amit2 ya punya anak seperti mereka
‘Demi harta dan kedudukan, bahkan dua saudara pun rela menjatuhkan satu sama lain.’Rara kembali tersenyum tipis melihat pertengkaran Nizam dan Sarah itu, pertengkaran yang hanya mempermalukan diri mereka sendiri saja. Yang intinya hanya untuk menyelamatkan diri masing-masing, alias cari aman.“Dasar pria mokondo!”“Kamu yang penggoda pria! Dasar murahan kamu, Kak!"Nafas Sarah nampak memburu, tak menyangka jika sang adik malah mengatakan hal yang tak pantas untuknya. "Dasar adik nggak tahu sopan santun! Atas dasar apa kamu bilang aku murahan?" Suara Sarah semakin melengking saat itu. "Kamu yang lebih murahan dari pada aku. Membuang Rara begitu saja demi mendekati Jeny yang kaya raya!" Permasalahan itu, akhirnya kembali merembet juga pada Jeny.Nizam diam sesaat, dia mengambil nafas dan merasa jika tuduhannya pada Rara tadi sudah tak mungkin lagi untuk diteruskan, karena perkataan Sarah, sepertinya semua orang sudah bisa menebak jika itu hanya akal-akalan Nizam saja."Aku normal!" Niz
“Lepaskan aku! Kalian akan menyesal! Menyesal!!”Masih terdengar teriakan Sarah dan juga Nizam saat itu. Tetapi sudah tak Ada yang menghiraukan, mereka semua malah senang dengan kepergian para pembuat onar itu.Selagi dua pembuat onar itu diseret keluar, salah seorang bawahan Raja kembali dengan wajah yang nampak khawatir."Tuan Raja! Kabar buruk!” ucap pria itu dengan nafas yang naik turun.Raja mengerutkan kening. “Ada apa?”“Nona Jeny pingsan, Tuan!”"Apa?!" Tanpa membuang waktu lagi, Raja langsung berlari keluar dari ruangan. Betapa pun dia marah dan kecewa kepada Jeny, tapi pria itu masih sayang dengan sang adik dan mengkhawatirkannya.Melihat kepergian Raja, Rara juga tampak tidak tenang. Ada kekhawatiran terjadi sesuatu kepada Jeny karena dirinya. Alhasil, dia pun berkata, “Aku keluar dulu.” "Aku juga." Ternyata Satria pun ingin ikut, karena dia malah khawatir dengan Rara. "Tidak perlu, Kak." Rara langsung mencegah. "Kakak harus tetap di sini dan mewakili aku meminta maaf pa
"Eh Bu Endang, nggak mau juga beli tas kayak saya ini?" Seorang teman sedang menunjukan tas berwarna coklat yang dia tentang pada Endang. "Ini branded loh."Endang saat ini sedang sibuk arisan dengan teman-teman barunya."Aduh, Bu Fika. Tas kayak gitu saya sudah punya di rumah," kata Endang dengan wajah sombongnya. "Hanya memang hari nggak saya pakai, masih di cuci di tempat loundry!"Endang memang saat ini menjadi sombong dan arogan setelah mengetahui jika Jeny begitu bucin pada Nizam. "Wah ... beneran itu Bu?" Salah satu teman yang lain menjadi penasaran, karena tas yang dimaksud adalah tas branded dengan harga sekitar satu jutaan. "Itu mahal loh."Endang terkekeh, "Ya beneran dong, Bu. Saya punya yang kayak gitu dua buah. Kemarin langsung dibelikan oleh calon anak saya gitu loh." Endang begitu percaya diri. "Nggak hanya tas sih, tapi banyak pakaian dan sepatu yang branded dengan harga fantastis! Kalian saja mungkin nggak punya kan?"Ibunda Nizam itu begitu arogan, karena mengira Ni
Pernyataan dari petugas polisi itu membuat Endang dan kedua anaknya semakin shock, mereka tentu tak bisa berkutik setelah petugas menunjukan surat tugas mereka. Tanpa banyak bicara lagi, mereka langsung menggandeng tangan Nizam."Apa ini, Pak? Ini fitnah. Saya tidak bersalah!" Nizam seperti biasa mencoba untuk mengelak. "Saya tidak pernah melakukan korupsi!" Dengan cepat pula petugas memberikan jawaban, "Silahkan jelaskan saja nanti di kantor polisi."Tak lagi menghiraukan ucapan Nizam, para petugas itu segera menyeretnya menuju ke dalam mobil polisi setelah memborgol kedua tangan mantan suami Rara itu."Tolong jangan bawa anak saya Pak. Nizam bukan penjahat!" Tiba-tiba saja Endang merengek, menghadang langkah para petugas yang akan membawa Nizam masuk ke mobil. Wanita paruh baya itu mencoba untuk menarik Nizam."Maaf Bu. Tapi kami hanya menjalankan tugas saja. Tolong jangan menghalangi." Petugas masih mencoba untuk bersabar.Hati ibu mana yang tak sedih melihat putra kesayangannya h
