ternyata itu ya alasan Jeny
"Eh Bu Endang, nggak mau juga beli tas kayak saya ini?" Seorang teman sedang menunjukan tas berwarna coklat yang dia tentang pada Endang. "Ini branded loh."Endang saat ini sedang sibuk arisan dengan teman-teman barunya."Aduh, Bu Fika. Tas kayak gitu saya sudah punya di rumah," kata Endang dengan wajah sombongnya. "Hanya memang hari nggak saya pakai, masih di cuci di tempat loundry!"Endang memang saat ini menjadi sombong dan arogan setelah mengetahui jika Jeny begitu bucin pada Nizam. "Wah ... beneran itu Bu?" Salah satu teman yang lain menjadi penasaran, karena tas yang dimaksud adalah tas branded dengan harga sekitar satu jutaan. "Itu mahal loh."Endang terkekeh, "Ya beneran dong, Bu. Saya punya yang kayak gitu dua buah. Kemarin langsung dibelikan oleh calon anak saya gitu loh." Endang begitu percaya diri. "Nggak hanya tas sih, tapi banyak pakaian dan sepatu yang branded dengan harga fantastis! Kalian saja mungkin nggak punya kan?"Ibunda Nizam itu begitu arogan, karena mengira Ni
Pernyataan dari petugas polisi itu membuat Endang dan kedua anaknya semakin shock, mereka tentu tak bisa berkutik setelah petugas menunjukan surat tugas mereka. Tanpa banyak bicara lagi, mereka langsung menggandeng tangan Nizam."Apa ini, Pak? Ini fitnah. Saya tidak bersalah!" Nizam seperti biasa mencoba untuk mengelak. "Saya tidak pernah melakukan korupsi!" Dengan cepat pula petugas memberikan jawaban, "Silahkan jelaskan saja nanti di kantor polisi."Tak lagi menghiraukan ucapan Nizam, para petugas itu segera menyeretnya menuju ke dalam mobil polisi setelah memborgol kedua tangan mantan suami Rara itu."Tolong jangan bawa anak saya Pak. Nizam bukan penjahat!" Tiba-tiba saja Endang merengek, menghadang langkah para petugas yang akan membawa Nizam masuk ke mobil. Wanita paruh baya itu mencoba untuk menarik Nizam."Maaf Bu. Tapi kami hanya menjalankan tugas saja. Tolong jangan menghalangi." Petugas masih mencoba untuk bersabar.Hati ibu mana yang tak sedih melihat putra kesayangannya h
Rara sedang berada di ruang tamu dan membaca sebuah surat. Wajahnya nampak serius sekali saat itu."Kamu sedang baca apa? Serius sekali?" Satria menghampiri dan nampak penasaran dengan apa yang sedang dibaca oleh adiknya itu. Rara menghela nafas sesaat kemudian memberikan jawaban, "Surat permohonan maaf dari Jeny, Kak." Sembari mengibaskan selembar kertas yang ada di tangannya.Satria mengeryitkan dahi dan duduk di seberang Rara. "Apa yang dia katakan?" tanya sang kayak lagi dengan begitu penasaran.Hal ini dikarenakan Satria pun belum pernah mendengar ada yang meminta maaf dalam bentuk surat, kecuali itu disertai dengan materai dan melalui notaris. Ini zaman apa? Masih sampai harus menggunakan surat segala.Ah, tapi kalau dipikir-pikir lagi, wanita itu mungkin malu untuk mengirimkan pesan chat atau telepon langsung. Apalagi bertemu …."Intinya, Jeny sudah sadar bahwa yang dia lakukan semuanya adalah salah, Kak," jelas Rara. "Walau dia berada dalam pengaruh Nizam, tapi seharusnya dia
