segera menjalankan motornya kembali. Beruntungnya lagi, kulihat mobil itu berjalan mendahului motor yang sedang membawaku ini. Huuh ... selamat, selamat. Aku mengelus dada, lega. Keadaan kembali berpihak padaku. "La, lo kenapa, kok dari tadi diem mulu, nggak biasanya?" tanya Alena dengan suara kerasnya. Maklum, masih di jalan raya. "Nggak papa, cuma lagi latihan jadi pendiem aja," jawabku asal. Nggak mungkin dong, mau me

  • Mantan Jadi BosĀ Ā Ā Part 4

    "Kamu jalannya pake mata nggak sih?!" hardik seorang cewek yang ada di hadapanku. Entah kapan datangnya aku tidak tahu, karena kurasa dari tadi di lobi ini tidak ada seorang pun. "Maaf, Mbak, saya nggak sengaja," ucapku datar. Dalam hati, aku tidak merasa bersalah. Memang sih, tadi aku sedang tidak fokus jalan karena tengok kanan kiri, tapi bukan berarti semua ini murni kesalahanku, ya. Harusnya kan dia jalannya bisa menghindariku yang tadi sedang tidak hadap depan, kalau jadi tabrakan begini, berarti dia juga salah dong, karena dia jalannya juga tidak fokus. Cewek yang kutaksir umurnya sekitar awal dua puluhan ini memicingkan matanya ke arahku, entah apa maksudnya. "Lo orang baru di sini, ya?" tanyanya dengan tatapan seperti tadi. "Iya, Mbak, sekali lagi saya minta maaf, ya, beneran tadi nggak sengaja, soalnya buru-buru," ucapku sembari menelungkupkan tangan ke depan dada. Dia masih menatapku penuh selidik, tanpa menjawab permintaan maafku. Karena risih ditatap seperti itu,

  • Mantan Jadi BosĀ Ā Ā Part 5

    . Dengan langkah pelan, dan hati yang sudah tidak karuan, aku, dan Alena melangkah memasuki ruang divisi. Sepertinya bu Indira mengikuti di belakang kami. Huft. Tarik napas, bismillah. Semoga tidak disemprot sama CEO yang sedang memberi arahan di dalam. Lagian aku juga heran sih, masa iya seorang yang punya jabatan tertinggi di perusahaan ini langsung turun tangan memberi arahan pada karyawan di divisi marketing, yang notebene-nya bukan termasuk jajaran divisi yang tinggi di kantor ini. Aku memegang gagang pintu kaca tapi tidak tembus pandang ini, lalu dengan pelan aku mulai membukanya. "Permisi, Pak," ucapku sendirian, sedangkan Alena malah diam saja. Huh, dasar! Seketika pria yang sedang berdiri itu menoleh ke arahku, dan tatapan kami pun bertemu. Apa?! Kenapa dia lagi? Sedang apa dia di sini? Jangan-jangan dia .... Pria itu menaikkan satu alisnya, sembari menatapku dengan tatapan elangnya. Wiih ... kok jadi serem ya. "Maaf, Pak, kami terlambat," celetuk Alena y

  • Mantan Jadi BosĀ Ā Ā Part 6

    . Daripada mati penasaran, maka kuberanikan diri untuk menoleh ke belakang, masa bodo dengan pemandangan yang akan terlihat nanti. Semoga saja tidak membuatku jantungan. "Elaah ... cuma pel-pelan doang yang jatuh, kirain apaan," gerutuku begitu melihat ternyata sebuah pel-pelan yang jatuh. "Mbak!" Aku berjingkat ketika tiba-tiba ada seseorang yang memanggilku dari samping. "Hih! Mbak Fitri bikin kaget aja, deh," ujarku pada sosok yang kini sudah berdiri di sampingku, dan entah kapan datangnya. "Hehe ... maaf Mbak, kalau saya bikin Mbak Alula kaget. Saya cuma mau ambil pel-pelan itu," tunjuknya pada alat pel yang tadi sempat bikin jantungku hampir lompat. Mbak Fitri ini adalah salah satu office girl di kantor ini. "Oh, iya, iya." Aku mengangguk. "Eh, Mbak Fit, btw, jam segini kok kantor udah sepi ya?" Sekalian saja kan aku tanyakan tentang ini. Mbak Fitri sudah lama bekerja di sini, jadi dia pasti paham tentang kantor. "Ah, nggak juga Mbak Alula, kantor mah sampai malem jug

