Tak ada jawaban dari Raja, sepetinya pria itu sedang kebingungan.Stella segera berdiri dan menyambar tas tangannya. "Nikmati aja sendiri malam spesial itu. Basi." Setelahnya dia pun meninggalkan Raja yang hanya bisa menatap dari jauh.*Stella menjatuhkan tubuhnya di jok mobil dan segera menutupnya dengan keras. Bukan marah, tetapi sepertinya artis cantik ini sedang bahagia. Disenderkan kepalanya sebentar ke punggung jok. "Raja ... Sampai kapan sih kamu akan diam dan terus munafik kayak gitu?" ucap Stella sembari memejamkan matanya dan tersenyum. "Syukurin!"Ternyata memang Stella tadi hanya sedang menggoda Raja saja. Seperti yang sudah dia rencanakan sebelumnya. Sebenarnya rencana seperti ini, untuk membuat Raja cemburu atau pun menyatakan cinta, sudah sering juga dilakukan oleh Stella. Namun, hasilnya tetap saja sama..Meski telah terlihat cemburu dan terlihat juga jika Raja memiliki rasa cinta pada Stella. Tetapi pria tampan itu tetap tak mau mengungkapkan.Stella bukan wanita y
"Apa apaan sih Doni ini? Nggak jelas banget deh!" Stella urung uringan setelah telepon dimatikan secara sepihak oleh Doni. "Dia yang nelpon, eh malah dia yang matiin duluan. Nggak ada akhlak!"Karena kesal, Stella melempar ponsel kesayangannya itu ke jok sebelah. Memang begitu mudah bagi seorang Stella untuk melakonkan sebuah peran. Hingga Doni, yang dulu pernah menjadi orang terkasih, terkecoh. Mengira jika perlakuan manis yang diberikan oleh Stella tadi bukanlah sekedar sandiwara.Diam sesaat, Stella kemudian terkekeh sembari memukul kemudi bulat itu. "Ya ampun ... Maafin aku ya Don. Kamu sih datang di waktu yang tepat banget!" Sepertinya Stella malah baru sadar dengan apa yang ingin dibicarakan oleh Doni di telepon tadi. "Harusnya aku tadi berterima kasih ya, karena dia, sandiwaraku untuk mengerjai Raja jadi sukses!" Stella pun kembali tergelak.Di tempat berbeda, tetapi sama sama di dalam mobil, Raja sepetinya belum ingin menyalakan mesin mobilnya. Pria tampan itu masih hanya dudu
Bab 236"Jauhi Raja. Karena aku sudah menjodohkan dia dengan seorang gadis manis dan baik!"Kembali mulut Stella ternganga mendengar ucapan dari Sinta tersebut. "maaf, Tante tadi ngomong apa?" Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulut Stella. Rasanya tak percaya dia bahkan sampai memukul kepalanya beberapa kali. Untuk meyakinkan indra pendengarannya.Sinta di seberang tersenyum sinis dan segera menjawab. "Jauhi Raja. Karena ada wanita baik yang akan segera menjadi istrinya!" Sinta sepertinya sengaja membesarkan volume suaranya.Sakit, ada rasa yang begitu sakit dirasakan oleh Stella di palung hatinya. Mengingat selama ini dia telah berusaha mati Matian untuk mendapatkan cinta dari seorang Raja. Dari awal kenal hingga saat ini mungkin sudah lebih dari delapan bulan. Selama itu dia terus bekerja keras agar bisa membuat Raja mengatakan cinta padanya. Kini, setelah dia melihat cinta di mata Raja, hanya saja pria itu memang sulit untuk mengungkapkan, rasanya begitu sakit, ketika Sint