"Kenapa tidak?"Pertanyaan Rara membuat Satria mengerjapkan mata.“Apa?”Rara menatap sang kakak. “Aku bilang, kenapa tidak? Memang ada yang salah kalau aku langsung memaafkannya?” Wanita cantik itu tampak begitu yakin.Satria malah begitu kaget dengan jawaban dari adiknya itu. "Jeny sudah membuat kamu begitu menderita, dan kamu semudah itu membiarkannya lepas?"Satria terus mempertanyakan hal itu, karena sebenarnya dia tak rela. Satria bahkan masih berharap jika Rara akan memberikan balasan lagi bagi Jeny. Yang lebih menyakitkan."Yang membuatku menderita adalah Nizam dan keluarganya. Akar dari semua masalah adalah Nizam, jadi yang harus menjadi fokus utama pembalasanku adalah pria tersebut." Rara memang amat membenci mantan suaminya itu, yang telah membuat hidupnya dan Bella seperti di neraka selama empat tahun ini. Bahkan sebelum mengenal Jeny, Nizam dan keluarganya sudah menorehkan luka begitu dalam pada Rara.Diperlakukan sebagai pembantu, tidak diakui, dimanipulasi. Anda waktu
*Kantor Jaya Corp*"Nona, ada surat untuk Anda." Linda mengangsurkan sebuah surat pada Rara dengan amplop berwarna coklat. "Dari kantor hukum.""Terima kasih." Rara menerima sambil memberikan seulas senyum manis.Rara sudah bisa menebak isi dari surat itu, surat yang telah dia tunggu untuk mengesahkan secara agama perpisahannya dengan Nizam. Itu adalah akta cerai. Rara tersenyum menerima akta perceraian itu, memang ini lah yang dia harapkan sejak beberapa waktu lalu.Linda pun ikut senang karena telah lama tidak melihat senyuman tulus dari Rara."Sepertinya saat ini Nona sangat senang," kata Linda.Rara mengangguk dan dia berkata, "Tentunya. Bisa membuka lembaran baru yang tidak ternoda oleh orang-orang jahat dalam hidupmu adalah suatu hal yang memuaskan, Linda."Rara memang begitu lega karena semua rencana yang dia buat berhasil dengan cemerlang. Kini, dia hanya terus berharap agar hari-hari ke depannya terus dipenuhi dengan kebahagiaan.Linda terdiam sesaat, lalu teringat dengan apa
Ucapan Rara membuat Arjuna berkata, “Aku tahu. Oleh karena itu, aku meminta bantuanmu untuk datang kemari, bukan?”Helaan napas terlontar dari bibir Rara. "Apa Kak Juna yakin jika ini akan berhasil?" Rara yang masih ragu dan nampak tak nyaman, bebarapa kali menanyakan tentang hal ini.Arjuna tersenyum tipis dan menghela nafas panjang. "Yakin. Asal kita bisa memerankan dengan baik."Rara mengangguk pelan sembari mengigit bibir bawahnya. Meski semua memandang takjub padanya, tetapi Rara malah merasa tak nyaman. Karena dia tahu malam ini akan berisiko terjadi keributan.Namun, apa daya? Dirinya berutang budi pada Arjuna, jadi dia hanya bisa menolong pria tersebut.Di sisi lain, kekhawatiran Rara malah membuat Arjuna terus memerhatikan wanita itu dengan saksama. Manik hitamnya terpaku pada Rara yang terus menghela napas selagi meneguk airnya.‘Cantik ….’Hanya itu yang ada di otak pria tersebut sekarang.Saat Arjuna terpesona dengan adik kandung Satria itu, datang dari arah depan seorang w
Dengan dingin, Rara menjawab, “Jangan sembarangan, Nona. Aku bukan wanita bayaran.”Memperhatikan sosok Rara, Clara baru menyadari bahwa wanita itu memang cukup anggun dan cantik. Namun, hal itu membuatnya menjadi semakin tidak terima.Apa wanita di hadapannya itu sungguh kekasih Arjuna!? Namun, kenapa Tante Yasmin–ibu Arjuna–tidak pernah mengatakan keberadaan wanita ini sebelumnya?!“Kamu menolakku untuk dirinya?" Clara menatap Arjuna sambil menunjuk pada Rara. “Kalau begitu jelaskan apa bagusnya dia dibanding diriku!”Arjuna terdiam sesaat, lalu mengalihkan pandangan kepada Rara. Pancaran mata pria itu tampak lembut, sampai-sampai Rara merona dibuatnya."Dari segi mana pun," Arjuna menatap Clara dengan dingin, "dia jauh lebih baik dibandingkan dirimu.”Di saat ini, Clara mendelik. Tidak pernah sebelumnya dia dikatakan lebih rendah dari wanita lain secara langsung seperti itu!Naik pitam, Clara langsung meraih gelas dan menyiramkannya ke arah Arjuna.Namun–PYARR!"Ahhh!”Pekikan pani