  • Mantan Jadi BosĀ Ā Ā Part 7

    ."Jadi bagaimana, kamu mau ikut pulang dengan saya?"Aku berdecak sebal. Kenapa sih, nih orang malam-malam begini bikin kesel. Bukannya aku mau nolak rezeki tumpangan ya, tapi aku tuh nggak nyaman aja bareng sama dia, apalagi status kami ini 'mantan'.Dia memandangku dengan tatapan yang entah apa artinya, tapi yang jelas ini bikin aku grogi."Emmm ... kayaknya gue mau pesen ojek online aja deh," putusku tanpa menatap ke arahnya."Yakin?" Satu alisnya terangkat. "Ini sudah malam, saya tidak ingin kamu ....""Nggak usah sok peduli!" tegasku memotong ucapannya."Saya bukan peduli sama kamu. Saya cuma tidak mau saja kalau ada salah satu dari karyawan saya yang telat berangkat kerja besok. Bisa rugi perusahaan saya kalau kamu sering terlambat."Ada cabe nggak sih, buat nyumpel mulutnya yang nyebelin itu?Aku memutarkan bola mata. Jangan ditanya bagaimana gondoknya hati ini dibi

  • Mantan Jadi BosĀ Ā Ā Part 8

    "Aduuuh ... udah siang nih, La. Mau ke kantor pake apa coba? Mana tinggal tigapuluh menit lagi kantor masuk. Lo sih, tadi malem pake bocorin ban motor gue," gerutu Alena yang entah ke berapa di pagi ini. Gara-garanya karena kami berdua sama-sama terlambat bangun, dan tidak adanya kendaraan yang akan membawa kami ke kantor."Ban bocor kan, gue nggak sengaja. Lo tenang aja deh, entar gue yang bayar tagihan biaya tambal ban," kataku."Bukan masalah duit, La, tapi masalah kedisiplinan. Kalau nggak ada motor gini, kita bisa telat, La. Lo tau sendiri kan, waktu kita telat kemarin diberi hukuman berupa tugas yang bejibun? Nah, kalau sekarang telat lagi, bukan nggak mungkin kita dipecat, La.""Ya coba lo hubungi Gio, Len, suruh jemput," usulku mengalihkan topik, biar Alena nggak bahas masalah kantor. Pening nih kepala kalau teringat urusan kantor."Gio nggak punya mobil. Emang lo mau bonceng bertiga? Bisa kena tilang kita.""Y

  • Mantan Jadi BosĀ Ā Ā Part 9

    .Aku berjalan lesu memasuki kost-anku, tempat di mana selama tiga tahun ini aku tempati. Sengaja sore ini aku nggak pulang ke kost Alena, padahal tadi Alena menyuruhku agar pulang ke kost-an saja, tapi aku menolak, selain karena hari ini Alena ada lembur, aku juga ingin menenangkan diri dulu di kost-anku ini.Setelah kejadian di resto siang tadi, moodku hari ini mendadak hancur. Bukan karena aku cemburu lihat Gaza sama cewek itu, tapi ... ah, sudahlah.Sebenarnya aku nggak mau ambil pusing tentang siapa yang bersama Gaza tadi siang, tapi justru pikiranku mengarah ke sana terus. Semakin dienyahkan, bayang-bayang Gaza bersama cewek itu malah terus berputar-putar di kepala, seakan tengah mengejekku.Jika cewek tadi beneran kekasih Gaza? Lalu kenapa kemarin malam Gaza melakukan itu padaku di mobil? Apa dia cuma mau mempermainkanku? Kalau cewek itu tahu Gaza pernah ... ehem sama aku, pasti tuh cewek bakalan ngamuk besar sama Gaza. Eh, ehem d