Sesaat Stella terdiam, sepertinya banyak hal yang saat ini dia pikirkan. Hingga Stelah sejenak memejamkan mata, dia pun berkata. "Saya bersedia melepas segala, bahkan pergi dari dunia artis, asal Raja serius dengan saya." Artis cantik itu selama beberapa detik tadi terus berpikir, memikirkan tentang dua hal yang saat ini penting baginya. Raja dan juga pekerjaan yang telah memperkenalkan namanya ke seantero dunia. Dua hal yang sepertinya begitu sulit untuk dipilih. Karena begitu vital dalam hidup. Tetapi kembali lagi, hidup adalah pilihan dan setiap pilihan ada konsekuensinya masing masing. Akhirnya, Stella memilih yang menurutnya paling penting, Raja. Bisa bersama dengan sang pujaan hati hingga akhir hayat, dirasa Stella sudah lebih dari cukup.Sinta di seberang bukannya merasa senang dengan jawaban dari Stella, tetapi wanita paruh baya itu malah kembali mencebik, seakan menertawakan dan mengejek pilihan Stella."Apa kamu yakin dengan pilihan kamu itu? Jika kamu sudah menikah denga
"Raja belum bisa Ma. Untuk saat ini Raja tak bisa." Kalimat itu lah yang akhirnya Raja pilih."Jika kamu tak mau menikah dengan Dita, maka mama selamanya tak akan berbicara dengan kamu!"Sinta mengatakan hal itu dengan nafas memburu, emosi wanita paruh baya itu sepertinya mulai tak bisa terkontrol. Raja mendengus kasar dan mengepalkan tangannya. "Mama kenapa sih jadi keras kepala seperti ini?" Raja berusaha untuk menekan emosi, dia tak mau jika sampai berbicara kasar pada sang ibu."Raja ini sudah dewasa Ma. Raja tak ingin lagi diatur atur."Sedari kecil, meski dulu Sinta tak pernah punya waktu untuk anak anaknya, tetapi dia merupakan orang tua yang diktator dan bahkan cenderung toxic. Kedua anaknya harus menurut apa yang dia mau, tanpa bisa lagi untuk bernegosiasi. Tak ada pilihan lain yang boleh dilakukan.Kini, ketika dia sudah dewasa dan cukup matang, Raja tentu merasa sangat tak nyaman diatur atur lagi, apa lagi jika ini masalah hati dan berhubungan untuk kehidupannya di masa ya
"Sepetinya mama kamu itu jijik sekali sama aku. Padahal di luar sana, banyak juga kan yang tidak berprofesi sebagai artis tetapi kekakuannya bejat?"Alhasil saat ini Raja menjadi pelampiasan kekesalan Stella pada Sinta. Di seberang, awalnya Raja hanya diam mendengarkan Stella yang terus mengomel. Dia merasa tak enak juga dengan perkataan sang mama yang pastinya memang keterlaluan. Tetapi sejurus kemudian dia malah tersenyum dan mungkin indra pendengaran Raja mengira jika omelan Stella itu adalah nyanyian yang sangat merdu."Raja, kamu masih disana kan? Awas saja kalau pas aku ngomel gini malah kamu tinggal tidur!" Setelah mengungkapkan segala isi hatinya dengan panjang lebar, wajarlah namanya seorang wanita, Stella malah merasa getam karena Raja tak menimpali sedikit pun."Aku masih disini kok, jadi pendengar setia," ucap Raja masih dengan senyum simpulnya. "Lanjutkan saja."Stella mendengus dan kemudian kembali menghela nafas, nyatanya setelah bicara panjang lebar pada Raja seperti
Cup!Sebuah kecupan mendarat cantik di kening Rara. "Bumil ini makin cantik deh," ucap Raja, sambil kembali menghadiahkan kecupan. Kali ini mendarah di pipi kanan dan kiri Rara."Kebiasaan deh. Kapan ini selesainya, Pa?" Rara, yang saat ini sedang membenarkan dasi Arjuna, seperti biasa hanya bisa tersenyum dengan perlakuan sang suami, sembari mengerucutkan bibirnya.Tak mau kehilangan moment, Arjuna malah langsung mencium bibir sang istri. "Love you Sayangku." Gemas, dihisapnya bibir manis Rara, diakhiri dengan sedikit gigitan."Aww! Nakal banget sih Pa!" Merasa sedikit nyeri, Rara pun memukul sang suami, saat itu pun dasi Arjuna sudah siap. Rara memukuli suaminya itu dengan sikap yang manja."Aduh ampun, sakit Sayang!" Tak merasa sakit, justru Arjuna senang sekali dengan sikap istrinya itu. Dia pun kemudian menangkap kedua tangan Rara, dan membawa Rara ke dalam pelukannya. Erat dipeluknya sang istri. "Aku begitu mencintai kamu, Sayang. Sampai kapan pun tolong jangan pernah tinggalka