Rara sedang berada di ruang tamu dan membaca sebuah surat. Wajahnya nampak serius sekali saat itu."Kamu sedang baca apa? Serius sekali?" Satria menghampiri dan nampak penasaran dengan apa yang sedang dibaca oleh adiknya itu. Rara menghela nafas sesaat kemudian memberikan jawaban, "Surat permohonan maaf dari Jeny, Kak." Sembari mengibaskan selembar kertas yang ada di tangannya.Satria mengeryitkan dahi dan duduk di seberang Rara. "Apa yang dia katakan?" tanya sang kayak lagi dengan begitu penasaran.Hal ini dikarenakan Satria pun belum pernah mendengar ada yang meminta maaf dalam bentuk surat, kecuali itu disertai dengan materai dan melalui notaris. Ini zaman apa? Masih sampai harus menggunakan surat segala.Ah, tapi kalau dipikir-pikir lagi, wanita itu mungkin malu untuk mengirimkan pesan chat atau telepon langsung. Apalagi bertemu …."Intinya, Jeny sudah sadar bahwa yang dia lakukan semuanya adalah salah, Kak," jelas Rara. "Walau dia berada dalam pengaruh Nizam, tapi seharusnya dia
"Kenapa tidak?"Pertanyaan Rara membuat Satria mengerjapkan mata.“Apa?”Rara menatap sang kakak. “Aku bilang, kenapa tidak? Memang ada yang salah kalau aku langsung memaafkannya?” Wanita cantik itu tampak begitu yakin.Satria malah begitu kaget dengan jawaban dari adiknya itu. "Jeny sudah membuat kamu begitu menderita, dan kamu semudah itu membiarkannya lepas?"Satria terus mempertanyakan hal itu, karena sebenarnya dia tak rela. Satria bahkan masih berharap jika Rara akan memberikan balasan lagi bagi Jeny. Yang lebih menyakitkan."Yang membuatku menderita adalah Nizam dan keluarganya. Akar dari semua masalah adalah Nizam, jadi yang harus menjadi fokus utama pembalasanku adalah pria tersebut." Rara memang amat membenci mantan suaminya itu, yang telah membuat hidupnya dan Bella seperti di neraka selama empat tahun ini. Bahkan sebelum mengenal Jeny, Nizam dan keluarganya sudah menorehkan luka begitu dalam pada Rara.Diperlakukan sebagai pembantu, tidak diakui, dimanipulasi. Anda waktu
*Kantor Jaya Corp*"Nona, ada surat untuk Anda." Linda mengangsurkan sebuah surat pada Rara dengan amplop berwarna coklat. "Dari kantor hukum.""Terima kasih." Rara menerima sambil memberikan seulas senyum manis.Rara sudah bisa menebak isi dari surat itu, surat yang telah dia tunggu untuk mengesahkan secara agama perpisahannya dengan Nizam. Itu adalah akta cerai. Rara tersenyum menerima akta perceraian itu, memang ini lah yang dia harapkan sejak beberapa waktu lalu.Linda pun ikut senang karena telah lama tidak melihat senyuman tulus dari Rara."Sepertinya saat ini Nona sangat senang," kata Linda.Rara mengangguk dan dia berkata, "Tentunya. Bisa membuka lembaran baru yang tidak ternoda oleh orang-orang jahat dalam hidupmu adalah suatu hal yang memuaskan, Linda."Rara memang begitu lega karena semua rencana yang dia buat berhasil dengan cemerlang. Kini, dia hanya terus berharap agar hari-hari ke depannya terus dipenuhi dengan kebahagiaan.Linda terdiam sesaat, lalu teringat dengan apa
Ucapan Rara membuat Arjuna berkata, “Aku tahu. Oleh karena itu, aku meminta bantuanmu untuk datang kemari, bukan?”Helaan napas terlontar dari bibir Rara. "Apa Kak Juna yakin jika ini akan berhasil?" Rara yang masih ragu dan nampak tak nyaman, bebarapa kali menanyakan tentang hal ini.Arjuna tersenyum tipis dan menghela nafas panjang. "Yakin. Asal kita bisa memerankan dengan baik."Rara mengangguk pelan sembari mengigit bibir bawahnya. Meski semua memandang takjub padanya, tetapi Rara malah merasa tak nyaman. Karena dia tahu malam ini akan berisiko terjadi keributan.Namun, apa daya? Dirinya berutang budi pada Arjuna, jadi dia hanya bisa menolong pria tersebut.Di sisi lain, kekhawatiran Rara malah membuat Arjuna terus memerhatikan wanita itu dengan saksama. Manik hitamnya terpaku pada Rara yang terus menghela napas selagi meneguk airnya.‘Cantik ….’Hanya itu yang ada di otak pria tersebut sekarang.Saat Arjuna terpesona dengan adik kandung Satria itu, datang dari arah depan seorang w