  • Mantan Jadi BosĀ Ā Ā Part 10

    Mengenang tentang masa lalu adalah hal yang tak kusukai, baik itu masa lalu yang indah, atau bahkan masa lalu yang buruk. Alasannya satu, hanya akan membuat hati menjadi galau, dan mood seketika berubah jadi nggak enak. Kenangan yang indah memang kerap kali membuat kita tersenyum jika mengingatnya. Namun, itu hanya sekilas saja, setelahnya kita akan merasa sedih, karena kita tak bisa memutar waktu untuk kembali ke masa-masa indah itu. Sedangkan untuk kenangan buruk, sudah pasti hanya akan membuat kita kembali merasa sedih, jika kenangan itu tiba-tiba terlintas di kepala. Tersebab itu semua, aku paling malas jika harus mengenang tentang masa lalu. Dan semalaman aku tak bisa tidur hanya karena bayangan-bayangan masa lampau yang dengan kurang ajarnya terus berkelebat di kepala. Sudah berulang kali aku coba mengusirnya, tapi tetap saja terus berputar-putar di kepala, bagaikan sebuah film. Alhasil, hari ini mataku pun

Bab terbaru

  • Mantan Jadi BosĀ Ā Ā Note

    Saya ucapkan beribu-ribu terima kasih kepada teman-teman semua yang sudah membaca cerita 'Mantan Jadi Bos' šŸ™ Tanpa kalian semua, tentunya cerbung ini tidak akan sampai pada tahap inišŸ„ŗ Saya juga meminta maaf apabila banyak narasi atau dialog di cerbung ini yang kurang berkenan di hati teman-teman semua. Semua yang tertulis di cerbung 'Mantan Jadi Bos' adalah fiksi, murni dari imajinasi saya. Apabila ada kesamaan nama, tempat dan lain-lain, sungguh tidak unsur kesengajaan. Sekali lagi saya mohon maaf, dan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk teman-teman semua.šŸ™šŸ„ŗšŸ˜˜ Boleh mampir ke cerbung saya yang lain, dan nantikan cerbung baru selanjutnya. Sekian Terima kasih ā¤ļø Aufa

  • Mantan Jadi BosĀ Ā Ā Part 85

    Netra ini perlahan membuka. Pemandangan yang pertama kulihat adalah plafon berwarna putih. Menoleh ke samping, ada Gaza yang kini tersenyum lembut ke arahku."Kamu sudah siuman, Sayang?" tanyanya lembut sembari mengelus pipiku dengan jemarinya."Ini kok aku bisa di sini, Mas? Di mana sih, ini?" Aku balik bertanya dengan suara serak. Sepertinya aku tidur terlalu lama hingga bangun-bangun suaraku menjadi serak seperti ini."Ini di kamar khusus yang ada di gedung tempat resepsi kita."Masih dengan posisi terbaring, aku melihat ke sekeliling. Ya, baru kuingat ruangan ini adalah ruangan yang digunakan untuk meriasku. Eh, tapi bisa-bisanya aku bangun-bangun udah di sini, ya? Masih kuingat tadi menyalami para tamu undangan. Lha, kok aku tiba-tiba malah di sini? Apa cuma mimpi?"Mas, sebenarnya apa yang terjadi, sih?""Kamu pingsan, Sayang. Tadi setelah menyalami banyak tamu, kamu tiba-tiba pingsan. Mungkin karena