"Kamu sudah siap kan, Raja? Ini sudah jam sembilan loh." Sinta mendatangi Raja yang masih ada di kamarnya. "Mama janjian sama Dita jam 10 loh. Mana tunggu di bawah ya."Tanpa memperhatikan raut wajah sang anak, Sinta kembali menutup pintu kamar Raja dan berlalu.Ketika tadi ada Sinta, Raja yang sedang duduk di tepi ranjang hanya mengangguk saja. Wajah tampan itu tanpa ekspresi sama sekali."Huft!" Raja menghembuskan nafasnya dengan kasar. "Arggh!" Tangannya memukul ke udara dengan begitu keras. Nampak sekali jika saat ini pria itu sedang memikirkan banyak hal, yang membuat hatinya begitu dilema."Stella!"Nama artis cantik itu yang terus saja disebut oleh Raja. Sejak tadi malam setelah panggilan diputuskan secara sepihak oleh Stella, Raja sama sekali tak bisa memejamkan matanya. "Tunggu Stell, jangan dimatikan!" Raja berteriak saat Stella mengakhiri panggilan tadi malam itu.Tut Tut TutTetapi itu hanya percuma saja, sambungan telepon itu telah terputus. Tak kehilangan akal, Raja
"Selamat menempuh hidup baru ya, Raja, Stella. Doa kami semua yang terbaik untuk kamu. Semoga segera memiliki momongan."Rara kembali memberikan selamat pada sahabatnya ini, kali ini saat Raja dan Stella baru saja tadi mengungkapkan janji suci pernikahan. Setelah dua bulan yang lalu mereka juga menggelar acara pertunangan yang mewah."Terima kasih banyak ya. Tanpa kalian,mungkin kali ini kami pun belum bisa bersatu." Stella terus mengenggam tangan Rara. Sahabat yang memang menjadi support utama hubungannya dengan Raja. "Sepetinya para baby gemoy ini nunggu Tante dan Om nya resmi dulu, baru mau launching nih."Stella mengelus perut Rara yang begitu buncit. Rara dan Arjuna yang berada di sampingnya pun terkekeh. "Bisa jadi seperti itu. Karena harusnya HPL kemarin."Ya, memang meski telah terlewat HPL sehari, tetapi Rara belum merasakan tanda tanda kehamilan yang datang. Itu Lah kenapa hari ini dia kekeh untuk datang ke pesta pernikahan itu. "Ah iya, kak Satria juga akan segera melamar
"Bu, Mas Ardi tumben banget sih jam segini belum keluar kamar ya?" Dita yang baru duduk di meja makan, bertanya pada sang ibu sambil menoleh pada kamar sang kakak, yang sejak kemarin sore tak terbuka sama sekali."Iya, dari pulang kerja sudah nggak keluar. Nggak makan malam juga kan?"Ketika Bu Mira masih terdiam, Dewi malah menimpali ucapan adiknya itu. "Halah ... Paling dia itu masih meratapi si Sarah itu," ucap Bu Mira ketus. "Dasar Cemen!"Bu Mira sebenarnya juga sedikit merasa khawatir dengan Ardi. Karena memang setelah Sarah pergi dari rumah ini, putranya itu bahkan tak pernah mau makan. Ardi yang biasanya begitu hangat dengan keluarga, berubah menjadi Ardi yang tertutup dan begitu muram.Padahal ini bukanlah untuk pertama kalinya Ardi menalak istrinya, Sarah adalah yang ketiga, tetapi sungguh saat ini berbeda.Biasanya Ardi biasa saja dan seperti tak lagi memikirkan tentang mantan mantan istrinya itu."Aku kok khawatir ya Bu sama Ardi. Dia itu kayaknya patah hati banget deh keh