"Kamu ...!" Clara spontan menunjuk Rara dan kemudian mengepalkan tangannya. Emosi semakin memburu di hati Clara, tetapi dia ingat dengan ucapan Rara yang tadi. Clara adalah salah satu artis dan model yang mempunyai nama yang harus dijaga. Sehingga apa yang dia lakukan pasti akan menjadi pusat perhatian dan akan sangat berpengaruh bagi karirnya.Sesaat tadi dia memang begitu emosi karena Arjuna nampak sama sekali tak terpesona padanya. Padahal malam ini dia sudah berdandan dengan maksimal dan malah membawa wanita lain, yang menurutnya jauh di bawahnya.Hal itu pun sempat membuat Clara kehilangan kewarasan dan langsung berteriak, dia memang sempat lupa jika ke mananpun dia pergi, kamera akan selalu mengintainya."Ini belum berakhir Arjuna." Setelah beberapa saat terdiam, Clara akhirnya berucap dengan lirih dan segera berjalan cepat meninggalkan meja Arjuna itu.Clara pergi bukan berarti menerima kekalahan ini, tetapi dia pergi untuk menang. Dalam hati dia berjanji akan membalas semua i
"Selamat menempuh hidup baru ya, Raja, Stella. Doa kami semua yang terbaik untuk kamu. Semoga segera memiliki momongan."Rara kembali memberikan selamat pada sahabatnya ini, kali ini saat Raja dan Stella baru saja tadi mengungkapkan janji suci pernikahan. Setelah dua bulan yang lalu mereka juga menggelar acara pertunangan yang mewah."Terima kasih banyak ya. Tanpa kalian,mungkin kali ini kami pun belum bisa bersatu." Stella terus mengenggam tangan Rara. Sahabat yang memang menjadi support utama hubungannya dengan Raja. "Sepetinya para baby gemoy ini nunggu Tante dan Om nya resmi dulu, baru mau launching nih."Stella mengelus perut Rara yang begitu buncit. Rara dan Arjuna yang berada di sampingnya pun terkekeh. "Bisa jadi seperti itu. Karena harusnya HPL kemarin."Ya, memang meski telah terlewat HPL sehari, tetapi Rara belum merasakan tanda tanda kehamilan yang datang. Itu Lah kenapa hari ini dia kekeh untuk datang ke pesta pernikahan itu. "Ah iya, kak Satria juga akan segera melamar
"Bu, Mas Ardi tumben banget sih jam segini belum keluar kamar ya?" Dita yang baru duduk di meja makan, bertanya pada sang ibu sambil menoleh pada kamar sang kakak, yang sejak kemarin sore tak terbuka sama sekali."Iya, dari pulang kerja sudah nggak keluar. Nggak makan malam juga kan?"Ketika Bu Mira masih terdiam, Dewi malah menimpali ucapan adiknya itu. "Halah ... Paling dia itu masih meratapi si Sarah itu," ucap Bu Mira ketus. "Dasar Cemen!"Bu Mira sebenarnya juga sedikit merasa khawatir dengan Ardi. Karena memang setelah Sarah pergi dari rumah ini, putranya itu bahkan tak pernah mau makan. Ardi yang biasanya begitu hangat dengan keluarga, berubah menjadi Ardi yang tertutup dan begitu muram.Padahal ini bukanlah untuk pertama kalinya Ardi menalak istrinya, Sarah adalah yang ketiga, tetapi sungguh saat ini berbeda.Biasanya Ardi biasa saja dan seperti tak lagi memikirkan tentang mantan mantan istrinya itu."Aku kok khawatir ya Bu sama Ardi. Dia itu kayaknya patah hati banget deh keh