  • Mantan Jadi BosĀ Ā Ā Part 84

    Hari ini ibu datang dari kampung bersama kedua adikku, dan om Ardi serta istrinya. Tadinya aku mau menawari mereka untuk menginap saja di apartemenku, tapi kata mama Maura sebaiknya nginep di rumah mama Maura aja yang punya banyak kamar. Maklum, di apartemenku cuma ada dua kamar. Itu pun satu ditempati olehku, dan Gaza. Nggak mungkin kan kalau tamu dari kampung yang jumlahnya lima orang disuruh tidur satu kamar?Karena keluargaku menginap di rumah mertua, alhasil aku, dan Gaza pun diharuskan untuk menginap di rumah megah milik mertuaku ini."Ayo, nambah lagi sarapannya." Mama Maura menawari dengan ramah pada keluargaku. "Jangan sungkan-sungkan, anggap saja rumah sendiri.""Terima kasih Bu Maura. Jadi merepotkan begini," balas ibu."Lho, ya, nggak merepotkan, Jeng. Saya malah senang sekali kedatangan besan."Seusai sarapan, mama Maura mengajak kami semua ke butik untuk fitting gaun pengantin, serta seragam yang akan digunakan

  • Mantan Jadi BosĀ Ā Ā Part 83

    Ketika membuka pintu, aku dibuat terkejut, saat mengetahui siapa orang yang mencariku.Mau ngapain dia ke sini?"Naufal! Ngapain kamu ke sini?" tanyaku yang mungkin terdengar sedikit ketus.Dia yang ditanya dengan nada seperti itu malah tersenyum, dan melangkah lebih dekat ke arahku. "Beberapa waktu lalu aku sempat kirim pesan ke kamu kan, kalau mau nemuin kamu?""Iya, tapi ada urusan apa? Eh, bentar deh, aku panggil temenku dulu, ya. Biar kita nggak cuma berduaan." Tanpa menunggu jawaban Naufal, aku kembali masuk untuk memanggil Alena.Sekarang statusku adalah seorang istri dari Gaza Alexander. Tidak pantas rasanya jika menemui laki-laki lain tanpa didampingi teman. Bisa-bisa nanti timbul fitnah. Ditambah lagi, firasatku sedikit tidak enak karena kedatangan Naufal."Len, ikut gue ke depan, yuk. Temenin gue ngomong sama itu orang," ujarku sambil menarik lengan Alena yang tengah duduk sambil main ponsel."

  • Mantan Jadi BosĀ Ā Ā Part 82

    "Ya, makanya bilang cinta dong. Kamu cinta kan sama aku, Mas?""Tidak."Apa?!Ini aku nggak salah dengar kan?"Mas, maksud kamu apa, coba? Kamu nggak cinta sama aku gitu? Dan ternyata selama ini aku cuma mengira kalau kamu cinta sama aku, tapi nyatanya aku cuma dijadiin bahan mainan kamu, dan pemuas nafsu kamu. Gitu maksudnya, Mas?" Sumpah deh, aku udah nyesek banget ngomong seperti ini.Jika benar seperti itu faktanya, aku benar-benar hancur. Orang yang aku cintai, justru cuma memainkan perasaan ini.Air mata mulai membasahi pipiku. Sakit rasanya, meski ini baru dugaanku saja. Harapanku sih, nggak kayak gitu."Sayang, kok jadi nangis, sih?" Gaza merangkulku. Jarinya dia gunakan untuk menghapus air mata di pipi mulus milik istrinya ini. "Bukan begitu maksudnya, Sayang. Aku kan tadi belum selesai bicara.""Ya, udah selesain ngomongnya, cepetan!" perintahku sambil sesenggukan. "Bene

  • Mantan Jadi BosĀ Ā Ā Part 81

    "Sayang, teman-teman divisi kamu sedang mengadakan makan siang bersama?" tanya Gaza yang membuat keningku berkerut."Makan siang bersama? Nggak tau, tuh." Aku mengedikkan bahu."Tapi, sepertinya mereka memang sedang makan siang bersama, kok. Coba kamu lihat ke sana."Dengan rasa was-was, aku pun menoleh ke arah yang ditunjukkan Gaza. Dan benar saja, di sana teman-teman satu divisiku sedang makan bareng, dan kompak melihat ke arahku dan Gaza. Pasti sedari tadi mereka memperhatikan adegan suap-suapan tadi.Kembali menoleh ke Gaza, aku segera meminta bantuan melalui kode raut wajah yang sengaja kubuat manja, bermaksud meminta tolong."Apa?" tanya Gaza yang aku yakin dia sambil nahan agar nggak senyum."Bantuin dong," jawabku dengan suara yang kecil. Takut jika mereka mendengar."Bantuin apa? Mau disuapin? Kan dari tadi juga udah disuapin," kata Gaza meledek. Ngerti banget kalau istrinya ini lagi terpoj