"Selamat ya Stella, aku benar benar ikut bahagia. Kalian memang pasangan yang sangat serasi loh." Rara mencium pipi kanan kiri sahabatnya yang malam ini terlihat begitu cantik dalam balutan dres warna putih itu. "Ini semua nggak akan pernah terjadi tanpa bantuan kamu Ra. Pokoknya terima kasih banget loh." Stella memeluk Rara. "Kamu memang sahabat terbaikku."Air mata telah menumpuk di pelupuk mata, tetapi tangis bahagia itu memang sengaja ditekan oleh Stella, karena takut merusak riasan. Malam ini adalah malam pertunangan Stella dengan Raja Sanjaya. Hanya satu hari berselang dari acara jumpa pers yang berakhir menyenangkan itu, keluarga Sanjaya menggelar pesta pertunangan keduanya dengan begitu mewah."Nggak juga. Lebih tepatnya aku hanya perantara sih, yang berperan penting tentu masih tetap Tuhan. Gimana, enak rasanya lebih wow kan, jika cinta di dapat setelah begitu banyak rintangan?" Rara kembali berucap.Kali ini tidak hanya Stella yang tertawa, tetapi Raja juga. Raja pun ter
"Raja?!" Stella langsung memekik, saat melihat sosok yang saat ini paling ingin dia hindari berjalan masuk dari pintu keluar. Raja tidak sendiri, tetapi saat ini pria tampan itu bersama dengan Sinta dan juga Jeni."Hei mau apa dia ke sini? Apa kamu bilang juga sama si Raja jika saat ini kamu mengadakan konversi press?" Romi pun langsung bertanya sembari berbisik. Pria kemayu itu benar-benar tak menyangka sama sekali, jika Raja datang. Bukan apa-apa, tetapi setelah tadi Stella mengambil keputusan bahwa akan menjauhi Raja, dan sekarang Raja datang kembali, itu berarti Romi harus kembali menghadapi Stella yang banyak masalah dan banyak pikiran. Dan, itu berarti juga Stella pun akan menunda beberapa jadwal shooting, karena tak bisa fokus untuk melakonkan perannya. Semua itu tentu saja berimbas pada Romi yang merupakan manajernya."Entahlah, Rom. Aku tak tahu." Stella menjawab sembari menggelengkan kepalanya.Stella yang memang menghindari Raja, ingin segera pergi dari ruangan itu. Teta
"Duh kenapa aku jadi grogi banget gini sih ROM?" tanya Stella, yang sebentar lagi akan melakukan jumpa pers, pada manajernya yang kemayu itu. Romi menepuk-nepuk pundak sang artis. "Ih kamu ini kayak apa aja sih Stella? Kamu ini kan artis besar, masa sih gini aja Kamu demam panggung? Nggak level banget sih."Apa yang dikatakan oleh Romi itu tadi, sebenarnya bukanlah sebuah ejekan. Tetapi Romi melakukan hal itu untuk memantik semangat Stella yang sepertinya memang telah mulai mengendur."Romi, ini kan bukan sandiwara atau film-film yang sering aku bintangi. Ini nyata Romi, ini hal yang benar-benar terjadi dalam hidupku. Jadi rasanya wajar dong jika aku grogi banget seperti ini." Stella mengelak. Romi memutar bola matanya dengan malas. Dia tahu jika memang konferensi pers yang akan diadakan oleh Stella ini, seperti suatu hal yang tidak diinginkan oleh hatinya Stella. Tetapi artis cantik itu memaksakan kehendak."Makanya dong Stella, Aku kan udah bilang sama kamu, jangan bohongin hati
Brak brak brak"Dewi bangun!" Pagi buta itu, Bu Mira sudah menggedor pintu kamar Dewi. Setelahnya, wanita itu ganti menggedor kamar Dita, yang terletak tepat di samping kamar Dewi.Brak BrakBrak"Dita bangun kamu. Ini sudah siang! Kamu itu anak gadis, jadi jangan bangun siang-siang!" eriak bu Mira dengan penuh emosi.Merasa tak mendapatkan respon sama sekali dari kedua putrinya, bu Mira pun kembali menggedor dengan keras pintu kamar itu, dengan teriakan yang sangat melengking di pagi hari."Duh ternyata repot banget kalau nggak ada Sarah. Ngapain sih Ardi kemarin itu sampai menalak Sarah? Coba saja ada Sarah, pasti aku sekarang masih tidur dan mainan hp di kamar." Bu Mira begitu emosi dengan dirinya sendiri saat ini.Sejak kemarin malam setelah kepergian Sarah, wanita paruh baya itu tak dapat memejamkan matanya sama sekali. sSepertinya dia merasakan apa yang sedang dirasakan oleh Ardi saat ini. Rasa penyesalan karena telah mengusir Sarah dari rumah ini."Seharusnya Ardi juga menge