"Selamat ya Stella, aku benar benar ikut bahagia. Kalian memang pasangan yang sangat serasi loh." Rara mencium pipi kanan kiri sahabatnya yang malam ini terlihat begitu cantik dalam balutan dres warna putih itu. "Ini semua nggak akan pernah terjadi tanpa bantuan kamu Ra. Pokoknya terima kasih banget loh." Stella memeluk Rara. "Kamu memang sahabat terbaikku."Air mata telah menumpuk di pelupuk mata, tetapi tangis bahagia itu memang sengaja ditekan oleh Stella, karena takut merusak riasan. Malam ini adalah malam pertunangan Stella dengan Raja Sanjaya. Hanya satu hari berselang dari acara jumpa pers yang berakhir menyenangkan itu, keluarga Sanjaya menggelar pesta pertunangan keduanya dengan begitu mewah."Nggak juga. Lebih tepatnya aku hanya perantara sih, yang berperan penting tentu masih tetap Tuhan. Gimana, enak rasanya lebih wow kan, jika cinta di dapat setelah begitu banyak rintangan?" Rara kembali berucap.Kali ini tidak hanya Stella yang tertawa, tetapi Raja juga. Raja pun ter
"Raja?!" Stella langsung memekik, saat melihat sosok yang saat ini paling ingin dia hindari berjalan masuk dari pintu keluar. Raja tidak sendiri, tetapi saat ini pria tampan itu bersama dengan Sinta dan juga Jeni."Hei mau apa dia ke sini? Apa kamu bilang juga sama si Raja jika saat ini kamu mengadakan konversi press?" Romi pun langsung bertanya sembari berbisik. Pria kemayu itu benar-benar tak menyangka sama sekali, jika Raja datang. Bukan apa-apa, tetapi setelah tadi Stella mengambil keputusan bahwa akan menjauhi Raja, dan sekarang Raja datang kembali, itu berarti Romi harus kembali menghadapi Stella yang banyak masalah dan banyak pikiran. Dan, itu berarti juga Stella pun akan menunda beberapa jadwal shooting, karena tak bisa fokus untuk melakonkan perannya. Semua itu tentu saja berimbas pada Romi yang merupakan manajernya."Entahlah, Rom. Aku tak tahu." Stella menjawab sembari menggelengkan kepalanya.Stella yang memang menghindari Raja, ingin segera pergi dari ruangan itu. Teta
"Duh kenapa aku jadi grogi banget gini sih ROM?" tanya Stella, yang sebentar lagi akan melakukan jumpa pers, pada manajernya yang kemayu itu. Romi menepuk-nepuk pundak sang artis. "Ih kamu ini kayak apa aja sih Stella? Kamu ini kan artis besar, masa sih gini aja Kamu demam panggung? Nggak level banget sih."Apa yang dikatakan oleh Romi itu tadi, sebenarnya bukanlah sebuah ejekan. Tetapi Romi melakukan hal itu untuk memantik semangat Stella yang sepertinya memang telah mulai mengendur."Romi, ini kan bukan sandiwara atau film-film yang sering aku bintangi. Ini nyata Romi, ini hal yang benar-benar terjadi dalam hidupku. Jadi rasanya wajar dong jika aku grogi banget seperti ini." Stella mengelak. Romi memutar bola matanya dengan malas. Dia tahu jika memang konferensi pers yang akan diadakan oleh Stella ini, seperti suatu hal yang tidak diinginkan oleh hatinya Stella. Tetapi artis cantik itu memaksakan kehendak."Makanya dong Stella, Aku kan udah bilang sama kamu, jangan bohongin hati
Brak brak brak"Dewi bangun!" Pagi buta itu, Bu Mira sudah menggedor pintu kamar Dewi. Setelahnya, wanita itu ganti menggedor kamar Dita, yang terletak tepat di samping kamar Dewi.Brak BrakBrak"Dita bangun kamu. Ini sudah siang! Kamu itu anak gadis, jadi jangan bangun siang-siang!" eriak bu Mira dengan penuh emosi.Merasa tak mendapatkan respon sama sekali dari kedua putrinya, bu Mira pun kembali menggedor dengan keras pintu kamar itu, dengan teriakan yang sangat melengking di pagi hari."Duh ternyata repot banget kalau nggak ada Sarah. Ngapain sih Ardi kemarin itu sampai menalak Sarah? Coba saja ada Sarah, pasti aku sekarang masih tidur dan mainan hp di kamar." Bu Mira begitu emosi dengan dirinya sendiri saat ini.Sejak kemarin malam setelah kepergian Sarah, wanita paruh baya itu tak dapat memejamkan matanya sama sekali. sSepertinya dia merasakan apa yang sedang dirasakan oleh Ardi saat ini. Rasa penyesalan karena telah mengusir Sarah dari rumah ini."Seharusnya Ardi juga menge