  • Mantan Jadi BosĀ Ā Ā Part 80

    Tak terasa sudah satu bulan aku kembali bekerja di kantor, dan selama itu pula rahasia tentang pernikahanku, dan Gaza masih terjaga. Mungkin suatu hari nanti semua orang di kantor akan tahu tentang statusku, karena tidak mungkin juga aku menyembunyikan pernikahan ini selamanya.Untuk pagi ini aku berangkat sendiri, karena Gaza sudah pergi sejak habis subuh tadi bersama papa Abraham. Mereka pergi ke kota sebelah untuk meninjau pembangunan proyek perusahaan.Aku tidak benar-benar berangkat sendirian ke kantor. Maksudnya, untuk hari ini tidak berangkat bersama Gaza karena alasan tadi. Gaza sempat menyuruh Alena untuk menjemputku di apartemen. Katanya sih, nggak tega dan nggak rela kalau aku berangkat naik bus, taksi, atau ojek online. Maklum, suamiku itu agak posesif."Gimana, La, rasanya kembali berangkat kantor bareng gue lagi?" tanya Alena ketika kami berada di parkiran kantor."Seneng, seneng," kataku sambil mengangguk. "Tapi ...

  • Mantan Jadi BosĀ Ā Ā Part 79

    "Guys ... lihat deh, pak Gaza lagi lihat ke arah sini," bisik Gaza, dan spontan membuatku melihat ke arah di mana Gaza berada.Memang Gaza sedang melihat ke arah sini. Tepatnya, dia sedang menatap tajam ke arahku. Mungkinkah dia marah karena aku nggak mau diajak makan siang bersama?"Kalian ada punya salah sama pak Gaza?" celetuk Tere, "kalau gue sih, nggak ada."Spontan Alena, dan Gio saling berpandangan, kemudian keduanya kompak menoleh ke arahku. Dari tatapan mereka berdua, seperti mengisyaratkan bahwa mereka mengasihaniku. Pasti mereka juga berpikir kalau Gaza sedang marah padaku.Gio berdehem. "Ya, nggaklah, Re. Pak Gaza kan baru datang hari ini. Kemarin-kemarin dia kan cuti.""Eh, iya juga, ya. Tapi, kok bisa samaan kayak lo ya, La. Pak Gaza mulai nggak kelihatan di kantor tuh pas lo mulai cuti. Dan sekarang, kalian berangkat lagi di hari yang sama juga. Aneh nggak sih? Atau jangan-jangan lo sama pak Gaza janjian, La?"

  • Mantan Jadi BosĀ Ā Ā Part 78

    "Mas, berhenti. Turunin aku di sini aja," pintaku pada Gaza. Spontan Gaza pun menepikan mobil yang tengah dikendarainya."Ada apa, Sayang? Kenapa turun di sini?" Gaza balik bertanya."Ya, biar nggak ada orang kantor yang lihat kalau kita berangkat bareng," jawabku.Jarak dari sini ke kantor sudah lumayan dekat, jadi tidak masalah jika aku harus berjalan kaki sebentar. Ini untuk menghindari gosip yang mungkin akan timbul jika orang-orang kantor melihat aku turun dari mobil Gaza."Memangnya kenapa sih, kalau mereka lihat? Wajarlah, kita kan suami istri.""Ih! Mas gimana sih, kita udah sepakat kalau rahasiain dulu pernikahan kita. Cuma sementara aja, kok," ujarku, "udah, ya, aku turun."Sabuk pengaman segera kulepas. Setelahnya aku membuka pintu mobil, namun gagal."Kok, dikunci sih, Mas? Aku mau turun, lho.""Siapa yang mengizinkan kamu turun di sini?" ujar Gaza tanpa melihat ke ara

DMCA.com Protection Status