"Dasar perempuan jalang! Cepat pergi kamu dari rumah ini!" Bu Mira kembali berteriak, saat itu Ardi pun sedikit kaget. "Cepat pergi atau kuse-ret kamu!!"Bu Mira sudah akan maju untuk menyeret Stella, sedangkan Dewi dan Dita mengikuti di belakangnya."Hentikan Bu!" Yang berteriak ternyata bukan Sarah, tetapi Ardi. "Jangan lagi menghina Sarah."Raut wajah para anggota keluarga itu nampak terkejut dengan ucapan pria itu. Kemudian Ardi menoleh pada Sarah. "Pergilah Sarah. Semoga kamu bisa mendapatkan ganti yang lebih baik dariku. Maafkan aku ya."Sarah sedikit kaget juga dengan perubahan sikap Ardi yang begitu drastis setelah mengucapkan kata talak tadi. Dia sempat berpikir jika mungkin mantan suaminya itu menyesal karena telah mengakhiri hubungan itu. Tetapi sejurus kemudian seperti ada yang kembali mengingatkan pada Sarah. Seperti apa sikap Ardi, yang selama mereka menikah malah sama sekali tak pernah memperlakukan dia seperti layaknya seorang istri."Tentu Mas. Tuhan tak pernah tidur.
"Terima kasih telah terus bersama dengan Sarah, Bu. Jika tak ada ibu, mungkin Sarah sudah semakin hilang arah." Sarah kemudian memeluk ibunya .Tak terkira rasa terima kasih Sarah pada sang ibu. Karena memang tak ada lagi tempat kita kembali selain pada ibu. Wanita yang benar benar menyayangi kita apa adanya tanpa balas jasa.Terhitung sudah dua hari Sarah kembali pulang ke rumah kontrakan Bu Endang. Setelah kemarin ditalak Ardi dan diusir dari rumah mantan suaminya itu. Untung saja pernikahan mereka hanya pernikahan siri alias secara agama, jadi tak perlu repot repot menuju ke pengadilan agama. Tak butuh proses lama untuk menjadikan Sarah berstatus menjadi janda.Kadang memang banyak hal rasanya seperti membuat kita kecewa, seakan Tuhan tak menuruti segala keinginan kita. Padahal sebenarnya semua itu adalah berkah, karena Tuhan nyatanya tidak memberikan apa yang kita inginkan, tetapi apa yang kita butuhkan."Maaf ya, dulu ibu sempat melarang karena kamu hanya akan dinikahi di balik t
"Kamu nggak kerja, Sarah?" Bu Endang bertanya pada Sarah setelah mereka berdua baru saja selesai melaksanakan salat subuh.Sarah mencium punggung tangan ibunya dengan takdzim. "Belum untuk sekarang Bu. Mungkin besok." Sarah berkata sambil tersenyum manis."Jika memang kamu sudah tak nyaman kerja disana, lebih baik kamu cari kerja di tempat lain saja, Sarah." Raut wajah wanita paruh baya itu nampak khawatir.Tak salah jika akhirnya Bu Endang jadi mengkhawatirkan tentang tempat kerja Sarah. Setelah kini Sarah tak lagi menjadi istri Ardi, Bu Endang merasa takut jika Sarah tak akan nyaman bekerja satu kantor dengan sang mantan suami. Apa lagi mengingat jika hubungan yang pernah terjalin dulu begitu tidak baik.Sarah tersenyum penuh artis, ditepuknya telapak tangan Bu Endang yang sejak tadi masih digenggamnya. "Sarah belum memikirkan hal itu Bu. Nanti malam saja." Ada hal yang tentu saja disembunyikan oleh Sarah. Apa lagi jika bukan rasa sakit hati. Hanya saja tentu wanita itu tak ingin me