"Dasar perempuan jalang! Cepat pergi kamu dari rumah ini!" Bu Mira kembali berteriak, saat itu Ardi pun sedikit kaget. "Cepat pergi atau kuse-ret kamu!!"Bu Mira sudah akan maju untuk menyeret Stella, sedangkan Dewi dan Dita mengikuti di belakangnya."Hentikan Bu!" Yang berteriak ternyata bukan Sarah, tetapi Ardi. "Jangan lagi menghina Sarah."Raut wajah para anggota keluarga itu nampak terkejut dengan ucapan pria itu. Kemudian Ardi menoleh pada Sarah. "Pergilah Sarah. Semoga kamu bisa mendapatkan ganti yang lebih baik dariku. Maafkan aku ya."Sarah sedikit kaget juga dengan perubahan sikap Ardi yang begitu drastis setelah mengucapkan kata talak tadi. Dia sempat berpikir jika mungkin mantan suaminya itu menyesal karena telah mengakhiri hubungan itu. Tetapi sejurus kemudian seperti ada yang kembali mengingatkan pada Sarah. Seperti apa sikap Ardi, yang selama mereka menikah malah sama sekali tak pernah memperlakukan dia seperti layaknya seorang istri."Tentu Mas. Tuhan tak pernah tidur.
"Terima kasih telah terus bersama dengan Sarah, Bu. Jika tak ada ibu, mungkin Sarah sudah semakin hilang arah." Sarah kemudian memeluk ibunya .Tak terkira rasa terima kasih Sarah pada sang ibu. Karena memang tak ada lagi tempat kita kembali selain pada ibu. Wanita yang benar benar menyayangi kita apa adanya tanpa balas jasa.Terhitung sudah dua hari Sarah kembali pulang ke rumah kontrakan Bu Endang. Setelah kemarin ditalak Ardi dan diusir dari rumah mantan suaminya itu. Untung saja pernikahan mereka hanya pernikahan siri alias secara agama, jadi tak perlu repot repot menuju ke pengadilan agama. Tak butuh proses lama untuk menjadikan Sarah berstatus menjadi janda.Kadang memang banyak hal rasanya seperti membuat kita kecewa, seakan Tuhan tak menuruti segala keinginan kita. Padahal sebenarnya semua itu adalah berkah, karena Tuhan nyatanya tidak memberikan apa yang kita inginkan, tetapi apa yang kita butuhkan."Maaf ya, dulu ibu sempat melarang karena kamu hanya akan dinikahi di balik t
"Kamu nggak kerja, Sarah?" Bu Endang bertanya pada Sarah setelah mereka berdua baru saja selesai melaksanakan salat subuh.Sarah mencium punggung tangan ibunya dengan takdzim. "Belum untuk sekarang Bu. Mungkin besok." Sarah berkata sambil tersenyum manis."Jika memang kamu sudah tak nyaman kerja disana, lebih baik kamu cari kerja di tempat lain saja, Sarah." Raut wajah wanita paruh baya itu nampak khawatir.Tak salah jika akhirnya Bu Endang jadi mengkhawatirkan tentang tempat kerja Sarah. Setelah kini Sarah tak lagi menjadi istri Ardi, Bu Endang merasa takut jika Sarah tak akan nyaman bekerja satu kantor dengan sang mantan suami. Apa lagi mengingat jika hubungan yang pernah terjalin dulu begitu tidak baik.Sarah tersenyum penuh artis, ditepuknya telapak tangan Bu Endang yang sejak tadi masih digenggamnya. "Sarah belum memikirkan hal itu Bu. Nanti malam saja." Ada hal yang tentu saja disembunyikan oleh Sarah. Apa lagi jika bukan rasa sakit hati. Hanya saja tentu wanita itu tak ingin me